Disusun oleh :
GOLONGAN U
HARI RABU, 15.30-17.30
KELOMPOK 1 :
Tujuan dari praktikum pengujian efek obat pada system kardiovaskular adalah :
1. Memahami efek berbagai obat pada tekanan darah arterial.
2. Memahami efek berbagai obat pada kecepatan denyut jantung.
3. Memahami efek berbagai obat pada kekuatan kontraksi jantung.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Adrenalin
2.2 Noradrenalin
Farmakokinetik Noradrenaline, tidak aktif saat diberikan oral dan sangat cepat menjadi
tidak aktif dalam tubuh, Ketika digunakan secara intravena maka akan termetabolisme secara
ekstensif dan dalam jumlah sedikit tereskresi tidak berubah dalam urin .
- Farmakodinamik
Efek samping dan reaksi obat yang tidak diinginkan Dapat menyebabkan hipertensi( sangat
mungkin dihubungkan dengan reflex bradikardia), sakit kepala, dan peripheral iskemia
( martindale, 36th).
Dosis dan indikasi obat : pada akut hipotensi : infus intravena larutan yang mengandung
setara dengan 4 mikrogram basa per mL dalam glukosa 5%, atau dalam natrium klorida 0,9% dan
glukosa 5%. ( martindale, 36th).
2.3 Isoprenalin
Farmakokinetik Setelah injeksi intravena isoprenaline dalam plasma memiliki waktu paruh
1 hingga beberapa menit, bergantung pada laju injeksi yang ada cepat atau lambat. Hamper seluruh
isoprenaline diekskresikan di urin dalam bentuk yang tidak berubah dan metabolime kurang dari
24 jam.isoprenalin memiliki durasi aksi dan waktu paruh awal yang lebih Panjang dalam
pengunaan oral. Isoprenaline diketahui memiliki durasi aksi setelah 2 jam pemberian via inhalasi.
Farmakodinamik Isoprenalin adalah obat simpatomimetik yang bekerja pada reseptor beta
adrenergik. Obat ini memiliki aksi stimulasi pada jantung dan peningkatan curah jantung,
rangsangan dan kecepatan. Juga menyebabkan vasodilatasi perifer dan menghasilkan penurunan
tekanan darah diastolik dan biasanya mempertahankan atau sedikit meningkat tekanan darah
sistolik.selain itu isoprenaline memiliki sifat bronkodilatasi. Ini juga merangsang sistem syaraf
pusat. ( martindale, 36th).
Efek samping dan reaksi obat yang tidak diinginkan Isoprenaline merupakan obat golongan
beta agonis yang juga dapat menstimulasi sistem syaraf pusat. Efek samping utamanya adalah
takikardia, kardiak aritmia, palpitasi, hipotensi, tremor, sakit kepala, berkeringat, muka menjadi
merah, isoprenaline juga dapat menyebabkan pembengkakan kelenjar tiroid. Tidak boleh di
dikombinasikan dengan obat golongan beta agonis poten lainnya ( adrenalin) ( martindale, 36th).
Dosis dan indikasi obat : injeksi intravena : 20 – 60 microgram (1 sampai 3 ml dari larutan
0,002%) dan injeksi intramuscular : 200 microgram (1 ml dari larutan 0,02%) ( martindale, 36th)
2.4 Phenylephineprin
Phenylephineprin merupakan obat golongan obat adrenergika yang bekerja pada susunan
saraf otonom. Fenilefrin bekerja atau mengikat adrenergic alpha-1 reseptor. Derivat adrenali ini
hanya memiliki 1 OH pada cincin benzen. Obat ini terutama berdaya alfa-adrenergis secara tak
langsung dengan jalan pembebasan Nadari ujung saraf. Daya kerjanya 10 kali lebih lemah dari
adrenalin, tetapi bertahan lebih lama. Tidak menstimulir SSP, efek jantungnya ringan sekali.
Berdaya vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan tensi, maka digunakan pada keadaan
hipotensi (kolaps).
Farmakodinamik :
2.5 Acetylcholine
(https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/image/imagefly.cgi?cid=4510&width=300&height=300 ,
diakses pada 13 April 2020)
Gliserin nitrat merupakan golongan obat nitrat organik, obat ini digunakan sebagai
antiangina. Dalam penggunaan nitrat organik ada dua masalah utama yang muncul yaitu toleransi
dan penrunan tekanan darah secara nyata sehingga dapat berbahaya pada infark jantung akut (IJA).
Akan tetapi mitrat organik masih merupakan obat yang penting hingga kini, dan efektifitasnya
telah ditunjukkan dalam studi klinis menurunkan mortalitas, mengurangi cidera iskemik dan luas
infark dsb. ( Farmakologi dan terapi ed.5 hal 362).
Nitrit organik diabsorbsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual dan oral. Metabolisme
obat-obat ini dilakukan oleh nitrat reduktase dalam hati yang mengubah nitrat reduktase dalam
hati yang mengubah nitrat organik larut lemak menjadi metabolitnya yang larut air yang tidak atau
mempunyai efek vasodilatasi lemah. Efek lintas pertama dalam hati ini menyebabkan
bioavaibilitas nitrat organik oral sangat kecil (nitrogliserin dan isosorbid dinitrat < 20%) Oleh
karena itu, untuk meningkatkan kadar obat dalam darah secara cepat. Serangan akut angina diatasi
dengan preparat sublingual. Pada pemberian sublingual kadar puncak plasma tercapai dalam 4
menit, waktu paruh 1-3 menit.
Nitrat organik menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai oksigen dengan cara
mempengaruhi tonus vaskular. Golongan obat ini menyebabkan vasodilatasi pada sistem vaskular.
Dengan dosis rendah nitrat organik akan menimbulkan venodilatasi sehingga terjadi pengumpulan
darah pada vena perifer dan dalam splamkinkus. Venous pooling ini menyebabkan berkurangnya
aliran balik darah ke jantung, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan menurun.
Dengan cara ini maka kebutuhan oksigen miokard menurun.
Penurunan tekanan darah sistemik dapat memicu terjadinya angina jika perfusi koroner
kurang atau refleks takikardia. Menghilangnya gejala angina pektoris pada pemberian nitrat
organik diduga karena menurunnya kerja jantung dan perbaikan sirkulasi koroner. Niitrat organik
memperbaiki sirkulasi koroner pada pasien aterosklerosis. Daerah subendokard yang sangat
rentang terhadap iskemia karena letak anatomis dan struktur pembuluh darah yang mengalami
kompresi tiap sistole akan mendapatkan perfusi lebih baik pada pemberian nitrat organik.
(Farmakologi dan terapi ed.5 hal 363-364 ).
Efek Samping dan reaksi obat yang tidak digunakan sakit kepala berdenyut, muka merah,
pusing, hipotensi postural, takikardi (dapat terjadi bradikardi paradoksikal).
(http://pionas.pom.go.id/monografi/gliseril-trinitrat).
2.7 Cromakalin
Pembukaan kanal kalium ini akan menyebabkan efflux keluar sel sehingga terjadi
terpolarisasi membrane. Hiperpolarisasi membran akan mencegah pembukaan kanal a sehingga
mengurangi masuknya, dan pada gilirannya meralaksasi otot polos vaskuler dan miokardial. dalam
terapi, kanal ini dikembangkansebagai target aksi obat antihipertensi.
2.8 Angiotensin II
Hipotensi dapat terjadi pada pasien dengan kadar renin tinggi seperti hipovolemia, gagal
jantung, hipertensi renovaskular dan sirosis hepatis. Hiperkalemia biasanya terjadi dalam keadaan
tertentu seperti insufisiensi ginjal, atau bila dikombinasi dengan obat-obat yang cenderung
meretensi kalium seperti diuretik hemat kalium dan AINS dan juga bila asupan kalium berlebihan.
Fetotoksik: anagonis reseptor All potensial bersifat fetotoksik, sehingga harus dihentikan bilai
pemakaiannya ternyata hamil. (Farmakologi dan Terapi Ed 6 hal 362).
(Katzung 12 th)
2.9 Digoxin
(https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/2724385#section=2D-Structure,diakses pada
tanggal 13 April 2020)
Digoxin, glikosida jantung mirip dengan digitoxin, digunakan untuk mengobati gagal
jantung kongestif dan aritmia supraventrikular karena mekanisme masuk kembali, dan untuk
mengontrol tingkat ventrikel dalam pengobatan fibrilasi atrium kronis.
Digoxin adalah glikosida jantung. Digoksin menghambat pompa natrium kalium adenosin
trifosfatase (ATPase), sehingga meningkatkan kalsium intraseluler dan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Agen ini juga bertindak langsung pada simpul atrioventrikular untuk
menekan konduksi, sehingga memperlambat kecepatan konduksi. Rupanya karena efeknya pada
konsentrasi kalsium intraseluler, digoxin menginduksi apoptosis sel tumor melalui jalur yang
melibatkan mitokondria cytochrome c dan caspases 8 dan 3. b. Golongan farmakologi Inotropik
(Kumpulan Kuliah Farmakologi 2 hal. 382).
Farmakokinetik: Absorbsi po sebesar 95% ±5. Volume of distribusinya adalah 6-7 1/kg
dan plasma protein binding nya 20-30%. Presytemic metabolisme nya sebesar 67,5%±17,5%, dan
mengalami metabolisme di hepar 20-330%. Ekskresi obat sebagian besar lewat ginjal (60-90%).
Waktu paruh 36-41.
Farmakodinamik: Digoxin memiliki beberapa efek kardiovaskular langsung dan tidak
langsung, dengan konsekuensi terapeutik dan toksik. Selain itu, sudah efek yang tidak diinginkan
pada sistem saraf pusat dan usus. Pada tingkat molekuler, semua glikosida jantung yang
bermanfaat secara terapi menghambat Na + / K + -ATPase, transporter yang terikat membran
sering disebut pompa natrium (Gambar 13-1). Meskipun beberapa isoform dari ATPase ini terjadi
dan memiliki sensitivitas yang bervariasi terhadap glikosida jantung, mereka sangat lestari dalam
evolusi. Inhibisi transporter ini pada sebagian besar rentang dosis telah luas didokumentasikan
dalam semua jaringan yang diteliti. Kemungkinan tindakan penghambatan ini sebagian besar
bertanggung jawab untuk efek terapeutik (positif inotropi) serta sebagian besar toksisitas
digitalis.Efek molekuler tingkat digitalis lainnya telah dipelajari di jantung dan dibahas di bawah
ini. Fakta bahwa reseptor untuk jantung glikosida yang ada pada pompa natrium telah mendorong
beberapa peneliti untuk mengusulkan bahwa steroid seperti digitalis endogen, mungkin ouabain
atau marinobufagenin, harus ada. Selanjutnya, fungsi tambahan Na + / K + -ATPase telah
dipostulatkan, melibatkan apoptosis, pertumbuhan dan diferensiasi sel, kekebalan, dan
metabolisme karbohidrat. (Katzung 12 th).
ESO: gangguan lambung-usus; anoreksia, mual, muntah, diare dan nyeri perut. (Obat-Obat
Penting hal 598)
Interaksi: Kinidin memperlambat eliminasi digoksin sampai lebih kurang 45%, maka dosisnya
(loading dan pemeliharaan) perlu dikurangi separuh bila kedua obat dikombinasi.
Dosis: digitalisasi oral 0,25-0,75 mg sehari a.c. selama 1 minggu, pemeliharaan 1 dd 0,125-0,5 mg
a.c (Obat-Obat Penting hal 598)\
Indikasi: meningkatkan kontraksi miokard untuk meningkatkan curah jantung pada pasien
dengan gagal jantung dan menurunkan konduksi atrioventricular (AV) untuk melambatkan laju
ventrikel pada fibrilasi atrium. (Akbar,K.M.A,.dkk.2015).
2.10 Milrinone
Inhibitor fosfodiesterase; inotrop positif dengan sedikit efek chronotropic; vasodilator langsung
(menurunkan baik preload dan afterload)
Penyerapan
Distribusi
Metabolisme
Eliminasi
(https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/image/imagefly.cgi?cid=60961&width=300&height=300 ,
diakses pada tanggal 13 April 2020)
Adenosin merupakan obat aritmia yang masuk dalam kelas ke 5 atau lain-lain. Adenosin
adalah nuklosid yang alamiah terdapat dalam tubuh. Efek adenosin di perantarai melalui
interaksinya dengan reseptor adenosin yang berpasangan dengan protein-G. Adenosin yang
berpasangan dengan protein-G. Adenosin mengaktifkan aliran ion kalium yang sensitif asetilkolin
di natrium, sinus dan nodus AV, yang menghasilkan pemendekan lama aksi potensial,
hiperpolarisasi, dan pertambatan automatisasitas normal. Adenosin juga menghambat timbulnya
DAD akibat perangsangan saraf simpatis, dan kedua efek adenosin ini merupakan dasar dari efek
aritmia adenosin. ( Farmakologi dan terapi ed.5 hal 339 ).
Adenosin dieleminasi dengan waktu paruh yang singkat, yaitu beberapa detik saja.
Adenosin menjalani transport aktif ke dalam semua sel, dan di dalam sel dimetabolisir oleh enzim
deaminase menjadi metabolit yang tak aktif. Adenosin merupakan suatu obat yang harus diberikan
secara bolus intravena cepat, dan lebih disukai bila obat ini diberikan melalui vena sentral.
Pemberian lambat menyebabkan obat ini tak berefek karena dieliminasi dengan cepat sebelum
mencapai organ target. Dipridamol menghambat transportasi adenosin ke dalam sel, sehingga
menimbulkan potensiasi. Teofilin dan kafein menghambat reseptor adenosin, sehingga diperlukan
dosis adenosin lebih besar untuk menimbulkan efek aritmia pada yang meminum kedua macam
zat ini. ( Farmakologi dan terapi ed.5 hal 339 ).
Efek samping dan reaksi obat yang tidak diinginkan
Adenosine menyebabkan flushing pada sekitar 20% pasien dan sesak napas atau terbakar
dada (mungkin terkait dengan bronkospasme) di lebih dari 10%. Induksi blok AV tingkat tinggi
dapat terjadi tetapi sangat berumur pendek. Fibrilasi atrium dapat terjadi. Toksisitas yang kurang
umum termasuk sakit kepala, hipotensi, mual, dan parestesi. ( Katzung, Basic and clinical
pharmacology ed.12 p 246 )
Dosis : 6- 12 mg
Indikasi : untuk pengobatan takikardia ventrikel yang disangka terjadi karena delayed
afterdepolarization (DAD). ( Farmakologi dan terapi ed.5 hal 339 ).
2.12 Propanolol
Propanolol penghambat β pertama yang terbukti efektif pada hipertensi dan penyakit
jantung iskemik.propanolol umumnya kini telah di ganti oleh penghambat β kardioselektif
misalnya metoprolol dan atenolol.semua obat penghambat adrenoreseptor β berguna untuk
menurunkan tekanan darah pada hipertensi ringan sampai sedang.pada hipertensi berat, penhambat
β terutama berguna dalam mencegah takikardia refleks yang sering timbul pada pemberian
vasodilator langsung.penghambat beta terbukti mengurangi mortilitas setelah infark miokardium
dan sebagian juga menurunkan angka kematian pada pasien dengan gagak jantung.
Farmakodinamik dan farmakokinetik
Efikasi propanolol dalam mengobati hipertensi serta sebagian besar dari efek toksiknya di
sebabkan oleh blokade β non selektif.propanolol menurunkan tekanan darah terutama melalui
penurunan curah jantung.penghambat β lainnya mungkin menurunkan curah jantung atau
mengurangi resistensi vaskular perifer dengan derajat bervariasi, bergantung pada
kardioselektifitas dan aktifitas agonis parsial.
Pada hipertensi ringan sampai sedang, propanolol menyebabkan penurunan signifikan tekanan
darah tanpa menimbulkan hipotensi postural. Bradikardia istirahat dan berkurangnya kecepatan
jantung selama olahraga merupakan indikator efek blokade β propanolol, dan perubahan pada
parameter-parameter ini dapat di gunakan sebagai petunjuk untuk mengatur dosis.propanolol dapat
di berikan dua kali sehari, dan tersedia sediaan lepas-lambat. ketika propanolol di hentikan setelah
pemakaian teratur jangka panjang, sebagian pasien mengalami sindrome lucut yang bermanifestasi
sebagai rasa cemas, takikardia, peningkatan intensitas angina, dan peningkatan tekanan darah.
Efek samping
Pada pasien gagal jantung terdapat aktifitas simpatis yang tinggi untuk mempertahankan
kontraksi ventrikel.sebab itu bila pada keadaan ini di gunakan beta bloker sebagai obat antiaritmia,
akan terjadi hipotensi atau gagal ventrikel kiri.akan tetapi banyak pasien gagal jantung yang dapat
menerima pengobatan jangka panjang dengan propanolol bila di gunakan bersama digitalis,
vasodilator atau diuretik.karena beta bloker menghambat konduksi di nodus AV maka dapat terjadi
blok AV atau asistol.penghentian beta bloker pada pasien angina pektoris secara mendadak dapat
memperberat angina dan aritmia jantung dan menimbulkan infark miokard akut.
2.13 Atenolol
Golongan Farmakologi
Atenolol termasuk kedalam golongan β-blockers yang larut dalam air. Atenolol kurang
baik absorbsinya dalam saluran cerna sehingga bioavaibilitasnya rendah. Atenolol tidak
mengalami metabolism sehingga seluruhnya diekskresi utuh melalui ginjal. Atenolol memiliki
waktu paruh sepanjang 6-7 jam. (Farmakologi dan terapi ed.5 hal. 94 ).
Dosis : oral 1-2 dd 100 mg (angina dan hipertensi) Oral 2 dd 50-100 mg (aritmia) ( Obat-
obat penting ed.7 hal 556 ).
2.14 Atropine
(https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/image/imagefly.cgi?cid=174174&width=300&height=300,
diakses pada tanggal 13 April 2020)
Atropin, alkaloid belladonna yang terjadi secara alami, adalah campuran rasemat dari
bagian yang sama d- dan l-hyoscyamine, yang aktivitasnya hampir seluruhnya disebabkan oleh
isomer levo obat. Atropin umumnya diklasifikasikan sebagai obat antikolinergik atau
antiparasimpatik (parasimpatolitik). Lebih tepatnya, bagaimanapun, itu disebut sebagai agen
antimuskarinik karena antagonizes tindakan seperti muscety acetylcholine dan ester kolin lainnya.
Dosis atropin yang adekuat menghapus berbagai jenis refleks vagal cardiac slowing atau asystole.
Obat ini juga mencegah atau menghilangkan bradycardia atau asistol yang dihasilkan oleh injeksi
ester kolin, agen antikolinesterase atau obat parasimpatomimetik lainnya, dan henti jantung yang
dihasilkan oleh stimulasi vagus. Atropin juga dapat mengurangi tingkat blok jantung parsial ketika
aktivitas vagal merupakan faktor etiologi. Atropin dalam dosis klinis melawan dilatasi perifer dan
penurunan mendadak tekanan darah yang dihasilkan oleh ester kolin. Namun, ketika diberikan
dengan sendirinya, atropin tidak memberikan efek mencolok atau seragam pada pembuluh darah
atau tekanan darah. Hyoscyamine adalah derivat alkaloid belladonna dan bentuk levorotatory dari
atropin rasemat yang diisolasi dari tanaman Hyoscyamus niger atau Atropa belladonna, yang
menunjukkan aktivitas antikolinergik.
Hyoscyamine berfungsi sebagai antagonis reseptor muskarinik yang tidak selektif dan kompetitif,
sehingga menghambat aktivitas parasimpatis acetylcholine pada kelenjar saliva, bronkial, dan
keringat, serta mata, jantung, kandung kemih, dan saluran pencernaan. Efek penghambatan ini
menyebabkan penurunan saliva, lendir bronkus, cairan lambung, dan keringat. Selanjutnya, aksi
penghambatannya pada otot polos mencegah kontraksi kandung kemih dan menurunkan motilitas
gastrointestinal. Atropin Sulfat adalah garam sulfat atropin, alkaloid yang terjadi secara alami yang
diisolasi dari tanaman Atropa belladonna. Atropin berfungsi sebagai simpatisan, antagonis
kompetitif reseptor kolinergik muskarinik, sehingga menghilangkan efek stimulasi parasimpatik.
Agen ini dapat menyebabkan takikardia, menghambat sekresi, dan mengendurkan otot-otot halus.
(NCI04). Hyoscyamine Sulfate adalah garam sulfat dari derivat alkaloid belladonna dan bentuk
leorototatorik atropin rasemat yang diisolasi dari tanaman Hyoscyamus niger atau Atropa
belladonna, yang menunjukkan aktivitas antikolinergik. Hyoscyamine berfungsi sebagai antagonis
reseptor muskarinik yang tidak selektif dan kompetitif, sehingga menghambat aktivitas
parasimpatis acetylcholine pada kelenjar saliva, bronkial, dan keringat, serta mata, jantung,
kandung kemih, dan saluran pencernaan. Efek penghambatan ini menyebabkan penurunan saliva,
lendir bronkus, cairan lambung, dan keringat. Selanjutnya, aksi penghambatannya pada otot polos
mencegah kontraksi kandung kemih dan menurunkan motilitas gastrointestinal.Golongan
Farmakologi Obat antikolinergika (Obat-Obat Penting Edisi 7 hal. 515)
Farmakokinetik resorpsi di usus cepat dan lengkap seperti alkaloid alamiah lainnya, begitu
pula dari mukosa. Reporpsi melalui kulit utuh dan mata tidak mudah. Distribusinya ke seluruh
tubuh baik. Ekskresinya melalui ginjal yang separuhnya dalam keadaan utuh. Plasma waktu paruh
2-4 jam. (Obat-Obat Penting edisi 7 hal. 515).
Efek samping umum yaitu mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, palpitasi dan
aritmia, gangguan akomodasi, midrasis dan berkeringat. Pada dosis tinggi timbul efek sentral
seperti gelisah, bingung, eksitasi, halusinasi, dan delirium. (Obat-Obat Penting edisi 7 hal. 515).
2.15 Phentolamine
Fentolamin dan tolazolin adalah α-blocker nonselektif yang kompetitif. Efeknya pada
sistem kardiovaskular mirip sekali dengan fenoksibenzamin. Obat-obat ini juga menghambat
reseptor serotonin, melepaskan histamin dari sel mast, merangsang reseptor muskarinik di saluran
cerna, merangsang sekresi asam lambung, saliva, air mata dan keringat.
Efek samping yang utama adalah hipotensi. Refleks stimulasi jantung menyebabkan
takikardia yang hebat, aritmia jantung dan iskemia miokard, sampai infark miokard. Stimulasi
saluran cerna menyebabkan nyeri lambung, mual, dan eksaserbasi ulkus peptikum. Obat-obat ini
harus diberikan dengan sangat hati-hati pada pasien dengan penyakit jantung koroner atau dengan
riwayat ulkus peptikum. Fentolamin tersedia dalam vial 5 mg untuk pemberian IV atau IM.
2.16 Prazosin
Prazosin termasuk golongan obat α1-bloker selektif derivat kuinazolin, dalam kelompok
ini termasuk prazosin sebagai prototipe, tetrazosin, doksazosin, alfulozin, dan tamsulozin.
Semuanya merupakan antagonis kompetitif pada reseptor α1 yang sangat selektif dan sangat
poten. Rasio selektifitasnya (afinitas terhadap resptor α1 dibandinga resptor α2 ) sekitar 1000
untuk prazosin. Prazosin, trazosin, doksazosin, dan alfulozin mempunyai potensi yang sama pada
resptor α1A, α1B, dan α1D. Golongan Farmakologi obat antihipertensi golongan alfa bloker
(Obat-Obat Penting edisi 7 hal. 549).
Farmakokinetik Resorpsinya dari usus sampai 80%, PP-nya tinggi (97%) dan waktu paruh
2-3 jam, tetapi day kerjanya lebih panjang, sampai 12 jam. Ekskresi terutama melalui empedu dan
feses sebagai metaboli dan kurang lebih 10% secara utuh lewat urin. (Obat-Obat Penting edisi 7
hal. 550).
Efek samping terpenting adalah hipotensi ortostatis akut, terlebih-lebih bila disertai terapi
dengan beta bloker dan antagonis-Ca. Juga efek sentral (rasa kantuk, halusinasi, depresi) gangguan
usus-lambung, reaksi kulit (gatal-gatal, ruam, kesemutan), gangguan seksual, udema,
tachycardiadan mulut kering. (Obat-Obat Penting edisi 7 hal. 550).
8-S-P Theophyline Farmakokinetik Ada hubungan erat antara peningkatan akut dalam
fungsi saluran nafas dan konsentrasi teofilin serum. Di bawah 10 mg/L efek bronkodilator
kecil,dan manfaat tambahan di atas 25mh/L melebihi efek samping sehingga kisaran terapi
biasanya diambil sebagai 10 hingga 20mg/L. Efek nonbronkodilator dari theophilin dapat dilihat
pada konsentrasi plasma kurang dari 10mg/L,sehingga lebih disukai untuk mendefinisikan ulang
kisaran terapeutik 5 sampai 15mg/L.
Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping tertentu dan bersifat individual.
Theofiline dapat menyebabkan efek samping mual dan muntah,kram perut,diare,sakit
kepala,mudah marah,susah tidur,kejang,peningkatan denyut nadi. (Biochem Pharmacol
1995;50:205-211).
Farmakodinamik
Efek utama verapamil adalah pada kanal Ca2+ yang lambat. Hasilnya adalah
memperlambat konduksi AV dan laju sinus. Penghambatan potensial aksi menghambat salah satu
limba sirkuit rentri yang diyakini sebagai penyebab sebagian besar takikardia supraventricular
paroksimal yang menggunakan nodus AV sebagai titik reentri. Obat-obat ini dikategorikan sebagai
obat aritmia golongan IV. Verapamil secara hemodinamik menyebabkan perubahan pada
preload,afterload, kontraktilitas,denyut jantung,dan aliran darah coroner. Obat ini mengurangi
resistensi vascular sistemik dan rata-rata tekanan darah, dengan sedikit efek pada curah
jantung.(Wilson&Gisvold, 2012).
Verapamil merupakan suatu obat yang digunakan sebagai aritmia dan antiangina. Selain
itu, verapamil dapat juga digunakan pada penangan hipertensi. (Hemashu SS,Kakuji 1992).
2.20 Captopril
Kaptopril diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral dengan bioavaibilitas 70-75%.
Pemberian bersama makanan akan mengurangi absorpsi sekitar 30%, oleh karena itu obat ini harus
diberikan 1 jam sebelum makan Sebagian besar ACE-inhibitor mengalami metabolisme di
hati,kecuali lisinorip yang tidakdimetabolisme. Eliminasi umumnya melalui ginjal,kecuali
fosinopril yang mengalami eliminasi diginjal dan bilier.
Dalam JNC VII, ACE-inhibitors diindikasikan untuk hipertensi dengan penyakit ginjal kronik.
Namun harus hati-hati terutama bila ada hiperglikemia. Kadar ACE-inihibitors. Bila terjadi
peningkatan kreatinin, maka obat ini harus dihentikan.ACE-inhibitors dikontraindikasikan pada
stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada keadaan ginjal tunggal. Pemberian bersama
diuretic hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia. Pemberiaan bersama antasida dan
mengurangi absorpsi,sedangkan kombinasi dengan AINS akan mengurangi efek antihipertensinya
dan menambah risiko hiperkalemia. (Farmakologi dan Terapi Edisi 5.).
Efek yang tidak diinginkan Captopril
Hipotensi dapat terjadi pada awal pemberian ACE-inhibitor, terutama pada hipertensi dengan
aktivitas renin yang tinggi. Pemberian harus berhati-hati pada pasien dengan deplesi cairan dan
natrium, gagal jantung atau yang mendapat kombinasi beberapa antihipertensi
Batuk Kering merupakan efek samping yang paling sering terjadi dengan insidens 5-20%, lebih
sering pada wanita dan lebih sering terjadi pada malam hari.
Hiperkalemia dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien yang juga
mendapat diuretic hemat kalium,AINS, suplemen kalium atau β-bloker.
Gagal Ginjal Akut yang reversible dapat terjadi pada pasien dengan stenosis arteri renalis bilateral
atau pada satu-satunya ginjal yang berfungsi (Farmakologi dan Terapi Edisi 5.).
Dosis dan indikasi obat captopril banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi
dan gagal jantung (Farmakologi dan Terapi Edisi 5.).
2.21 Losartan
Farmakokinetik
Absorpsi : diserap dengan baik setelah pemberian oral, tetapi mengalami substansial
metabolisme lintas pertama. Bioavailabilitas sistemik losartan adalah sekitar 33%. Konsentrasi
plasma puncak losartan dan metabolit aktifnya mencapai 3 - 4 jam, masing masing, setelah
pemberian oral.
Distribusi : tidak diketahui apakah terdistribusi ke dalam ASI manusia. Losartan dan
metabolit aktif:> 98%.
Metabolisme : mengalami biotransformasi melalui CYP2C9 ke metabolit asam
karboksilat aktif yang bertanggung jawab untuk sebagian besar obat angiotensin II receptor
antagonism. CYP3A4 rupanya memberikan kontribusi untuk pembentukan metabolites tidak aktif.
Waktu paruh : waktu paruh losartan dan metabolit aktif masing - masing adalah sekitar 2
dan 6 jam - 9 jam (AHFS, 2011).
Farmakodinamik : losartan adalah antagonis reseptor angiotensin II. Selektif dan blok
kompetitif vasokonstriksi dan sekresi aldosteron efek angiotensin II oleh selektif antagonis yang
mengikat AT1 reseptor (MIMS, 2014).
Dosis : Awalnya, 50 mg sekali sehari pada orang dewasa tanpa penurunan volume
intravaskular. Dosis biasa : 25 - 100 mg sehari, diberikan dalam dosis 1 atau 2 dosis terbagi; tidak
ada manfaat terapeutik tambahan dosis yang lebih tinggi (AHFS, 2011)
Indikasi Losartan adalah untuk pengobatan hipertensi esensial ringan sampai berat, terutama bila
pasien tidak dapat mentoleransi efek samping batuk atau penderita yang resisten terhadap
antihipertensi golongan lain. Losartan juga dapat menurunkan risiko terjadinya stroke pada
penderita dengan penyakit jantung. Pada penderita diabetes tipe 2, Losartan dapat menghambat
kerusakan ginjal.
Efek Samping
Sakit kepala,
Pusing,
Nyeri punggung,
Pegal-pegal,
Gangguan saluran napas,
Kelelahan,
Hipotensi (tekanan darah turun di bawah normal) pada dosis awal,
Reaksi hipersensitivitas seperti ruam kulit dan angioedema,
Gangguan saluran pencernaan,
Peningkatan enzim fungsi hati yang bersifat sementara,
Gangguan fungsi ginjal yang bersifat reversible apabila obat dihentikan,
Perubahan rasa, dan
Hiperkalemia
2.22 Glibenclamide
Derivat klormetoksi ini adalah obat pertama dari antidiabetika generasi ke-2 dengan kasiat
hipoglikemik ±100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh bilamana obat-obat
lain tidak efektif. Risiko “hipo” juga lebih besar dan lebih sering terjadi terutama pada lansia
(malam hari), juga gangguan hati atau ginjal. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea lain,
yaitu dengan single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan
glukosa (sewaktu makan). Dengan demikian selama 24 jam tercapai regulasi gula darah optimal
yang mirip pola normal. (Obat-Obat Penting, 2002)
Farmakodinamik
Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian sulfonilurea disebabkan
oleh perangsangan sekresi insulin di pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan
perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat fiperglikemia gagal merangsang sekresi
insulin dalam jumlah yang mencukupi, obat-obat tersebut masih mampu merangsang sekresi
insulin. Itulah sebabnya mengapa obat-obat ini sangat bermanfaat pada penderita diabetes melitus
dewasa atau tipe 2 (Non-insulin Dependent Diabetes Melitus) yang pankreasnya masih mampu
memproduksi insulin. Pada penderita dengan kerusakan sel β pulau langerhans pemberian obat
derivat sulfonilurea tidak bermanfaat. (B.G Katzung 2000)
Farmakokinetik
Absorbsi derivat sulfonilurea melalui usus baik, sehingga dapat diberikan per-oral. Setelah
absorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein
plasma terutama albumin (70% - 90%)
Gliburid (Glibenklamid) cara kerjanya sama dengan sulfonilurea lainnya. Obat ini 200x
lebih kuat daripada tolbutamid, tetapi efek hipoglikemia maksimal mirip dengan sulfonilurea
lainnya. Pada pengobatan dapat terjadi kegagalan kira-kira 21% selama 1 ½ tahun. Gliburid
dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit diekskresi melalu urin dan sisanya diekskresi
melalu empedu dan tinja. Gliburid efektif dengan pemberiaan dosis tunggal. Bila pemberian
dihentikan obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam.
Indikasi
Glibenclamide digunakan sebagai obat untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita
diabetes militus tipe 2 yang kondisi kadar gula darahnya tinggi namun tidak dapat diatasi hanya
dengan pola diet sehat saja. Karena itu, diperlukan bantuan, obat yang dapat menyeimbangkan
kadar gula darah.
Dosis
Dosis awal yang biasa 2,5 mg/hari dan dosis pemeliharaan rata-rata 5- 10 mg/hari diberikan
sebagai dosis tunggal pagi hari ; dosis pemeliharaan yang lebih dari 20mg/hari tidak
direkomendasikan (Perkeni,2015).
BAB 3
METODE DAN SKEMA PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
1. Tikus
2. Ventilator
3. Kanula
4. Transducer
5. Recoder
6. Aplikasi Ratcvs
3.3 Skema Kerja Pratikum / Kerangka Operasional
1. Masuk ke dalam software rat cardiovascular system V3.3.3. lalu ketiklah nama
2. Klik Options -> Display Options-> Check Arterial Blood Pressure (ABP), Heart
Contractility Factor (HCF) dan Heart Rate (HR) -> OK
3. Klik tombol‘Start’ untuk menggambar grafik sebelum perlakuan obat. Grafik dihentikan
setelah tergambar sepanjang 1 kotak dengan klik ‘Stop’’
4. Obat dipilih pada ‘Standard Drugs’. Dibuat grafik sepanjang 5 kotak untuk setiap
perlakuan 1 macam obat per dosis dengan klik ‘Start’ dan ‘Stop’.
5. Dari 5 kotak hasil percobaan, ambil 10 titik puncak ABP ; HCF dan HR di masing-
masing dosis, lalu ambil rata-ratanya -> Isikan ke dalam Tabel
BAB 4
HASIL PRAKTIKUM
4.1 Adrenalin
DOSIS
ABP (mmHg) HF (mN) HF (mN)
(ug/kg)
0,1 146.73 9.3 9.3
0,2 146.11 9,32 9.32
0,5 145.81 9,24 9.24
1 144.91 9,58 9.58
2 134.7 10,52 10.52
5 120.61 11,02 11.02
10 108.76 12,23 12.23
20 108.38 14,2 14.2
50 109.8 15,78 15.78
100 108,2 17,56 17,56
4.4 Phenylephineprin
4.5 Asetilkolin
4.6 Glicryl Trinitate
4.7 Cromakalim
4.8 Angiotensin II
4.9 Digoxin
4.10 Milrinone
4.11 Adenosin
4.12 Propanolol
4.13 Atenolol
4.14 Atropine
4.15 Phentolamine
4.16 Prazosin
4.17 L-NOARG
4.18 8-S-P Theophylline
4.19 Verapamil
4.20 Captopril
4.21 Losartan
4.22 Glibenclamide
BAB 5
PEMBAHASAN
1. Adrenalin
Pada praktikum ini dilakukan pengujian efek obat pada system kardiovaskular dengan
menggunakan simulasi komputer, dimana pengujian ini dilakukan menggunakan mencit dengan
menguji 22 obat yang berbeda dengan dosis yang berbeda juga.
Pada obat adrenalin (epinefrin) didapatkan hasil pada ABP setiap terjadi kenaikan dosis maka
nilainya tidak stabil, sedangkan pada HF dan HR setiap kali peningkatan dosis maka nilainya juga
meningkat.
Hal ini disebabkan epinefrin bekerja dengan memperkuat kontraksi dan mempercepat
relaksasi. Dalam mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis, epinefrin memperpendek
waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolic. Akibatnya curah jantung bertambah tetapi kerja
jantung dan pemakaian oksigen sangat bertambah sehingga efisiensi jantung (kerja dibandingkan
dengan pemakaian oksigen ) berkurang. Dosis epinefrin yang berlebih disamping menyebabkan
tekanan darah naik sangat tinggi juga menimbulkan kontraksi ventrikel premature diikuti
takikardia ventrikel dan akhirnya fibrilasi ventrikel. Sehingga hasil tersebut sesuai dengan simulasi
pada komputer dimana semakin dosisnya ditambahkan maka denyut jantung semakin meningkat
2. Noradrenaline
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi peningkatan Heart Rate
(HR) disetiap peningkatan dosis obat, didapatkan pula data yang sama pada Heart Force (HF)
dimana terjadi peningkatan disetiap peningkatan dosisnya. Hal ini terjadi karena Nor Adrenalin
merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor β-adrenoseptor dan α-adrenoseptor yang
menyebabkan vasodilatasi dan vasokontriksi.
3. Isoprenaline
Pemberian obat digoxin menyebabkan perubahan ABP, HF, HR . perubahan terlihat dengan
adanya peningkatan HF dan HR serta penurunan ABV. isoprenaline adalah obat simpatomimetik
yang bekerja mengendurkan pembuluh darah dan membantu pompaan darah agar bekerja lebih
baik lagi
4. Phenylephrine
Hasil grafik ketika dosis obat Phenylephrine terus ditingkatkan menunjukkan ABP yang juga
meningkat. Sedangkan untuk HR mengalami penurunan dan HF stabil. Hal ini dikarenakan
Phenylephrine merupakan agonis adrenergic yang berkerja dengan mempengaruhi reseptor α
sehingga akan sedikit sekali mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi otot
bronkus, tetapi menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga
menaikan tekanan darah. Tekanan darah yang meningkat dikarenakan pemberian fenilefrin yang
meningkatkan ABP. Fenilefrin pada rute intravena penyebab vasokonstriksi perifer
mengakibatkan peningkatan sistolik diastolic dan tekanan darah, sedikit penurunan curah jantung
dan peningkatan waktu sirkulasi.
5. Asetilkolin
Hasil grafik ketika dosis obat Asetilkolin terus ditingkatkan menunjukkan ABP mengalami
penurunan, HR dan HF mengalami peningkatan. Efek asetilkolin ini pada jantung adalah
memperlambat denyut jantungserta menurunkan tekanan darah. Tekanan darah arteri setelah
injeksi asetilkolin juga akan mengalami penurunan yang signifikan.
6. Glyceril Trinitrate
Hasil grafik ketika dosis obat glyceril trinitrate terus ditingkatkan menunjukkan bahwa ABP
menurun,HCF dan HR mengalami peningkatan. Pada pasien gagal jantung, obat ini digunakan
untuk pengobatan gagal jantung kiri akibat iskemia miokard akut, gagal jantung kiri noniskemik
yang memerlukan penurunan preload dengan cepat, dan pada pasien dengan overload cairan yang
simtomatik dan belum mencapai diuresis yang cukup. Pada kecepatan infus yang lebih
tinggi, obat ini juga mendilatasi arteri sehingga menurunkan afterload jantung. Tekanan darah
arteri setalah injeksi gliseril trinitrat mengalami tetap stabil. Sedangkan pada HCF mengalami
penurunan.Selain itu, ritme jantung juga tetap stabil.
7. Cromakalim
Hasil grafik ketika dosis obat Cromakalim ditingkatkan menunjukkan bawa ABP dan HCF
mengalami penurunan sedangkan pada HR mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena
Kromakalin merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor β-adrenoreseptor yang
menyebabkan vasodilatasi.
8. Angiotensin II
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat peningkatan pada ABP kemudian
terjadi penurunan HR namun didapatkan data yang berbeda pada HF dimana tidak terjadi
peningkatan maupun penurunan disetiap peningkatan dosisnya. Hal ini terjadi karena Angiotensin
II merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor β-adrenoseptor yang menyebabkan
vasodilatasi.
9. Digoksin
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi penurunan dan kenaikan
Heart Rate (HR) disetiap peningkatan dosis obat, didapatkan pula data yang pada Heart Force
(HF) dimana terjadi peningkatan disetiap peningkatan dosisnya. Hal ini terjadi karena Digoxin
merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor β-adrenoseptor dan α-adrenoseptor yang
menyebabkan vasodilatasi dan vasokontriksi.
10. Milrinone
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi peningkatan Heart Rate
(HR) disetiap peningkatan dosis obat , dan didapatkan data yang sama pada Heart Force (HF)
dimana terjadi peningkatan disetiap peningkatan dosisnya. Hal ini terjadi karena Milrinone
merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor α-adrenoseptor yang menyebabkan
vasokontriksi.
11. Adenosine
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat Heart Rate (HR), Heart Force
(HF), ABP terjadi penurunan. Hal ini terjadi karena Adenosin merupakan salah satu obat yang
bekerja pada reseptor β-adrenoseptor yang menyebabkan vasodilatasi. Tepat pada dosis 100 mg/kg
tikus tidak menunjukan detak jantung (mati).
12. Propanolol
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat Heart Rate (HR), Heart Force
(HF), ABP terjadi penurunan. hal ini dikarenakan propranolol dapat memblok reseptor adrenergic
β1 dan β2. Propranolol juga menurunkan frekuensi jantung dan curah jantung, dan mengurangi
pelepasan renin.
13. Atenolol
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi penurunan Heart Rate
(HR) disetiap peningkatan dosis obat, didapatkan pula data yang sama pada Heart Force (HF) dan
ABP dimana terjadi penurunan disetiap peningkatan dosisnya. Hal ini terjadi karena Atenolol
merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor β-adrenoseptor yang menyebabkan
vasodilatasi.
14. Atropine
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi peningkatan pada ABP
juga pada Heart Rate (HR) ,Heart Force (HF) dimana terjadi peningkatan namun tidak signifikan
disetiap peningkatan dosisnya. Hal ini terjadi karena Atropine merupakan salah satu obat yang
bekerja pada reseptor α-adrenoseptor yang menyebabkan vasokontriksi.
15. Phentolamine
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi penurunan pada ABP dan
peningkatan Heart Rate (HR),Heart Force(HF). Hal ini terjadi karena Phentolamine merupakan
salah satu obat yang bekerja pada reseptor α-adrenoseptor yang menyebabkan vasokontriksi.
16. Prazosin
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi peningkatan Heart Rate (HR)
disetiap peningkatan dosis obat, Heart Force(HF) mengalami situasi yang cukup stabil, namun
terjadi penurunan pada ABP.
17. L-NOARG
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi penurunan Heart Rate
(HR) disetiap peningkatan dosis obat, didapatkan pula data yang sama pada Heart Force (HF)
dimana terjadi penurunan disetiap peningkatan dosisnya. Hal ini terjadi karena L-NOARG
merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor β-adrenoseptor yang menyebabkan
vasodilatasi.
18. 8-s-p-Theophylline
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat tidak terjadi peningkatan ataupun
penurunan Heart Rate (HR), HF, dan ABP disetiap peningkatan dosis obat.
19. Verapamil
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi penurunan Heart Rate
(HR), Heart Force (HF), LVP, ABP, dan VBP. Hal ini terjadi karena Verapamil merupakan salah
satu obat yang bekerja pada reseptor β-adrenoseptor yang menyebabkan vasodilatasi.
20. Captropil
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi penurunan pada ABP,HF
dan HR disetiap peningkatan dosisnya.
21. Losartan
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat terjadi peningkatan Heart Rate
(HR) disetiap peningkatan dosis obat, namun didapatkan data yang berbeda pada Heart Force (HF)
dimana tidak terjadi peningkatan maupun penurunan disetiap peningkatan dosisnya. Hal ini terjadi
karena Losartan merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor α-adrenoseptor yang
menyebabkan vasokontriksi.
22. Glibenclamide
Pada grafik dari hasil praktikum yang dilakukan dapat dilihat tidak terjadi peningkatan ataupun
penurunan pada HCF tapi terjadi peningkatan dan penurunan pada HR dan ABP. Hal ini terjadi
karena Glibenklamid bukan merupakan salah satu obat yang mempengaruhi sistem kardiovaskular
tubuh.
BAB 6
KESIMPULAN