Anda di halaman 1dari 17

WORKSHEET

PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA

Nama : Chantika Ilyandari

NIM : 1908010132

Golongan : C1

LABORATORIUM FARMAKOLOGI & FARMASI KLINIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
PERCOBAAN IV
PENETAPAN PARAMETER FARMAKOKINETKA OBAT SETELAH
PEMBERIAN EKSTRAVASKULER DOSIS TUNGGAL MENGGUNAKAN DATA
DARAH

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa mampu menetapkan dan menghitung parameter farmakokinetika obat
setelah pemberian dosis tunggal berdasarkan data kadar obat dalam darah/plasma vs
waktu

B. DASAR TEORI
Farmakokinetika merupakan ilmu yang mempelajari kinetika absorbsi obat,
distribusi, dan eliminasi (ekskresi dan metabolisme). Uraian dari distribusi dan
eliminasi obat sering diistilahkan sebagai disposisi obat. Seperti telah diketahui bahwa
parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari
model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam
cairan hayati (darah, urin, saliva, air mata, atau cairan hayati lainnya). Kadar obat
dapat ditetapkan dengan menggunakan cuplikan darah karena darah adalah tempat
yang paling cepat dicapai obat. Selain itu, darah merupakan tempat yang paling logis
bagi penetepan kadar obat di dalam badan. Dalam praktek uji dengan data darah
paling banyak digunakan karena darahlah mengambil obat dari tempat absorpsi,
menyebarkannya ke tempat dsitribusi/aksi, serta membuangnya ke organ eliminasi
(Wenas, 1999).
Dalam model matematik, tubuh dapat dinyatakan sebagai suatu susunan atau
system kompartemen-kompartemen yang berhubungan secara timbal balik satu
dengan yang lain. Suatu kompartemen bukan merupakan suatu daerah fisiologik atau
anatomik yang nyata, tetapi dianggap sebagai suatu jaringan yang mempunyai aliran
darah dan afinitas obat yang sama. Pencampuran obat dalam suatu kompartemen
terjadi secara cepat dan homogen serta dianggap „diaduk secara baik‟ sehingga kadar
obat mewakili konsentrasi rata-rata dan tiap-tiap molekul obat mempunyai
kemungkinan yang sama untuk meninggalkan kompartemen (Siswandono, 1998).
Penetapan parameter farmakokinetika suatu obat ini berguna untuk mengkaji
kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasinya dalam badan. Hasil kajian ini
diantaranya memiliki arti penting dalam penetapan aturan dosis.
Parameter farmakokinetika yang tepat digunakan untuk mengkaji kinetika absorbsi
suatu obat diantaranya adalah tetapan kecepatan absorpsi (Ka), luas daerah dibawah
kurva (AUC), dan fraksi obat yang diabsorpsi (Fa). Sedangkan untuk kinetika
distribusi adalah (Vd dan Vdss),dan untuk kinetika eliminasi adalah klirens total (Clt),
tetapan kecepatan eliminasi (Kel), dan waktu paro eliminasi (T1/2).
Karena konsentrasi obat adalah elemen penting untuk menentukan
farmakokinetika suatu individu maupun populasi, konsentrasi obat diukur dalam
sample biologi seperti air susu, saliva, plasma dan urine. Sensitivitas, akurasi, dan
presisi dari metode analisis harus ada untuk pengukuran secara langsung obat dalam
matriks biologis. Untuk itu metode penetapan kadar secara umum perlu divalidasi
sehingga informasi yang akurat didapatkan untuk monitoring farmakokinetik dan
klinik.
Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum, atau plasma adalah pendekatan
secara langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat di tubuh. Darah
mengandung elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keping darah,
dan protein seperti albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma
digunakan untuk pengukuran obat. Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan dan
serum diambil dari supernatan setelah disentrifugasi. Plasma diperoleh dari
supernatan darah yang disentrifugasi dengan ditambahkan antikoagulan seperti
heparin. Oleh karena itu serum dan plasma tidak sama. Plasma mengalir keseluruh
jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler dari darah. Dengan berasumsi bahwa
obat di plasma dalam kesetimbangan equilibrium dengan jaringan, perubahan
konsentrasi obat akan merefleksikan perubahan konsentrasi perubahan konsentrasi
obat di jaringan (Shergel, 1999).
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang
digunakan harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan suatu ketelitian yang
cukup tinggi agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari
kesalahan yang fatal. Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10%
(tergantung pula alat apa yang digunakan dalam analisis) (Ritschel, 1976).

C. METODE PRAKTIKUM
ALAT
1. Syringe Injeksi
2. Sonde
3. Tabung sentrifuge
4. Tabung reaksi 1 mL, 5 mL
5. Kuvet
6. Spektrofotometri UV/VIS

BAHAN
1. Natrium salisilat
2. Pereaksi TRINDER
3. Kalium oksalat
4. Hewan uji : kelinci

CARA KERJA
1. Kelinci ditimbang, dicukur bulu sekitar vena marginalis telinga, masukan ke dalam
holder.
2. Membuat blanko dengan cara mengambil 0,45 ml darah dari vena marginalis kelinci,
tambahkan 0,05 ml Ka Oksalat 2% vortex selama 10 menit
3. Tampung plasma di tabung sentrifuge, tambahkan 5 ml pereaksi TRINDER,
sentrifuge selama 15 menit, ambil supernatan kemudian lakukan OT dan baca
absorbasinya pada ƛ max
4. Kelinci diberikan dengan larutan obat Na Salisilat secara per oral dengan dosis 200
mg/kg BB
5. Ambil darah 0,45 ml dari vena marginalis telinga pada waktu pencuplikan 5, 10, 20,
30, 40,50,60,90,120,150,180, dan 240 menit, tambahkan 0,05 ml Ka Oksalat 2%
vortex selama 10 menit.
6. Tampung plasma di tabung scntrifuge, tambahkan 5 ml pereaksi TRINDER,
sentrifuge selama 15 menit, ambil supernatan.
7. Lakukan operating time dan ukur absorbansi pada ƛ max.
8. Tetapkan kadar salisilat dengan persamaan kurva baku yang didapatkan pada P-l
kemudian buat kurva log/ln Cp per satuan waktu.
D. PERHITUNGAN DOSIS DAN VOLUME PEMBERIAN OBAT
Perhitungan dosis dan Volume obat yang diberikan melalui rute IV:
1. Dosis I
BB Kelinci = 1,9 kg
Dosis Na Salisilat= 200 mg/kgBB
Larutan Stok 30%
Dosis Na Salisilat pada Kelinci : BB kelinci x Dosis Na Salisilat
: 1,9 kg x 200 mg/kgBB
: 380 mg
Volume Na Salisilat yang diberikan secara per oral:

= = 1,27 ml

E. HASIL PENGAMATAN
1. Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang maksimum yang didapatkan adalah 524 nm.
2. Operating Time
Operating time yang ditetapkan adalah 15 menit.
3. Absorbansi Blanko
Nilai absorbansi blanko didapatkan 0,094.
4. Kurva Baku Asam Salisilat
Persamaan Regresi Linear: y= 0,0016x + 0.07
5. Konsentrasi Obat dalam Darah pada waktu sampling
Hasil Absorbansi pada λ maksimum = 524 nm pada operating time 15 menit
- Data absorbansi cuplikan darah pada kelinci yang mendapatkan Na Salisilat
dengan dosis 200 mg/kgBB

Waktu sampling Absorbansi (A) Absorbansi Obat Cp (µg/mL)


(menit ke-) dalam sampel
darah
5 0,110 0,016 - 33,75

10 0,302 0,208 86,25

20 0,453 0,359 180,625

30 0,511 0,417 216,875

40 0,537 0,443 233,125

50 0,498 0,404 208,75

60 0,470 0,376 191,25

90 0,440 0,346 172,5


120 0,397 0,303 145,625

150 0,310 0,216 91,25

180 0,220 0,126 35

240 0,130 0,036 - 21,25

Absorbansi obat dalam sampel darah = Absorbansi - Absorbansi baku


Waktu sampling 5 = 0,110-0,094 = 0,016
Waktu sampling 10 = 0,302-0,094 = 0,208
Waktu sampling 20 = 0,453-0,094 = 0,359
Waktu sampling 30 = 0,511-0,094 = 0,417
Waktu sampling 40 = 0,537-0,094 = 0,443
Waktu sampling 50 = 0,498-0,094 = 0,404
Waktu sampling 60 = 0,470-0,094 = 0,376
Waktu sampling 90 = 0,440-0,094 = 0,346
Waktu sampling 120 = 0,397-0,094 = 0,303
Waktu sampling 150 = 0,310-0,094 = 0,216
Waktu sampling 180 = 0,220-0,094 = 0,126
Waktu sampling 240 = 0,130-0,094 = 0,036

- Evaluasi data
a. Hitung kadar salisilat dengan persamaan kurva baku yang didapatkan!
Y = 0,0016x + 0,007

Maka,

x1 = = = - 33,75 µg/mL

x2 = = = 86,25 µg/mL

x3 = = = 180,625 µg/mL

x4 = = = 216,875 µg/mL

x5 = = = 233,125 µg/mL

x6 = = = 208,75 µg/mL
x7 = = = 191,25 µg/mL

x8 = = = 172,5 µg/Ml

x9 = = = 145,625 µg/mL

x10 = = = 91,25 µg/mL

x11 = = = 35 µg/mL

x12 = = = -21,25 µg/mL

b. Buat kurva log/ln Cp per satuan waktu pada kertas semilogaritma!


Waktu sampling Cp (µg/mL) Ln Cp (µg/mL)
(menit ke-)
5 - 33,75

10 86,25 4,457

20 180,625 5,196

30 216,875 5,380

40 233,125 5,452

50 208,75 5,341

60 191,25 5,254

90 172,5 5,150

120 145,625 4,981

150 91,25 4,514

180 35 3,555

240 - 21,25

Regresi t vs Ln Ct
A = 4,9104
B = -0,0097
R = -0,3644
c. Hitung tmaks, Cpmaks, AUC, Keliminasi, Kabsorbsi, t ½ eliminasi, t ½
absorbsi, Vd, Cl!
Waktu Cp (µg/mL) Ln Cp Kadar Kadar Residual Ln Kadar
sampling (µg/mL) Ekstrapolasi Residual
(menit ke-)
5 -33,75

A
10 86,25 B
477,708 391,458 5,970
S
20 180,625 O 417,632 237,007 5,468
R
B
30 216,875 S 365,110 148,235 4,999
I

40 233,125 5,451 tmax

50 208,75 5,341

60 191,25 5,253
E
90 172,5 5,150 L
I
M
120 145,625 4,981 I
N
A
150 91,25 4,514 S
I

180 35 3,555

240 -21,25

 Mencari kadar ekstrapolasi


Memasukkan waktu 10,20, dan 30 pada persamaan regresi pada data 60-180 antara t
vs ln cp
A = 6,3034
B = -0,01344
y = -0,01344x + 6,3034
Menit ke 10
y10 = -0,01344(10) + 6,3034 = 6,169. Anti ln 6,169 = 477,708 µg/mL
Menit ke 20
y20 = -0,01344(20) + 6,3034 = 6,0346. Anti ln 6,0346 = 417,632 µg/mL
Menit ke 30
y30 = -0,01344(30) + 6,3034 = 5,9002. Anti ln 5,9002 = 365,110 µg/mL
 Mencari kadar residual
Kadar residual = Kadar ekstrapolasi-Cp
Menit ke 10
Kadar residual = 477,708 - 86,25 = 391,458 µg/mL
Menit ke 20
Kadar residual = 417,632 - 180,625 = 237,007 µg/mL
Menit ke 30
Kadar residual = 365,110 - 216,875 = 148,235 µg/mL

Menghitung nilai parameter farmakokinetika


1. Tmaks
Diketahui :
Ka = 0,04855/menit
K = 0,01344/menit

Tmaks =

= 36,581 menit

2. Cpmaks
Diketahui :
F = 80 % = 0,80
Dev = 380 mg = 380.000 µg
Vd = 769,072 ml
K = 0,01344/menit
Tmaks = 36,581 menit

Cp maks = x e- k.tmaks

= x e-0,01344 x 36,681

= x e-0,49299264

= x 0,6107957645
= 241,436 µg/mL
3. K eliminasi
Nilai regresi pada data 60, 90, 120, 150, dan 180 antara t vs ln cp
A = 6,3034
B = -0,01344
R = -0,9172
K eliminasi (K) = - slope = - (B) = -(-0,01344) = 0,01344/menit

4. K absorbsi
Nilai regresi pada data 10,20, dan 30 antara t vs Ln Kadar residual
A = 6,45
B = -0,04855
R = -0,9998
K absorbsi (Ka) = - slope = - (B) = -(-0,04855) = 0,04855/menit

5. t1/2 eliminasi
t1/2 eliminasi = = = 51,5625 menit

6. t1/2 absorbsi
t1/2 eliminasi = = = 14,274 menit

7. Vd
Diketahui :
Dev = 380 mg = 380.000 µg
F = 80 % = 0,80

AUC = - = –

= 40.656,77083 – 11.245,93306

= 29.410,84 µg.menit/mL

I = anti ln A dari persamaan regeresi pada data 60, 90, 120, 150, dan 180 antara t
vs ln cp
I = anti ln 6,3034 = 546,427
Vd = = = = 769,072 ml

8. Cl
Diketahui :
Dev = 380 mg = 380.000 µg
F = 80 % = 0,80

AUC = - = –

= 40.656,77083 – 11.245,93306

= 29.410,84 µg.menit/mL

Cl = = = = = 10,336 ml/menit

Hasil Evaluasi Data:

Hasil kadar salisilat diperoleh dari persamaan regresi linear y= 0,0016x + 0,07 dengan
memasukkan data nilai absorbansi obat dalam sampel darah sebagai variable (y) dan
kadar yang akan dicari sebagai (x). Diperoleh nilai kadar Na salisilat pada waktu
sampling menit ke-5 sampai 240 berturut-turut adalah sebagai berikut:

-33,75 ; 86,25 ; 180,625 ; 216,875 ; 233,125 ; 208,75 ; 191,25 ; 172,5 ; 145,625 ; 91,25 ;
35 ; dan -21,25.

Berdasarkan perhitungan parameter farmakokinetika diperoleh waktu puncak (T max)


adalah 36,581 menit. Konsentrasi puncak (C max) adalah 241,436 µg/mL. Adapun
parameter farmakokinetik lain diperoleh K eliminasi sebesar 0,01344/menit, K absorpsi
sebesar 0,04855/menit, waktu paruh (t1/2) eliminasi sebesar 51,5625 menit, waktu
paruh (t12) absorpsi sebesar 14,274 menit, AUC sebesar 29.410,84 µg.menit/mL, Vd
sebesar 2,263 ml serta Cl sebesar 10,336 ml/menit.

F. MENJAWAB PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan Pemberian obat melalui jalur ekstravaskuler dan
sebutkan contoh nya?
2. Apa saja yang mempengaruhi proses absorbs suatu obat?
JAWAB:
1. Pemberian obat melalui jalur ekstravaskuler adalah pemberian obat dimana
obat yang diberikan tidak langsung masuk kedalam pembuuh darah (vascular),
obat harus mengalami absorpsi terlebih dahulu kemudian baru masuk ke
pembuluh darah. Pada umumnya pemberian obat melalui jalur ekstravaskuler
tergantung pada sirkulasi sistemik untuk menghantarkan obat pada target aksi.
Sehingga proses absorbsi obat masuk kedalam sirkularis sistemik mejadi hal
yang sangat penting. Contohnya: oral, selaput lender (mukosa), transdermal,
intradermal, subkutan, intramuskulus, intrakardial, subkonjungtiva,
intraperitonial, peridual, intrasisternal.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses absorpsi suatu obat:
a. Bentuk sediaan
Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi obat yang secara
tidak langsung mempengaruhi intensitas respon biologis obat dalam
bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan
waktu yang berbeda dan jumlah ketersediaan hayati yang berlainan.
b. Sifat fisik dan kimia obat
Bentuk ester, asam dan garam kompleks dari bahan obat dapat
mempengaruhi kelarutan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk
Kristal/polimorfi kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi
juga mempengaruhi proses absorpsi.
c. Faktor biologis
pH saluran cerna, sekresi cairan lambung. Gerakan saluran cerna,
waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta
banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi.
d. Faktor lain seperti umur, makanan, adanya interaksi obat dengan
senyawa lain dan penyakit tertentu.

G. PEMBAHASAN
Praktikum Farmakokinetika kali ini berjudul “Penetapan Parameter
Farmakokinetika Obat Setelah Pemberian Ekstravaskuler Dosis Tunggal
Menggunakan Data Darah”. Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini agar
Mahasiswa mampu menetapkan dan menghitung parameter farmakokinetika obat
setelah pemberian dosis tunggal berdasarkan data kadar obat dalam darah/plasma vs
waktu.
Pada praktikum ini dilakukan penetapan parameter farmakokinetika obat Na
Salisilat setelah rute pemberian ekstravaskuler dosis tunggal. Obat yang digunakan
adalah Na salisilat sebagai obat penghilang rasa sakit dan obat-obatan rematik, juga
digunakan dalam sintesis organic. Natrium salisilat juga bertindak sebagai non-steroid
anti-inflamasi (NSAID), dan menginduksi apoptosis pada sel kanker dan juga
nekrosis (Tjay, 2007). Hewan uji yang digunakan adalah kelinci karena kondisi
fisiologis kelinci mendekati manusia dengan darah yang lebih banyak, sehingga dapat
mengambil darah kelinci secara berulang. Sampel dipilih adalah darah, karena darah
merupakan sarana distribusi yang baik bagi obat untuk menuju tempat metabolisme
atau sarana target serta merupakan bagian yang paling cepat dicapai obat. Pengujian
pada praktikum ini dilakukan secara in vivo karena kita tidak mengambil sampel
darah untuk diuji diluar tubuh, melainkan kita memasukkan sampel obat langsung ke
dalam darah hewan uji secara per oral dengan dosis 200 mg/kgBB. Volume na
salisilat yang diinjeksikan adalah 1,27 ml.
Adapun langkah kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah pertama
kelinci ditimbang, dicukur bulu sekitar vena marginalis telinga, masukan ke dalam
holder. Kemudian membuat blanko dengan cara mengambil 0,45 ml darah dari vena
marginalis kelinci, tambahkan 0,05 ml Ka Oksalat 2% vortex selama 10 menit.
Tampung plasma di tabung sentrifuge, tambahkan 5 ml pereaksi TRINDER,
sentrifuge selama 15 menit, ambil supernatan kemudian lakukan OT dan baca
absorbasinya pada ƛ max. Selanjutnya, Kelinci diberikan dengan larutan obat Na
Salisilat secara per oral dengan dosis 200 mg/kg BB . Setelah itu ambil darah 0,45 ml
dari vena marginalis telinga pada waktu pencuplikan 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 90, 120,
150, 180, dan 240 menit, tambahkan 0,05 ml Ka Oksalat 2% vortex selama 10 menit.
Kemudian tampung plasma di tabung scntrifuge, tambahkan 5 ml pereaksi TRINDER,
sentrifuge selama 15 menit, ambil supernatan. Lakukan operating time dan ukur
absorbansi pada ƛ max. Tetapkan kadar salisilat dengan persamaan kurva baku yang
didapatkan pada P-l kemudian buat kurva log/ln Cp per satuan waktu.
Dengan mengacu pada praktikum sebelumnya panjang gelombang maksimum
yang didapatkan adalah 524 nm. Operating time yang ditetapkan adalah 15 menit.
Nilai absorbansi blanko didapatkan 0,094. Persamaan Regresi Linear: y= 0,0016x +
0.07. Pada praktikum kali ini rute pemberian obat secara per oral dosis tunggal
termasuk kedalam cara pemberian obat ekstravaskuler. Pemberian obat melalui jalur
ekstravaskuler adalah pemberian obat dimana obat yang diberikan tidak langsung
masuk kedalam pembuluh darah (vascular), obat harus mengalami absorpsi terlebih
dahulu kemudian baru masuk ke pembuluh darah. Pada pemberian per oral obat tidak
langsung masuk ke pembuluh darah, tetapi harus masuk ke lambung dulu dan
diabsorpsi di lambung/usus tergantung pH nya. Pada ekstravaskuler, jumlah obat yang
diterima oleh obat tidak sama dengan dosis yang kita berikan. Pertama saat diabsorpsi
ada sejumlah obat yang hilang. Seperti pada data hasil perhitungan menyatakan
bahwa nilai kadar adalah -33,75. Setelah obat mencapai puncak (fase pasca absorpsi),
obat-obat tersebut tidak langsung hilang semua namun ada beberapa obat yang masih
berada di saluran cerna. Namun laju eliminasinya lebih cepat dari laju absorpsinya.
Pada fase eliminasi dimana obat jumlahnya jauh berkurang, yang terjadi hanyalah
eliminasi. Fase absorpsi tidak terjadi dan dianggap nol. Fase eliminasi ini biasanya
mengikuti orde ke satu. Pada metode residual nilai Ka dianggap sangat besar
dibanding K (Ka >>> K), merupakan metode baku untuk menghitung nilai
farmakokinetika obat berdasarkan model kompartemen. Sehingga laju absorpsi cepat
dan dianggap sempurna.
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis
dari model berdasarkan hasl pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam
darah, urin atau cairan hayati lainnya. Fungsi penetapan parameter farmakokinetika
suatu obat adalah untuk memperoleh gambaran yang dapat dipergunakan untuk
mengkaji kinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasi dalam tubuh.
Yang termasuk dalam parameter farmakokinetika fase absorpsi adalah Ka, t1/2
absorpsi, AUC, Vd, Cp maks dan t maks. Sedangkan parameter farmakokinetikan fase
eliminasi adalah K eliminasi, t1/2 eliminasi, dan klirens.
Waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar maksimum (t maks) adalah
waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan waktu yang
diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat.
Waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi maksimum tidak tergantung pada
tetapan laju absorpsi (Ka) dan eliminasi (K). Semakin besar tetapan laju absorpsi,
semakin kecil nilai tmaks. Berdasarkan data perhitungan diperoleh nilai t maks pada
36,581 menit.
Kadar maksimum dalam darah (Cp maks) adalah konsentrasi plasma puncak
menunjukkan konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah pemberian oral. Pada
konsentrasi maksimum, laju absopsi obat sama dengan laju eliminasi. Cp maks ini
umumnya digunakan sebagai tolok ukur apakah dosis yang diberikan cenderung
memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat
tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM). Berdasarkan data perhitungan diperoleh
nilai Cp maks pada 241,436 µg/mL.
Tetapan laju eliminasi (K) adalah tetapan laju eliminasi orde ke satu dengan
satuan waktu-1. Harga K diperoleh dengan membuat kurva antara waktu eliminasi
dengan ln Cp kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi. Harga K
merupakan nilai –slope regresi tersebut. Berdasarkan data perhitungan diperoleh nilai
K eliminasi sebesar 0,01344/menit.
Tetapan laju absorpsi (Ka) adalah tetapan laju absorpsi orde ke satu dengan
satuan waktu-1. Ka diperoleh dengan membuat kurva antara waktu absorpsi dengan ln
Cp kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi. Harga Ka
merupakan nilai –slope regresi tersebut. Berdasarkan data perhitungan diperoleh nilai
K absorpsi sebesar 0,04855/menit.
Waktu paruh obat (t1/2) adalah gambaran waktu yang dibutuhkan untuk suatu
level aktivitas obat dan menjadi separuh dari level asli atau level yang dikendaki.
Berdasarkan data dan perhitungan, diperoleh t1/2 eliminasi sebesar 51,5625
menit.Sedangkan t1/2 absorpsi sebesar 14,274 menit.
AUC (Area Under Curva / Daerah Dibawah Kurva) adalah integritas batas
obat di dalam darah dari waktu t = 0 hingga t, dimana besar AUC berbanding lurus
dengan jumlah total obat yang diabsorbsi. AUC merupakan salahsatu parameter untuk
menentukan bioavailabilitas. Berdasarkan data perhitungan, diperoleh AUC sebesar
29.410,84 µg.menit/mL.
Volume Distribusi (Vd) adalah suatu parameter farmakokinetik yang
menggambarkan luas dan intensitas distribusi obat dalam tubuh. Volume distribusi
bukan merupakan volume yang sesungguhnya dari ruang yang ditempati obat dalam
tubuh, tetapi hanya volume tubuh. Besarnya volume distribusi dapat digunakan
sebagai gambaran, tingkat distribusi obat dalam darah. Harga Vd tergantung dari
kecepatan aliran darah pada jaringan, kelarutan obat dalam tubuh, koefisien partisi
yang mempengaruhi kelarutan obat dalam lipid. Vd obat penting untuk menentukan
regimen dosis obat yang dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Berdasarkan data dan perhitungan, diperoleh volume distribusi sebesar 2,263 ml.
Clearance (Cl) adalah parameter farmakokinetika yang menggambarkan
eliminasi obat yang merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang
dibersihkan dari kompartemen tubuh setiap waktu tertentu. Secara umum eliminasi
obat terjadi pada ginjal dan hati yang sering dikenal dengan istilah klirens total yang
merupakan jumlah dari klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatic). Berdasarkan data
dan perhitungan, diperoleh klirens sebesar 10,336 ml/menit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai parameter farmakokinetika tidak
sesuai dengan literature salah satunya adalah kondisi fisiologis hewan uji, dimana
penguji tidak bisa mengontrol apa yang terjadi selama perjalanan obat didalam tubuh
hewan uji. Faktor stress yang dialami hewan uji juga menentukan kualitas darah yang
diambil.

H. KESIMPULAN
1. Mahasiswa dianggap telah mampu menetapkan dan menghitung parameter
farmakokinetika obat setelah pemberian dosis tunggal berdasarkan data kadar
obat dalam darah/plasma vs waktu.
2. Fungsi penetapan parameter farmakokinetika suatu obat adalah untuk
memperoleh gambaran yang dapat dipergunakan untuk mengkaji kinetika
absorpsi, distribusi, dan eliminasi dalam tubuh.
3. Pada pemberian per oral obat tidak langsung masuk ke pembuluh darah, tetapi
harus masuk ke lambung dulu dan diabsorpsi di lambung/usus tergantung pH
nya.
4. Berdasarkan perhitungan parameter farmakokinetika diperoleh waktu puncak
(T max) adalah 36,581 menit. Konsentrasi puncak (C max) adalah 241,436
µg/mL. Adapun parameter farmakokinetik lain diperoleh K eliminasi sebesar
0,01344/menit, K absorpsi sebesar 0,04855/menit, waktu paruh (t1/2)
eliminasi sebesar 51,5625 menit, waktu paruh (t12) absorpsi sebesar 14,274
menit, AUC sebesar 29.410,84 µg.menit/mL, Vd sebesar 2,263 ml serta Cl
sebesar 10,336 ml/menit.

I. DAFTAR ACUAN
Ritschel, W. A. 1976. Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st edition, hal 78.
Hamilton USA: Drug Inteligence Publication Inc.
Siswandono, Bambang Soekardjo. 1998. Prinsip-Prinsip Rancangan Obat, hal 85.
Surabaya: Airlangga University Press
Shargel, L., Yu, B.C. Andrew. 1999. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics,
edisi 4, hal 30-32. USA: Appleton & Lange
Tjay, T. H. 2007. Obat-Obat Penting Edisi 6. Jakarta: Elex Media Komputindo
Wenas. 1999. Kelainan Hati Akibat Obat, Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid 1, edisi 3,
363-369. Jakarta: Gaya Baru

Anda mungkin juga menyukai