Anda di halaman 1dari 11

MODELING DAN ANALISIS DATA

BIOFARMASETIKA
DENGANWINSAAM

I.

Tujuan Percobaan
Mempelajari modeling dan analisis data penelitian biofarmasetika dengan pengkhususan
data in vivo menggunakan software WinSAAM.

II.

Prinsip Percobaan
1.

Komputasi
Komputasi adalah cabang ilmu komputer dan matematika yang membahas apakah dan
bagaimanakah suatu masalah dapat dipecahkan pada model komputasi, menggunakan algoritma.

2.

WinSAAM
WinSAAM merupakan suatu program yang berfungsi sebagai modeling dan menganalisis data
yang terdiri dari kompartemen satu dengan lainnya yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana
proses pemindahan materi berdasarkan angka serta notasi yang digunakan. Keungulan program
ini adalah tidak diperlukan penulisan persamaan diferensial secara utuh karena software akan
mengenali model yang ditulis berdasarkan konvensi tersebut

III.

Teori
Pada umumnya obat diberikan dalam bentuk sediaan seperti tablet, kapsul , suspensi dan
lain-lain. Suatu bentuk sediaan obat terdiri dari bahan obat dan bahan-bahan pembantu yang
tersusun dalam formula dan diikuti dengan petunjuk cara proses pembuatan. Kita mengetahui
bahwa sangat banyak sediaan farmasi dengan obat, dosis dan bentuk sediaan yang sama,
diproduksi oleh industri-industri farmasi dengan nama-nama yang berbeda. Dengan berbagai
alasan dari industri-industri, maka umumnya formula sediaan tersebut berbeda. Pada akhir tahun
lima puluhan dan awal tahun enam puluhan bermunculan laporan, publikasi dan diskusi yang
mengemukakan bahwa banyak obat-obat dengan kandungan, dosis dan bentuk sediaan yang

sama dan dikeluarkan oleh industri farmasi yang berbeda memberikan kemanjuran yang berbeda.
Laporan-laporan dan publikasi-publikasi tersebut menyebabkan munculnya ilmu baru dalam
bidang farmasi yaitu biofarmasi (Bourne, 2009).
Selanjutnya perkembangan ilmu biofarmasi , melihat bentuk sediaan sebagai suatu drug
delivery system yang menyangkut pelepasan obat berkhasiat dari sediaannya, absorpsi dari obat
berkhasiat yang sudah dilepaskan, distribusi obat yang sudah diabsorpsi oleh cairan tubuh,
metabolisme obat dalam tubuh serta eliminasi obat dari tubuh.
Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh bentuk sediaan, formula dan cara pembuatan
sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di saluran cerna dan sebagian lagi masih belum
dilepas sehingga belum sempat diabsorpsi sudah keluar dari saluran cerna. Umumnya obat yang
sudah terlarut dalam cairan saluran cerna bisa diabsorpsi oleh dinding saluran cerna, tetapi dilain
pihak obat yang sudah terlarut itu bisa terurai tergantung dari sifatnya , sehingga sudah
berkurang obat yang diabsorpsi.
Compendia seperti Farmakope hanya mensyaratkan uji in vitro terhadap produk obat
seperti waktu hancur dan atau uji kecepatan disolusi obat dari sediaan untuk tablet/kapsul. Test
in vitro ini tidak memberikan jaminan terhadap kemanjuran produk tersebut. Uji farmakokinetika
yang betul-betul memberikan jaminan. Tetapi untuk melakukan uji farmakokinetika suatu produk
baru dari obat lama adalah terlalu lama, terlalu mahal dan hasilnya masih diperdebatkan . Cara
yang terbaik adalah melakukan uji bioavailabilitas yang merupakan ukuran kecepatan dan
jumlah obat yang diabsorpsi oleh tubuh. Uji bioavailabilitas ini haruslah uji bioavailabilitas
komparatif terhadap produk innovator, yaitu suatu produk yang sudah lama digunakan dan
mendapat pengakuan pengalaman klinis dari para dokter. FDA dari Amerika Serikat pada tahun
1975 telah menetapkan
bahwa jika ada pabrik yang membuat sediaan yang telah dikeluarkan pertama oleh pabrik lain,
maka pabrik yang ikut itu harus menunjukkan minimum sediaannya bioekivalen dengan produk
inovatornya.
Modeling merupakan sistem simultan yang tersusun atas persamaan differensial dan atau
persamaan aljabar yang mendefinisikan peranan variabel-variabel serta koefisien transport pada
suatu sistem fisika, kimia, dan biologis. Modeling yang didesign dengan baik dan benar akan
menjadi suatu perangkat metode yang handal dan dapat dipercaya dalam analisis data dan
mendukung pengambilan kesimpulan. Metode ini sangat membantu dalam melakukan summary

data, mengeksplorasi mekanisme proses, serta memprediksikan suatu parameter variabel tertentu
berdasarkan suatu model (Stefanovski et.al., 2003).
Analisis terhadap data penetrasi in vitro pada umumnya menggunakan metode lag time
dengan parameter yang digunakan misalnya fluks tunak dan lag time. Metode ini memiliki
beberapa keterbatasan. Pertama, beberapa data tidak termasuk daerah linear kurva jumlah
kumulatif tertranspor versus waktu. Kedua, daerah linear kurva jumlah kumulatif tertranspor
versus waktu tidak selalu merefleksikan kondisi tunak proses transpor. Metode lain yang dapat
digunakan adalah evaluasi berdasarkan fluks maksimum yang dicapai. Selain itu juga pernah
dilaporkan analisis berdasarkan jumlah obat tertranspor. Kesemua metode tersebut memiliki
keterbatasan yaitu ketidakmampuan mendeskripsikan perubahan gradual dalam kecepatan
transpor. Hal ini penting khususnya bila akan mengekstrapolasikan dengan data in vitro
(Nugroho dkk, 2004).
Untuk memperbaiki keterbatasan metode lag time dalam menganalisis permeasi
transdermal, dikembangkan model yang berdasarkan teori kompartemen yang memiliki beberapa
keuntungan. Pertama, data dapat dianalisa berdasarkan data fluks untuk mengetahui parameter
lain. Kedua, keseluruhan titik data dianalisis tanpa harus mengeluarkan beberapa titik data
seperti pada metode lag time. Ketiga, model kompartemen menggambarkan fluks sebagai fungsi
dari waktu. Hal ini dapat digunakan untuk memprediksikan fluks tunak, meskipun bila fluks
tunak tidak dicapai selama eksperimen (Nugroho dkk, 2004).
Model dua kompartemen disajikan pada gambar 1 dimana kecepatan obat terabsorbsi dari
kompartemen donor ke kulit mengikuti orde nol. Obat tertranspor dengan kecepatan yang relatif
kecil sehingga kadar obat dalam kompartemen donor dapat dianggap konstan. Kecepatan
absorbsi dari kompartemen donor menuju kulit ini tidak mempengaruhi proses kecepatan transfer
massa secara signifikan. Parameter yang juga berpengaruh dalam model dua kompartemen ini
adalah potensi obat tertranspor (Available Doseatau AD) dan kecepatan pelepasan obat dari kulit
ke kompartemen aseptor (KR) (Shargel dan Yu, 1988).
Model tiga kompartemen secara skematis dapat dilihat pada gambar 2, kecepatan obat
terabsorbsi dari kompartemen donor ke kulit mengikuti orde pertama. Obat tertranspor dengan
kecepatan tertentu sehingga menurunkan kadar obat dalam kompartemen donor secara
signifikan. Kecepatan absorbsi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap proses transpor.

Dengan demikian proses transpor dipengaruhi oleh tiga kompartemen, yaitu kompartemen donor,
kulit dan kompartemen aseptor (Shargel dan Yu, 1988).
Parameter yang menggambarkan kecepatan transfer massa dari kompartemen donor
menuju kulit adalah Ka, parameter untuk menggambarkan potensi obat tertranspor adalah AD,
sedangkan parameter yang menggambarkan kecepatan transfer massa dari kulit ke kompartemen
aseptor adalah KR. Parameter Ka pada model tiga kompartemen menjadi faktor penentu dalam
proses transfer massa, selain parameter AD dan KR (Bourne, 2009).

Gambar 1. Skema transfer massa model dua kompartemen

Gambar 2. Skema transfer massa model tiga kompartemen


Selama 50 tahun terakhir, model kompartemen telah digunakan untuk menggambarkan dan
membuat prediksi pada sejumlah sistem farmakokinetik, metabolisme, dan biologis. Dibutuhkan
modeling software canggih untuk mencocokkan data ke model tersebut dan untuk membuat
prediksi menggunakan model kompartemen. WinSAAM adalah salah satu program pemodelan
tersebut (Stefanovski et.al., 2003).
WinSAAM adalah pemodelan berorientasi program Windows yang memungkinkan
pengguna untuk mengeksplorasi sistem biologis dengan menggunakan model matematika.
Program ini telah berkembang dari program SAAM asli yang dikembangkan oleh Dr Berman
Mones di National Institutes of Health. SAAM kini telah menyediakan ribuan aplikasi dalam
biologi, kedokteran, teknik, dan pertanian baik dalam bentuk aslinya (SAAM19 - SAAM27),
atau dalam bentuk interaktif pertamanya, Consam (Wu, 2011).

Inti dari WinSAAM adalah dua konsep, kompartemen dan transfer antar-kompartemen.
Kompartemen merupakan dasar dari zona dimana zat-zat homogen didistribusikan, dan antarkompartemen transfer menggambarkan proses yang bertanggung jawab untuk memindahkan zat
dari satu zona tersebut ke yang lain. Sementara kegunaan dari program ini untuk biologi (analisis
compartmental) hampir tak terbatas, maka sangat cocok untuk:
1)

pemeriksaan fisiologis berbasis masalah transportasi nutrisi menggunakan radiotracer / data


isotop stabil.

2) penyelidikan kimia berbasis studi metabolik menggunakan jalur in vitro dan reaksi data kinetik.
(Wu, 2011).
IV.

Alat dan Bahan


1. Komputer (SistemOperasi Windows)
2. CD Instalasi Software WiinSAAM atau koneksi internet untuk dapat mendownload secara
langsung WinSAAM dari situs http://www.winsaam.com

V.

Prosedur
Pertama-tama program WinSAAM dibuka dan dibuka WinSAAm working file kemudian
dimasukkan parameter farmakokinetik (perhatikan penggunaan titik dan koma) dan
WinSAAM working file disimpan terlebih dahulu kemudian ditutup (hanya working file saja).
Lalu Ketik deck, enter; Ketik solve, enter; Ketik Iter, enter; ketik plot q(1), enter. Dilihat
bentuk kurva, jika belum saling berhimpitan itu berarti data kita belum sesuai dengan prediksi
winsaam. Jika kurva sudah berhimpitan, gambar kurva disimpan, klik file, safe plot as,
simpan dalam JPG. Untuk melihat grafik tidak dalam bentuk grafik semi log dapat dilakukan
dengan cara klik kanan di gambar grafik kemudian pilih tab axe dan klik axis Y kemudian
uncheck pilihan is logaritmic. Setelah selesai data disimpan pada halaman utama klik file,
save, beri nama.

VI.

Data Pengamatan danPerhitungan


6.1 Data Pengamatan
Obat T dosis 100 mg (peroral)
Time (hr)
0
0.25
0.5

Cp (mg/L)
0.0
0.901
1.309

0.75
1
1.5
3
6
12
18
24

1.526
1.577
1.429
0.964
0.384
0.062
0.01
0.002

6.2 Kurva Plot Q

Keterangan : bentuk kurva adalah prediksi WinSAAM, sedangkan yang berupa garis adalah
data yang dimasukkan.
6.3 Data Working file WinSAAM
Obat T dosisi 100 mg (peroral)
1: A SAAM31
2: C Insert Control lines 2,3,4 here as needed
3: H PAR
4: C Insert model parameters here
5: IC(1) 100
6: L(2,1) 2.512904E+00 0.000000E+00 1.000000E+01
7: L(0,2) 2.979282E-01 0.000000E+00 1.000000E+01
8: P(2)
4.918799E+00 0.000000E+00 1.000000E+04
9: H DAT
10: C Insert data values here
11: XG(2)=F(2)/P(2)
12: 101G(2)
FSD=0.1
1. Konstanta Eliminasi (Kel) = 2,513x10-1/Jam
2. Konstanta Absorpsi (Ka) = 2,979/Jam
3. Volume Distribusi (Vd) = 4,919 L

6.4 KurvaWinSAAM (non logaritmik)


Obat T dosisi 100 mg (peroral)

Keterangan : bentuk kurva adalah prediksi WinSAAM, sedangkan yang berupa garis adalah
data yang dimasukkan.
VII.

Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari modeling dan analisis data dan penelitian
biofarmasetika dengan pengkhususan data in vivo menggunakan software WinSAAM.
WinSAAM adalah pemodelan berbasis program Windows yang memungkinkan pengguna untuk
mengeksplorasi sistem biologis dengan menggunakan model matematika. Program ini telah
berkembang dari program SAAM asli yang dikembangkan oleh Dr Berman Mones di National
Institutes of Health. SAAM kini telah menyediakan ribuan aplikasi dalam biologi, kedokteran,
teknik, dan pertanian baik dalam bentuk aslinya (SAAM19 - SAAM27), atau dalam bentuk
interaktif pertamanya, Consam.
Prinsip dari percobaan kali ini adalah komputasi dan winSAAM. Komputasi adalah cabang
ilmu komputer dan matematika yang membahas apakah dan bagaimanakah suatu masalah dapat
dipecahkan pada model komputasi, menggunakan algoritma. Sedangkan WinSAAM merupakan
suatu program yang berfungsi sebagai modeling dan menganalisis data yang terdiri dari
kompartemen satu dengan lainnya yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses
pemindahan materi berdasarkan angka serta notasi yang digunakan. Keungulan program ini
adalah tidak diperlukan penulisan persamaan diferensial secara utuh karena software akan
mengenali model yang ditulis berdasarkan konvensi tersebut.
Pada praktikum kali ini yang pertama dilakukan adalah menginstall program WinSAAM
kemudian buka programnya lalu buka edit dan masuk ke dalam winsaam working file. Pada

windows working file ini kita akan mengisi beberapa angka dan data kemudian akan diolah
menjadi sebuah grafik. Parameter L(2,1) menggambarkan parameter kecepatan perpindahan obat
dari kompartemen 1 menuju kompartemen 2. Parameter L (0,2) menunjukan kecepatan eliminasi
sedangkan IC (1) adalah initial condition untuk kompartemen I. Initial condition pada umumnya
mengacu pada jumlah obat yang tersedia pada awal proses transport. Setiap parameter
diasumsikan dengan 3 angka yang dipisahkan dengan TAB (tabulasi) dengan rincian angka
pertama adalah prediksi awal, angka kedua adalah nilai minimum dan angka ketiga adalah angka
batasan maksimal.
Selanjutnya, data obat T dengan dosis 100 mg secara oral dimasukan kemudian ketik deck
kemudian di enter. Deck berfungsi untuk menerjemahkan listing dalam bahasa binary
(decking) selanjutnya ketik solve lalu dienter. Solve, adalah proses untuk menerjemahkan
persamaan termasuk bahwa persamaan yang dianalisis adalah persamaan diferensial menjadi
persamaan planar termasuk profil kurva prediksi sesuai dengan angka yang kita masukkan,
kemudian ketik iterasi lalu ketik enter. Iterasi digunakan untuk mendapatkan parameter
model fitting yang paling baik merefleksikan data observasi. Kemudian ketik plot q(1) lalu di
enter. Plot q(1) berfungsi untuk menampilkan kurva perbandingan antara prediksi winsaam
dengan data yang kita masukan. Jika data yang dimasukan belum berhimpit antara prediksi
dengan data kita, misalnya jika prediksi terlalu tinggi, maka kita memberikan nilai P(2) atau
volume distribusi yang terlalu rendah maka dapat diperbaiki dengan cara kembali ke winsaam
working file kemudian data ketiga parameter tadi diubah sehingga akan mempengaruhi bentuk
kurva. Apabila grafik masih belum baik dilakukan iterasi dengan cara ketik iter kemudian enter
berkali-kali hingga program tidak bisa melakukan iterasi yang dalam arti lain bahwa grafik yang
didapatkan adalah grafik yang terbaik, sehingga didapatkanlah grafik seperti dibawah ini :

Kurva plot q
Kurva yang diperoleh dari pratikum kali ini dapat dikatakan baik karena kurva yang
diperoleh berhimpit antara prediksi WinSAAM yang disimbolkan dalam bentuk segitiga didalam
grafik dengan data yang dimasukan dalam bentuk garis. Selanjutnya simpan kurva dalam bentuk
gambar (jpg) setelah itu untuk melihat grafik dalam bentuk non logaritmik grafik diklik kanan
kemudian pilih tab axe dan klik axis Y kemudian uncheck pilihan is logaritmic. Dan
didapatkan grafik antara waktu dan Cp.
Grafik Cp adalah nilai konsentrasi obat dalam plasma berdasarkan data yang diperoleh
sedangkan grafik prediksi adalah grafik prediksi dari WinSAAM. Tujuan akhir dari WinSAAM
ini adalah untuk menentukan Ka, Kel, dan Vd.

Hasil grafik hubungan antara waktu (T) dengan Cp yang diperoleh pada praktikum kali ini
dapat dikatakan baik karena hampir semua titik antara data Cp dan prediksi saling berhimpitan.
Nilai konstanta Absorbsi (Ka) dari data WinSAAM adalah 2,979/Jam.

Nilai kecepatan eliminasi (Kel) dari data WinSAAM adalah 2,513x10-1/Jam atau 0,2513/jam.
Kecepatan eliminasi adalah laju atau kecepatan dimana obat dalam system peredaran darah
dieliminasi dalam bentuk pecahan per satuan waktu.
Volume distribusi yang diperoleh dari data WinSAAM adalah sebesar 4,919 L. Volume
distribusi (Vd) merupakan volume hipotesis cairan tubuh yang akan diperlukan untuk melarutkan
jumlah total obat pada konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan dalam darah. Atau volume
distribusi merupakan perbandingan antara dosis jumlah obat yang diberikan dengan konsentrasi
obat dalam plasma.

VIII.

Kesimpulan
Perhitungan profil farmakokinetik obat T menggunakan program WinSAAM merupakan
metode yang baik dalam menentukan prediksi matematis kinetika transfer massa antar
kompartemen yang diperoleh dari derivasi dengan fitting model terhadap data eksperimental.
Penentuan kinetika transport dilakukan melalui pendekatan goodness of fit dengan metode visual
dan numerik berdasarkan plot q prediksi dan q pengamatan. Meskipun diperlukan keahlian
dalam menggunakan program ini terutama penggunaan titik dan koma yang salah dapat
mengakibatkan hasil yang tidak benar atau bahkan data tidak bisa diolah oleh program
WinSAAM ini.

DAFTAR PUSTAKA
Bourne, D. W. A,. 2009. Pharmacocinetics and Biopharceutics. Available online at : http://www.boomer.0rg.
[Diakses pada tanggal 29 September 2013].
Nugroho, AK., O Della-Pasqua, M Danhof, and JA Bouwstra. 2004. Compartemental Modeling of
Transdermal Iontophoretic Transport : in vitro Model Derivation and Application. Pharm. Res.

S h a r g e l L a n d AB C Yu. 1 9 8 8 . Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, edisi kedua. Surabaya:


Airlangga University Press.
Stefanovski D, PJ Moate and RC Boston. 2003. WinSAAM: a windows-based compartmental modeling
system. School of Veterinary Medicine, University of Pennsylvania, PA 19348. USA.
52(9):1153-66.
Wu, C. 2011. WinSAAM - The Simulation, Analysis and Modeling Software. Available at:
http://www.imcportal.org/repository/software/winsaam-the-simulation-analysis-and-modelingsoftware [diakses tanggal 29 September 2013].
Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/10/LAPORAN-AKHIRPRAKTIKUM-MODELING-DAN-ANALISIS-DATA-BIOFARMASETIKA-DENGANWINSAAM.html#ixzz45kc6X1bo

Anda mungkin juga menyukai