DISUSUN OLEH :
DINDA KURNIA AZZAHRA
(11171131)
S1 – 3 FA4
LABORATORIUM BIOFARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2020
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menganalisis pengaruh pH terhadap absorpsi obat melalui saluran pencernaan
secara in vitro
2. Menentukan kecepatan absorpsi obat pada saluran pencernaan berdasarkan
parameter absorpsi
II. PRINSIP PRAKTIKUM
Dengan menganalisis pengaruh pH obat parasetamol terhadap absorpsi obat
melalui saluran pencernaan secara in vitro dimana diuji dalam Cairan Usus Buatan
(CUB) dengan pH 7,5 dan Cairan Lambung Buatan (CLB) dengan pH 1,2 dengan
menggunakan spektrofotometer pada ƛ 435 nm.
III. DASAR TEORI
Obat yang sering diberikan secara oral akan diteruskan ke dalam sirkulasi
sistemik yang disebut sebagai proses absorpsi. Absorpsi obat merupakan suatu
proses pergerakan obat dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi umum di dalam
tubuh. Absorpsi obat dari saluran pencernaan ke dalam darah umumnya terjadi
setelah obat tersebut larut dalam cairan di sekeliling membran tempat terjadinya
absorpsi. Faktor utama yang mempengaruhi absorpsi obat yaitu karakteristik sifat
fisika kimia molekul, properti dan komponen cairan gastrointestinal serta sifat
membran absorpsi (Anne, 2005).
Absorpsi obat berkaitan dengan mekanisme input obat ke dalam tubuh dan ke
dalam jaringan atau organ di dalam tubuh. Luas permukaan dinding usus,
kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke
tempat absorpsi, semuanya mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi obat
walaupun ada variasi. Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di
jaringan/organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran yang memiliki
struktur lipoprotein (Shargel, 2006).
Pada obat yang diberikan secara per oral, absorpsi obat dapat terjadi pada
saluran cerna. Jadi, saluran cerna memegang peranan penting terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi perubahan laju dan keberadaan absorpsi obat, salah
satunya yaitu pH saluran cerna. Dalam hal pemberian obat per oral, cairan
biologis utama adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui membran biologis
obat masuk ke peredaran sistemik Sebagian besar obat merupakan asam atau basa
organik lemah. (Joenoes, 2002).
Obat pada umumnya diabsorpsi dari saluran pencernaan secara difusi pasif
melalui membran selular. Obat-obat yang ditranspor secara difusi pasif hanyalah
yang larut dalam lipid. Makin baik kelarutannya dalam lipid, maka baik
absorpsinya sampai suatu absorpsi optimum tercapai. (Shargel, 2006).
Sebagian besar obat merupakan asam atau basa organik lemah. Obat-obat
yang bersifat asam lemah seperti parasetamol, umumnya tidak terion pada cairan
lambung dan hampir semua terion pada cairan usus. Absorpsi obat dipengaruhi
oleh derajat ionisasinya pada waktu zat tersebut berhadapan dengan membran-
membran sel lebih permeable terhadap bentuk obat yang tidak terionkan daripada
bentuk terionkan. Derajat ionisasi tergantung pada pH larutan dan pKa obat
seperti terlihat pada persamaan Handerson-Hasselbach sebagai berikut :
Maka secara teoritis dapat ditentukan jumlah relatif dari suatu obat dalam bentuk
tidak terionkan pada berbagai kondisi pH.
Pergerakan molekul melalui membran biologi membutuhkan energi dan terjadi
perbedaan potensial kimia. Proses ini sama seperti difusi terfasilitasi yang
membutuhkan pembawa, namun transpor aktif membutuhkan energi untuk
bergerak dari konsentrasi yang rendah menuju konsentrasi yang lebih tinggi.
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh molekul obat agar dapat dinyatakan
mempunyai mekanisme transpor aktif:
1. Molekul (senyawa) ditranspor dari daerah yang mempunyai perbedaan
potensial kimia yang rendah menuju yang lebih tinggi.
2. Hasil metabolisme senyawa akan mengganggu transpor.
3. Kecepatan transpor akan mengalami penjenuhan apabila konsentrasi dari
senyawa meningkat.
4. Sistem transpor umumnya memperlihatkan struktur kimia spesifik.
5. Senyawa kimia dengan struktur yang hampir sama akan bekerja sebagai
mukosa sehingga mencerminkan proses/lingkungan sebenarnya saat obat
mengalami proses absorpsi di usus (Barthe, et al , 1999).
b) BAHAN
Parasetamol
KH2PO4
NaOH
NaCl
Asam sulfamat
NaNO2
Kertas lensa
c) HEWAN
Tikus jantan putih
V. PROSEDUR KERJA
a. Pembuatan cairan mucosal (menurut Farmakope Indonesia Edisi IV,
Hal.1143)
- Pembuatan Cairan Lambung Buatan (CLB)
Larutkan 2,0 g Natrium Klorida P dan 3,2 g Pepsin P dalam 7,0 ml Asam
Klorida P dan air secukupnya hingga 1000 ml. Larutan mempunyai PH
lebih kurang 1,2.
- Pembuatan Cairan Usus Buatan (CUB)
Larutkan 6,8 g Kalium Fosfat Monobasa P dalam 250 ml air, campur dan
tambahkan 190 ml Natirum Hidroksida 0,2 N dan 400 ml air. Tambahkan
10,0 g pancreatin P, campur, dan atur PH hingga 7,5 + 0,1 dengan Natrium
Hidroksida 0,2 N. Encerkan dengan air hingga 1000 ml.
Buat 2x6 larutan dengan seri konsentrasi yaitu 20, 60, 80, 100, 120 bpj
sebanyak 10,00 mL yang diencerkan dari larutan induk. Gunakan larutan CUB
dan CLB untuk mengencerkan.
Ukur absorbansi masing 2x6 larutan tersebut pada Panjang gelombang serapan
maksimumnya yaitu 435 nm. Lalu buat data persamaan kurva kalibrasi
parasetamol dalam CUB dan dalam CLB.
Puasakan tikus tersebut selama 20-24 jam dengan tetap memberi minum
Bedah perut tikus di sepanjang linea mediana dan keluarkan usus tikus.
Buang usus tikus sepanjang 15 cm dibawah pylorus dan gunakan usus tikus
sepanjang 20 cm dibawahnya untuk percobaan.
Balikkan usus tikus sehingga bagian dalam menjadi di luar dan bagian luar
menjadi didalam.
Rendam usus tikus yang telah dibalik dalam larutan NaCl fisiologis (0,9%)
sebelum digunakan.
g. Percobaan absorpsi obat
Isi waterbath dengan air kran dan atur alat pada suhu 37 derajat celcius.
Gunakan dua tabung Crane and Wilson. Pasang dua usus tikus yang sudah
dibalik pada kanula bagian tengah dari masing-masing dua tabung.
Ikat masing-masing kedua ujung usus tikus dengan hati-hati jangan sampai
usus putus atau bocor.
Masukkan cairan serosal kedalam kanula tengah. Catat volume cairan serosal.
Letakkan kanula pada tabung Crane and Wilson yang sudah mengandung
cairan mucosal yaitu CUB dan CLB yang mengandung Parasetamol.
Aliri kanula pinggir dengan oksigen melalui selang silicon atur kecepatan
gelembung agar sama antara tabung 1 dan 2.
Ambil sampel dari kanula tengah sebanyak 1,5 mL pada menut ke 5, 10, 20,
dan 30.
Pipet sebanyak 1,0 mL sampel dan masukkan kedalam tabung reaksi. Lalu
tambahkan pereaksi warna kedalamnya.
VI.II. PERHITUNGAN
b. Perhitungan pengenceran
Diketahui :
-Konsentrasi larutan induk parasetamol (N1) = 1000 bpj
-Volume yang diencerkan dari larutan induk (V2) = 10,00 mL
-Konsentrasi seri = 20, 40, 60, 80, 100, dan 120 bpj
Ditanya : Perhitungan pengenceran ?
Penyelesaian :
(N2 = 20 bpj ; V2= 10,00 mL ; V1 ?)
V1 × N1 = V2 × N2
V1 × 1000 bpj = 10,00 mL × 20 bpj
V1 × 1000 = 200 mL
⸫ V1 = 0,2 mL (ad 9,8 mL)
Perhitungan
Perhitungan Konsentrasi (C(bpj) / X)
CUB
a. Menit ke-5 (Y = 0,166) c. Menit ke-20 (Y = 0,240)
Y = 0,089x – 0,0834 Y = 0,089x – 0,0834
0,166 = 0,089x – 0,0834 0,240 = 0,089x – 0,0834
0,2494 0,3234
⸫X = = 2,802 bpj ⸫X = = 3,633
0,089 0,089
bpj
b. Menit ke-10 (Y = 0,222) d. Menit ke-30 (Y = 0,309)
Y = 0,089x – 0,0834 Y = 0,089x – 0,0834
0,222 = 0,089x – 0,0834 0,309 = 0,089x – 0,0834
0,3054 0,3924
⸫X = = 3,431 bpj ⸫X = = 4,409
0,089 0,089
bpj
CLB
a. Menit ke-5 (Y = 0,083) c. Menit ke-20 (Y = 0,232)
Y = 0,085x – 0,0834 Y = 0,085x – 0,0834
0,083 = 0,085x – 0,0834 0,232 = 0,085x – 0,0834
0,1664 0,3154
⸫X = = 1,958 bpj ⸫X= = 3,710 bpj
0,085 0,085
b. Menit ke-10 (Y = 0,203) d. Menit ke-30 (Y = 0,249)
Y = 0,085x – 0,0834 Y = 0,085x – 0,0834
0,203 = 0,085x – 0,0834 0,249 = 0,085x – 0,0834
0,2864 0,3324
⸫X = = 3,369 bpj ⸫X= = 3,910 bpj
0,085 0,085
Perhitungan Qb’ (Qb’ = C (bpj) × volume serosal yang tercatat (3,4 mL))
CUB
a. Menit ke-5 c. Menit ke-20
Qb’ = 2,802 bpj × 3,4 mL Qb’ = 3,633 bpj × 3,4 mL
Qb’ = 9,527 μg Qb’ = 12,352 μg
b. Menit ke-10 d. Menit ke-30
Qb’ = 3,431 bpj × 3,4 mL Qb’ = 4,409 bpj × 3,4 mL
Qb’ = 11,665 μg Qb’ = 14,991 μg
CLB
a. Menit ke-5 c. Menit ke-20
Qb’ = 1,958 bpj × 3,4 mL Qb’ = 3,710 bpj × 3,4 mL
Qb’ = 6,657 μg Qb’ = 12,614 μg
b. Menit ke-10 d. Menit ke-30
Qb’ = 3,369 bpj × 3,4 mL Qb’ = 3,910 bpj × 3,4 mL
Qb’ = 11,455 μg Qb’ = 13,294 μg
CLB
a. Menit ke-5 c. Menit ke-20
Fk = 1,958 × 1,5 mL Fk = 3,710 × 1,5 mL
Fk = 2,937 Fk = 5,565
b. Menit ke-10 d. Menit ke-30
Fk = 3,369 × 1,5 mL Fk = 3,910 × 1,5 mL
Fk = 5,053 Fk = 5,865
CLB
a. Menit ke-5 c. Menit ke-20
Qb = 6,657 + 0 Qb = 12,614 + 7,99
Qb = 6,657 μg Qb = 20,604 μg
Qb
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu
Dari grafik hubungan Qb terhadap waktu untuk kedua kondisi percobaan (CUB &
CLB) diperoleh persamaan regresi linier yaitu sebagai berikut :
y = 0,772x + 6,6781
30
f(x) = 0.77 x + 6.68
25 R² = 0.98
CUB
20 Linear
(CUB)
Qb
15
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu
Dari grafik diatas, diperoleh persamaan regresi linier antara Qb dan Waktu
pada kondisi CUB yaitu :
y = 0,772x + 6,6781
Dimana : A = 6,6781 ; B = 0,772 ; R2 = 0,985
CLB
Grafik Hubungan Qb terhadap Waktu (CLB)
30
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu
Dari grafik diatas, diperoleh persamaan regresi linier antara Qb dan Waktu
pada kondisi CUB yaitu :
y = 0,7637x + 4,7161
Dimana : A = 4,7161 ; B = 0,7637 ; R2 = 0,9613
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan absorpsi obat per oral yang
dilakukan secara in vitro. Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui
apakah pH dapat mempengaruhi proses absorpsi parasetamol dalam saluran
pencernaan yang dilakukan secara in vitro, dimana pengujian dilakukan di luar
tubuh makhluk hidup. Percobaan dilakukan dalam dua kondisi uji yaitu pada
kondisi asam dengan menggunakan Cairan Lambung Buatan(CLB) tanpa enzim
pH 1,2 dan pada kondisi basa dengan menggunakan Cairan Usus Buatan (CUB)
tanpa enzim pH 7,4, penggunaan cairan ini dilakukan untuk menyerupai kondisi
usus dan lambung pada manusia.
Pada praktikum ini, karena pengujian dilakukan secara in vitro sehingga
digunakan organ usus halus dari hewan uji yaitu tikus. Digunakan organ usus
halus karena usus merupakan tempat absorpsi obat dalam tubuh Cairan yang
digunakan adalah cairan serosal 1,5 mL yang terdiri dari larutan natrium klorida
(NaCl) 0,9% b/v, serta cairan mukosal yang digunakan adalah CLB tanpa enzim
pH 1,2 dan CUB tanpa enzim pH 7,4. Bahan obat yang digunakan pada pengujian
ini yaitu parasetamol. Sebelum dilakukan pengujian, parasetamol dibuat secara
kuantitatif karena akan digunakan untuk pembuatan kurva baku dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (ƛ) 435 nm. Setelah
pembuatan kurva baku, selanjutnya pengukuran masing-masing sampel pada
menit ke 5, 10, 20 dan 30.
Menurut literatur, parasetamol merupakan obat yang bersifat asam lemah
dimana secara teoritis maka obat yang bersifat asam lemah akan lebih mudah
terabsorpsi di lambung pada pH 1,2 sebab jumlah obat dalam keadaan tak terion
lebih banyak daripada jumlah obat yang terion. Sehingga, dalam praktikum kali
ini akan dilakukan perbandingan kecepatan absorpsi parasetamol pada usus dan
lambung.
Terdapat tiga parameter absorpsi yang diukur atau ditentukan pada praktikum
kali ini, yaitu tetapan absorpsi (K), tetapan permiabilitas (Pm), dan lag time (X).
Tetapan absorpsi menunjukkan besarnya obat yang terabsorpsi tiap satuan waktu.
Tetapan permeabilitas menunjukkan kemampuan obat dalam menembus
membran, dimana tergantung pada membran dan molekul obat. Sedangkan lag
time menunjukkan selang waktu tunggu sebelum terjadinya absorpsi.
Berdasarkan hasil pengukuran, absorbansi analit pada CUB dan CLB
diperoleh hasil yang sesuai, dimana nilai absorbansi semakin naik pada menit ke-5
hingga menit ke-30. Untuk CUB, absorbansi tertinggi diperoleh pada menit ke-30
yaitu sebesar 0,309. Sedangkan untuk CLB, absorbansi tertinggi diperoleh pada
menit ke30 yaitu sebesar 0,249.
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data parameter absorpsi sebagai
berikut :
Dari data parameter absorpsi yang diperoleh, hasil data tersebut secara umum
sudah sesuai dengan teoritis dimana laju absorpsi pada CLB (kondisi pH asam,
yaitu pH 1,2) lebih cepat daripada laju absorpsi pada CUB (kondisi pH basa, yaitu
pH 7,4) dimana hal tersebut ditunjukkan dengan 0,7637 menit (nilai K pada CLB)
lebih cepat daripada 0,772 menit (nilai K pada CUB). Selain itu, permeabilitas
obat (nilai Pm) di lambung juga lebih cepat daripada di usus, dimana hal tersebut
ditunjukkan dengan 1,5274 × 10-4 mL/mg. menit (nilai Pm pada CLB) > 1,544 ×
10-4 mL/mg.menit (nilai Pm pada CUB). Dari data tersebut juga diketahui lag time
parasetamol pada kondisi CLB lebih cepat daripada kondisi CUB, dimana hal
tersebut ditunjukkan dengan -6,1761 menit (lag time CLB) > -8,650 menit (lag
time CUB). Hal tersebut semakin memperkuat bahwa parasetamol lebih cepat
terabsorpsi pada kondisi asam, yaitu pada lambung dengan pH 1,2.
Interpretasi dari data parameter absorpsi tersebut adalah jika dilihat dari nilai
K yaitu parasetamol terabsorpsi lebih cepat dalam cairan lambung, jika dilihat dari
nilai Pm yaitu kemampuan parasetamol dalam menembus membran lambung
lebih cepat daripada di usus, dan jika dilihat dari lag time yaitu waktu tunggu
parasetamol sebelum terabsorpsi di lambung lebih cepat daripada di usus, dan
karena lag timenya -6,17161 menit dimana kurang dari 15 menit menunjukkan
bahwa tidak menimbulkan masalah pada proses transport melalui membran
biologis.
Namun pada data pengamatan yang diperoleh, terdapat hasil yang tidak sesuai
yaitu pada jumlah kumulatif obat yang terabsorpsi (nilai Qb). Berdasarkan data
pengamatan, hasil menunjukkan bahwa jumlah kumulatif parasetamol yang
terdapat pada CUB lebih besar daripada yang terdapat pada CLB. Jumlah obat
yang terabsorpsi pada menit ke-30 pada CUB sebesar 29,789 μg, sedangkan pada
CLB sebesar 26,849 μg. Hasil ini tidak sesuai dengan parameter absorpsi yang
diperoleh, dimana dari parameter tersebut diperkirakan dalam waktu yang sama
akumulasi obat akan lebih banyak pada CLB karena pada kondisi asam tersebut
obat akan lebih banyak dalam bentuk tak terion dan lebih mudh berdifusi pada
membrane. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya yaitu
adanya perbedaan fisiologis pada usus tikus yang digunakan.
VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum absorpsi obat per oral secara in vitro dapat disimpulkan bahwa :
1. Absorpsi parasetamol dipengaruhi oleh pH, dimana parasetamol lebih cepat
diabsorpsi di CLB dengan kondisi asam (pH 1,2). Hal ini sesuai dengan teori,
dimana parasetamol bersifat asam lemah sehingga akan lebih cepat di absorpsi
pada pH asam.
2. Dari data parameter absorpsi yang diperoleh, menunjukkan bahwa
parasetamol lebih cepat di absorpsi pada kondisi asam yaitu di lambung. Hal
ini ditunjukkan dari nilai K, Pm dan lag time dimana nilai yang dihasilkan
lebih besar atau lebih cepat pada kondisi asam (CLB).
3. Jumlah kumulatif obat yang terabsorpsi (nilai Qb) yang diperoleh
menunjukkan hasil yang tidak sesuai, dimana jumlah kumulatif parasetamol
yang terdapat pada CUB lebih besar daripada yang terdapat pada CLB (hasil
ini tidak sesuai dengan parameter absorpsi yang diperoleh).
DAFTAR PUSTAKA