Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA-FARMAKOKINETIKA
DISTRIBUSI TETES MATA KLORAMFENIKOL

OLEH :
NAMA : RIZKY AMANDAS
NIM : 1801036
KELAS : S1-5A
HARI : SABTU, 11.00-14.00

TANGGAL PRAKTIKUM :
28 NOVEMBER 2020

DOSEN PENGAMPU :
Apt. NESA AGISTIA M.Farm

ASISTEN :
YULINDA ANGGRAINI S.Farm
INDAH KUSUMA DEWI S.Farm
DHEA ANANDA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV. RIAU
2020
OBJEK VI
DISTRIBUSI TETES MATA KLORAMFENIKOL

1.1 TUJUAN PRAKTIKUM


1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami distribusi dan ekskresi obat yang
diberikan atau dipakai secara topical (tetes mata)

1.2 TINJAUAN PUSTAKA


Mata merupakan salah satu organ tubuh yang amat penting perlu dijaga dan
dilindungi.Infeksi yang terjadi pada mata dapat menimbulkan keadaan yang
membahayakan, bahkan dapat menyebabkan kebutaan.Penyakit mata banyak diderita
masyarakat.Oleh sebab itu, sediaan obat mata sangat dibutuhkan masyarakat.Salah satu
bentuk sediaan untuk mata adalah obat tetes mata. (Ganiswarna, 1995)
Berdasarkan penggunaannya, terdapat dua macam obat tetes mata yaitu obat
tetes mata untuk mata utuh dan obat tetes mata untuk mata terluka. Syarat larutan tetes
mata yang baik antara lain harus jernih dan tidak menimbulkan rasa sakit atau iritasi
pada saat penggunaan. Untuk dapat memberikan efek terapi yang dikehendaki, obat
dalam sediaan tetes mata harus dapat kontak lama dengan tempat penggunaannya
(mata).Hal ini dapat dicapai apabila larutan tetes mata di dalam pembuatannya
ditambahkan zat penngental untuk menaikkan viskositasnya. (Ansel, 1989)
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense, digunakan untuk
mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata
dan bola mata. Tetes mata dapat mengandung satu atau lebih obat atau zat aktif. Pada
umumnya, obat-obat yang digunakan untuk mata dibagi dalam beberapa kategori,
yaitu : (Anief,1993)
a. Miotik
b. Midriatik
c. Anti inflamasi
d. Anti infeksi, yaitu antibiotic, antivirus, dan antibakteri.
e. Obat yang digunakan dalam operasi mata
f. Diagnosis
Besarnya aktivitas, obat mulai berefek yang diperlukan dan waktu durasi, serta
kondisi pasien dan keadaan penyakit akan menentukan macam obat atau kombinasi
obat yang digunakan, termasuk bentuk sediaan dan rute penggunaan. Berikut
merupakan keuntungan dan kerugian dari sediaan mata yaitu (Turco,1979)
a. Keuntungan
1. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan
kemudahan penanganan
2. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu
terdisolusinya oleh air mata sehingga terjadi peningkatan biovailabilitasnya dan
efek terapinya
b. Kerugian
1. Volume larutan dapat ditampung oleh mata sangat terbatas, maka larutan yang
berlebih dapat masuk ke nasal cativy lalu masuk ke jalur gastrointestinal
menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan.
2. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisaasi, selain itu kapiler pada
retina dan iris relative non permeable sehingga umumnya sediaan untuk mata
adalah efeknya lokal atau topical.
Pada umumnya dianggap bahwa obat-obat yang digunakan secara topical pada
mata adalah cepat dan diabsorpsi total serta dapat diberikan atau tersedia pada tempat
yang diinginkan pada bola mata untuk dapat memberikan efek terapi. Adapun beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan obat yang terkandung dalam jumlah
bentuk sediann segera setelah obat diberikan pada mata, yaitu : (Rawlins,1977)
a. Hilangnya efektivitas obat yang tersedia dari celah pada kelopak mata. Hal ini
terjadi karena obat ditumpahkan dari mata dan dibuang lewat apparatus
nasolacrimal.
b. Mengalirnya tetes mata yang dinukan lewat lasocromal system ke dalam saluran
gastrointestinal, dimulai segera setelah penggunaan tetes mata, dimulai segera
setelah penggunaan tetes mata.
c. Mekaniseme ketiga (pengatuh ketiga) adanya kompetisi absorpsi obat ke dalam mata
yaitu antar absorpsi superfisial dari obat ke dalam kelopak mata dan bulbar
konjungtiva dengan pembuatan egrat yang terjadi bersamaan dari jaringan ocuar
oleh aliran darah peripheral.
Tetes mata yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
(Anief, 1993)
a. Harus steril (pada saat digunakan)
b. Bebas dari partikel
c. Tidak menimbulkan iritasi
d. Mengandung pengawet atau preservative yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme
e. Tetes mata dengan pelarut air sebaiknya isotonis dengan sekresi atau cairan lakrimal
f. Mempunyai pH yang sesuai untuk obat tertentu, dan sebaiknya tidak jauh dari pH
netral
g. Stabil secara kmia

1.3 ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
1. Plat tetes
2. Manusia
B. BAHAN
1. Tetes mata kloramfenikol 0,5%, H2SO4 Pekat, K2Cr2O7

1.4 CARA KERJA


1. Tiap kelompok memilih 3 orang sukarelawan yang ditetapkan sehari sebelum
percobaan
2. Pada hari praktikum sukarelawan diberi 3 – 4 tetes obat tetes mata kloramfenikol
0,5%
3. Stowatch dihidupkan
4. Setiap sukarelawan diminta merasakan sensasi rasa pahit yang teramati setiap
waktu 2 menit selama 20 menit, kemudian dilanjutkan setiap 5 menit dari menit ke
20 hingga menit ke 60
5. Catat hasil pengamatan, dengan skor nilai atau tingkat rasa pahit yang diamati
- = tidak pahit
+ = sedikit pahit
++ = pahit
+++ = sangat pahit
6. Reaksikan saliva pada tiap 5 menit dalam plat tetes dengan penambahan H2SO4
Pekat dan K2Cr2O7, amati warna yang terlihat
1.5 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
1. Tabel Sebaran Rasa Pahit
Klpk Waktu
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 25 30 35 40 45 50 55 60
1 S1 ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + ++ + + +
+ + + +
S2 - - - + ++ + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + - -
+ + + +
S3 - - + ++ + + ++ ++ ++ + ++ + ++ ++ + + - -
S4 - - + + ++ ++ + ++ ++ ++ ++ ++ + + + + - -
2 S1 - + + + ++ ++ ++ ++ ++ + ++ ++ ++ + + + + +
+
S2 + + + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++
+ + + + + + + +
S3 - + ++ ++ ++ ++ + + + + + + + + + + ++ ++
+ +
S4 - + + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++
+ + + + + + +
3 S1 + ++ ++ ++ ++ + + + + - ++ - - + - - - -
+ + +
S2 - - ++ ++ ++ ++ + + + - + - - - - ++ ++ +
+ +
S3 - - - ++ ++ ++ - - - - + ++ ++ ++ + + + -
S4 + + - - - + ++ + ++ ++ ++ + - - - - + -
4 S1 - + + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + + - + - -
S2 - - - + + + + ++ + + + + - - - - - -
S3 - + + + + + + + + - + - - - - - - -
5 S1 - ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ - + + + + + + + +
+ + +
S2 - + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ - ++ ++ ++ ++ ++ - - -
+ + + + +
S3 + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ - + + + + ++ ++ + +
+ +
6 S1 - - ++ ++ ++ ++ + + + + + + + - - - - -
S2 - + + ++ ++ ++ ++ + + + + + + - - - - -
S3 - - - - + ++ + + + - - - - - - - - -

2. Pengamatan warna pada plat tetes saat penambahan H2SO4 Pekat dan K2Cr2O7
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan distribusi tetes mata
kloramfenikol yang bertujuan agar mengetahui dan memahami distribusi dan ekskresi
obat yang diberikan atau dipakai secara topical (tetes mata). Sekresi melalui kelenjar
saliva menghasilkan air liur atau saliva yang diproduksi oleh kelenjar saliva mayor dan
minor.
Kelenjar saliva mayor merupakan kelenjar saliva utama yang terdiri dari
kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjer sublingualis. Kelenjar minor
ditemukan disepanjang mukosa rongga mulut. Kelenjar lingual ditemukan bilateral dan
terbagi ke dalam kelompok kelenjar lingual anterior terdapat pada permukaan anterior
lidah dekat ujung lidah dan terbagi atas kelenjar mucus anterior dan campuran pada
posterior.
Sampel yang digunakan adalah kloramfenikol yang merupakan antibiotic
berspektrum luas yang menghambat sintesis protein bakteri meningitis, putulenta,
infeksi bakteri anaerob, reketsiosis, dan infeksi lain. Dimana efek sampingdari
penggunaan kloramfenikol adalah dapat terjadi hematologic, rekasi alergi, reaski
saluran cerna, sindrom gray, dan dapat juga terjadi anemia aplastic untuk penggunaan
secara berkala.
Kami mendapatkan kloramfenikol melalui obat tetes mata merasa sakit karena
ada hubungan langsung di antara keduanya kelenjar mata dan hidung (lipatan
nasolabial), lalu hidung dengan tenggorokan. Jika anda melihat lebih dalam, akan ada
lubang besar. Cukup kecil di sisi dalam kelopak mata bawah, ini disebut tears (air
mata). Itulah mengapa anda memakainya saat anda menangis teteskan obat tetes mata,
atau lakukan hal lain yang membuat mata anda menangis, cairan tersebut akan mengalir
ke saluran nasolakrimal.
Selanjutnya, cairan dari mata akan berakhir di saluran bagian belakang yang
berhubungan langsung dengan hidung dan tenggorokan, yang juga berdekatan dengan
saluran kerongkongan. Ini yang nantinya tanpa sadar membuat Anda seolah dapat
merasakan rasa dari air mata, bahkan rasa pahit dari obat tetes mata yang Anda gunakan
tepat saat menelan ludah.
Obat yang mengikat protein plasma tidak akan dapat menembus biofilm dan
tidak memiliki aktivitas farmakologis (no mempunyai efek). Dalam dosis yang
diberikan, beberapa akan mengikat protein plasma, sebagian bebas, tergantung seberapa
besar afinitas obat terhadap plasma atau protein jaringan. Hanya obat dapat
dimetabolisme, dapat menembus kebebasan biofilm dan menghasilkan efek
farmakologis.
Jika suatu obat didesak dari protein plasma, maka tersedia lebih banyak obat
bebas untuk distribusi ke dalam jaringan dan berinteraksi dengan reseptor yang
bertanggung jawab untuk respon farmakologik. Lebih lanjut, tersedia obat bebas yang
lebih banyak untuk eliminasi. Ikatan protein mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja
dan eliminasi bahan obat sebagai berikut bagian obat yang terikat pada protein plasma
tidak dapat berdifusi dan umumnya tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi.
Ikatan obat-protein adalah pembentukan kompleks obat-protein. Kompleks ini
dibentuk oleh obat yang berikatan dengan protein. Ikatan obat protein dapat
memberikan informasi mengenai kegunaan terapetik yang tepat dari obat dan perkiraan
kemungkinan interaksi obat.
Obat-obat yang lebih besar dari 80% berikatan dengan protein dikenal sebagai
obat-obat yang berikatan dengan tinggi protein. Salah satu contoh obat yang berikatan
tinggi dengan protein adalah diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein.
Praktikum kali ini, dihitung berapa lama rasa pahit tersebut bertahan dikerongkongan
dan dilakukan pengujian dengan menggunakan mikroskop dimana H2SO4 sebagai
katalis dan K2Cr2O7 sebagai pemberi warna pada sampel dilakukan pengamatan tiap
menit, serta diamati perubahan warna yang terjadi.
Pada praktikum kali ini kita akan menggunakan sukarelawan, dimana ada 3
sukarelawan yang akan diberikan obat topical berupa obat tetes mata kloramfenikol.
Pada ketiga sukarelawan tadi akan diberikan obat tetes mata sebanyak 3-4
kali,kemudian lihat dari respon yang diberikan sukarelawan dengan waktu pada
menit ke 2,4,6,8,10,12,14,16,18,20,30,35,40,45,50,55,60 setelah diberikan,
kemudian tabelkan untuk menganalisa data yang akan kita amati dengan
keterangan (-)= tidak pahit,(+)= sedikit pahit, (++ )= pahit, (+++) = sangat pahit.
Setelah melakukan percobaan kemudian dilakukan olah data dari ke 3 relawan
tersebut, rasa pahit yang dialami oleh masing-masing relawan berbeda-beda tiap
menitnya. Dimana dari data dapat dilihat penyebaran rasa pahit tidak rata, dimana pada
menit rentang 6-18 dapat dilihat bahwa lebih banyak sukarelawan merasakan pahit,
tetapi tidak merata, sedangkan pada menit ke 50-60 dari rata-rata data dapat dilihat
sebagian besar sukarelawan tidak merasakan pahit lagi. Rasa pahit seseorang itu dapat
berbeda-beda karena rasa tidak bisa diukur dengan pasti, sehingga nilai dari ambang
batas pahit seseorang berbeda-beda tiap individunya, hal ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa factor, seperti genetic, faktor penyakit, faktor kebiasaan dan lain-lain.
Penggunaan obat tetes mata terkadang dapat mengakibatkan tenggorokan terasa pahit
saat menelan bagi sebagian orang. Hal ini terjadi karena ada saluran yang
menghubungkan langsung antara kelenjar mata dengan hidung (nasolakrimalis), dan
dilanjutkan oleh hidung dengan tenggorokan. Obat yang diberikan secara topikal dapat
distribusi sistemik terutama melalui absorpsi mukosa hidung dan dapat juga terjadi
pada distribusi okular lokal melalui absorpsi transkornea/ transkonjungtiva.
Hal yang dilakukan selanjutnya adalah melihat reaksi dari saliva
sukarelawan tadi pada tiap menitnya, dimana dilakukan menggunakan plat tetes
dengan menggunakan H2SO4 Pekat dan K2Cr2O7. Dilakukan pada saliva pasien
dimana penggunaan saliva inidikarena obat akan didistribusikan yang akan
dilaluinya, kemudian saluran yang menghubungkan langsung antara kelenjar mata
dengan hidung (nasolakrimalis), dan dilanjutkan oleh hidung dengan tenggorokan.
obat yang diberikan secara topikal dapat distribusi sistemik terutama melalui
absorpsi mukosa hidung dan dapat juga terjadi pada distribusi okular lokal melalui
absorpsi transkornea/ transkonjungtiva.
Dari hasil yang diperoleh pada menit ke 2, 4, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 25,
30,35, 40, 45, 50, 55, 60 setelah diberikan, dimana dapat dilihat pada hasil
pengamatan warna, yaitu pada menit 10,12,14,16 terlihat ada larutan pekat bewarna
ungu, sedangkan menit terakhir yaitu 25,30,35,40,45,50,55,60 tidak terlihat adanya
larutan pekat bewarna ungu, yang berarti jika terdapat larutan/endapan warna ungu
maka menunjukkan adanya rasa pahit atau besarnya konsentrasi kloramfenikol
pada saat itu, yang seiring berjalannya waktu akan berkurangnya kadarnya.
Kemudian, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat distribusi
obat itu sendiri adalah;
a. Perfusi darah melalui jaringan
b. Kadar gradient, pH dan ikatan zat dengan makromolekul
c. Partisi kedalam lemak
d. Transfer aktif
e. Sawar
f. Ikatan obat dengan protein plasma

1.6 KESIMPULAN
1. Sekresi melalui kelenjar saliva menghasilkan air liur atau saliva yang diproduksi
oleh kelenjar saliva mayor dan minor.
2. Sampel yang digunakan adalah kloramfenikol yang merupakan antibiotic
berspektrum luas yang menghambat sintesis protein bakteri.
3. Pada pemberian obat kloramfenikol melalui tetes mata kita dapat merasakan pahit
karena ada saluran yang menghubungkan langsung antara kelenjar mata dengan
hidung (nasolakrimalis), dan dilanjutkan oleh hidung dengan tenggorokan.
4. Obat yang berada pada keadaan terikat dengan protein plasma, tidak dapat
menembus membran biologis dan tidak aktif secara farmakologi (tidak
menghasilkan efek).
5. Ikatan protein mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja dan eliminasi bahan obat.
6. Ikatan obat-protein adalah pembentukan kompleks obat-protein.
7. Pengujian dengan menggunakan mikroskop dimana H2SO4 sebagai katalis dan
K2Cr2O7 sebagai pemberi warna pada sampel
8. Menit rentang 6-18 dilihat lebih banyak sukarelawan merasakan pahit, tetapi
tidak merata, sedangkan pada menit ke 50-60 dari rata-rata data dilihat
sebagian besar sukarelawan tidak merasakn pahit lagi.

1.7 JAWABAN PERTANYAAN


1. Mengapa pada percobaan tersebut Anda merasakan pahit??
karena ada saluran yang menghubungkan langsung antara kelenjar mata dengan
hidung (nasolakrimalis), dan dilanjutkan oleh hidung dengan tenggorokan. Jika
diperhatikan lebih mendalam, ada lubang berukuran cukup kecil pada bagian dalam
kelopak mata bawah yang disebut sebagai punctum lakrimal (puncta). Itu sebabnya,
ketika Anda sedang menangis, memakai obat tetes mata, maupun melakukan hal-hal
lainnya yang membuat mata berair, maka cairan tersebut akan mengalir masuk ke
dalam saluran nasolakrimal. Selanjutnya, cairan dari mata akan berakhir di saluran
bagian belakang yang berhubungan langsung dengan hidung dan tenggorokan, yang
juga berdekatan dengan saluran kerongkongan. Ini yang nantinya tanpa sadar
membuat Anda seolah dapat merasakan rasa dari air mata, bahkan rasa pahit dari
obat tetes mata yang Anda gunakan tepat saat menelan ludah.
2. Apa yang dimaksud dengan ikatan protein??
Ikatan obat-protein adalah pembentukan kompleks obat-protein.Kompleks ini
dibentuk oleh obat yang berikatan dengan protein.Ikatan obatprotein dapat
memberikan informasi mengenai kegunaan terapetik yang tepat dari obat dan
perkiraan kemungkinan interaksi obat. Protein plasma yang berperan : albumin,
globulin, lipoprotein, glikoprotein. Obat-Obat yang lebih besar dari 80% berikatan
dengan protein dikenal sebagai obat-obat yang berikatan dengan tinggi protein.
Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazepam
(Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein
3. Bagaimana hubungan ikatan protein plasma dengan distribusi dan eliminasi??
Obat yang berada pada keadaan terikat dengan protein plasma, tidak dapat
menembus membran biologis dan tidak aktif secara farmakologi (tidak
menghasilkan efek). Dari sejumlah dosis obat yang diberikan, sebagiannya akan
terikat dengan protein plasma, sebagian lagi dalam bentuk bebas, tergantung dari
seberapa besar afinitas obat terhadap protein plasma atau jaringan.Hanya obat bebas
yang mengalami metabolisme, yang dapat menembus membran biologis dan
menghasilkan efek farmakologi. Jika suatu obat didesak dari protein plasma, maka
tersedia lebih banyak obat bebas untuk distribusi ke dalam jaringan dan berinteraksi
dengan reseptor yang bertanggung jawab untuk respon farmakologik.Lebih lanjut,
tersedia obat bebas yang lebih banyak untuk eliminasi. Ikatan protein mempengaruhi
intensitas kerja, lama kerja dan eliminasi bahan obat sebagai berikut : bagian obat
yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan umumnya tidak
mengalami biotransformasi dan eliminasi.
4. Apa yang dimaksud volume distribusi??
Volume distribusi Adalah volume dimana obat tersebut terlarut di dalam tubuh, atau
besarnya distribusi obat di dalam tubuh, VD merupakan parameter farmakokinetika
yang mengaitkan hubungan antara jumlah obat dalam plasma dengan kosnsentrasi
obat dalam plasma

1.8 DAFTAR PUSTAKA


Ansel, Howaard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Edisi Keempat. Jakarta : UI
Press.
Rawlings, E. A. 1977. Bently’s Textbook of Pharmaceutics 8th Ed. London : Baillicre
Tindall.
Turco, S. & King, R. E. 197 Sterile Dosage Form 2nd Ed. Philadelphia : Lea & Febinger
Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan terapi edisi V. Jakarta : UI Press.
Anief, Muhammad. 1993. Farmasetika Dasar. Yogyakarta : UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai