KELOMPOK 5 :
ARI DEWI FIJIANTI (18/FAM/104)
OKTI WUJAYANTI (18/FAM/105)
NIRA DWI ANGGRAENI (18/FAM/106)
LISA FITRIANA (18/FAM/107)
DASAR TEORI
Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada pemberian secara intravaskular, obat akan
langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular
umumnya obat mengalami absorpsi.
Penilaian ketersediaan hayati pada sukeralawan dapat dilakukan dengan beberapa metode :
2. Data urin
Pada praktikum ini dilakukan melalui pemberian peroral saja pada tikus kemudian dilihat bioavailabilitasnya
menggunakan data darah yang diambil dengan disposable syringe.
Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008). Jalur Enternal
Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian
obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Parenteral berarti tidak melalui enteral.
Termasuk jalur parenteral adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke
dalam trakeamenggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini
dapat menimbulkan efek sistemik atau local.
Menurut (Shargel, 2005), parameter yang harus diperhatikan ketika menggunakan data darah adalah
sebagai berikut :
1. T maks
Waktu kadar plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan obat untuk
mencapat kadar maksimum. Pada T maks absorbsi adalah terbesar dan laju absorbsi sama dengan laju
eliminasi obat.
2. Cp maks
Kadar plasma puncak menunjukan kadar obat maksimum dalam darah setelah pemberian obat secara
oral. Cp maks memberi suatu petunjuk bahwa obat cukup diabsoorbsi secara sistemik untuk
memberikan respon terapetik.
3. AUC
AUC adalah kadar obat dalam plasma terhadap waktu, yaitu suatu ukuran dari jumlah bioavailabilitas
suatu obat.
TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan Umum : Membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari rute pemakaian
yang berbeda
Tujuan Khusus :
- Melakukan uji bioavailabilitas suatu obat dari sediaan suspensi (peroral) dan
diencerkan larutan baku induk dengan air suling sampai di dapat larutan dengan kadar 5, 10, 25, 50 dan
75 µg/ml
Terbentuk larutan baku kerja sulfadiazine
CARA KERJA
2. Penentuan panjang gelombang maksimum
Larutan baku kerja 5 dan 75 µg/ml
Dilakukan sesuai prosedur penetapan kadar sulfadiazin
Diamati nilai serapannya pada panjang gelombag antara 520 - 560 nm
Dibuat kurva serapan pada grafik berskala sama
• ditambahkan 0,2 ml N-EDTA 0,1% dan didiamkan di tempat gelap selama 5 menit.
Dihasilkan cairan berwarna, cairan berwarna diukur absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm
Catat hasilnya
CARA KERJA
6. Menentukan kesalahan acak
Kadar yang terukur setiap menit,
- dihitung rata-rata kadar terukur
Catat hasilnya
HASIL PERCOBAAN
1. Pembuatan Larutan Baku 50 µg/ml
5 mg ad 50 ml = 5 mg/ 50 ml M1 . V1 = M2 . V2
= 100 µg/ml V1 = 5 ml ad 10 ml
V1 = 7,5 ml ad 10 ml V1 = 5 ml ad 10 ml
HASIL PERCOBAAN
10 µg/ml
M1 . V1 = M2 . V2
V1 = 1 ml ad 10 ml
5 µg/ml
M1 . V1 = M2 . V2
50 µg/ml V1 = 5 µg/ml . 10 ml
V1 = 1 ml ad 10 ml
HASIL PERCOBAAN
3. Pemberian obat peroral
mg/gr BB
= 0,0045 gram/ml
= 0,1125 gram/ 25 ml
HASIL PERCOBAAN
Data penimbangan obat
5 2,5 0,287
a = 0,037
10 5 0,355
b = 0,539
25 12,5 0,667 r = 0,98
50 25 0,746
y = 0,037 + 0,539 x
75 37,5 0,918
HASIL PERCOBAAN
5. DATA PENGAMATAN SAMPEL
Kel t Absorbansi Kadar (Cp) Log Cp
I
30 0,178 0,2615 -0,5825
45 - - -
60 - - -
90 - - -
Kel t Absorbansi Kadar (Cp) Log Cp