Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“INJEKSI THIAMIN HYDROCHLORIDE 2%”

DISUSUN OLEH :

1. Desi Purnamasari (PO.71.39.1.21.046)


2. Dian Vanesha (PO.71.39.1.21.048)
3. Marelda Rahmadini M(PO.71.39.1.21.057)
4. Mesi Amelia (PO.71.39.1.21.059)
5. Nona Okta Liani (PO.71.39.1.21.062)
6. Puja Prasasti (PO.71.39.1.21.065)

KELAS : REGULER II B

DosenPembimbing: Mar`atus Sholikhah, S.Farm., M.Farm., Apt


Yuliani, S.KM
Metha Vionari Dinanti, S.farm., Apt
Lia Puspita Sari, Amd.Farm

NILAI PARAF

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

JURUSAN FARMASI

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


BAB I
PENDAHULUAN

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan steril berupa injeksi dengan Thiamin
Hydrochloride 2% sebagai zat berkhasiatnya serta melakukan teknik pembuatannya.
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan Injeksi Thiamin
Hydrochloride 2%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Teori

Definisi Injeksi

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus di
larutkan atau di suspensikan lebih dahulu sebelum di gunakan secara parenteral, suntikan
dengan cara menembus, atau merobek ke dalam atau melalui kulit atau selaput lender.

2.1 Persyaratan Sediaan Injeksi

Kerja optimal dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya akan diperoleh jika
memenuhi persyaratan, yaitu:

1. Aman Injeksi tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau menimbulkan efek toksik.

2. Harus jernih injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari partikel asing, serat dan
benang. Pada umumnya kejernihan dapat diperoleh dengan penyaringan. Alat-alat penyaringan
harus bersih dan dicuci dengan baik sehingga tidak terdapat partikel dalam larutan. Penting
untuk menyadari bahwa larutan yang jernih diperoleh dari wadah dan tutup wadah yang bersih,
steril dan tidak melepaskan partikel.

3. Sedapat mungkin isohidris. Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan pH darah dan
cairan tubuh lain, yaitu pH 7.4. Hal ini dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan tidak terasa
sakit dan penyerapan obat dapat maksimal.

4. Sedapat mungkin isotonis. Isotonis artinya mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan
tekanan osmosa darah dan cairan tubuh yang lain, yaitu sebanding dengan tekanan osmosa
larutan natrium klorida 0,9%. Penyuntikan larutan yang tidak isotonis ke dalam tubuh dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Bila larutan yang disuntikkan hipotonis (mempunyai
tekanan osmosa yang lebih kecil) terhadap cairan tubuh, maka air akan diserap masuk ke
dalam sel-sel tubuh yang akhirnya mengembang dan dapat pecah. Pada penyuntikan larutan
yang hipertonis (mempunyai tekanan osmosa yang lebih besar) terhadap cairan-cairan tubuh,
air dalam sel akan ditarik keluar, yang mengakibatkan mengerutnya sel. Meskipun demikian,
tubuh masih dapat mengimbangi penyimpangan-penyimpangan dari isotonis ini hingga 10%.
Umumnya larutan yang hipertonis dapat ditahan tubuh dengan lebih baik daripada larutan yang
hipotonis. Zat-zat pembantu yang banyak digunakan untuk membuat larutan isotonis adalah
natrium klorida dan glukosa.

5. Tidak berwarna pada sediaan obat suntik tidak diperbolehkan adanya penambahan zat
warna dengan maksud untuk memberikan warna pada sediaan tersebut, kecuali bila obatnya
memang berwarna.

6. Steril suatu bahan dikatakan steril jika terbebas dari mikroorganisme hidup yang patogen
maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).

7. Bebas pirogen hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian injeksi dengan volume
besar, yaitu lebih dari 10 ml untuk satu kali dosis pemberian. Injeksi yang mengandung pirogen
dapat menimbulkan demam.
2.2 Penggolongan Sediaan Injeksi

a. Injeksi intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya,
digunakan untuk diagnosa. Volume yang disuntikkan antara 0,1 -0,2 ml, berupa larutan atau
suspensi dalam air.

b. Injeksi subkutan (sk/s.c) atau hipodermik Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke
dalam alveolar, volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat
isotonik, pH netral, bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar
(volume 3-4 liter/hari dengan penambahan enzym hialuronidase), bila pasien tersebut tidak
dapat diberikan infus intravena. Cara ini disebut" Hipodermoklisa".

c. Injeksi intramuskuler (i.m) Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan/otot. Injeksi
dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan secara ini. Yang berupa larutan
dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud
untuk mendapatkan efek yang lama. Volume penyuntikan antra 4-20 ml, disuntikkan perlahan-
lahan untuk mencegah rasa sakit.

d. Injeksi intravenus (iv) Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya
berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan menyumbat
pembuluh darah vena tersebut. Dibuat isitonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis
(disuntikkannya lambat perlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah): volume antara 1 10
ml. Injeksi intraverus yang diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml,
disebut "infus intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus bebas pirogen dan tidak boleh
mengandung bakterisida, jemih, isotonis. Injeksi iv dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh
mengandung bakterisida Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.

f. Injeksi intraarterium (ia) Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri/perifer/tepi, volume


antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.

g. Injeksi intrakor/intrakardial (i.kd) Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus,
tidak boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.

h. Injeksi intratekal (1.1), intraspinal, intrasistemal (is), intradural (id), subaraknoid. Disuntikkan
langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak (antara 3-4 atau 5-6
lumbra vertebrata) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena sirkulasi
cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang
sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah anatomi disini sangat peka. Intraartikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam air.

j. Injeksi subkonjuntiva Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi/
larutan, tidak lebih dari 1 ml.

k. Injeksi intrabursa Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam
bentuk larutan suspensi dalam air.

1. Injeksi intraperitoneal (i.p) Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan


cepat :bahaya infeksi besar.

m. Injeksi peridural (p.d), extradural, epidural disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak
diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.
2.3 Zat Aktif

Thiamin Hydrochloride 2%

1. Farmakologi

Dalam tubuh zat ini bekerja sebagai bentuk aktifnya,yaitu tiaminpirofosfat (ko-karboksilase)
yang berfungsi sebagai ko-enzim dari karboksilase,yakni sutu enzim esensial dalam metabolism
karbohidrat (proses dekarboksilsasi) dan pembentukan bioenergy dan insulin.Thiamin juga
menstimulir pembentukan eritrosit dan berperan penting pada regulasi ritme jantung serta
berfungsinya susunan syaraf dengan baik (Tjay dan Raharja,2000).

2. Farmakokinetik

Hanya sebagian kecil dari tiamin yang terabsorpsi dengan baik dari saluran pencernaan
setelah pemberian oral,namun pada pemberian diatas 5mg absorpsinya terbatasi.Thiamin juga
terabsorpsi dengan baik pada injeksi intramuscular.Thiamin terdistribusi luas pada banyak
jaringan tubuh,termasuk pada air susu.Didalam sel,thiamin kebanyakan berada dalam bentuk
thiamin difosfat.Thiamin tidak disimpan dalam jumlah berlebih didalam tubuh,dan sisa dari yang
diperlukan tubuh diekskresikan bersama urin dalam bentuk metabolitnya atau tak
berubah(Sweetman,2007)

3. Farmakodinamik

Vitamin B1 bereaksi dengan ATP untuk membentuk suatu koenzim yang aktif,yaitu sebagai
thiamin pirofosfat.Thiamin pirofosfat yang diperlukan untuk kerja dari berbagai enzim,seperti
piruvat dehidrogenese dan alfa ketoglutarat,pada proses metabolisme karbohidrat,serta enzim
transketolase yang berperan penting pada jalur pentose fosfat.Vitamin B1 juga berperan pada
proses metabolismeglukosa intraseluler,yaitu menginhibisi kerja glukosa dan insulin pada
proliferasi sel ootot polos arterial.Vitamin B1 juga berperan dalam proses dekarboksilasi piruvat
dan oksidasi asam alfa ketoglutamat untuk mengkonversi karbohidrat dan lemak menjadi
energy.Selain dari pada itu,vitamin B1 memiliki sederetan aktivitas lain seperti sebagai
antioksidan,eritropoetik,modulator kognitif dan mood,antiaterosklerotik,ergogenikputatif,dan
detoksifikasi.

4. Dosis

Secara IM sehari 25 mg – 100 mg.

5. Efek Samping

Thiamin tidak menimbulkan efek toksik bila diberikan peroral.Meskipun jarang,reaksi


anafilaktoid dapat terjadi setelah pemberian intravena dosis besar pada pasien yang sensitive
dan beberapa yang bersifat fatal.

6. Jenis Sterilisasi dam Fungsinya


Sterilisasi didefinisikan sebagai upaya untuk membunuh mikroorganisme termasuk
dalam bentuk spora. Desinfeksi merupakan proses untuk merusak organisme yang
bersifat patogen, namun tidak dapat mengeliminasi dalam bentuk spora (Tille,
2017).
Sterilisasi dapat dilakukan baik dengan metode fisika maupun kimia (Tille, 2017).
a. Sterilisasi dengan metode fisika dapat dilakukan dengan cara:
1). Pemanasan
A. Pemanasan kering
1. Pemijaran
Metode ini dengan memanaskan alat biasanya berupa ose di atas api bunsen
sampai ujung ose memijar.

Pemijaran ose
2. Pembakaran
Pembakaran dilakukan untuk alat-alat dari bahan logam atau kaca dengan
cara dilewatkan di atas api bunsen namun tidak sampai memijar. Misalkan:
a) melewatkan mulut tabung yang berisi kultur bakteri di atas api Bunsen;
b) memanaskan kaca objek di atas api busnen sebelum digunakan;
c) memanaskan pinset sebelum digunakan untuk meletakkan disk antibiotic
pada cawan petri yang telah ditanam bakteri untuk pemeriksaan uji
kepekaan antibiotik.

3. Hot air oven


Sterilisasi dengan metode ini digunakan untuk benda-benda dari kaca/gelas,
petri, tabung Erlenmeyer, tidak boleh bahan yang terbuat dari karet atau plastic.
Oven Suhu 160-1800C selama 1.5-3 jam. Alat-alat tersebut terlebih dahulu
dibungkus menggunakan kertas sebelum dilakukan sterilisasi.
Hot air oven
4. Insinerator
Bahan-bahan infeksius seperti jarum bekas suntikan yang ditampung dalam
safety box biohazard, darah, dilakukan sterilisasi dengan menggunakan
insinerator. Hasil pemanasan dengan suhu 8700-9800 C akan menghasilkan
polutan berupa asap atau debu. Hal ini yang menjadi kelemahan dari sterilisasi
dengan metode insenerasi. Namun, metode ini dapat meyakinkan bahwa bahan
infeksius dapat dieliminasi dengan baik yang tidak dapat dilakukan dengan
metode lainnya.

B. Pemanasan basah
Merupakan pemanasan dengan tekanan tinggi, contohnya adalah dengan
menggunakan autoklav. Sterilisasi dengan metode ini dapat digunakan untuk
sterilisasi biohazard (bakteri limbah hasil praktikum) dan alat-alat yang tahan
terhadap panas (bluetip, mikropipet), pembuatan media, dan sterilisasi cairan.
Pemanasan yang digunakan pada suhu 1210C selama 15 menit (Tille, 2017).
Pemanasan basah dapat menggunakan

1. Autoklaf manual
Metode ini menggunakan ketinggiian air harus tetap tersedia di dalam autoklaf.
Sterilisasi menggunakan autoklaf manual tidak dapat ditinggal dalam waktu
lama. Autoklaf manual setelah suhu mencapai 1210C setelah 15 menit, jika
tidak dimatikan maka suhu akan terus naik, air dapat habis, dan dapat meledak.

2. Autoklaf digital/otomatis
Alat ini dapat diatur dengan suhu mencapai 1210C selama 15 menit. Setelah
suhu tercapai, maka suhu akan otomastis turun sampai mencapai 500C dan
tetap stabil pada suhu tersebut. Jika digunakan untuk sterilisasi media, suhu ini
sesuai karena untuk emmbuat media diperlukan suhu 50-700 C.
Autoklaf manual dan otomatis
2). Radiasi
Radiasi ionisasi digunakan untuk mensterilkan alat-alat berupa bahan plastic
seperti kateter, plastic spuit injeksi, atau sarung tangan sebelum digunakan.
Contoh radiasi ionisasi adalah metode pada penggunaan microwave yaitu
dengan menggunakan panjang gelombang pendek dan sinar gamma high
energy.
3). Filtrasi (penyaringan)
Metode ini digunakan untuk sterilisasi bahan-bahan yang sensitive terhadap
panas seperti radioisotope, kimia toksik.

i. Filtarsi berupa cairan dengan menggunakan prinsip melewatkan larutan pada


membran selulosa asetat atau selulosa nitrat.
ii. Filtarsi berupa udara dengan menggunakan high-efficiency particulate air
(HEPA) untuk menyaring organisme dengan ukuran lebih besar dari 0.3 µm dari
ruang biology savety cabinet (BSCs).
b. Sterilisasi dengan metode kimiawi
1). Uap formaldehide atau hydrogen peroksida digunakan untuk sterilisasi filter
HEPA pada BSCs.
2). Glutaraldehyde bersifat sporisidal, yaitu membunuh spora bakteri dalam waktu
3-10 jam pada peralatan medis karena tidak merusak lensa, karet, dan logam,
contohnya adalah alat untuk bronkoskopi.
a. Jenis Desinfeksi dan Jenisnya
1. Desinfeksi dengan metode fisika dilakukan dengan 3 cara yaitu:
 Merebus pada suhu 1000 C selama 15 menit dapat membunuh bakteri
vegetative.
 Pasteurisasi pada suhu 630C selama 30 menit atau 720C selama 15
detik yang berfungsi membunuh patogen pada makanan namun tidak
mengurangi nutrisi dan rasa dari makanan tersebut.
 Menggunakan radiasi non-ionisasi seperti ultraviolet (UV). Sinar
ultraviolet memiliki panjang gelombang yang panjang dengan low
energy. Contohnya adalah untuk membunuh bakteri yang ada di
permukaan BSCs. Sehingga, sebelum menggunakan BSCs, sinar UV
harus dinyalakan terlebih dahulu yaitu kurang lebih 30 menit sebelum
penggunaan.
2. Desinfeksi dengan metode kimiawi
Desinfeksi dengan metode kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan
desinfektan. Bahan yang termasuk dalam desinfektan yaitu:
 Etil alcohol 70% lebih efektif dibandingkan dengan etil alcohol 95%, hal
ini dikarenakan kemampuan air (H2O) dalam menghidrolisis ikatan
protein dari mikroorganisme. Sehingga, proses membunuh
mikroorganisme menjadi lebih efektif.
 Aldehid yang berupa glutraldehid dan formaldehid memiliki kemampuan
iritasi yang besar sehingga tidak digunakan sebagai antiseptic.
 Halogen, seperti chlorin dan iodine merupakan desinfektan yang
seringali digunakan. Persiapan sebelum dilakukan operasi seringkali
menggunakan kombinasi etil alcohol 70% diikuti dengan povidon-iodine.
 Logam berat, contohnya adalah air raksa. Karena logam ini sangat
berbahaya bagi lingkungan, maka penggunaannya sebagai desinfektan
tidak direkomendasikan. Namun dalam keadaan konsentrasi sangat
rendah misalkan silver nitrat 1%, masih efektif digunakan dalam
pengobatan konjungtivitis neonatorum karena Neisseria gonorrhoeae.

Desinfektan yang digunakan pada kulit disebut sebagai antiseptik. Antiseptik


didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme yang
menempel pada jaringan hidup, contohnya adalah kulit. Mekanisme kerja dari
antiseptic sebagian besar adalah menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme
(bakteriostatik) namun dapat juga membunuh bakteri (bakterisidal).
2.4 Preformulasi

1. Thiamin HCl (FI edisi IV halaman 784)


Hablur kecil atau serbuk hablur, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, memiliki bau
khas lemah mirip ragi, rasanya pahit, kelarutannya mudah larut dalam air, sukar larut dalam
etanol (95%)P, praktis tidak larut dalam eter P dan dalam benzen P, larut dalam gliserol P. (FI
edisi IV 1995).

2. Natrium Klorida ( FI edisi III halaman 403)


Natrium klorida berbentuk serbuk hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur,
rasa. Sinonimnya Natrii Chloridum. NaCL berkhasiat sebagai pengisotonis. Kelarutannya 2,8
bagian air ddalam 2,7 bagian air mendididh dan dalam lebih kurang 10 bagian gliseron, sukar
larut dalam etanol 95% P. Rentan pH NaCl 6,7-7,3 dengan wadah dan penyimpanan yang
tertutup baik.

3. Aqua pro-Injection (Handbook of Pharmaceutical Excipent 6th Edition hal 766-768)


Cairan jernih, tidak berbau dan tidak berasa.Sinonim air steril untuk injeksi.Berkhasiat
sebagai Pelarut.Disimpan dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastik, tidak lebih besar
dari 1L.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Formulasi

Komposisi formula yang diberikan :

R/ Thiamin Injectio
2%

B. Formula Acuan

Formularium Nasional Edisi II 1978 (Hal: 289)

C. Perhitungan tonisitas larutan

 Perhitungan bahan

1. Tonisitas Larutan
E thiamin HCL = 0,25 (Farmakope Indonesia ed lV)
C thiamin HCL ( menurut fornas ) = 0,1 gr / 1 ml x 100% = 10 %
C thiamin HCL ( yang diminta ) = 2%
W = 0,9 – (C.E)
= 0,9 – (2 x 0,25)
= 0,9 – 0,5
= 0,4 / 100 ml ( hipotonis )
untuk dalam 50 ml
= 50 / 100 x 0,4
= 0,2 gram
Berdasarkan hasil perhitungan larutan tersebut mengalami hipotonis, jadi diperlukan
penambahan NaCl sebanyak 0,2 gram untuk 50 ml
Untuk 6ml (1 ampul) 6ml/100 ml x 0,4 g = 0,024 g = 24 mg

 Perhitungan bahan
Dilebihkan 2 ampul ( 6 + 2 = 8 ampul )
V = ( n+2) v + 6
V = (6+2) 1,1ml + 6
V = 14,8 ml  50 ml

No. Nama Zat Obat Perhitungan bahan


20 mg 🞨 50 ml = 1000 mg
Dilebihkan 5 % = 🞨
1 Thiamin HCL
Thiamin yang diambil = 1000 mg + 50
mg = 1.050 mg

4 NaCl 50 ml/100ml 🞨 0,4 g = 0,2 g


8 Aqua pro injeksi Ad 50 ml

 Penimbangan bahan

No. Nama Zat Obat Penimbangan bahan


1 Thiamin HCL 1.050 mg

4 NaCl 0,2 g 200 mg


8 Aqua pro injeksi Ad 50 ml
D. Data tambahan
a. Data zat pembantu
Bahan Cara pH Cara
Zat pembantu E Khasiat
Pembawa Suntik Stabilitas Sterilisasi
NaCl Aqua Pro Im, 1,00 Pengisotonis
Injeksi Sc 2,8-3,4 A dan C
Thiamin HCl Aqua Pro Injeksi 2,8-3,4 Autoclave 0,9 Vitamin untuk
Injeksi (Ampul) beri-beri

b. Alat dan cara sterilisasi


Waktu Sterilisasi
Alat Yang Paraf Paraf
No Cara Sterilisasi Awal Akhir
Digunakan Pengawas Pengawas

Autoclave 30
1. Gelas Ukur
menit
Autoclave 30
2. Corong gelas
menit
Autoclave 30
3. Pipet tetes
menit
Autoclave 30
4. Kertas saring
menit
Autoclave 30
5. Kapas
menit
Autoclave 30
6. Perkamen
menit
Autoclave 30
7. Pinset
menit
Flambeer 20
8. Gelas arloji
detik
Flambeer 20
9. Pengaduk kaca
detik
Oven 150◦
10. Ampul
1 jam
11. Erlenmeyer Autoclave 1 jam

12. Beaker glass Autoclave1 jam


Setelah
mendidih
13. Air
panaskan 30
menit
Direbus 30
14. Karet pipet
menit
Flambeer 20
15. Sendok spatula
detik
Telah dianggap
16. Spuit/ syrynge
steril

E. Pembuatan Obat
1. Sterilkan alat dan bahan dengan cara yang sesuai
2. Timbang Thiamin HCL dengan kaca arloji steril, larutkan dengan sedikit aqua pro
injeksi kedalam erlemeyer lalu masukkan ke beaker glass. Bilas kaca arloji dengan
sedikit Aqua pro injeksi .
3. Timbang NaCl dengan kaca arloji steril, larutkan dengan sedikit aqua pro injeksi ke
dalam Erlenmeyer lalu masukkan ke beaker glass. Bilas kaca arloji dengan sedikit
aqua pro injeksi.
4. Cek pH sediaan dengan kertas pH
5. Jika PH tidak sesuai Tambahkan NaOH 0,1 N / HCL 0,1 N secukupnya hingga
mencapai pH yang diinginkan (pH 2,8 – 3,4 )
6. Tambahkan aqua pro injeksi ad 50 ml
7. Basahi kertas saring dengan aqua pro injeksi. Lalu saring larutan digelas ukur,bilas
gelas ukur dengan aqua pro injeksi.
8. Tuang larutan ke dalam spuit injeksi, masukkan ke dalam tiap ampul 1,1 ml
sebanyak 6 ampul
9. Tutup ampul dengan cara flambeer
10. Sterilkan kembali ampul dengan cara
a) Ambil beaker glass letakkan kapas dalam beaker glass
b) Tutup beaker glass dengan perkamen
c) Buat lubang kecil pada perkamen, lalu masukkan ampul dalam lubang
tersebut dengan posisi terbalik
d) Sterilisasikan dalam autoclave selama 30 menit.
11. Setelah itu dinginkan
12. Evaluasi sediaan
13. Beri etiket dan masukkan ke dalam kemasan.

F. Tabel Sterilisasi Akhir

Awal Akhir
Bahan/Alat Cara Sterilisasi Jam Paraf Jam Paraf
Ampul Autoclave 30 menit
thiamin
hcl

G. Evaluasi

1. Uji Kejernihan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa
wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke
dalam matanya, dan berlatar belakang hitam putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan
suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel-partikel kecil yang dapat dilihat
dengan mata.
Kejernihan sediaan ditandai dengan tidak adanya kotoran pada sediaan, larutan jernih/
transparan jika berwarna maka sesuai dengan warna zat yang terdapat pada sediaan.Prosedur
kejernihan adalah melihat ampul pada latar yang gelap lalu dilihat adalah kotoran yang
mengapung pada sediaan.

2. Uji PH
Cek PH larutan dengan menggunakan PH meter atau dengan kertas indicator univeral

 Dengan PH meter: sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan garam.


Kalibrasi PH meter.
Pembakuan PH meter : bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji
dan isi sel dengan sedikit larutan. Baca harga PH. Gunakan air bebas CO 2 untuk
pelarutan dengan pengenceran larutan uji.

 Alat : kertas PH dan PH meter

Prosedur :

a. PH meter di kalibrasi dengan larutan dapar standar yang PH sama dengan PH


yang akan diukur. Nilai pH dalam darah normal 7,35 – 7,45
b. Batang elektrode PH meter dibersihkan dengan aquadest dan dikeringkan.
c. Batang elektrode dicelupkan dalam sediaan injeksi yang kan diukur PH nya.
d. Menekan auto read lalu enter.
e. Tunggu angka sampai berhenti lalu catat PH

3. Tes Kebocoran
Prosedur :

a. Ambil beaker glass, letakkan kapas dibawah beaker glass.


b. Tutup beaker glass dengan perkamen lalu ikat dengan benang.
c. Beri lubang kecil pada perkamen dan masukkan 8 ampul dalam lubang tersebut
dengan posisi terbalik
d. Lalu amati ampul tersebut.
e. Setelah itu sterilkan dalam posisi terbalik, beaker glass dilapisi kapas dan diisi
dengan sediaan ampul injeksi dan ditutup kantong perkamen. Sterilisasi dengan
sterilisasi autoclave dengan suhu 116°C selama 30 menit. Setelah itu di dinginkan.
f. Beri etiket dan masukkan kedalam kemasan.

4. Uji Keseragaman Volume


Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman
volume secara visual
Lampiran

A. Etiket

Thiamin HCl 2%

JAUHKAN DARI JANGKAUAN ANAK-ANAK


JANGAN SIMPAN DI LEMARI PEMBEKU

Netto : 6 Ampul 1 ml

Indikasi :Penyimpanan :
Mencegah dan mengurangiDalam wadah terlindung
defisiensi tiamin ( vitamin B1 )dari cahaya matahari

Komposisi :
Tiap 1 ml injeksi mengandung
Thiamini HCl ...............20 mg

Efek Samping :
Mual, perasaan tercekat pada tenggorokan,
berkeringat, ruam dan gatal, gelisah, muncul rasa sakit
dimana injeksi thiamin diberikan

Dosis : i.m 25 mg – 100 mg sehari

PT. JAYA MEDICA

PALEMBANG - INDONESIA

No.Reg : DKL2235003043A1Mfg. Date : Okt 2022


No. Batch : 1109295Exp. Date : Okt 2025
B. Desain Kotak Obatf

Thiamini HCl 2%

Komposisi :
Tiap 1 ml injeksi mengandung : Thiamini HCl20 mg

No.Reg : DKL2235003043A1
No. Batch 1109295 Mfg. Date : Okt 2022 Exp. Date : Okt 2025

C. Brosur

Thiamin HCl 2 %

Komposisi :
Tiap 1 ml injeksi mengandung Thiamini HCl20 mg

Indikasi :
Mencegah dan mengurangi defisiensi tiamin ( vitamin B1 )

Dosis :
im, Sehari 25 mg sampai 100 mg

Efek Samping :
Mual, perasaan tercekat pada tenggorokan, berkeringat, ruam dan gatal, gelisah, muncul rasa sakit dimana injeksi thiamin diberikan

Kontra Indikasi :
Hipersensitif mengalami reaksi alergi karena Thiamin HCl

Penyimpanan :
Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, terlindung dari cahaya

No.Reg : DKL2235003043A1
No. Batch 1109295 Mfg. Date : Okt 2022 Exp. Date : Okt 2025

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

DIPRODUKSI OLEH
PT. JAYA MEDICA PALEMBANG - INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat.Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farmakope Indonesia Edisi III.Jakarta :


Depkes RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta :
Depkes RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi II.Jakarta :
Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta Isabela, Poppy Siska.
"Injeksi Tiamina". 22 oktober 2016.
Niazi K. Sarfaraz. 2009. Handbook of Pharmaceutical Manaufacturing Formulations. New York :
Informa Healthcare USA
Tjay,Hoan,Tan dkk 2007.Obat-Obat Penting Khasiat,Penggunaan,Dan Efek-Efek
Sampingnya.Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Anda mungkin juga menyukai