Anda di halaman 1dari 7

REVIEW JURNAL NASIONAL KIMIA MEDISINAL PERTEMUAN 14

Judul jurnal : Mekanisme Kerja Obat Anti Epilepsi Secara Biomolekuler

Penulis : Machlusil Husna, Shahdevi Nandar Kurniawan

Publikasi : MNJ, Vol.04, No.01, Januari 2018

Reviewer : Nira Dwi Anggraeni (18/FAM/106)

PENDAHULUAN

Sampai saat ini, obat antiepilepsi masih merupakan terapi utama untuk epilepsi. Oleh karena itu,
dokter harus mampu memilih obat antiepilepsi (OAE) yang paling tepat dan mengawasi respon
pasien terhadap terapi. Pemahaman mengenai farmakodinamik dan farmakokinetik obat-obat
tersebut akan sangat membantu dalam memilih obat yang tepat serta mengembangkan penelitian
untuk mengetahui mekanisme kerja obat lebih lanjut.

PEMBAHASAN

Obat anti epilepsi (OAE) bekerja melawan bangkitan melalui berbagai target seluler, sehingga
mampu menghentikan aktivitas hipersinkroni pada sirkuit otak. Mekanisme kerja OAE dapat
dikategorikan dalam empat kelompok utama :

1. modulasi voltage-gated ion channels, termasuk natrium,kalsium, dan kalium


2. peningkatan inhibisi GABA melalui efek pada reseptor GABA-A, transporter GAT-1
GABA, atau GABA transaminase
3. modulasi langsung terhadap pelepasan sinaptik seperti SV2A dan α2δ
4. inhibisi sinap eksitasi melalui reseptor glutamat ionotropik termasuk reseptor AMPA.
Efek utama adalah modifikasi mekanisme burst neuron dan mengurangi sinkronisasi pada
neuron. OAE juga menghambat firing abnormal pada area lain.

Kebanyakan target OAE adalah pada kanal natrium, kalium, dan reseptor GABA-A.

MEKANISME KERJA PADA VOLTAGE-GATED SODIUM CHANNELS

OAE yang bekerja pada voltage-gated sodium channel sering disebut dengan sodium channel
blockers, bekerja baik pada epilepsi dengan bangkitan fokal maupun umum, yaitu phenytoin,
carbamazepin, lamotrigine, oxcarbazepine, dan lacosamide. Kelompok obat ini memiliki
karakteristik “usedependent” blocking action , artinya lebih poten menghambat aksi potensial
frekuensi tinggi yang muncul berturut-turut daripada aksi potensial tunggal atau yang
frekuensinya rendah. Mekanisme penghambatannya juga tergantung besar voltase, sehingga
lebih poten menghambat aksi potensial seperti yang terjadi pada bangkitan. Obat-obat tersebut
juga menghambat pelepasan sejumlah neurotransmiter termasuk glutamat. Lacosamide juga
menghambat kanal natrium, akan tetapi tidak menghambat letupan berulang frekuensi tinggi
dalam durasi 100 milidetik, tetapi mampu menghambat pada durasi 1-2 detik.

MEKANISME KERJA PADA T-TYPE VOLTAGEGATED CALCIUM CHANNELS

Low voltage-activated (T-type) calcium channels berperan dalam osilasi talamokortikal intrinsik
yang mendasari letupan spike-wave yang terjadi pada bangkitan absans general. Semua tipe
kanal kalsium terlibat dalam sirkuit talamokortikal. Ethosuximide sangat bermanfaat dalam
terapi bangkitan absans. Obat ini menghambat kanal kalsium tipe T di sirkuit talamokortikal.
Hambatan ini meningkat saat depolarisasi dan bila kanal kalsium tipe T terinaktivasi.

MEKANISME KERJA PADA Kv7 VOLTAGE-GATED POTASSIUM CHANNELS

Kanal kalium ini memperantarai M-current, yaitu arus kalium yang meningkatkan potensial
membran neuron mendekati potensial ambang (treshold potential). Kanal Kv7 bersama dengan
HCN (hyperpolarization-activated cyclic nucleotidegated potassium channels) dan Kca2/SK
(smallconductance calcium-activated potassium Husna, et al. Biomolecular Mechanism of Anti
Epileptic Drugs 41 MNJ, Vol.04, No.01, Januari 2018 channels) memperantarai medium after
hyperpolarization untuk mencegah letupan lebih lanjut.

MEKANISME KERJA PADA INHIBISI GABA

GABA merupakan neurotransmiter inhibisi interneuron lokal, bekerja melalui reseptor GABAA
dan GABA-B. Reseptor GABA-B merupakan reseptor heterodimer G protein-coupled yang
mengaktivasi kanal kalium dan menghambat kanal kalium.

Modulator Reseptor GABA-A

Benzodiazepine (diazepam, lorazepam, clonazepam, barbiturat/fenobarbital) bekerja pada


reseptor GABA-A sebagai modulator allosterik positif. Benzodiazepine spesifik untuk sinap
reseptor GABA-A yang mengandung subunit γ2 dan secara alosterik memodulasi reseptor
tersebut sehingga meningkatkan frekuensi pembukaan kanal, dan akhirnya meningkatkan sinap
inhibisi.

Inhibitor Transporter GABA GAT-1

Inhibisi GAT-1 oleh tiagabine mensupresi translokasi GABA ekstrasel menuju kompartemen
intraseluler, sehingga meningkatkan kadar GABA ekstrasel. Secara fungsional, tiagabine
memperpanjang respon inhibisi sinap yang diperantarai oleh GABA.

Inhibitor GABA Transaminase

GABA transaminase (4-aminobutyrate aminotransferase) merupakan enzim yang mengkatalisir


perubahan GABA dan 2-oxoglutarate menjadi succinic semialdehyde dan glutamat, sebagai
metabolit GABA inaktif. Inhibisi GABA transaminase dengan vigabatrin (GABA γ-vinyl) akan
menyebabkan peningkatan GABA dalam otak yang bermakna.

MEKANISME KERJA PADA SYNAPTIC VESICLE 2A

Synaptic vesicle 2A (SV2A) sebagai target levetiracetam merupakan glikoprotein membran yang
terdapat pada secretory vesicle neuron dan sel endokrin, serta kemungkinan juga pada sel imun.
Mekanisme pastinya belum diketahui, sama halnya dengan fungsi SV2A. Diduga molekul ini
berperan dalam calcium-dependent exocytosis, pemuatan dan retensi neurotransmiter dalam
vesikel sinaptik, pemberian warna dasar vesikel sinaptik (synaptic vesicle priming), serta
transport konstituen vesikel.

MEKANISME KERJA PADA RESEPTOR AMPA

AMPA merupakan kanal kation yang bekerja sebagai mediator utama untuk eksitasi sinaptik
cepat (dalam waktu milidetik).

MEKANISME KERJA CAMPURAN/BELUM DIKETAHUI

Valproate : Valproate memiliki berbagai efek farmakologis, diduga secara bersama-sama dapat
menghambat timbulnya bangkitan. Dari sejumlah mekanisme kerjanya, mekanisme yang terkait
GABA tampaknya yang paling relevan dengan efek terapi, meskipun obat ini tidak memiliki efek
pada sistem GABA secara langsung.
Felbamate : Felbamat dalam dosis terapi bekerja sebagai modulator positif reseptor GABA-A
dan menghambat reseptor NMDA

Topiramate : Topiramate bekerja pada voltage-gated sodium channels, subtipe reseptor GABA-
A, reseptor AMPA/kainate, dan isoenzim anhidrase tipe II dan IV. Topiramat tidak memiliki
efek langsung pada kanal ion. Efek topiramat pada kanal natrium muncul pada dosis terapi yang
rendah. Topiramat, seperti fenitoin, menghambat INAP pada konsentrasi rendah.

Zonisamide : Zonisamide juga bekerja pada voltagedependent sodium channels. Obat ini tidak
bekerja pada reseptro GABA-A. Zonisamide diduga menghambat kanal kalsium tipe T, yang
menjelaskan efektivitasnya pada epilepsi absans.

Rufinamide : Rufinamide digunakan sebagai terapi LennoxGastatus syndrome. Obat ini


berinteraksi dengan voltage-gated sodium channels, akan tetapi efek interaksi dan mekanisme
kerjanya masih belum diketahui.

Adrenokortikotropin : Satu mekanisme kerja ACTH adalah stimulasi sintesis neurosteroid.


ACTH juga menstimulasi pelepasan deoxycorticosterone (DOC) dari zona glomerulosa di
korteks adrenal, dimana DOC dirubah menjadi neurosteorin antikonvulsan tetrahydro DOC yang
bekerja sebagai modulator alosterik reseptor GABA-A.

KESIMPULAN

OAE bekerja pada sejumlah mekanisme molekuler, akan tetapi secara umum obat-obat ini
berfungsi mengurangi frekuensi bangkitan dengan berbagai cara. Pada prinsipnya OAE bekerja
untuk menyeimbangkan proses inhibisi dan eksitasi di dalam otak, oleh karena itu OAE juga
banyak digunakan untuk penyakit dengan gangguan proses yang sama seperti gangguan bipolar,
panic attacks, agresi, adiksi, Parkinson’s disease, serta sejumlah movement disorders.
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL

Judul jurnal : Diazepam Bukal Film Untuk Pengobatan Kejang Akut

Penulis : Michael A. Rogawski , Allen H. Heller c

Publikasi : Epilepsi & Perilaku 101 (2019) 106537

Reviewer : Nira Dwi Anggraeni (18/FAM/106)

PENDAHULUAN

Benzodiazepin seperti diazepam, midazolam, dan lorazepam dianggap sebagai obat pilihan untuk
pengobatan kejang akut awal. Benzodiazepin juga telah digunakan tanpa label oleh rute oral,
nasal dan bukal untuk pengobatan ARS . Itu Produk pertama yang disetujui di Amerika Serikat
untuk pengobatan kelompok kejang terobosan adalah gel rektal diazepam (Diastat ), yang
mendapat persetujuan pada tahun 1997. Produk kedua untuk pengobatan ARS, semprotan
midazolamnasal (Nayzilam), baru-baru ini disetujui di Amerika Serikat. Di Inggris Raya dan di
tempat lain di dunia, midazolam oromucosal untuk administrasi bukal [Buccolam].

Kebanyakan bentuk tablet oral benzodiazepin seperti lorazepam, diazepam dan klonazepam
harus ditelan dengan air dan ini hanya dapat dilakukan ketika pasien dalam keadaan sadar dan
sadar. Beberapa bentuk sediaan sublingual atau bukal mungkin juga memerlukan kerja sama
pasien. Lorazepam dalam bentuk tablet orodispersible (Temesta Expidet) telah digunakan secara
sublingual dalam pengobatan kejang akut pada anak-anak, tetapi Lorazepam dan bentuk sediaan
oral lainnya yang tersedia mungkin tidak bekerja secepat diazepam rektal.

PEMBAHASAN
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 , tidak ada yang berarti, i tidak ada perbedaan dalam
pajanan diazepam pada periode intericatal dan periictal, menunjukkan kinerja DBF yang adekuat
bahkan ketika diberikan ke mukosa bukal pada periode segera setelah kejang.

.Konsentrasi diazepam plasma dalam studi silang dosis tunggal, acak, label terbuka, tiga periode,
diazepam buccal film (DBF) 5mg, 10mg, dan 15mg di 30 sukarelawan pria dewasa sehat dalam
kondisi puasa. Tiga puluh pria dewasa sehat berusia 18 tahun - 55 tahun, berat badan 83,5 ± 11,4
kg, dan IMT 26,7 ± 2,2 kg / m 2 ( mean ± SD), diberikan dosis DBF tunggal yang mengandung
5mg, 10mg, atau 15mg diazepam di bawah kondisi puasa dalam studi crossover urutan acak, 3-
periode, label terbuka dengan 21 hari pencucian antara pengobatan. Setiap subjek menerima
setidaknya satu dosis DBF. Titik data mewakili ± SEM dari 25 sampai 30 pengukuran
konsentrasi plasma selama periode 4 jam setelah pemberian dosis. Bilah kesalahan tidak
ditampilkan jika lebih kecil dari ukuran simbol.

Diazepam adalah agen sedatif-hipnotik. Menurut label yang disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA), mengantuk diamati pada 23% subjek yang diberi gel rektal diazepam
dibandingkan dengan 8% yang menerima plasebo. Dalam interictal tersebut - studi crossover
periictal, 6% (2 dari 35) subjek menunjukkan mengantuk setidaknya dalam satu periode
pengobatan; mengantuk dinilai sebagai parah dalam satu subjek. Tidak ada efek samping serius
yang terkait dengan obat studi, dan tidak ada pasien yang mengundurkan diri karena efek
samping. Dalam penelitian ini, DBF berhasil ditempatkan pada fi percobaan pertama di sebagian
besar mata pelajaran ( Meja 2 ). Terkadang fi lm tidak ditempatkan dengan benar pada percobaan
awal, tapi ini langsung diperbaiki. Jarang subjek menelan file film, yang diperkirakan tidak
terlalu memengaruhi kinerja.

STUDI CROSSOVER DENGAN GEL REKTAL DIAZEPAM

Dalam penelitian ini, DBF melakukan equiv juga dengan gel rektal diazepam. Rata-rata
geometris C maks nilai yang diperoleh dengan DBF adalah 204 ng / mL. Namun, DBF lebih
konsisten daripada diazepam gel rektal karena 3 subjek menunjukkan paparan diazepam rendah
kepastian (C maks b 70 ng / mL) dengan gel rektal sedangkan eksposur rendah seperti itu tidak
diamati pada subjek manapun saat menghadapi DBF. T maks nilai DBF adalah 1,0 jam
sedangkan median T maks untuk gel rektal adalah 0,52 jam. Perlu dicatat bahwa tingkat
terapeutik dapat dicapai sebelum T maks. Variabilitas dalam data dan ketidakpastian mengenai
tingkat terapeutik yang diperlukan menghalangi kesimpulan apakah onset penyakit Penanganan
salah satu pengobatan akan cenderung terjadi lebih cepat.

KESIMPULAN

Diazepam bukal film memberikan alternatif yang nyaman untuk pengobatan kejang akut berbasis
benzodiazepin lainnya. Dengan dosis yang tepat, DBF menghasilkan tingkat puncak diazepam
dan eksposur keseluruhan yang serupa dengan yang diperoleh dengan formulasi warisan gel
diazepam rektal. Selain itu, DBF bekerja lebih andal daripada gel rektal diazepam.

Anda mungkin juga menyukai