Anda di halaman 1dari 42

PENUNTUN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
2020
Modul I
Aktivitas Analgesik Obat/Sediaan Uji Terhadap Mencit, Metode Induksi Kimiawi

Tujuan
Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat mengevaluasi aktivitas analgetik Obat.

Pendahuluan
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman)
kerusakan jaringan. Rasa nyeri pada umumnya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat
bahaya adanya gangguan di jaringan seperti peradangan, infeksi jasad renik atau kejang otot. Nyeri yang
disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimia atau fisika (kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan dimana rangsangan tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan zat-zat kimia (misalnya, bradikinin,
prostaglandin, ATP, proton) yang menstimulasi reseptor nyeri.
Analgetik adalah zat-zat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgetik dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu
analgetik perifer (non narkotik) dan analgetia narkotik. Analgetik perifer (non narkotik) yang terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja secara sentral. Sementara analgetik narkotik khusus
digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang hebat, seperti pada patah tulang (fracture) dan kanker.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat diatasi dengan beberapa cara, yaitu :
1. Analgetik perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor perifer
2. Analgetik sentral (narkotik), yang memblokir pusat nyeri saraf di susunan saraf pusat (SSP) dengan
anastesi umum
3. Antidepresif trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf
4. Antiepileptik, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada nyeri Persepsi sakit
adalah suatu keadaan yang sukar untuk diberi defenisi atau diukur.
Keadaan tersebut merupakan fenomena subjektif, dengan demikian tidak dapat diketahui bagaimana
gambaran hewan percobaan yang mengalami rasa nyeri. Sebagian besar teknik melibatkan penggunaan uji
nosiseptif dimana stimulus nyeri, secara mekanis maupun elektris digunakan untuk menghasilkan rasa sakit.
Metode yang biasa dilakukan ialah metode plat panas Janssen dan Jageneu (1975). Pada metode ini
hewan diletakkan dengan perlahan ke atas plat panas yang bersuhu tetap 55°C,Waktu respon (biasanya 4-10
detik untuk keadaan normal dihitung sebagai jarak waktu mula-mula hewan itu meletakkan kakinya di atas
plat dan waktu dicatat apabila hewan itu mulai menjilati kakinya atau melompat untuk mengelakkan diri dari
panas). Hewan yang tidak menunjukkan respon dalam jangka waktu 30 detik tidak digunakan dalam
percobaan.
Metode lain adalah dengan menggunakan senyawa kimia seperti asam asetat 3%. Asam asetat ini
sebagai stimulus untuk rasa nyeri yang ditimbulkan. Rasa nyeri dari pemberian asam asetat ini dapat dilihat
dari geliat yang ada dari pengamatan terhadap mencit (hewan). Geliat ini dihitung dimulai jika mencit
meregangkan kakinya ke belakang dan menekan perutnya ke bawah. Geliat ini dihitung 1, dan seterusnya.
Sehingga akhir waktu yang ditentukan akan didapat jumlah geliat dari hewan secara total pada waktu
tertentu

Alat Dan Bahan


Alat-alat
Timbangan Elektrik, spuit 1 ml, Sonde Oral,stopwatch, beaker glass, Erlenmeyer,Mortir stempler
Bahan-Bahan
1. Aquadest
2. Spiritus
3. PGA 1% (kontrol PGA)
4. Paracetamol 500 mg
5. Asam Mefenamat 500 mg
6. Antalgin 500 mg
7. Na diklofenak 25/50 mg
8. Ibuprofen 400mg
9. Asam Asetat 3% dosis 1% BB secara i.p

Hewan Uji
Mencit
Prosedur Percobaan
1. Timbang Hewan Uji (Mencit) dan Tandai
2. Hitung Dosis dan Volume Pemberian pada masing-masing sediaan obat yang di berikan
3. Buat Sediaan obat
4. Melakukan pemberian Obat secara oral dan tunggu 30 menit
5. Setelah di tunggu 30 menit, beri induksi kimia (Asam Asetat 3% dosis 1% BB) secara I.P
6. Amati dan Catat Jumlah Geliat Setiap 10 Menit selama 90 menit
7. Dibuat grafik jumlah geliat terhadap waktu respon
DATA PERHITUNGAN
Aktivitas Analgesik Obat/Sediaan Uji Terhadap Mencit, Metode Induksi Kimiawi

Kelas/Semester :

Anggota Kelompok :

Nama Obat /Sediaan uji :

Perhitungan :

KELOMPOK 1

1. BOBOT MENCIT 1 : 20,7g


2. BOBOT MENCIT 2 : 16,6g

 Perhitungan Kontrol PGA 1%


1/100 X 20,7 = 0,207ml (mencit 1)

 Perhitungan Paracetamol
Konfersikan : 500mg x 0,0026 = 1,3mg

Pengenceran Paracetamol dengan PGA


1,3mg/500mg x 100ml = 0,26ml/20g BB

16,6g/20g x 0,26 = 0,2158ml (Mencit 2)

 Perhitungan Asam asetat 3% dosis 1% BB


Mencit 1 = 1/100 x 20,7 = 0,207 ml
Mencit 2 = 1/100 x 16,6 = 0,166 ml
DATA PENGAMATAN
Aktivitas Analgesik Obat/Sediaan Uji Terhadap Mencit, Metode Induksi Kimiawi

Tabel Jumlah Geliat


Rata”
Bobot Perlakuan Perlakuan
Jumlah Geliat (Menit)
No geliat
mencit I II
10 20 30 40 50 60 70 80 90
Asam
PGA
I Asetat 5 8 18 12 7 9 8 5 6 8,67
0,207 ml
0,207ml
1 Asam
PCT
II Asetat 2 8 5 4 9 5 2 3 1 4,33
0,2158ml
0,166ml
III

2 II

III

3 II

III

4 II

III

5 II

III

6 I
II

III

Grafik Jumlah Geliat Terhadap Waktu Respon

Grafik Mencit 1 (Kontrol)


20
18 Geliat
Waktu (X) (Y)Geliat
16 Grafik Mencit 2 (Paracetamol) (X) 5 (Y)
10
Waktu
14
10 20 10 8 2
12
9 30 20 18 8
10
8 40 30 12 5
8
7 50 40 7 4
6
6 60 50 9 9
4 60
5 70 8 5
2 80 70 5 2
4
0
310 20 30 40 50 60 70 80 90 90 80 6 3
2
90 1
1
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90

Pembahasan

Dalam praktikum ini, praktikan menguji sediaan yang berkhasiat sebagai analgetika atau antinyeri.
Adapun sediaan yang diuji adalah parasetamol. Sediaan ini disuspensikan dengan larutan PGA, dan
kemudian akan diujikan ke mencit melalui pemberian secara peroral serta mencit yang hanya diberikan
larutan PGA sebagai kontrol untuk menjadi pembanding antara mencit lain, dalam artian untuk mengetahui
perbedaan respon antara hewan uji mencit yang diberikan obat analgesik dengan yang hanya diberikan
pembawanya saja. Setelah mencit 1 diberi pembawanya saja tidak diberi obat dan mencit 2 diberikan obat
secara oral dan di tunggu dalam 30 menit, masing-masing mencit akan diberi rangsangan nyeri, yaitu dengan
diberikan induksi kimia yaitu larutan steril asam asetat secara intraperitoneal yang akan menimbulkan iritasi
pada perut dan mengakibatkan efek geliat. Pengamatan dilakukan selama 90 menit, yang terhitung setelah
diinduksi asam asetat. Mekanisme terjadinya nyeri yaitu dimana terlebih dahulu mediator-mediator nyeri
seperti bradikinin dan prostaglandin terlepas dari jaringan yang rusak kemudian merangsang reseptor nyeri
yang berada di ujung saraf perifer. Dari saraf tersebut, selanjutnya rasa nyeri diteruskan ke pusat nyeri di
korteks serebri oleh saraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan thalamus. Manitestasi nyeri akibat
pemberian rangsangan nyeri asam asetat intraperitoneal akan menimbulkan refleks respon geliat yang
berupa tarikan kaki kebelakang, penarikan kembali abdomen dan kejang tetani dengan membongkokkan
kepala dan kaki kebelakang, Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu dinyatakan derajat nyeri yang
dirasakannya. Dan rasa nyeri ini juga merupakan gejala yang fungsinya memberi tanda adanya gangguan-
gangguan ditubuhnya.

Setelah pemberian rangsangan nyeri tersebut, mencit akan menggeliat, tiap geliatan mencit umumnya
berbeda antara mencit 1 yang hanya diberi Larutan PGA saja dengan mencit 2 yang adanya day a analgetik
yang telah diberikan. Hasil percobaan yang telah dilakukan, Mencit 1 terdapat jumlah geliat sebanyak …
kali, sedangkan pada mencit 2 terdapat jumlah geliat sebanyak… kali karena mendapat daya analgetik dari
paracetamol sehingga jumat geliat tersebut lebih sedikit.
Dan dapat disimpulkan juga , bahwa jumlah geliat mencit pada mencit yang di jadikan kontrol lebih
banyak daripada mencit yang diberikan obat analgetik. Hal ini disebabkan karena mencit kontrol tidak
memiliki perlindungan terhadap nyeri.
Daftar Pustaka

Anief, M. 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan

 oleh Amalia. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi  Kedokteran. EGC: Jakarta.

Green. 2009. Analgetika. Available online at: http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-analgetik


dan farmakodinamikanya.html

(diakses 20 Maret 2014).


Katzung, G. B. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi keenam. EGC: Jakarta.

Medicastore. 2006. Obat Analgesik


Antipiretik. http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_nyeri.htm (diakses pada
tanggal 20 Maret 2014).

Modul II
Aktivitas Obat dan minuman energi sebagai stimulan terhadap Mencit /Hewan Uji
(Efek pemberian minuman stimulan terhadap kelelahan pada mencit)

Tujuan
bertujuan untuk mengetahui efek pemberian minuman stimulan terhadap kelelahan pada mencit yang
diinduksi dengan aktivitas fisik melalui uji renang.
Pendahuluan
Salah satu fungsi terpenting dari jaringan otot adalah untuk kontraksi. Dalam proses terjadinya
kontraksi otot dibutuhkan transmisi neuromuskuler, ion kalsium, dan energi. Energi yang berasal dari
makanan tidak dapat ditransfer langsung ke dalam sel untuk proses biologis, sekalipun makanan tersebut
tersedia dalam bentuk nutrisi energi.(1,2) Kontraksi sel otot membutuhkan energi dalam bentuk adenosine
triphosphate (ATP). Selanjutnya ATP akan dihidrolisis menjadi adenosine diphosphate (ADP) dan energi
yang digunakan untuk kontraksi. Proses ini dapat terus berlangsung selama persediaan ATP intrasel masih
ada. Namun karena ATP yang tersedia jumlahnya sangat sedikit, akan habis terpakai untuk kontraksi otot
dalam waktu yang sangat singkat.(1-3) Total persediaan ATP di dalam tubuh juga jumlahnya sangat terbatas
yaitu sekitar 80 sampai 100 g dan hanya mencukupi untuk aktivitas maksimal selama beberapa detik.
Selanjutnya kebutuhan energi dipenuhi dari sintesis ATP melalui jalur oksidatif dari creatine phosphate
(CP). Konsentrasi CP di dalam sel adalah sekitar empat sampai enam kali lebih besar dari persediaan ATP.
Proses oksidatif ini sangat bergantung pada ketersediaan O2 dan cadangan glikogen yang berasal dari
glukosa. Energi yang diperoleh dari CP ini juga hanya mencukupi kebutuhan kontraksi otot untuk beberapa
detik saja, dan untuk selanjutnya ATP akan dipenuhi melalui proses fosforilasi non oksidatif (anaerob).
Metabolisme anaerob memanfaatkan glukosa dan glikogen melalui proses glikolisis tanpa O2 menghasilkan
ATP dan sisa metabolisme berupa asam laktat.
Dengan demikian, meskipun otot mampu berkontraksi dengan cepat, tetapi karena persediaan ATP
adalah terbatas maka kerja otot hanya dapat berlangsung singkat dan akhirnya akan menimbulkan kelelahan.
Kelelahan atau fatigue merupakan suatu keadaan di mana sel otot tidak mampu lagi untuk berkontraksi
akibat kekurangan ATP, neuromuscular junction tidak mampu meneruskan rangsang, disertai akumulasi
asam laktat. Kelelahan akan menimbulkan rasa nyeri akibat iskemia jaringan otot.
Minuman stimulan banyak dikonsumsi masyarakat luas sebagai minuman suplemen untuk
menambah tenaga dan mengurangi kelelahan akibat kerja fisik sebagaimana dipromosikan oleh
produsennya. Ada banyak jenis minuman stimulan, tetapi yang digunakan untuk penelitian ini mengandung
taurin, vitamin B1, B6, B12, kafein, ginseng, madu, glukosa, dan beberapa zat aditif lainnya. Taurin adalah
asam amino yang berperan dalam proses konjugasi asam empedu di dalam tubuh.Taurin diindikasikan
sebagai ajuvan pada terapi hiperkolesterolemia dan gangguan kardiovaskuler. Vitamin merupakan zat yang
dibutuhkan dalam jumlah kecil sebagai koenzim yang berperan dalam proses metabolisme tubuh, termasuk
juga dalam metabolisme energi.
Defisiensi vitamin B1, B6, dan B12 akan menimbulkan gejala pada saraf perifer berupa neuritis.(6)
Hal ini menyebabkan banyak orang mengkonsumsi vitamin B1, B6, dan B12 dalam jumlah yang berlebihan
untuk meningkatkan metabolisme dalam sel saraf, meskipun diketahui bahwa untuk proses ini hanya
dibutuhkan vitamin dalam jumlah kecil dan kelebihannya akan diekskresikan melalui urine. Kafein yang
juga terdapat pada minuman stimulan kopi, digolongkan sebagai obat stimulan susunan saraf otak.(7-8)
Penggunaan kafein dalam dosis terapi akan meningkatkan kewaspadaan, mengurangi kantuk dan rasa lelah,
mempercepat daya berpikir, namun berkurang dalam kemampuan untuk pekerjaan yang membutuhkan
koordinasi otot yang halus. Meskipun demikian, penggunaan kafein dengan dosis yang berlebih atau pada
orang yang sesnsitif dapat menimbulkan efek samping gelisah, gugup, insonmnia, tremor, palpitasi, dan
kejang.(7-8) Ginseng berasal dari akar tumbuhan ginseng dan mengandung saponin.(5) Meskipun belum
didukung dengan hasil uji klinik yang cukup, ginseng banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh dan stimulan saraf pusat.(5) Madu dan glukosa merupakan karbohidrat yang dapat digunakan sebagai
sumber energi.

Alat Dan Bahan


Alat-alat
Timbangan Elektrik, Sonde, stopwatch, beaker glass, Erlenmeyer,Mortir & stempler,Bak Renang, Beban 2-3
gram, Benang Kasur
Bahan-Bahan
1. Aquadest
2. Minuman stimulan Berbagai Merk
Hewan Uji
Mencit
Prosedur Percobaan
1. Timbang Hewan Uji (Mencit) dan Tandai
2. Hitung Dosis dan Volume Pemberian pada masing-masing sediaan obat yang di berikan
3. Diberikan Larutan Minuman stimulan yang sudah di hitung dosisnya (Pemberian Secara oral)
4. Diamkan Mencit selama 30 menit
5. Setelah 30 menit mencit di renangkan dengan menambahkan beban sebesar 2-3 gram pada bagian
pangkal ekornya
6. Amati dan catat waktu mencit berenang sampai kelelahan yang di tandai dengan kepala mencit
masuk seruruhnya kedalam air (tenggelam)

DATA PERHITUNGAN
Aktivitas Obat dan minuman energi sebagai stimulan terhadap Mencit /Hewan Uji (Efek pemberian
minuman stimulan terhadap kelelahan pada mencit)

Kelas/Semester :

Anggota Kelompok :

Nama Obat /Sediaan uji :


Perhitungan :

KELOMPOK 1

PENIMBANGAN MENCIT

 MENCIT 1 : 20,6gram
 MENCIT 2 : 19,8gram

1. Kontrol Kafein (Mencit 1)


Konfersikan : 50mg x 0,0026 = 0,13 mg
Pengenceran Kafein :
0,13mg/50mg x 100ml = 0,26ml/20g BB

20,6g/20g x 0,26ml = 0,2678ml

2. Perhitungan M150
150ml x 0,0026 = 0,39 ml

19,8g/20g x 0,39ml = 0,3861ml


DATA PENGAMATAN
Aktivitas Obat dan minuman energi sebagai stimulan terhadap Mencit /Hewan Uji
(Efek pemberian minuman stimulan terhadap kelelahan pada mencit)

Tabel Bobot Mencit (*dalam gram)


Data
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
Menci
I II III IV V VI
t
20,6gram
1
19,8gram
2

3
Tabel Lama Waktu Kelelahan Mencit Setelah Diberi Stimulan (*dalam Menit)
Perlakuan Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
No
(Mencit Renang) I II III IV V VI
Mencit I

1 Mencit II

Mencit III

Tabel Rata-rata Lama Waktu Kelelaha Mencit


Rata-Rata Waktu
Kelompok
kelelahan
I

II

III

IV

VI

Sebelum di beri Obat dan stimulan Waktu


Mencit 1 4.02
Mencit 2 3.58
Sesudah di beri Obat dan Stimulan Waktu
Mencit 1 (Cofein) 3.05
Mencit 2 ( M150) 2.4

Grafik Jenis Minuman Stimulan Terhadap Waktu Kelelahan Mencit


Pembahasan
Daftar Pustaka
Modul III
Aktivitas Obat Atau Sediaan uji terhadap Sistem Pencernaan Dengan Menggunakan
Metode Transit Intestinal
Tujuan

Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat mengevaluasi aktivitas antidiare
obat/sediaan uji.

Pendahuluan
Diare berasal dari kata dia: melewati; rheein: mengalir, secara umum didefinisikan sebagai
peningkatan frekuensi dari buang air besar dan bentuk tinja yang tidak normal atau cair (Navaneethan dan
Ralph, 2011). Dapat juga dikatakan sebagai peningkatan abnormal liquiditas, frekuensi (>3/hari), berat feses
(> 200g per hari).
Kandungan cairan penentu utama volume dan konsistensi feses umumnya adalah 70- 85%.
Kandungan bersih cairan feses menggambarkan keseimbangan input dan output lumen. Input lumen terdiri
ingesti serta sekresi air dan elektrolit sedangkan output lumen adalah absorpsi sepanjang saluran cerna.
Adanya ketidakseimbangan input dan output lumen ini akan menginduksi terjadinya diare. Keseimbangan
ini dijaga oleh saluran cerna dengan cara mengekstraksi air, mineral, dan nutrien dari isi lumen, serta
menyisakan sejumlah cairan tertentu yang sesuai untuk memudahkan pengeluaran zat sampah melalui proses
defekasi. Pada keadaan normal, kapasitas absorpsi total usus halus 16L dan kolon 4-5 L. Mekanisme
Neurohumoral, patogen, obat-obatan dapat merubahnya baik absorpi maupun sekresi, juga perubahan
motilitas (Sunoto dan Wiharta, 1987).
Pada keadaan normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur kimus
kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim pencernaan. Setelah zat-
zat gizi diresorpsi oleh vili ke dalam darah, sisa kimus yang terdiri dari 90% air dan sisa makanan yang
sukar dicerna diteruskan ke usus besar (colon). Selanjutnya bakteri flora normal akan mencerna lagi sisa
(serat) tersebut, sehingga sebagian dari padanya dapat diserap selama perjalanan melalui usus besar. Air juga
diresorpsi kembali sehingga lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan dikeluarkan dari tubuh menjadi
tinja. Namun pada diare terjadi peningkatan peristaltik usus sehingga pelintasan kimus sangat dipercepat dan
masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tinja. Selain itu terjadinya penumpukan cairan di
usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau terjadinya hipersekresi (Tjay dan Rahardja, 2007).
Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus, obat, makanan, pemanis buatan, kafein dan
alkohol serta pada kondisi Premenstrual Syndrome. Berdasarkan patofisiologinya diare dibagi atas diare
osmotik, diare sekretorik, diare eksudatif, dan motility. Diare yang terus menerus perlu diwaspadai karena
dapat menyebabkan dehidrasi, hilangnya nutrient, dan asidosis metabolik akibat keluarnya HCO3-
(Sherwood, 2011).

Metode-Metode Pengujian Antidiare


Aktivitas antidiare disini ditujukan terbatas pada aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik
usus, sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses.
1. Metode Transit Intestinal
Digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak
usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada
hewan percobaan mencit dan tikus.
2. Metode Proteksi terhadap Diare oleh Oleum Ricini
Trigliserida dari asam ricinoleat yang terkandung dalam Oleum ricini akan mengalamai hidrolisis di
dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam ricinoleat yang dapat mengurangi
absorpsi cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik. Obat yang berkhasiat antidiare akan
melindungi hewan percobaan terhadap diare yang diinduksi Oleum ricini tersebut (KKIPM,1993).
Obat Antidiare
Atas dasar patogenesis terjadinya diare serta khasiat farmakologisnya, maka obat antidiare dibagi dalam
lima golongan besar, yaitu (Sunoto dan Wiharta, 1987):
a. Obat Adsorben, yaitu: kaolin, Bismuth subsalisilat, karbon aktif
b. Obat Antisekretorik, yaitu: kolestiramin, Bismuth subsalisilat, racecadotril
c. Obat Antimotilitas, yaitu: Loperamid, difenoksilat, octreotide, racecadotril
d. Obat Antikolinergik, yaitu: belladonna alkaloids, atropine, hyoscyamine
e. Obat Antimikroba, yaitu: tetrasiklin, furazolidon, kloramfenikol, kotrimoksazol
Selain itu diperluka juga pemberian larutan rehidrasi oral dilakukan pada pasien diare untuk mengganti
cairan yang hilang akibat diare.

Alat Dan Bahan

Alat-Alat
Spuit dengan oral sonde, Kandang Metabolit, alat bedah, alat ukur panjang (Penggaris)

Bahan-bahan
Oleum ricini, Loperamid, norit 5% sebagai marker, suspensi PGA 0,5%

Hewan percobaan
Mencit
Prosedur percobaan
1. Mencit dibagi menjadi 6 kelompok :
a. diberikan suspensi Norit 5% sebanyak 1 ml
b. diberikan suspensi PGA 1%
c. diberikan Oleum Ricini sebanyak 0,5 ml dan suspensi Norit 5% sebanyak 0,5 ml
d. diberi ekstrak daun jambu biji (Diapet kaplet)
e. Loperamid 0,05% dosis 1 mg/kg BB
f. Loperamid 0,05% dosis 2 mg/kg BB
2. Setelah 60 menit, diberikan Oleum Ricini sebanyak 0,5 ml pada setiap mencit
3. Pada menit ke-120 semua hewan diberikan suspensi Norit 5% sebanyak 1 ml
4. Pada menit ke-180 semua hewan dikorbankan secara dislokasi leher. Usus dikeluarkan secara hati-
hati. Diukur panjang usus yang dilalui marker norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir (berwarna
hitam) dan panjang seluruh usus dari pilorus sampai katup ileosekal dari masing-masing hewan
5. Hitung persen lintas yang dilalui oleh marker norit terhadap panjang usus seluruhnya.
DATA PERHITUNGAN
Aktivitas Obat Atau Sediaan uji terhadap Sistem Pencernaan Dengan Menggunakan Metode Transit
Intestinal

Kelas/Semester :

Anggota Kelompok :
Nama Obat /Sediaan uji :

Perhitungan :

KELOMPOK 1

BOBOT MENCIT

 Mencit I = 21gram
 Mencit 2 = 24gram

1. Kontrol PGA 1%
1/100 x 21 = 0,21 ml (mencit 1)

2. Perhitungan loperamide 0,5mg


Konfersikan : 0,5mg x 0,0026 = 0,0013mg

Pengenceran loperamid dengan PGA


0,0013mg/2mg x 250ml = 0,1625ml/20g BB

24g/20g x 0,1625 = 0,195ml (Mencit 2)


DATA PENGAMATAN
Aktivitas Obat Atau Sediaan uji terhadap Sistem Pencernaan Dengan Menggunakan
Metode Transit Intestinal

Tabel Pengamatan Metode Transit Intestinal


Nama Bobot Panjang Usus Mencit (cm)
Sediaan Uji
Kelompok Mencit Keseluruhan Terdapat Norit
PGA + Oleum Ricini + Norit (Mencit
1 21gram
1) 59cm 8cm
2 Loperamid +Oleum Ricini+norit
(Mencit 2) 24gram 61cm 1,5cm

Tabel Persen Lintas Yang Dilalui Oleh Norit


Nama % Lintas Yang
Pemberian Perlakuan
Kelompok Dilalui Norit
1 PGA + Oleum Ricini + Norit (Mencit 1) 13,55%

2 13,93 %
Loperamid +Oleum Ricini+norit (Mencit 2)
3

Panjang usus yang terdapat norit


% lintas = x 100 %
Panjang usus keseruruhan

Tabel Persen Lintas yang dilalui oleh Norit

% lintas = 8cm/59cm x 100 % = 13,55% (Mencit 1)

% lintas = 8,5cm/61cm x 100 % = 13,93 % (Mencit 2)

Pembahasan
Daftar Pustaka
Modul IV
AKTIVITAS DIURETIKA OBAT
Tujuan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat mengevaluasi aktivitas diuretika obat /sediaan uji.

Pendahuluan
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan elektrolit. Fungsi
diuretik utamanya adalah untuk mengatasi udem, yaitu memobilisasi cairan yang berarti merubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
Disamping untuk menangani udem, diuretik juga efektif pada gangguan lainnya seperti hipertensi, diabetes
insipidus, hiponatremia, nefrolitiasis, hiperkalsemia, dan glaukoma. Meskipun semua diuretik secara umum
meningkatkan elektrolit dan ekskresi air untuk menurukan volume cairan ekstraselular, namun mekanisme
kerjanya berbeda.
Obat Diuretika
a. Merkuri organik : klormerodrin, meralurid, merkaptomerin
b. Turunan xantin: kofein, teofilin, teobromin
Mekanisme kerja : turunan xantin merupakan diuretika lemah sampai sedang. Senyawa ini bekerja
dengan meninggikan pasokan darah ginjal terutama pada daerah medula ginjal. Pada saat bersamaan tahanan
vasa afferen akan berkurang jauh lebih banyak dari vasa efferen, sehingga laju filtrasi glomerulus lebih
besar. Turunan xantin mungkin merupakan satusatunya diuretika yang meninggikan GFR dan kerjanya
paling tidak sebagian disebabkan oleh peningkatan pembentukan urin primer. Pasokan darah yang lebih
besar pada medula ginjal akan menyebabkan diuresis yang lebih banyak. Pada penggunaan yang terus-
menerus kerjanya akan berkurang dan dalam banyak hal kerjanya tidak mencukupi, maka turunan xantin
jarang digunakan lagi sebagai diuretika.
 Osmodiuretika: mannitol, sorbitol, gliserin, urea, isosorbid Mekanisme kerja : senyawa ini inert
secara farmakologi, setelah difiltrasi di glomerulus tidak mengalami reabsorbsi di tubulus. Sesuai
dengan tekanan osmotiknya, senyawa ini akan menahan air di lumen tubulus, sedangkan natrium
akan direabsorbsi. Namun natrium yang direabsorbsi akan menjadi lebih sedikit karena terjadi
perbedaan konsentrasi natrium yang cepat yaitu konsentrasi natrium di lumen lebih kecil
dibandingkan di dalam sel, sehingga lebih banyak natrium yang tertahan. Dengan demikian akan
meningkatkan diuresis. Ekskresi elektrolit hanya ditingkatkan sedikit saja oleh senyawa ini. Tempat
kerja utamanya adalah loop of Henle.
 Penghambat enzim karbonik anhidrase : asetazolamid , diklorfenamid, metazolamid
Mekanisme kerja : obat ini terutama bekerja pada tubulus proksimal, tempat kerja lainnya adalah
pada tubulus pengumpul (collecting duct) dengan cara menghambat enzim karbonik anhidrase,
sehingga memperkecil reabsorbsi tubulus dari ion natrium, karena jumlah ion H + yang masuk ke
lumen lebih sedikit. Akibatnya adalah terjadi peningkatan ekskresi ion natrium, kalium dan hidrogen
karbonat melalui ginjal dan disertai ekskresi air. Kehilangan basa akan menyebabkan terjadinya
asidosis dalam darah. Dengan ini kerja inhibitor karboanhidratase akan berkurang dengan cepat.
 Diuretika tiazida (Inhibitor Na+dan Cl-Symport)Turunan dihidrobenzotiazidin : Hidroklorotiazida,
triklormetiazida, butizida, politiazida,bendroflumetiazida
 Diuretika Sulfonamida Analogi Tiazida : Mefrusida, klopamida, klortalidon, xipamida Mekanisme
kerja : obat ini menghambat symport Na+ - Cl- sehingga menghambat reabsorbsi natrium dan klorida
pada tubulus distal (tempat kerja utama) dan tubulus proksimal (bekerja lemah pada enzim karbonik
anhidrase). Symport ini diatur oleh aldosteron.
 Diuretika loop of Henle (Inhibitors Of Na+–K+–2Cl–Symport)Diuretika loop of Henle Tipe
Furosemida : furosemida, bumetanida, piretanidaKelompok diuretika loop of Henle lainnya : asam
etakrinat, etozolin, muzoliminMekanisme kerja : semua diuretika loop of Henle bekerja pada cabang
menaik yang tebaldari loop of Henle. Merupakan diuretika yang bekerja kuat (diuretika plafon
tinggi).Obat ini dari tepi lumen (cepat dan bolak-balik) menghambat pembawa Na +/K+/2Cl-
dandengan cara ini mengahambat absorbsi ion natrium, ion kalium dan ion klorida pada loopof
Henle tebal menaik. Untuk dapat bekerja di daerah lumen, obat ini dari aliran darahharus masuk ke
cairan tubulus. Transpor terjadi melalui sekresi aktif tubulus proksimal.Ini yang menjelaskan
mengapa pada insufisiensi ginjal yang proses sekresinyadipengaruhi, diperlukan dosis yang lebih
tinggi dan saat mulai kerja juga lebih lambat.
 Diuretika penahan kalium Antagonis aldosteron : spironolakton, kanrenon (metabolit aktifnya),
kalium kanrenoat, eplerenon Mekanisme kerja : spironolakton (atau kanrenon) memblok secara
kompetitif ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma di tubulus distal akhir dan dalam tubulus
penampung. Dengan demikian aldosteron tidak dapat masuk ke inti sel berikatan dengan reseptornya
dan tidak dapat menghasilkan protein yang berfungsi untuk membuka saluran natrium dalam
membran sel lumen. Akibatnya absorbsi akan berkurang dan pada saat bersamaan ekskresi kalium
akan berkurang.
 Turunan Sikloamidin : triamteren, amilorid Mekanisme kerja : blokade saluran natrium dalam
tubulus distal akhir dan dalam tubulus penampung. Selain itu diduga bekerja pada saluran kalium
(karena sekresi K+ ke lumen berhubungan dengan masuknya Na+) atau pada pembawa untuk
pertukaran natriumproton.
Alat Dan Bahan
Alat-Alat
Kandang metabolisme, spuit dan oral sonde, spuit 1mL,gelas ukur, vial

Bahan-Bahan
Furosemid, ekstrak, CMC, akuades

Hewan Uji
Mencit

Prosedur Percobaan
1. Tikus dipuasakan 1 malam.
2. Ditimbang dan dibagi menjadi 6 kelompok:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3. Diberi loading Larutan NaCl 1 mL/kg BB atau Aquadest 1mL setiap 1 jam
4. Dibiarkan selama 4 jam dan ditampung urinenya dan untuk diukur volumenya setiap 30
menit
5. Hitung %Daya Diuretik
6. Dibuat Grafik Jumlah Urine terhadap Waktu

DATA PERHITUNGAN
AKTIVITAS DIURETIKA OBAT

Kelas/Semester :
Anggota Kelompok :

Nama Obat /Sediaan uji :

Perhitungan

KELOMPOK 1

BOBOT MENCIT

Mencit 1 = 20,4gram

Mencit 2 = 16,5gram

1. Kontrol Air Hangat = 1ml


2. Perhitungan Furosemid 40mg
Konfersikan : 40mg x 0,0026 = 0,104mg

Pengenceran Furosemid dengan PGA


0,104mg/40mg x 100ml = 0,35ml/20g BB

20,4g/20g x 0,35ml = 0,357ml (Mencit 1)


DATA PENGAMATAN
AKTIVITAS DIURETIKA OBAT
Tabel data Volume Urine
Bobot Volume Volume Urine (mL)
Sediaan Uji Mencit Mencit Pemberian
(gram) Aquadest 60’ 90’ 120’ 150’ 180’ 210’ 240’
1
2
3

1
2
3

1
2
3

1
2
3

1
2
3

1
2
3

Bobot Volume Volume Urin (mL)


Sediaan Menci
mencit Pemberian 90
Uji t
(gram) aquadest 60' ' 120' 150' 180' 201' 240'
Furosemi
d 0,357ml 1 20,4 gram 1ml/ 60 menit 0,1ml            
Air Hangat 2 16,5 gram 1ml/ 60 menit  -            

Kontrol Positif −Kontrol Negatif


% Daya Diuretik = x 100 %
Kontrol Negatif

Tabel persen Daya Diuretik Sediaan Obat


Pemberian Obat/Sediian Obat % Daya Diuretik
Furosemid
Grafik Jumlah Urine terhadap Waktu

Pembahasan
Praktikum kali ini merupakan pengujian obat-obat yang berkhasiat sebagai diuretik. Diuretik adalah obat
yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin sehingga mempercepat pengeluaran urine dari dalam tubuh.
Fungsi utama diuretic adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.Berdasarkan mekanisme kerjanya, secara
umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu diuretik osmotik yaitu yang bekerja dengan cara
menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorbsi ion dalam ginjal dan penghambat mekanisme transport
elektrolit di dalam tubuli ginjal, seperti diuretiktiazid (menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada ansa Henle
parsascendens), Loop diuretik (lebih poten dari pada tiazid dan dapat menyebabkan hipokalemia), diuretik hemat
kalium (meningkatkan ekskresi natrium sambil menahan kalium).
Obat-obatan yang digunakan pada praktikum kali ini ialah furosemid, hidroklortiasid, spironolacton dan
kontrolnya menggunakan aquadest. Sebagaimana halnya yang diketahui bahwa furosemid merupakan obat diuretic
golongan diuretic kuat dengan mekanisme kerja
menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal. Furosemida meningkatkan pengeluaran air,
natrium, klorida, kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal. Hidroklortiasid merupakan golongan
benzotiadiazida dengan mekanisme kerjanya adalah menghambat ginjal untuk menahan cairan. Spironolacton
merupakan golongan diuretic hemat kalium dengan mekanisme kerjanya berkompetisi dengan aldosteron pada
reseptor di tubulus ginjal distal, meningkatkan natrium klorida dan ekskresi air selama konversi ion kalium dan
hidrogen, juga dapat memblok efek aldosteron pada otot polos arteriolar.
Aquadest sebagai control dengan jumlah frekuensi urin yaitu 2,9 ml dan % diuretiknya 0%. Hidroklorthiazid
diberikan pada tikus putih dan menghasilkan jumlah urin 4 ml dan % daya diuretiknya 37,9%. Sementara pada
furosemid dan spironolacton tikus tidak mengeluarkan urin.
 

Sebenarnya diantara keempat sediaan yang paling baik digunakan yaitu furosemid karena furosemid berkerja
dengan cara menghambat reabsorbsi ion Na pada jerat henle. Mekanisme kerja furosemid adalah inhibisi reansorbsi
natrium dan klorida pada jerat henle menaik dan tubulus ginjal distal, mempengaruhi system kontranspor ikatan
klorida, selanjutnya meningkatkan ekskresi Na, Cl -, Mg, Kalsium dan air.
Hidroklorthiazid berkerja dengan cara menghambat simporter Na +, Cl-,  ditubuls distal. Mekanisme kerja
hidroklorthiazid yaitu inhibisi reabsorbsi pada tubulus ginjal, akibatnya ekskresi Na dan air meningkat.
Spironolakton berkerja pada segemen yang berespon terhadap aldosteron pada nefron distal, dimana
homeostatis K+ dikendalikan. Dengan mekanisme kerja yaitu berkompetensi dengan aldosteron pada reseptor di
tubulus ginjal distal, meningkatkan NaCl dan ekskresi air selama konversi ion kalium dan hydrogen, juga dapat
memblok efek aldosteron pada otot polos arterioles. Aquadest disini hanya digunakan sebagai control sehingga tidak
memberikan efek.
Seharusnya tikus yang diberikan furosemid secara peroral memberikan efek yang diuresis yang lebih besar
daripada tikus yang diberikan hidroklortiazid dan spironlacton (Mycek, 1997).
Kesalahan yang terjadi dapat disebabkan oleh tidak masuknya seluruh obat dan juga dapat disebabkan oleh
perbedaan dalam hal faktor fisiologi dari hewan percobaan yang digunakan. Untuk beberapa obat, perubahan dalam
faktor-faktor farmakodinamik merupakan sebab utama yang menimbulkan keragaman respons penderita. Variasi
dalam berbagai faktor farmakokinetik dan farmakodinamik ini berasal dari perbedaan individual dalam kondisi
fisiologik, kondisi patologik, faktor genetik, interaksi obat dan toleransi (Mycek, 1997).

Daftar Pustaka
Gunawan, Sulistia Gan, Ganiswarna, V. HS., R. Setiabudy, D. F Suyatno, Nafrialdi, 2007 , Farmakologi dan Terapi
Edisi V , Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Penerbit EGC : Jakarta, 571-
573.

Mycek, M. J., Harvey, R.A., Champe, P. C., 1997, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi Kedua, Penerbit Widya
Medika : Jakarta, Hal. 230-231.

Neal, M.J., 2010 , Ata Glance Farmakologi Medis, Penerbit Erlangga: Jakarta.

Tan Hoan, Tjay, Kirana Rahardja, 2007, Obat-obat Penting Edisi 6 , PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
MODUL VI

AKTIVITAS ANTIPIRETIK TERHADAP OBAT

Perhitungan :

KELOMPOK 1

Bobot Mencit

Mencit 1 = 20,5gram

Mencit 2 = 16,5gram

1. Kontrol PGA
1/100 X 20,5 = 0,205ml (mencit 1)

2. Perhitungan Paracetamol
Konfersikan : 500mg x 0,0026 = 1,3mg

Pengenceran Paracetamol dengan PGA


1,3mg/500mg x 100ml = 0,26ml/20g BB

16,5g/20g x 0,26 = 0,2145ml (Mencit 2)

Pemberian Ragi terhadap mencit 0,5ml

DATA PENGAMATAN

Keterangan
Suhu Mencit 1 (PGA) Suhu mencit 2 (PCT)
Cek suhu awal tanpa di beri apa-apa 36,5 36,7
36,4 36,4
36,7 36,0
Setelah di beri Ragi 36,6 35,6
36,6 36,3
36,9 36,7

Suhu Pemberian Obat 35,6 33,7


35,6 35,7
35,6 35,8

PEMBAHASAN

Didalam praktikum, Kali ini kami gunakan mencit karena mencit mempunyai proses metabolisme dalam tubuh yang
berlangsung cepat sehingga cocok digunakan sebagai objek pengamatan. Sebelum masing-masing kelompok
diberikan perlakuan ,mencit akan diukur terlebih dahulu suhu tubuhnya,pengukuran suhu tubuh seharusnya
dilakukan di bagian rektal karena suhu rektal lebih tinggi satu derajat dari suhu urin maupun oral. pada Kelompok II
(kelompok control) adalah kelompok mencit yang tidak mendapat perlakuan apapun. Setelah diamati suhu tubuh
pada rentang waktu setiap 5 menit Pada percobaan diatas terlihat bahwa control menunjukkan hasil yang salah yaitu
setelah penyuntikan pepton seharusnya mencit akan mengalami kenaikan suhu dan ternyata tidak mengalaminya.
Dan suhu awal sebelum demam menunjukkan lebih tinggi suhunya dibandingkan suhu demam yaitu pada to 37,0 °C
dan setelah demam mengalami penurunan 36,5 °C . hal ini membuktikan bahwa antalgin 150mg/kgBB yang
digunakan pada control tidak mempunyai kemampuan menurunkan suhu tubuh / antipiretik atau bisa juga karena
factor – factor kesalahan pada pengerjaan. Misalnya penyuntikan oral yang tidak tepat sasaran pada mencit dan
larutan pepton yang

digunakan tidak tepat konsentrasinya/ dosisnya, atau bisa juga karena larutan pepton yang sigunakan sudah lama.
Dari percobaan yang telah dilakukan,diperoleh bahwa pada pemberian larutan pepton 10 % sebanyak 0,5 ml
menyebabkan kenaikan suhu atau demam pada mencit tersebut.dan terjadinya demam tersebut dapat terlihat
setelah pengukuran suhu dengan menggunakan thermometer rectal. Hal ini disebabkan karena larutan pepton 10%
merupakan pirogen eksogen yang dapat meningkatkan set point thermostat hipotalamus sehingga memicu
timbulnya kenaikan suhu (demam). Demam terjadi karena terganggunya keseimbangan antara produksi dan
hilangnya panas di hipotalamus. Demam terjadi karena terganggunya keseimbangangan antara produksi dan
hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus.Pada keadaan demam keseimbangan ini
terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat antalgin ,paracetamol,dan asetosal dengan dosisi yang
berbeda – beda pada setiap kelompok. .Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali
penglepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin seperti interleukin-1 (IL-1) yang memacu penglepasan PG yang
berlebihan di daerah preoptik hipotalamus.Selain itu PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke
ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus. Obt tersebut menekan efek zat pirogen endogen dengan
menghambat sintesis PG.Tetapi demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian pula
peningkatan suhu oleh sebab lain seperti latihan fisik (P.F.Wilmana, 1995). Dari data rata-rata diperoleh dari semua
kelompok bahwa obat antalgin 100

mg/kgBB lebih baik dalam menurunkan suhu tubuh dengan kata lain lebih kuat efek antipiretiknya dibandingkan
dengan paracetamol, artinya sebagai obat antipiretik obat Antalgin 100 mg/kgbb memiliki efek farmakologi yang
lebih baik dibanding Paracetamol. Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada
umumya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek
analgetisnya diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50% dan kodein Wanita hamil dapat menggunakan paracetamol
dengan

aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek
antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak interaktif. (Tjay, 2002). setelah penyuntikan pepton 10 % yang
menyebabkan kenaikan suhu, pada mencit diberikan suspense obat astosal dosis 150 mg/kgBB ternyata memberikan
aefek antipiretik yang lebih lambat bila dibandingkan paracetamol secara oral. Berdasarkan literature yang didapat
antipiretik yang bagus memberikan efek adalah bahwa paracetamol lebih cepat menurunkan suhu tubuh penderita
demam dengan jalan bekerja secara sentral menurunkan disuhu dipusat pengatur suhu dipusat pengatur suhu di
hipotalamus dengan menghambat enzim sikooksigenase yang berperan pada prostaglandin yang merupakan
mediator penting untuk menginduksi demam.penurunan pusat pengaturan tubuh akan diikuti respon fisiologis
berupa penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah kekulit, serta penigkatan pelepasan panas melalui kulit
secara radiasi, konveksi dan penguapan. Selain itu juga paracetamol dapat mengembalikan thermostat kembali
kenormal dan cepat menurunkan suhu tubuh dengan meningkatkan pengeluaran panas sebagai akibat vasedilatasi
perifer dan berkeringat. Mekanisme kerja obatantipiretik Parasetamol adalah drivat p-aminofenolyang mempunyai
sifat antipiretik /analgesik. Sifat antipiretiknya disebabkanoleh gugus aminobenzen danmekanismenya diduga
berdasarkan efeksentral. Sifat analgesik Parasetamol dapatmenghilangkan rasa nyeri ringan sampaisedang. Sifat
antiinflamasinya sangatrendah sehingga tidak digunakan sebagaiantirematik. Pada penggunaan per oralParasetamol
diserap dengan cepat melaluisaluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Dari data
juga terlihat suhu setelah pemberian obat naik turun, ini mungkin dipengaruhi cara pengukuran suhu tubuh pada
rektal kurang tepat dan juga dipengaruhi duration of action serta onset of actionnya Antalgin adalah
derivatmetansulfonat dari Amidopirina yangbekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi
sensitivitasreseptor rasa nyeri danmempengaruhi pusat pengatur suhutubuh. Tiga efek utama adalahsebagai
analgesik, antipiretik danantiinflamasi.Antalgin mudah larut dalam air danmudah diabsorpsi ke dalam jaringan.

Pada percobaan ini, terjadi perbedaan hasil pada beberapa kelompok. Hal ini mungkin disebabkan beberapa hal,
antara lain perlakuan pada mencit saat percobaan yang berbeda-beda. Karena stres dapat dialami oleh mencit dan
dapat berpengaruh pada suhu tubuhnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil percobaan ini adalah
termometer yang digunakan Pada pada bagian rectal, pada saat memasukkan thermometer tidak pas / tidak masuk
kedalam rectalnya. Kemudian kurangnya waktu bagi mencit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang
memungkinkan pengaruh terhadap hasil pengamatan. Pada grafik hasil % proteksi, menunjukkan antalgin dosis 100
mg/kgbb memberikan hasil % proteksi yang bagus. Hal ini dapat dilihat pada kenaikan grafik dan memberikan hasil
yang positif. Pada dosis ini obat bekerja memberikan efek pada menit ke5 (t5) setelah suhu demam. Naik dan
turunnya suhu tersebut dikarenakan tidak diberinya antipiretik dan kemungkinan dipengaruhi oleh factor stress dari
luar. Sedangkan pada paracetamol yang seharusnya bagus dan cepat memberikan efek terlihat pada dosis 100 mg/kg
bb setelah penyuntikan pepton akan mengalami kenaikan suhu dan setelah diberi paracetamol secara oral suhunya
semakin menurun dari 37,5 menjadi 36,5 hal ini bisa saja dipengaruhi karena kesalahan pengerjaan, sehingga %
proteksi yang didapat, grafiknya menunjukkan hasil yang negative. Pada kelompok – kelompok lain juga begitu pada
asetosal 100 mg/kgbb memberikan hasil yang salah karena suhu sesudah disuntikkan dengan pepton malah semakin
menurun suhu demamnya dibandingkan suhu sebelum demam sehingga % proteksi yang didapat juga memeberikan
hasil yang sama negative. Menurut literature, Tidak semua jumlah obat yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan
mencapai sirkulasi sistemik. Banyak faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas

obat, terutama bila diberikan per oral, kemungkinan obat dirusak oleh reaksi asam lambung atau oleh enzim-enzim
dari saluran gastrointestinal Pada pemberian obat secara oral pada mencit mempengaruhibioavailabilitas: 1. Faktor
obatnya sendiri (larut dalam lipid, air atau keduanya) ada tiga faktor yang

2. Faktor penderita ( keadaan patologik organ-organ pencernaan dan metabolisme ) 3. Interaksi dalam absorpsi di
saluran cerna. ( interksi dengan makanan ) Biovailabilitas obat juga mempengaruhi dari hasil dan sangat bergantung
pada 2 faktor, yaitu faktor obat dan faktor pengguna obat. Terdapat kemungkinan obat yang sama diberikan pada
orang yang sama, dalam keadan berbeda, memberikan kurva dosis-respon yang berbeda. Faktor obat Kelarutan obat
Ukuran partikel Bentuk fisik obat Dosage form Teknik formulasi Excipient Faktor Pengguna Umur, berat badan, luas
permukaan tubuh Waktu dan cara obat diberikan Kecepatan pengosongan lambung Gangguan hepar dan ginjal
Interaksi obat lain

VII.

KESIMPULAN Dari percobaan diatas,diperoleh kesimpulan bahwa :  Antalgin pada dosis 100 mg/kg BB dan asetosal
pada dosis 100 mg/70 kg bb merupakan antipiretik yang dapat menurunkan suhu tubuh. Dan terlihat efeknya pada
menit ke5 untuk antalgin dan menit ke5 pada asetosal setelah pemberian pepton.  larutan pepton 10 % dapat
meningkatkan suhu tubuh mencit dan disuntikkan secara intra peritonial sebagai penginduksi untuk merangsang
agar terjadi peningkatan suhu tubuh dari hewan coba. setelah itu, suhu rektal kembali di ukur lalu masing-masing
diberi obat peroral yakni antalgin, paracetamol, asetosal dan Na. CMC sebagai kontrol. Kemudian diukur suhu rektal
kembali untuk melihat efek antipiretik dari obat yang digunakan pada menit  Pada hasil % proteksi menunjukkan
hasil bahwa antalgin 100 mg/kgbb dan astosal 100 mg/kg bb menunjukkan hasil proteksi yang bagus terbukti
memberikan hasil yang positif sedangkan pada obat yang lain memberikan hasil % proteksi yang negative.  Menurut
literature, paracetamol adalah sebagai obat antipiretik yang memberikan efek yang bagus pada tubuh. tapi pada
percobaan diatas antalgin dan asetosal pada dosis 100mg/kgbb hal ini bisa saja dipengaruhi oleh beberapa factor
salah satunya adalah Tingkat emosional hewan uji juga dapat menyebabkan terjadinya perbedaan penurunan panas,
sehingga diupayakan hewan uji yang digunakan benar-benar dalam kondisi tubuh yang normal dan tidak stres. Sebab
dalam kondisi sakit atau stress akan sangat sulit melihat respon yang diinginkan.
VIII.

DAFTAR PUSTAKA Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung: Penerbit ITB. Ganong, W.F., (1995),
FISIOLOGI KEDOKTERAN, Edisi 14, P e n e r b i t B u k u Kedokteran EGC, Jakarta, halaman 232-23 Lubis, Y., (1993),
PENGANTAR FARMAKOLOGI, PT. Pustaka

Widyasarana,Medan, Hal. 133-135. Wilmana, P.F., (1995), ANALGESIK-ANTIPIRETIK

ANALGESIK

A N T I - INFLAMASI NONSTEROID DAN OBAT PIRAI,

dalam FARMAKOLOGIDAN TERAPI, Editor Sulistia G. Ganiswara, Edisi IV, Bagian FarmakologiFakultas Kedokteran UI,
Jakarta, halaman 209-210.

Anda mungkin juga menyukai