Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum

Farmakologi (15 Juni 2016)


SUSUNAN SARAF OTONOM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2015
Disusun Oleh Kelompok 5 B
1. Dini Gustiarini
2. Anggi Izdihar Mahaswari
3. Hingar Pramesti
4. Elisabeth Gracelia Juliet
5. Muhammad Syauqi Mirza
6. Reynaldi Allen
7. Lavenia Rerung
8. Sri Maharani Ake
FARMAKOLOGI SUSUNAN SARAF OTONOM

LANDASAN TEORI

Sistem persarafan mempunyai fungsi mengumpulkan informas, baik


dari dalam maupun dari luar tubuh dan kemudian informasi ini diteruskan
ke otak (sistem afferen) untuk dianalisis, selanjutnya mengirimkan impuls
melalui sistem afferen untuk direspon sesuai dengan yang diinginkan.

Secara umum sistem saraf dibagi 2 bagian besar:

a. Sistem saraf pusat: terdiri dari otak dan medulla spinalis pada
SSP kumpulan neuron disebut Nukleus.

b. Sistem saraf perifer: terdiri dari banyak jaringan saraf dan saraf
otak yang menghubungkan tubuh ke otak dan medulla spinalis. Sistem
saraf perifer dibagi lagi menjadi sistem saraf otonom dan sistem saraf
somatik.

Sistem saraf tak sadar atau saraf otonom merupakan bagian dari
susunan saraf tepi yang bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara
otomatis. Sistem saraf otonom mengendalikan kegiatan organ-organ dalam
seperti otot perut, pembuluh darah, jantung dan alat-alat reproduksi.
Menurut fungsinya sistem saraf otonom dibagi menjadi 2 yaitu saraf
simpatik dan parasimpatik.

Fungsi saraf simpatis meningkat

1. Efek stimulasi divisi simpatis: efek simpatis adalah meningkatkan


irama jantung dan tekanan darah, memobilisasi cadangan energi
tubuh dan meningkatkan aliran darah dari kulit dan organ internal.
Stimulasi simpatis juga menyebabkan dilatasi pupil dan bronkiolus.
2. Respon fight or flight: reaksi-reaksi ini dicetuskan oleh aktivasi
langsung simpatis pada organ efektor dan melalui stimulasi medula
adrenalis untuk melepaskan epinefrin dan sejumlah kecil
norepinefrin. Hormon-hormon ini memasuki aliran darah dan
meningkatkan respon organ efektor yang mempunyai reseptor
adrenergik.

Fungsi sistem saraf parasimpatis

Sistem saraf parasimpatis menjaga fungsi tubuh esensial seperti


proses pencernaan makanan dan pengurangan zat-zat sisa, dan hal ini
diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Sistem ini biasanya bekerja
melawan dan mengimbangi aksi simpatis dan biasanya lebih dominan
daripada sistem simpatis pada situasi istirahat dan mencerna. Sistem
saraf parasimpatis bukanlah suatu perwujudan fungsional seperti system
simpatis dan tidak pernah mengatasi sebagai suatu system yang lengkap.
Jika sistem ini bekerja, akan menghasilkan gejala yang massif, tidak
diharapkan dan tidak menyenangkan. Sebagai gantinya, serabut-serabut
parasimpatis yang terpisah-pisah akan diaktivasi secara terpisah pula dan
sistem bekerja mempengaruhi organ-organ spesifik seperti lambung dan
mata.

Sistem saraf otonom tersusun atas saraf praganglion, ganglion dan


saraf postganglion. Impuls saraf diteruskan dengan bantuan
neurotransmitter, yang dikeluarkan oleh saraf praganglion maupun saraf
postganglion. Beberapa perbedaan antara saraf simpatis dan parasimpatis
adalah sebagai berikut:

SARAF SIMPATIS SARAF PRASIMPATIS

1. Letak badan sel Torax 1-12 Saraf cranial III, VII, IX,X
praganglion Lumbal 1-3 Sakral 2,3,4
(thoracolumbal) (craniosakral)

2. Posisi ganglion Jauh dari efektor Dekat efektor


(praganglion pendek) (praganglion panjang)

3. Reseptor dan Nikotinik dan


muskarinik
4. Neurotransmitter
- Praganglion Asetilkolin Asetilkolin
- Post ganglion Norsepineprin Asetilkolin

Perbedaan saraf simpatis dan parasimpatis :

Organ / Saraf Simpatis Saraf Parasimpatis


Sistem
Organ
Mata Pupil berdilatasi Pupil menyempit
Pencernaan Menghambat sekresi Merangsang
makanan air liur sekresi air liur
Menghambat gerak Merangsang
peristaltik gerak peristaltik
Menghambat sekresi Merangsang
gerak lambung sekresi gerak lambung
Kontraksi rektum Relaksasi retum
Mengubah glikogen Mengubah
menjadi glukosa glukosa menjadi glikogen

Pernapasan Meningkatkan Mengurangi


kecepatan pernapasan kecepatan pernapasan
Membesarkan Menyempitkan
bronkus dan bronkiolus bronkus dan bronkiolus

Transportasi Meningkatkan Menghambat


kecepatan denyut jantung denyut jantung
Merangsang Merangsang
vasokontriksi (mengecilkan vasodilatasi (membesarkan
diameter pembuluh darah) diameter pembuuh darah)
Meningkatkan Menurunkan
tekanan darah tekanan darah

Ekskresi Menurunkan Meningkatkan


pengeluaran urine pengeluaran urine
Merangsang
produksi keringat

Reproduksi Merangsang ejakulasi Merangsang ereksi


penis dan klitoris
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan
implus dalam SSO dengan jalan menganggu sintesa, penimbunan,
pembebasan, atau penguraian transmitter atau mempengaruhi keranya
atas reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhi otot polos dan organ,
jantung dan kelenjar. Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan
sebagai berikut:

1. Zat-zat yang bekerja terhadap Saraf simpatik, yakni


a. Simpatikomimetika (adrenergika), yang meniru efek dan
perangsangan SO oleh misalnya noradrenalin, efedrin, isoprenalin, dan
amfetamin

b. Simpatolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatis atau


melawan efek adrenergika, umpamanya alkoloida sekale dan propranolol

2. Zat-zat yang bekerja terhadap Saraf Parasimpatik yakni:

a. Parasimpatikomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ


yang dilayani saraf parasimpatis dan meniru efek perangsang oleh
asetilkolin, misalnya pilokarpin, dan fisostigmin.

b. Parasimpatikolitika (antikolinergika) justru melawan efek-


efekkolinergika misalnya alkoloida beladonna dan propatelin

c. Zat-zat perintang ganglion. Yang merintangi penerusan implus dalam


sel-sel ganglion simpatis. Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain
vasodilatasi karena blokade susunan simpatis.

TUJUAN PERCOBAAN

Untuk mengetahui efek farmakodinamik pilokarpin dan atropin yang


bersifat atau bekerja pada sistem saraf simpatis dan parasimpatis.

PERCOBAAN I : PENYUNTIKAN PARASIMPATOMIMETIK PADA MENCIT

Alat dan bahan:

a. Mencit dewasa
b. Alat suntik dan jarum
c. Larutan pilokarpin nitrat 1%

Prosedur percobaan:

a. Amati keadaan normal mencit (tingkah laku, frekuensi denyut


jantung, frekuensi pernapasan, keadaan bulu, ada salivasi atau tidak,
defekasi, dll)
b. Kemudian suntik larutan pilokarpin nitrat 1% secara subkutan
dengan dosis bertingkat mulai 0,05ml dan dosis berikutnya adalah 2x
lipat dosis sebelumnya dengan interval 10 menit.
c. Perhatikan semua perubahan/gejala yang timbul baik yang langsung
maupun tidak langsung akibat penyuntikan pilokarpin sampai
terlihat mencit kesulitan bernapas lalu hentikan penyuntikan.
d. Usahakan membantu pernapasan dengan memberikan tiupan udara
segar kedepan hidungnya.

Hasil Pengamatan
a. Sebelum penyuntikan pilokarpin
Tingkah laku, pernafasan tampak normal. Tidak terdapat salivasi,
tidak terjadi defekasi.
b. Setelah penyuntikan pilokarpin

Efektor 0,05 ml 0,1 ml 0,2 ml


Tingkah Aktif Kurang Aktif Kurang Aktif
Laku
Salivasi + ++ +++
Lakrimalisas + ++ +++
i
Straub & + ++ +++
Groom
Defekasi + (padat) ++ (encer) +++ (encer)
Pernapasan Frekuensi Normal Bronkokontriks Bronkokontriks
i i
Frekuensi Frekuensi cepat
Cepat
Denyut Normal Melemah Cepat
Jantung
Kelamin Normal Ereksi Ereksi

PEROBAAN II: ANTAGONISME PARASIMPATOMIMETIK OLEH ATROPIN

Alat dan bahan :

a. Mencit dewasa
b. Larutan pilokarpin nitrat 1%
c. Larutan atropin sulfat 0,5%
d. Alat suntik dan jarum

Prosedur percobaan:

a. Amati keadaan normal mencit (tingkah laku, frekuensi denyut


jantung, frekuensi pernapasan, keadaan bulu, ada salivasi atau tidak,
defekasi, dll)
b. Kemudian suntik larutan atropin sulfat dengan dosis 0,5mg/kg BB
secara inta peritoneal.
c. Setelah terlihat kerja dari atropin atau 10 menit kemudian suntiklah
mencit tersebut dengan pilokarpin seperti pada percobaan pertama.
d. Amati gejala yang timbul dan apakah ada perbedaan dengan gejala
pada mencit pada percobaan pertama?

Hasil pengamatan

1. Sebelum penyuntikan atropin (normal)


Tingkah laku, pernafasan tampak normal. Tidak terdapat salivasi, tidak
terjadi defekasi.

2. Setelah penyuntikan atropin

Tidak terjadi salivasi maupun lakrimalisasi, denyut jantung meningkat


(112 denyut/menit) tingkah laku menjadi lebih ganas, frekuensi
pernapasan meningkat, tidak terjadi defekasi.

3. Setelah penyuntikan pilokarpin

Tingkah laku kembali menjadi normal, denyut jantung dan pernapasan


kembali menjadi normal, terjadi defekasi dalam bentuk padat, pada
menit ke 8 terjadi lakrimalisasi serta grooming (mengusap wajah).

Analisa percobaan I dan II:

Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks yang sangat


berperan dalam pengaturan segala mekanisme kerja dalam tubuh. Secara
garis besar, sistem saraf dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Sistem saraf pusat yang terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang.
2. Sistem saraf tepi (perifer) yang terdiri dari sistem saraf otonom
(titik sadar) dan sistem saraf somatik, selanjutnya sistem saraf
otonom dibagi menjadi sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis.

Neurotransmitter adalah senyawa yang sintesis, disimpan dalam saraf


tempat dia bekerja. Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan
timbulnya beberapa efek farmakodinamik baik pada manusia dan juga
hewan, antara lain :

1. Miosis, yaitu penyempitan pupil mata.


2. Diare, karena adanya peningkatan motilitas lambung dan usus.
3. Tremor dan kejang.
4. Vasodilatasi perifer, Nampak warna pada pembuluh darah
telinga mencit menjadi lebih merah.
5. Bronkokontriksi, penyempitan pada bronkus.
6. Peningkatan saliva, keringat dan air mata.
7. Dieresis, karena terjadinya pengecilan kandung kemih.
8. Ereksi, adanya penegangaan pada kelamin.
9. Muntah.

Neurotransmitter lainnya pada umumnya juga merupakan bagian


senyawa endogen lain, misalnya adrenalin dan nonadrenalin selain terdapat
pada sistem saraf. Kedua golongan neurotransmitter ini terdapat pada saraf
simpatis sehingga saraf ini menyebabkan terjadinya beberapa efek
farmakodinamik baik pada hewan uji maupun pada manusia antara lain :

1. Straub dan grooming, merupakan perangsangan sistem saraf


pusat yang Nampak secara berlebihan.
2. Midriasis, pelebaran pupil mata.
3. Vasokontriksi, warna pembuluh darah pada telinga menjadi
pucat.
4. Bronkodilatasi, pelebaran pada bronkus.
5. Salivasi dan air mata meningkat.
6. Ejakulasi, keluarnya cairan sperma.
7. Relaksasi.

Efek farmakodinamik saraf parasimpatis dan simpatis pada


umumnya berlawanan, kecuali pada organ kelamin pria yang saling
menunjang. Adrenalin (epinefrin) dan non adrenalin termasuk
neurotransmitter golongan amina.

Berdasarkan pengamaatan pada percobaan pemberian atropin


0,5mg/kgBB secara suntikan pada menit kelima, didapatkan hasil yang
menimbulkan efek midriasis, vasodilatasi, bronkodilatasi, grooming, serta
ejakulasi. Sementara pada pemberian pilokarpin 1% menimbulkan efek
miosis, midriasis, bronkokontriksi, vasodilatasi perifer, bronkodilatasi,
grooming, eksoftalmus, muntah dan diare.

Pilokarpin merupakan agonis kolinergik kerja langsung. Pilokarpin


menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama digunakan untuk
oftalmologi. Pilokarpin adalah salah satu pemacu sekresi kelenjar yang
terkuat pada kelenjar keringat, air mata dan saliva. Pada praktikum kali ini,
pilokarpin diberikan secara injeksi kepada hewan coba mencit ( Mus
musculus ). Setelah dilakukan pengamatan, diketahui bahwa mencit yang
disuntikkan pilokarpin memberikan efek groming, miosis, midriasis, tremor,
diare, dieresis, vasodilatasi dan vasokontriksi. Efek-efek tersebut
merupakan efek-efek yang ditimbulkan oleh perangsangan saraf
parasimpatis. Dengan demikian diketahui bahwa pilokarpin merupakan
salah satu golongan parasimpatomimetik.

Atropin, memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik, dimana


obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetil kolin terikat
secara kompetitif pada tempatnya direseptor muskarinik. Pemberian
atropine yang merupakan antagonis kolinergik pada mencit menyebabkan
terjadinya efek miosis, groming, midriasis, tremor, vasodilatasi dan
vasokontriksi.

Kesimpulan
Dalam praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sistem
saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh
kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa
organ tubuh, seperti jantung, pembuluh darah, ginjal, pupil mata, lambung
dan usus.

Dalam praktikum sistem saraf otonom, pada pemberian obat


terhadap hewan uji mencit, Pilokarpin sebagai zat kolinergik yang dapat
meningkatkan sekresi saliva dan Atropin sebagai zat antikolinergik mampu
menginhibisi hipersaliva pada hewan percobaan. Semakin tinggi dosis
pilokarpin yang diberikan terhadap hewan percobaan, semakin banyak
saliva yang dikeluarkan oleh hewan percobaan tersebut dan semakin encer
pula feces yang dikeluarkan. Dan sebaliknya.

Praktikum III :

PENETESAN OBAT PARASIMPATOMIMETIK DAN SIMPATOMIMETIK


PADA MATA

Latar Belakang Teori

Mata dipersarafi oleh simpatis maupun parasimpatis dimana


parasimpatomimetik menyebabkan pupil mata mengecil (miosis) sedangkan
simpatomimetik menyebabkan pupil melebar (midriasis). Zat-zat
penghambatnya akan memberikan efek yang berlawanan tetapi simpatolitik
tidak lazim digunakan untuk pengobatan mata.

Reseptor pupil untuk simpatis berada pada otot radier sedangkan


untuk parasimpatis berada pada otot sirkuler dari iris. Jadi sekalipun efek
berlawanan namun ini berlangsung melalui jaringan otot yang berbeda.

Pemilihan kelinci disini sebagai hewan coba karena mata kelinci yang kiri
dan kanan dapat bereaksi sendiri-sendiri tak bergantung satu sama lain.

Bahan dan Alat

- Kelinci
- Kotak tempat kelinci
- Pipet tetes
- Penggaris plastik
- Larutan acidum boricum 2% (Asam Borat/Boorwater)
- Larutan epinefrin
- Larutan pilokarpin nitrat
- Larutan atropin sulfat

Prosedur
- Letakkan kelinci didalam kotak tempat kelinci dan cukur bulu mata
kelinci
- Ukur besarnya pupil mata kiri dan kanan
- Perhatikan warna mukosa konjunctiva kelinci
- Perhatikan refleks palpebra dengan menggesek pelan-pelan kornea
kelinci dengan ijuk (bila normal maka kelopak mata akan menutup
setelah digesek)
- Perhatikan reaksinya terhadap cahaya (dengan lampu senter)
- Kemudian teteskan pada mata sebelah kiri dengan 2 tetes pilikarpin
dan mata kanan dengan 2 tetes epinefrin (waktu meneteskan obat,
tekan canthus media mata dan tarik kelopak bawah mata agar tidak
masuk ke hidung)
- Amati perubahan pada mata (pupil mata, mukosa konjungtiva, refleks
palpebra, dan cahaya)
- Setelah terlihat perubahan kemudian teteskan pada mata kiri dengan
2 tetes atropin dan mata kanan dengan pilokarpin
- Amati perubahan yang terjadi

Hasil Pengamatan

MATA KIRI
Obat
Besar Warna Mukosa Refleks Refleks Cahaya
Pupil Konjugtiva Palpebra
Normal 0,6cm Putih Menutup Mengecil
(++)
Pilokarpin 0,4cm Putih Menutup Mengecil
(+)
+Atropin 0,6cm Putih Menutup Membesar
(+)

MATA KANAN
Obat
Besar Pupil Warna Refleks Refleks
Mukosa Palpebra Cahaya
Konjugtiva
Normal 0,6cm Putih Mnutup Mengecil
(+++)
Epinefrin 0,9cm Putih Refleks Membesar
Lambat
(+)
+Pilokarpin 0,6cm Putih Refleks Mengcil
Cepat(++)
Kesimpulan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa:

MATA KANAN

1. Pada saat mata ditetesi Pilokarpin pupil mengalami miosis


sehingga refleks palpebra melambat dan reaksi terhadap
cahaya kecil
2. Pada saat ditetesi Atropin pupil mengalami midiasis sehingga
refleks palpebra lambat serta reaksi terhadap cahaya membesar

MATA KIRI

1. Pada saat ditetesi epinefrin mata mengalami midiasis aehingga


refleks palpebra melambat dan reaksi terhadap cahaya
membesar
2. Tidak ada perubahan terhadap mukosa

Sehingga dapat diketahui bahwa:


Atropin dan Epinefrin adalah agonis
Pilokarpin dan Epinefrin dan Atropin Antagonis

Anda mungkin juga menyukai