DESKRIPSI KASUS
I.1.IdentitasPasien
1. Nama : Nn. CS
2. JenisKelamin : Perempuan
3. Umur : 20 tahun
4. Alamat :-
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan :-
8. No. RM : 198169
9. Jaminan : BPJS
I.2.Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis yaitu langsung dengan pasien tersebut pada
1
a. Keluhan Utama
Pasien dating kontrol amandel dan sudah tidak batuk pilek dan demam
Pasien seorang perempuan berusia 20 tahun, dating ke poli THT RSUD Pasar
Minggu dengan keluhan untuk mengontrol amandel, dan sudah tidak batuk, pilek dan
demam. Pasien sebelumnya dating dengan keluhan sakit menelan, batuk pilek dan
Riwayat DM : disangkal
2
e. Riwayat Pengobatan
Tidak ada
f. Resume Anamnesis
- Odinofagia (-)
- Batuk (-)
- Disfagia (-)
- Fever (-)
- Halitosis (-)
- Snoring (-)
2. Kesadaran : Composmentis
3. Vital Sign
Suhu : 36 C
3
4. Status Gizi
BB : 69 Kg
TB : 153 Cm
IMT : 29,48
5. Status Lokalis
Telinga
Bentuk : simetris
Liang : Lapang
Cerumen : Tidakada
Hidung
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidakada
4
Tenggorokan
Hematologi
Hematokrit : 40 %
5
Eritrosit : 4.91 10^6u/L
RDW : 12.9%
Nilai Eritrosit
MCV : 82fl
MCH : 28 pg
MCHC : 34 g/dL
HitungJenis
Basofil : 0.0%
Eusinofil : 3.0%
NeutrofilBatang : 2.0%
Segmen : 70.0%
Limfosit : 22.0%
LED : 11mm/jam
HEMOSTASIS
Masa Protomb
PT : 12.50 detik
INR : 0.87
6
Aptt
KIMIA DARAH
FUNGSI HATI
SGOT : 13u/L
SGPT : 7u/L
IMUNO-SEROI
1.6. Tatalaksana
Farmakologi:
o Ciprofloxacin 2x500mg
o Pro Tonsilektomi
7
Non-farmakologi:
Edukasi kepada pasien untuk berkumur air garam, dan tidak mengkonsumsi minuman es
1.7. Prognosis
AdVitam : bonam
AdFungsionam : bonam
AdSanationam : bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 TonsilitisKronik
Tonsilitis kronik merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua
komplikasi dari tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi yang adekuat.
Tonsillitis kronik adalah infeksi tonsil yang kuat yang dapat menyebabkan batu tonsil.
Tonsillitis kronik juga dikenal dengan tonsillitis berulang. Tonsillitis kronik terjadi ketika
seseorag menderita beberapa insiden tonsillitis per tahun. Tonsilitis kronik dengan
II.2 Epidemiologi
tenggorokan sehingga penyakit ini menjadi bagian dari kehidupan mereka. Para ilmuwan
infeksi berulang diperburuk oleh penciptaan biofilm oleh mikroorganisme dalam lipatan
tonsil basah dan hangat yang bertindak sebagai tempat penyimpanan infeksi.1
adalah kelompok umur 11-21 tahun yakni sebesar 56%. Penderita tonsillitis kronis lebih
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada bulan
9
September tahun 2012, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut
yaitu sebesar 3,8%., prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah
Infeksi ini menular melalui kontak dari secret hidung dan ludah (droplet
infections). Bakteri penyebab tonsilitis kronik sama halnya dengan tonslitis akut yatiu
kadang dapat ditemukan bakteri golongan gram negatif. Faktor predisposisi timbulnya
tonsillitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis
akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi
II.4 Patogenesis
Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman
menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada
suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian
bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah
menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke
seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. Karena proses
inflamasi yang berulang, selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga
10
pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi
ini tampak diisi oleh detritus. Proses bejalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak
menetap juga sulit dan sakit saat menelan. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan
Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan
kedalam kategori tonsillitis kronik berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai
perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang
purulent. (b) tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam
11
dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya
tampak eksudat yang purulent. Jika karena infeksi virus, gejala pilek biasa seperti batuk
atau hidng tersumbat juga mungkin terjadi. Tonsillitis juga dapat menyebabkan gejala
atipikal, terutama pada anak-anak. hal ini termasuk sakit perut, mual atau muntah.2,5
II.6 Diagnosis
secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang dilakukan secara menyeluruh untuk
menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan yang dapat membingungkan
diagnosis.2,5
berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok,
ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan, dan obstruksi pada
saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang
hipertofi. Gejala gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak
submandibular.2
membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi
oleh detritus, kelenjar limfa leher membengkak. Sebagian kripta mengalamai stenosis,
tepi eksudat (purulent) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Gambaran klinis
yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya
hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulent yang tipis terlihat pada kripta. Pada
12
umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam
kategori tonsillitis kronik. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara
detritus baru tampak jika tonsil ditekan dengan menggunakan tongue spatel.2,4
Dengan tidak adanya visualisasi langsung abses tonsil, deviasi uvular harus
semua keluhan THT, pemeriksaan telinga dan hidung yang lengkap juga harus dilakukan.
Penunjang lainnya adalah dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman
dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman
antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil,
13
(A) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C) Grade III
14
II.7. Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi konservatif dan terapi
pembedahan.
1. Terapi konservatif
Terapi ini ditujukan pada higiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap,
bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis yaitu antibiotik golongan penisilin. Jika
penyebabnya adalah bakteri, diberika antibiotik per oral selama 10 hari. Jika anak
dengan infeksi tenggorokkan berulang jika mereka memiliki ≥7 episode pada tahun
memodifikasi faktor.2
2. Terapi pembedahan
Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi).
Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.
Indikasi Tonsilektomi
Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-head
15
c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleepapneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor
pulmonale.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengam pengobatan
e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus beta
hemolitikus
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
h. Otitis media efusa/otitis media supuratif
Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila
imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko
anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat.2
Komplikasi Tonsilektomi
16
Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat.
Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor
operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang
berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil.
Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek
umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak
berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan
pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada
fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam kemudian pilar anterior dan pilar posterior
dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna.2
II.8 Komplikasi
1. Abses peritonsil
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya. Abses
biasanya pada terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
mengelilingi faringeal bed. Hal ini pling sering terjadi pada penderita dengan
serangan berulang. Gejala yang ditimbulkan yaitu malaise yang bermakna,
odinofagi yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan
aspirasi abses.
2. Abses parafaring
17
Gejala utama adalah trimus, indurasi atau pembengkakan sekitar angulus
mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi cervikal.
3. Abses intratonsilar
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti
dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan
disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan hiperemis.
Penatalaksanannya yang dengan memberikan antibiotika dan drainase abses jika
diperlukan; selanjutnya dilaksanakan tonsilektomi.
Tonsililith dapat ditemukan pada tonsilitis kronis bila kripta diblokade oleh sisa-
sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian terimpan yang
memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap dan
kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada
dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini
didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya
permukaan yang tidak rata pada perabaan.
berupa rhinitis kronik, sinusistis atau otitis media secara perkontinuitatum. Kompilkasi
jauh terjadi secara hematogen atau limfogen, menimbulkan endocarditis, artitis, miosis,
18
II.9. Prognosis
tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika
tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila
penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap
ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya,
infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang
jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau
pneumonia.9
19
BAB III
KESIMPULAN
Tonsilitis kronik merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit
tenggorokan yang berulang. Tonsilitis kronik umumnya terjadi akibat komplikasi dari
tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi yang adekuat. Adapun penyebab dari
predisposisi timbulnya tonsilitis kronik yaitu rangsangan yang menahun dari asap rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses
peradangan berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limfoid terkikis, sehingga jaringan limfoid akan diganti oleh
jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga kripta tampak melebar dan akan diisi
oleh detriktus. Proses ini akan meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsil. Pada anak, proses ini dapat disertai dengan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis ditemukan gejala seperti rasa sakit pada tenggorakan
yang terus-menerus, sakit saat menelan, nafas berbau, malaise, kadang-kadang ada demam
dan nyeri pada leher. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tonsil membesar dengan adanya
Terapi yang tidak adekuat dapat menimbulkan baik sekitar tonsil atau pada organ lain
yang tersebar secara hematogen dan limfogen. Terapi pada tonsilitis kronis dapat berupa
20
terapi lokal yaitu hygiene mulut, dengan berkumur atau obat hisap. Terapi definitif dari
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakar M.A, McKimm J, Haque S.Z, et all. Chronic tonsillitis and biofilms: a brief
overview of treatment modalities. 2018 Sep 5.
Diunduhdarihttps://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6134941/
5. Sundariyanti I.G.A.H.
TonsilitisKronisEksaserbasiAkut.FakultasKedokteranUniversitasUdayana. 2017.
Diunduhdarihttps://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ce84a52f23a3
735f4ce7b202a8877d93.pdf
6. Sarode D.N, BholeA.V. Prevalence of chronic tonsillitis at ENT
Inpatientdepartment: a hospital based study. November 2015.
Diunduhdarihttps://www.medpulse.in/Article/Volume2Issue11/MedPulse_2_11_2
0.pdf
7. Soepardi E.A, Iskandar N, et all. Tonsillitis. Buku Ajar
IlmuKesehatanTelingaHidungTenggorokKepala dan Leher. Ed VII. Jakarta:
BalaiPenerbit FKUI. 2017. Hal 197.
8. InformedHealth.org [Internet]. Tonsillitis: Overview. Cologne, Germany: Institute
for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). 2013.
Diunduhdarihttps://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK401249/
9. Lee K.J. MD. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2003. McGraw-
Hill.
10. Fauzi A.N. Referat Tonsillitis Kronis. Bandar lampung. 2016.
Diunduhdarihttps://www.academia.edu/35598541/REFERAT_TONSILITIS_KRO
NIS
11. Randel A. AAO–HNS Guidelines for Tonsillectomy in Children and
Adolescents. Am Fam Physician. 2011 Sep.
Diunduhdarihttps://www.aafp.org/afp/2011/0901/p566.html
12. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In:
IlmuKesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-4
22