Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. R
Umur : 6 tahun 4 bulan
Jenis kelamin : Laki - Laki
Alamat : Jl. Belorak III No. 4xx
Tanggal dan Pukul : 9 April 2018 pukul 11.00

II. ANAMNESA
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 9 April 2018,
pukul 11.00
a. Keluhan utama :
Nyeri menelan (odinofagia) sejak 2 hari yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan demam (+) 2 hari yang lalu
disertai rasa nyeri menelan (+) sejak 2 hari yang lalu dan pasien mengeluhkan
batuk kering sejak 1 minggu yang lalu.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat tonsilitis sejak tahun 2016 , 2017 dan bulan Januari
2018.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai gejala serupa.
Riwayat alergi (-) pada keluarga pasien.
2

e. Riwayat Kebiasaaan
Pasien suka mengkonsumsi makanan yang di jual di pinggir jalan, jarang
menggosok gigi, dan kurang minum air putih.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Present
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Baik
Riwayat Gizi : BB : 20 Kg TB : 117 cm
Rumus Z Score 5 – 18 tahun  IMT/U
IMT = BB/TB2
= (20/117 cm)2
= (20/1.172)
= (20/1.3689)
= 14,61
Setelah IMT didapatkan kemudian dimasukkan kedalam grafik z score. Dari
grafik tersebut didapatkan bahwa status gizi anak tersebut < -3 SD (sangat kurus).

Tanda Vital : TD : Tidak dilakukan/Tidak ada data


Respirasi : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Suhu : 38.4 C
Napas : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Kepala/leher : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Thorak Jantung : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Paru : Tidak dilakukan/Tidak ada data
3

b. Status Lokalis
Telinga : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Hidung : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Pharynx : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Tonsil : T3/T4 (Hiperemis)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Garpu Tala : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Audiometri : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Nasal Swab : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Laboratorium : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Tes Valsava : Tidak dilakukan/Tidak ada data
Tes Toynbe : Tidak dilakukan/Tidak ada data
4

VI. RESUME
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan demam (+) 2 hari yang lalu
disertai rasa nyeri menelan (+) sejak 2 hari yang lalu dan batuk kering (+) sudah 1
minggu yang lalu. Pasien sudah pernah berobat dengan keluhan yang sama seperti
sekarang pada bulan Januari 2018 seperti keluhan demam (+), nyeri menelan (+)
dan batuk kering. Pasien memiliki riwayat tonsillitis berulang dan tidak ada
memiliki riwayat alergi (-). Riwayat alergi (-) pada keluarga. Pada pemeriksan fisik
didapatkan status gizi pasien BB : 20 Kg, TB : 117 cm dan suhu 38.4 C. Pada
pemeriksaan, ditemukan pembesaran tonsil, berukuran T3/T4 dan Hiperemis (+).

V. DIAGNOSIS BANDING
a. Tonsilitis Akut
b. Tonsiliitis Kronik
c. Tonsilofaringitis

VI. DIAGNOSIS KERJA


Tonsilitis Akut

VII. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa
• PCT 500 mg 3 dd ½ tab No. X
• Dexametason 0,5 mg 3 dd ½ tab No.X
• Vit C 3 dd 1 tab No. X

VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanactionam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan cincin waldeyer.


Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga mulut
yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil kausial), tonsil lingua, tonsil tuba
eutachius (Rusmarjono dan Soepardi, 2012)

B. ETIOLOGI
Etiologi pada tonsilitis dapat disebabkan berdasarkan virus dan bakteri
diantaranya yaitu (Shah, 2017). :
Virus :
 EBV (Eptein Barr Virus)
 Hemofilus Influenza
 Virus Coxschakie
 Herpes Simplek
 Cytomegalo Virus
 Adeno Virus
 Measlease
Bakteri :
 Stertococcus B hemolitikus grup A
 Corynebacterium diphtheria
 Chlamydia pneumonia
 Neisseria gonorrhea
 S. Aureus
6

 H. Influenza
C. KLASIFIKASI

Klasifikasi pada tonsillitis dapat dibedakan berdasarkan ((Rusmarjono dan


Soepardi, 2012) :

I. Tonsilitis Akut

1. Tonsilitis Viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Virus Epstein Barr adalah penyebab paling sering. Hemofilus influenzae
merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksivirus coxschakie,
maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan
tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.

2. Tonsillitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan,
Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan Detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka
akan terjadi tonsilitis lakunaris.

II. Tonsilitis Membranosa

a. Tonsilitis Difteri
Tonsilitis difteri merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne
bacterium diphteriae. Penularannya melalui udara, benda atau makanan yang
7

terkontaminasi. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari
10 tahun frekuensi tertinggi pada usia 2 sampai 5 tahun.

b. Tonsilitis Septic
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat
dalam susu sapi.

3. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )


Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaetaatau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin

4. Penyakit Kelainan Darah (Tidak jarang tanda leukemia akut)


Angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil
yang tertutup membran semu. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di
mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.

III. Tonsilitis Kronik

Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,beberapa


jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

D. MANIFESTASI KLINIS
1) Gejala tonsilitis antara lain : sakit tenggorokan, demam, dan kesulitandalam
menelan.
2) Gejala tonsilitis akut : gejala tonsilitis akut biasanya disertai rasa gatal / kering
ditenggorokan, lesu, nyeri sendi, anoreksia, suara serak, tonsil membangkak.
8

3) Di mulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga parah, sakit menekan
terkadang muntah. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit
tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
4) Gambaran tonsilitis kronis : nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi telinga bagian
tengah, misal proses berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang pada akhirnya
menyebabkan ketulian permanen (Baughman, 2002).
Sedangkan menurut shah (2017) manifestasi klinis dari tonsillitis akut seperti
demam, sakit tenggorokan, nafas busuk, disfagia (kesulitan menelan), odynophagia
(menelan yang menyakitkan) dan teraba kelenjar getah bening servikal.manifestasi
yang disebabkan obstruksi jalan napas dapat ditemukan pernapasan mulut,
mendengkur, gangguan tidur yang dikarenakan gangguan napas dan sleep apneu
(shah, 2017).

E. PATOFISIOLOGI

Bakteri atau virus menginfeksi pada lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka
jaringan limpofid superficial menandakan reaksi, terdapat pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonukuler. Proses ini secara klinis tampak pada
kriptus tonsil yang berisi bercak kuning disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari proses ini akan terjadi
pembengkakan atau pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfalgia. Kadang apabila
terjadi pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas. Apabila
kedua tonsil bertamu pada garis tengah yang disebut kidding tonsil dapat terjadi
penyumbatan pengaliran udara dan makanan. Komplikasi yang sering terjadi akibat
disflagia dan nyeri saat menelan, klien akan mengalami malnutrisi yang ditandai
dengan gangguan tumbuh kembang, malaise, mudah mengantuk. Pembesaran adenoid
mungkin dapat menghambat ruang samping belakang hidung yang membuat
kerusakan lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan bernafas melalui
mulut. Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa membarne dari orofaring menjadi
9

kering dan teriritasi, adenoid yang mendekati tuba eustachus dapat meyumbat saluran
mengakibatkan berkembangnya otitis media (Nanda, 2008).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi dari tonsil dapat dilakukan dengan pemeriksaan
sediaan swab secara gram dengan pewarnaan Ziehl-Nelson atau dengan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Pemeriksaan ini dapat diambil dari swab
permukaan tonsil maupun jaringan inti tonsil.
Daerah tenggorok banyak mengandung flora normal. Permukaan tonsil
mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen yang
didapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang menginfeksi
tonsil. Pemeriksaan kultur daripermukaan tonsil saja tidak selalu menunjukkan
bakteri patogen yang sebenarnya (Rekabi et al, 2008).
Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab
tonsilitis yang lebih akurat. Bakteri yang menginfeksi tonsil adalah bakteri yang
masuk ke parenkim tonsil. Bakteri ini sering menumpuk di dalam kripta tersumbat
(Abdurrahman et al, 2004).

Pemeriksaan swab permukaan tonsil dan inti tonsil


Pemeriksaan swab dari permukaan tonsil dilakukan pada saat pasien telah
dalam narkose. Permukaan tonsil diswab dengan lidi kapas steril. Sebelumnya tidak
dilakukan tindakan aseptik anti septic pada tonsil (Abdurrahman et al, 2004).
Pemeriksaan bakteriologi dari inti tonsil dilakukan dengan mengambil swab
sesaat setelah tonsilektomi. Tonsil yang telah diangkat disiram dengan cairan salin
steril kemudian diletakkan pada tempat yang steril. Tonsil dipotong dengan
menggunakan pisau steril dan jaringan dalam tonsil diswab memakai lidi kapas
steril (Abdurrahman et al, 2004).
10

Spesimen yang telah diambil dimasukkan ke dalam media transportasi yang


steril. Biakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif dapat dilakukan dengan
menggunakan agar darah, agar coklat, eosin-methilene blue (EMB). Tempat
pembiakan ini di inkubasi pada suhu 370C, 5% CO2 (Abdurrahman et al, 2004).
Gaffney melakukan pemeriksaan bakteriologi inti tonsil dengan menggunakan
aspirasi jarum halus pada tonsil. Teknik pengambilan dengan aspirasi jarum halus
dilakukan pada orang dewasa dengan posisi duduk kemudian tonsil dianestesi lokal
menggunakan silokain semprot. Pada anak-anak dilakukan dalam narkose umum
setelah pengangkatan tonsil (Gaffney dan Cafferkey, 1998).
G. DIAGNOSIS

Tonsilitis akut maupun kronis merupakan permasalahan kesehatan yang sering


dijumpai pada praktek dokter maupun pelayanan kesehatan lainnya. Tonsilitis
disebabkan oleh berbagai bakteri. Bakteri penyebab terbanyak dari berbagai literatur
dikatakan adalah streptococcus β haemolyticus group A. Pada berbagai penelitian
belakangan ini terlihat pergeseran bakteri penyebab tonsilitis, terbanyak adalah
Staphilococcus aures, kemudian diikuti oleh Streptococcus β haemolyticus group A,
Haemofilus influenzae dan Streptococcus pneumonia. Pemilihan antibiotik dalam
penatalaksanaan tonsilitis perlu memperhatikan bakteri penyebab sesuai dengan bukti
empiris yang ada. Hal ini akan mengurangi resistensi bakteri terhadap antibiotik. Kultur
pada tonsilitis diambil dari swab permukaan tonsil dan inti tonsil. Terdapat perbedaan
hasil kultur bakteri yang berasal dari permukaan tonsil dengan inti tonsil (Farokah dan
Suyitno, 2007).

H. KOMPLIKASI

1. Otitis Media
2. Abses Peritonsil
3. Glomerulonefritis
4. Miokarditis
11

5. Atritis

I. DIAGNOSIS BANDING
1. Tonsillitis Akut
Tonsilitis akut merupakan suatu infeksi pada tonsil yang ditandai nyeri
tenggorok, nyeri menelan, panas, dan malaise. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan
pembesaran tonsil, eritema dan eksudat pada permukaan tonsil, kadang ditemukan
adanya limadenopati servikal (Kornblut et al, 1991)

2. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat infeksi
akut atau subklinis yang berulang. Ukuran tonsil membesar akibat hyperplasia parenkim
atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil, namun dapat juga ditemukan
tonsil yang relatif kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronis. Brodsky menjelaskan
durasi maupun beratnya keluhan nyeri tenggorok sulit dijelaskan. Biasanya nyeri
tenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih dari 4 minggu dan kadang dapat menetap
(Brodsky, 2006).

3. Tonsilofaringitis
Penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas yang umumnya disebabkan oleh
virus dan bakteri. Penyakit ini paling banyak diderita oleh anak-anak dan jarang terjadi
pada dewasa. Pada balita, paling banyak disebabkan oleh virus. Sedangkan bakteri
umumnya menyerang anak usia di atas 5 tahun (Gunardi, 1998). Infeksi tersebut terjadi
secara sporadik, namun wabahnya periodik. Penyebaran dapat melalui droplet saluran
pernapasan dan sangat mudah menyebar pada tempat yang penuh sesak (Rusmarjono
dan Soepardi, 2012).
12

J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tonsilitis meliputi medikamentosa dan pembedahan. Terapi
medikamentosa ditujukan untuk mengatasi infeksi yang terjadi baik pada tonsilitis akut
maupun tonsilitis rekuren atau tonsilitis kronis eksaserbasi akut. Antibiotik jenis
penisilin merupakan antibiotik pilihan pada sebagian besar kasus. Pada kasus yang
berulang akan meningkatkan terjadinya perubahan bakteriologi sehingga perlu
diberikan antibiotik alternatif selain jenis penisilin. Pada bakteri penghasil enzim β
laktamase perlu antibiotik yang stabil terhadap enzim ini seperti amoksisilin
clavulanat. Untuk mengurangi peradangan di berikan obat golongan kortikostroid
seperti dexamethasone.
Indikasi tonsilektomi dahulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relative dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.
Dahulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsillitis kronik dan berulang. Saat ini,
indikasi yang lebih utama adalah obstruksi akibat hipertrofi tonsil. Obtruksi yang
mengakibatkan gangguan menelan maupun gangguan nafas merupakan indikasi
absolut. Namun, indikasi relative tonsilektomi pada keadaan non emergensi dan
perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
The American Academy of Otolaryngology-Head and Surgery (AAO-HNS)
merilis indikasi klinis untuk melakukan tonsilektomi adalah (Rekabi et al, 2008):

1) Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
13

2) Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik yang
adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi
medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik
dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten
Brodsky et al (2006) menyatakan tonsilitis rekuren dindikasikan untuk
tonsilektomi jika terjadi serangan tonsilitis akut berulang lebih dari 4 kali dalam satu
tahun kalender, atau lebih dari 7 kali dalam 1 tahun, 5 kali setiap tahun selama 2 tahun,
atau 3 kali setiap tahun selama 3 tahun. Bila masih diragukan berikan antibiotic
spektrum luas sebelum didapatkan hasil kultur tonsil kemudian lanjutkan dengan
antibiotik sesuai kultur. Bila terdapat rekurensi dalam 1 tahun diindikasikan untuk
tonsilektomi. Bila ditemukan gejala yang persisten yang nyata lebih dari 1 bulan
dengan eritema peritonsil indikasi untuk tonsilektomi. Bila gejala dimaksud masih
diragukan berikan antibiotik selama 3-6 bulan sesuai kultur, jika gejala masih menetap
indikasitonsilektomi (Brodsky et al, 2006).

K. PROGNOSIS
Prognosis pada umumnya bonam jika pengobatan adekuat dan kebersihan
mulut baik (Shah, 2017).
14

BAB III
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Pada kasus ini, pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan utama nyeri
menelan disertai demam sejak 2 hari yang lalu dan batuk kering 1 minggu yang lalu.
Berdasarkan keluhan utama pasien, kemungkinan diagnosis banding dari penyakit
pasien sudah mulai diperkirakan seperti tonsillitis akut, tonsillitis kronik, dan
tonsilofaringitis. Setelah itu, dokter menggali kembali Riwayat Penyakit Sekarang
(RPS) dari pasien. Ibu Pasien menjelaskan bahwa awalnya pasien mengalami batuk
kering 1 minggu yang lalu dan demam disertai nyeri saat menelan 2 hari yang lalu.
Dokter menggali Riwayat penyakit dahulu dari pasien. Ibu pasien menjelaskan keluhan
seperti ini sudah sering terjadi. Pada data rekam medis menunjukkan pasien sudah
berulang kali berobat dengan keluhan yang sama dan di diagnosis yang sama.
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, diketahui bahwa pasien
berulangkali kali berobat dengan keluhan yang sama dan di diagnosis tonsilitis dari
tahun 2016. Tonsillitis akut dapat ditandai dengan nyeri tenggorok, nyeri menelan,
suhu tubuh meningkat , dan malaise. Pada pasien tonsillitis kronik biasanya ditandai
dengan nyeri tenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih dari 4 minggu dan kadang
dapat menetap. Untuk pasien faringitis dapat ditandai dengan rasa lemas, anorexia,
demam, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher. Untuk pasien tonsilofaringitis
ditandai dengan nyeri tenggorokan, nyeri menelan, sulit menelan, demam, mual,
anoreksia, pembesaran KGB, faring hiperemis, edema faring,pembesaran tonsil,mulut
berbau,nyeri pada telinga dan malaise. Untuk menyingkirkan diagnosis banding
lainnya perlu dilakukan pemeriksaan fisik.
15

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksan fisik tampak pembesaran tonsil, berukuran T3/T4 dan
Hiperemis (+).
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, beberapa diagnosis banding mulai dapat
disingkirkan, yaitu :
Tonsilitis Kronik
Pada tonsillitis kronik terdapat gejala seperti rasa mengganjal di tenggorokan, rasa
kering di tenggorokan, terdapat kriptus .
Tonsilofaringitis
Pada tonsilofaringitis terdapat gejala nyeri tenggorokan,nyeri menelan,sulit
menelan,demam,mual,anoreksia,pembesaran KGB, faring hipremesis, edema faring,
pembesaran tonsil, mulut berbau, nyeri pada telinga dan malaise.
Pada pemeriksaan fisik seharusnya dilakukan pemeriksaan pada faring untuk melihat
apakah ada hiperemis atau tidak untuk menyingkirkan diagnosis banding
tonsilofaringitis.

C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini diperlukan pemeriksaan penunjang khusus karena manifestasi
klinis belum jelas. Pemeriksaan penunjang pada pasien dapat dilakukan berupa
pemeriksaan darah rutin untuk memastikan apakah penyebab dari keluhan pasien, dan
swab tonsil bila dicurigai penyebabnya adalah bakteri.

D. Diagnosis
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka
diagnosis banding dari keluhan pasien ini adalah tonsilitis akut yang merupakan suatu
infeksi pada tonsil yang ditandai nyeri tenggorok, nyeri menelan, panas, dan malaise.
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan pembesaran tonsil, eritema dan eksudat pada
permukaan tonsil, kadang ditemukan adanya limfadenopati servikal.
16

E. PENATALAKSANAN

 Medikamentosa
Pada kasus ini, pasien mengalami kenaikan suhu tubuh sehingga diberika obat
antipiretik sepperti PCT dengan dosis anak 10 – 15 mg/KgBB/kali PO 3 x 1 hari. Untuk
mengurangi peradangan diberikan terapi berupa dexamethasone dengan dosis 0,08 -
0,3 mg/kgBB/hari 2x1. Untuk mengatasi penyebab pada kasus di berikan antibiotik
seperti spectrum luas seperti Amoksisilin + As. Klavulanat 20 mg/kgBB/hari PO 3 x 1
hari.
o Paracetamol syr 125 mg/ 5 ml flc No.II
S 3 dd 2 cth p.c
Dosis anak (10 - 15 mg/KgBB/perkali)
= 20 (10 - 15 mg/KgBB/perkali)
= 200 – 300 mg/kali
= 250 mg
Jadi, untuk dosis paracetamol 250 mg ialah 250 mg/125mg = 2 cth.
Ket :
cth = 5 ml
5 ml = 125 mg
o Dexamethasone 6 mg No. III
S 2 dd ½ tab p.c
Dosis anak ( 0,08 – 0,3 mg/KgBB/hari)
= 20 ( 0,08 – 0,3 mg/KgBB/hari)
= 1,6 – 6 mg/hari
= 0,8 – 3 mg/ kali
= 3 mg
17

o Amoksisilin klavulanat syr 125/5 ml flc No.III


S 3 dd 2 cth p.c
Dosis anak ( 20 – 40 mg/KgBB/hari )
= 20 ( 20 – 40 mg/KgBB/hari)
= 400 – 800 mg/hari
= 133 – 266 mg/kali
= 250 mg
Jadi, untuk dosis paracetamol 250 mg ialah 250 mg/125mg = 2 cth.
Ket :
cth = 5 ml
5 ml = 125 mg

Seharusnya pada pasien ini tidak perlu diberikan vitamin C karena bukan
merupakan terapi kausa atau simptomatik pada kasus ini

 Non Medikamentosa
Terapi non medikamentosa pada pasien ini berupa menjaga kebersihan mulut
dengan menyikat gigi sehabis makan dan sebelum tidur, mengkonsumsi makanan
bergizi seperti buah dan sayur, konsumsi air putih yang cukup, serta tidak
mengkonsumsi makanan tidak sehat.
18

BAB IV
KESIMPULAN
1. Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan cincin waldeyer.
Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga
mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil kausial), tonsil lingua,
tonsil tuba autachius (Rusmarjono dan Soepardi, 2012)
2. Dari gejala tonsilitis akut antara lain seperti sakit tenggorokan, demam, dan
kesulitan dalam menelan. Gejala tonsilitis akut seperti gejala tonsilitis akut
biasanya disertai rasa gatal / kering ditenggorokan, lesu, nyeri sendi, anoreksia,
suara serak, tonsil membangkak. Di mulai dengan sakit tenggorokan yang ringan
hingga parah, sakit menekan terkadang muntah. Pada tonsilitis dapat
mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan
tonsil. Gambaran tonsilitis kronis seperti nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi
telinga bagian tengah, misal proses berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang
pada akhirnya menyebabkan ketulian permanen (Baughman, 2002).
3. Pada kasus ini, pasien mengalami kenaikan suhu tubuh sehingga diberikan obat
antipiretik seperti PCT dengan dosis anak 10 – 15 mg/KgBB/kali PO 3 x 1 hari
yaitu dosis sekali minum 250 mg. Untuk mengurangi peradangan diberikan terapi
berupa dexamethasone dengan dosis 0,08 - 0,3 mg/kgBB/hari 2x1 yaitu dosis
sekali minum 3 mg. Untuk mengatasi penyebab pada kasus di berikan antibiotik
seperti spectrum luas seperti Amoksisilin + As. Klavulanat 20 mg/kgBB/hari PO
3 x 1 hari yaitu dosis sekali minum 250 mg.
19

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman AS, Kholeif LA, Elbeltagy YM, Eldesouky AA. Bacteriology of tonsil
surface and core in children with chronic tonsillitis and incidence of bacteraemia during
tonsillectomy.Egypt J Med Lab sci 2004;13(2)

Baughman, Diani C. 2002. Keperawatan medical bedah, Brunner and Suddarth,


Jakarta: EGC

Brodsky L, Poje Ch. Tonsillitis, tonsilectomy and adenoidectomy. In: Bailey BJ,
Johnson JT, Newlands SD editors. Ototlaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed
Vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006:p.1183-98.

Farokah, Suprihati, Suyitno S. Hubungan Tonsilitis kronik dengan prestasi belajar pada
siswa kelas II Sekolah Dasar di kota Semarang. Cermin Dunia Kedokteran
2007;155:87-91

Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


Tonsilektomi pada anak dewasa. Jakarta. 2004

Gaffney RJ, Cafferkey MT. Bacteriology of normal and diseased tonsils assessed by
fineneedle aspiration: Haemophilus influenzae and the pathogenesis of recurrent acute
tonsillitis. Clin otolaryngol 1998;23:181-5.

Kornblut AD. Non-neoplastic diseases of the tonsils and adenoids. In: Paparella MM,
Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL, editors Otolaryngology 3th ed.
Philadelphia WB Saunders Company 1991: p.2129-46.
20

Nanda. 2008. Diagnosa Nanda NIC & NOC. Jakarta : EGC

Rekabi H, Khosravi AD, Ahmadi K, Kardouni M. The microbiologic comparison of


the surface and deep tissue tonsillar cultures in patients underwent tonsillectomy. J med
sci 2008;8(3): 325-8.

Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam:


Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editors. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edis 6. Balai Penerbit FKUI Jakarta
2008:h.217-25.

Shah K. U. 2017. Tonsilitis and Abcess Perotonsil. From : www.emedicine


medscape.com [akses 17 April 2018].

Anda mungkin juga menyukai