Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An.D
Usia : 13 thn
Alamat : Griya Pantura Asri
Pekerjaan : Pelajar
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam

II. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri Tenggorokan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Pukesmas Kedaton dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 1 minggu
yang lalu dirasakan terus menerus. Awalnya keluhan ini terasa mengganjal di
tenggorokan, keluhan tersebut muncul terutama jika pasien minum es atau makan
makanan berminyak (gorengan). Keluhan ini juga disertai dengan nyeri saat menelan,
demam tidak terlalu tinggi, dan batuk berdahak. Keluhan mual, muntah, sesak, suara
serak disangkal. Pasien sebelumnya sudah mengkonsumsi obat batuk (OBH) tetapi tidak
ada perubahan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama di sangkal
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda vital :
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Respirasi : 20 x/menit
c. Frekuensi nadi : 76x/menit
d. Suhu : 37,8C
e. BB = 40 kg
Kepala : normocephal
a Mata : CA -/-, SI -/-
b Hidung : napas cuping hidung (-), sekret (-)
c Telinga : simetris, serumen (+)
d Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), faring hiperemis (-), Tonsil T2-T2
hiperemis kripta (+) tidak melebar, detritus (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks
a Pulmo
Inspeksi : normothorak, pernapasan simetris, jejas (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : vbs ka=ki wh-/- rh -/-
b Cor
Inspeksi : tidak tampak denyutan ictus cordis
Palpasi : ictus cordis teraba di ics 5 midclav sinistra
Perkusi : pinggang jantung ics 3 parasternal sinistra batas kanan ics
3 parasternal dextra
Aukultasi : BJ I-II reg G(-) M(-)
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-)
Auskultasi : BU (+) normal 18x/menit
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstermitas
akral hangat (+)
crt < 2 detik
edem (-)

IV. Usulan Pemeriksaan Penunjang


a Pemeriksaan darah rutin
b Swab tenggorok kultur

V. Resume
Pasien laki-laki usia 13 tahun dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 1 minggu
yang lalu dirasakan terus menerus. Awalnya keluhan ini terasa mengganjal di
tenggorokan, keluhan tersebut muncul terutama jika pasien minum es atau makan
makanan berminyak (gorengan). Keluhan ini juga disertai dengan nyeri saat menelan,
demam tidak terlalu tinggi, dan batuk berdahak. Pasien sebelumnya sudah mengkonsumsi
obat batuk (OBH) tetapi tidak ada perubahan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD = 110/70, RR = 20x/menit, HR= 76
x/menit, S= 37,8 C, Tonsil T2-T2 hiperemis kripta (+) tidak melebar, detritus (-).

VI. Diagnosis Banding


Tonsilitis akut susp. ec bacterial infection
Tonsilitis akut susp. ec viral infection

VII. Diagnosis Kerja


Tonsilitis akut susp. Ec bacterial infection
VIII. Penatalaksanaan
Non medikamentosa
a. Diet lunak
b. Hindari makan atau minum yang pedas, dingin, dan berminyak
c. Perbanyak minum air putih
d. Kumur dengan air hangat atau obat kumur yang mengandung desinfektan
Medikamentosa
e. Amoxicilin 3 x 500 mg
f. PCT 3 x 500 mg
g. Dexametason 3 x 0,5 mg
h. Vit. C 2 x 1 tab

IX. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain:
fosa tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis. Tonsil berfungsi sebagai
filter/penyaring organisme yang berbahaya. Bila tonsil sudah tidak dapat
menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsilitis.
Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang
disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Tonsilitis akut adalah radang akut pada
tonsil akibat infeksi kuman terutama Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus.
Jenis Streptokokus meliputi Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans
dan Streptokokus piogenes. Bakteri penyebab tonsilitis akut lainnya meliputi
Stafilokokus Sp., Pneumokokus, dan Hemofilus influenzae. Hemofilus influenzae
menyebabkan tonsilitis akut supuratif. Tonsilitis akut paling sering terjadi pada
anak-anak, terutama berusia 5 tahun dan 10 tahun. Penyebarannya melalui droplet
infection, yaitu alat makan dan makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius (
lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,
2007 ). Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang diakibatkan oleh
bakteri, virus, dan jamur.
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus
pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer,A. 2000). Tonsilitis akut
merupakan suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla palatina, yang terdapat
pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi maupun virus. (Sutji
Pratiwi,2008).
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi
pada tonsila palatina yang menetap (Chan, 2009). Tonsilitis Kronis disebabkan
oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang
permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu
ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali
ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan (Colman, 2001).
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa
jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

2.2 Macam-Macam Tonsilitis


A Tonsilitis Akut
1 Tonsilitis Viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus
Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut
supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan
rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang
sangat nyeri dirasakan pasien.
2 Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus,
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus,
Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada
lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk
tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.
Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka
akan terjadi tonsilitis lakunaris.

B Tonsillitis Membranosa
1 Tonsilitis Difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne
bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak
berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
2 Tonsilitis Septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi.
3 Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulserosa Membranosa)
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema
yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C.
4 Penyakit Kelainan Darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut,
gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.
C Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

2.3 Etiologi
Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil
berfungsi untuk membuat limfosit, yaitu sejenis sel darah putih yang bertugas
membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Tonsil akan
berubah menjadi tempat infeksi bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan
meradang, menyebabkan tonsillitis. (Charlene J. Reeves,2001)
Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi, Effiaty
Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta Hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes.
Streptococcus pyogenes merupakan patogen utama pada manusia yang
menimbulkan invasi lokal, sistemik dan kelainan imunologi pasca streptococcus
(Jawetz, 2007).

2.4 Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil
berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk dan
membentuk antibody terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini
secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut
detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas,
suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis
akut dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah.
Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan
demam tinggi (39C-40C). Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sakit
menelan, tenggorokan akan terasa mengental. (Charlene J. Reeves,2001).
Tetapi bila penjamu memiliki kadar imunitas antivirus atau antibakteri
yang tinggi terhadap infeksi virus atau bakteri tersebut, maka tidak akan terjadi
kerusakan tubuh ataupun penyakit. Sebaliknya jika belum ada imunitas maka
akan terjadi penyakit (Arwin, 2010).
Sistem imun selain melawan mikroba dan sel mutan, sel imun juga
membersihkan debris sel dan mempersiapkan perbaikan jaringan (Sterwood,
2001). Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang yang
menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan
mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh
detritus (Iskandar N,1993). Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan radang berupa keluarnya leukosit polymorphnuklear serta terbentuk
detritus yang terdiri dari kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang
lepas.

Gambar 2.1 Tonsilitis Akut


2.5 Manifestasi klinis
Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal/ kering ditenggorokan,
anoreksia, otalgia, tonsil membengkak. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang
ringan hingga menjadi parah, sakit menelan, kadang muntah. Pada tonsillitis dapat
mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluarnya nanah pada lekukan
tonsil (Mansjoer,2000).
Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsila
biasanya bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini
mungkin keabu-abuan dan kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul, membentuk
membran dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal (Boies,
1997).
Keluhan utama yang paling sering adalah sakit tenggorokan dan infeksi
saluran nafas atas. Penyebab utama yang paling banyak pada tonsilitis akut adalah
bakteri grup A streptococcus B hemoliticus, disamping itu penyebab terbanyak
biasanya disebabkan oleh virus (Brodsky, Poje, 2006).

2.6 Diagnosis
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok.
Kemudian berubah menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan.
Makin lama rasa nyeri ini semakin bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak
mau makan. Nyeri hebat ini dapat menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi
dan telinga. Nyeri pada telinga (otalgia) tersebut tersebar melalui nervus
glossofaringeus (IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai
menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan
nafsu makan berkurang sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien
terdengar seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Keadaan ini
disebut plummy voice. Mulut berbau busuk (foetor ex ore) dan ludah menumpuk
dalam kavum oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus). Pemeriksaan
tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan terdapat detritus yang
memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran.
Ismus fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus anterior dan arkus
posterior juga tampak udem dan hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak
di belakang angulus mandibula terlihat membesar dan ada nyeri tekan. Adapun
tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut:
Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir
50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang
dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu
menelan, rasa mengganjal di tenggorok, nafas bau, malaise, sakit pada
sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan
parut, permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa
kripti terisi oleh detritus. Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi
eksudat (purulent) dapat diperlihatkan dari kripta -kripta tersebut.
Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil,
biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil
sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.

Gambar 2.2 Grading Tonsilitis


Keterangan :
T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior
uvula
T2 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak
pilar anterior-uvula
T3 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak
pilar anterior-uvula
T4 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula atau lebih
Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaanapus
tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan
derajat keganasan yang rendah, seperti Streptococcus haemolitikus,
Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut ( Mansjoer, 2000) yaitu :
1 Penatalaksanaan tonsilitis akut
a Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat
kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan
diberikan eritromisin atau klindomisin.
b Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat
simptomatik.
c Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan
tenggorok 3x negatif.
d Pemberian antipiretik.
2 Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap Terapi
radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil.
The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery
Clinical Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya
tonsilektomi yaitu:
1 Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat
2 Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial
3 Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan
jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
4 Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang
tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
5 Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6 Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus
hemoliticus
7 Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8 Otitis media efusa / otitis media supuratif
Menurut Fahrun Nur 2009, penatalaksanaan tonsilitis akut dengan
memperbaiki higiene mulut, pemberian antibiotika spektrum luas selama 1
minggu dan Vitamin C dan B kompleks.
Pada beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih dari 5
hari. Pemberian antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda lebih
cepat. Meskipun demikian, tanpa antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat
berkurang selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala lainnya dapat berkurang
selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala dapat bertahan sampai 9 hari selama
pemberian terapi (Brook, 2008).
Untuk tonsilitis bakteri, penisililin merupakan antibiotik lini pertama
untuk tonsilitis akut yang disebabkan bakteri Group A Streptococcus B
hemoliticus (GABHS). Walaupun pada kultur GABHS tidak dijumpai, antibiotik
tetap diperlukan untuk mengurangi gejala. Jika dalam 48 jam gejala tidak
berkurang atau dicurigai resisten terhadap penisilin, antibiotik dilanjutkan dengan
amoksisilin asamklavulanat sampai 10 hari (Christoper, Linda 2006; Current,
2007).
Pada tonsillitis kronik dilakukan terapi lokal untuk hygiene mulut dengan
obat kumur / hisap dan terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi
medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil. Mansjoer, A (1999).
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun
hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap
memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam
pelaksanaannya. Di Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi,
tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi
digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak
sulit (Wanri A, 2007).
Bakteri dan virus penyebab Tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari
satu penderita ke orang lain. Tidaklah jarang terjadi seluruh keluarga atau
beberapa anak pada kelas yang sama datang dengan keluhan yang sama,
khususnya bila Streptokokus pyogenase adalah penyebabnya. Risiko penularan
dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderta Tonsilitis atau yang
memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga
untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan
air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang talah lama
sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang-orang yang
merupakan karier Tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk
mencegah penyebaran infeksi pada orang lain (Edgren, 2002).

2.8 Komplikasi
Komplikasi tonsillitis akut dan kronik menurut Mansjoer, (2000), yaitu:
a) Abses pertosil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses
ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A.
b) Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustachi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada rupture spontan
gendang telinga.
c) Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke dalam sel-
sel mastoid.
Komplikasi lain adalah dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan
terhadap suara, aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi
velopharingeal, stenosis faring, lesi di bibir, lidah, gigi dan pneumonia (Wanri,
A., 2007)
Menurut Fahrun Nur 2009 pada anak menimbulkan otitis media akut,
Abses peritonsil, Abses para faring, Sepsis, Bronkitis, Nepritis akut, Miokarditis
dan Artritis.

2.9 Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu
yang singkat. Gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita
mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi
pada telinga dan sinus. Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber
dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia (Edgren, 2002).
BAB III
KESIMPULAN
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan
pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil,
plika triangularis. Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring organisme yang berbahaya.
Bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut
maka akan timbul tonsilitis.
Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang
disebabkan oleh virus ataupun bakteri. Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil
lebih dari 3 bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang. Pada umumnya
penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang ulang,
adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri
waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa
kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar
dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut, permukaan tonsil tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.
Terapi pada tonsilitis akut, berupa terapi lokal, ditujukan pada higiene
mulut dengan menggunakan obat kumur. Dapat juga dilakukan tindakan
operasi tonsilektomi sesuai dengan indikasinya .
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi.E.A,et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. pg:212-25.
2. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Penyakit-
penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. pg:
330-44.
3. Caparas.M.B, Lim.M.G. Basic Otolaryngology. Publication of comittee of the college of
Medicine: University of the Philippines. 1998. pg: 149-59.

4. Robertson, J.S. 2004. Journal of Tonsilitis. Available at: http://www.emedicine.com.


Accessed on: Mei 2016.

5. Ramsey, D.D. 2003.. Tonsilitis. Available at: http://www.illionisuniv.com. Accesed on:


Mei 2016

6. Lee, K.J. MD. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2003. McGraw-Hill.

7. Jackson C. Disease of the nose, throat and ear. 2nd ed. Philadelphia: WB Sunders Co.
1959. pg: 239-59.

Anda mungkin juga menyukai