Ulkus Diabetikum
Pembimbing:
Diajukan Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia- Nya sehingga tugas referat ini berhasil diselesaikan. Referat yang berjudul “Ulkus
Diabetikum” ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepanitraan Klinik di
Ilmu Bedah Rumah Sakit UKI.
Bukan suatu hal yang mudah bagi penulis untuk menyelesaikan tugas referat ini.
Karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. I Wayan Wisnu Brata, Sp.B selaku pembimbing yang telah memberikan
pengajaran, serta terima kasih pula kepada seluruh teman dan semua pihak di Kepanitraan
Klinik Ilmu Bedah atas kerjasamanya selama penyusunan Makalah ini.
Penulis mengharapkan saran daan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri,
pembaca maupun bagisemua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Definisi.......................................................................................................................2
2.2 Epidemiologi..............................................................................................................2
2.4 Patogenesis.................................................................................................................3
2.6 Klasifikasi...................................................................................................................5
2.7 Diagnosis....................................................................................................................7
2.8 Tatalaksana.................................................................................................................9
BAB II KESIMPULAN........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir disertai
kematian jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus diabetikum adalah
salah satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang
dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.
Pada pasien dengan ulkus diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga
gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa
hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya
terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses makroangiopati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah yang akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu :
1) Pain (nyeri).
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan).
4) Pulselessness (denyut nadi hilang).
5) Paralysis (lumpuh)
2.2 Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari penderita
DM. di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih merupakan masalah
besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan ulkus diabetika. Angka
kematian dan angka amputasi masih tinggi,masing-masig sebesar 32,5% dan 23,5%.
Nasib penderita DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun
pasca amputasi.
2
diabetika pada penderita Diabetes Mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi
dikutip oleh Riyanto dkk.terdiri atas :
Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah:
a. Umur ≥ 60 tahun.
b. Lama DM ≥ 10 tahun.
Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah:
a. Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
b. Obesitas.
c. Hipertensi
d. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
e. Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
f. Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan:
Kolesterol Total tidak terkontrol, Kolesterol HDL tidak terkontrol,
Trigliserida tidak terkontrol.
g. Kebiasaan merokok.
h. Ketidakpatuhan Diet DM.
2.4 Patogenesis
Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab ulkus
diabetikum. Pada gangguan vaskuler terjadi iskemik. Keadaan tersebut di samping
menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki
dan mempermudah timbulnya infeksi. Iskemik merupakan suatu keadaan yang
disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan sehingga kekurangan
oksigen. Gangguan tersebut terjadi melalui dua proses yaitu:
1. Makroangiopati
Makroangiopati yang terjadi berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemi dan ulkus. Dengan adanya
DM proses sterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan
pembuluh darah multiple. Aterosklerosis biasanya proximal namun sering
berhubungan dengan oklusi arteri distal pada lutut, terutama arteri tibialis posterior
dan anterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis.
2. Mikroangiopati.
Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer,
3
sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal
dari tungkai berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetika. Proses mikroangiopati
darah menjadikan sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau
berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi dingin, atrofi dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkaix.
Selain proses diatas pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c eritrosit yang
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit
terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang mengganggu sirkulasi jaringan dan
kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus.
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya aktivitas trombosit mengakibatkan
tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan
mengganggu sirkulasi darah.
Patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer, penyakit
vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat
terganggunya proses penyembuhan luka. Neuropati perifer pada penyakit DM dapat
menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonomix. Kerusakan
serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer
toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan
bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan
serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan
penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Selain itu pada
hiperglikemia terjadi defek metabolism pada sel schwan sehingga konduksi implus
terganggu. Kaki yang tidak berasa akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam
tidak akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi
infeksi. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik
menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki.
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki
yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya
trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
4
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi
didaerah ini. Kadar gula dalam darah yang meningkat menjadikan tempat
perkembangan bakteri ditambah dengan gangguan pada fungsi imun sehingga bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.
a. Sering kesemutan
g. Kulit kering
2.6 Klasifikasi
5
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner, terdiri
dari 6 tingkatan:
4 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian
depan kaki atau tumit.
Sedangkan klasifikasi untuk kedalaman luka dan luasnya daerah iskemik menurut
Brodsky:
1: luka superfisial yang mencapai epidermis atau dermis atau keduanya, tapi
belum menembus tendon, kapsul sendi atau tulang.
2: luka memembus tendon atau tulang tetapi belum mencapai tulang atau sendi
A: Tanpa iskemia
6
B: iskemia tanpa gangrene
C: partial gangrene
2.7 Diagnosis
I. Anamnesis
Anamnesa yang dilakukan merupakan tahap awal dari pengumpulan data yang
diperlukan dalam mengevaluai dan mengidentifikasi sebuah penyakit. Pada
anamnesa yang sangat penting adalah mengetahui apakah pasien mempunyai
riwayat DM sejak lama. Gejala-gejala neuropatik diabetik yang sering ditemukan
adalah sering kesemutan, rasa panas di telapak kaki, keram, badan sakit semua
terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabakan hilang atau
berkurangnya rasa nyeri dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan
sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.
Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh darah dengan
menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat aliran darah
ketungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten), ujung jari terasa dingin, nyeri
diwaktu malam, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan serta jika
luka yang sukar sembuh.
7
2) Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat.
Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada
arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan terasa sebagai daerah yang tebal
dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta
tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada
daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Eksplorasi
dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo
serta tulang yang terlibat.
3) Pemeriksaan Sensorik
Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum
tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak adanya ulkus
namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat
dicegah. Caranya adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Uji
monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah
mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal
apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit
dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
4) Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan test
vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen transkutaneus, ankle-
brachial index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara
membagi tekanan sistolik betis denga tekanan sistolik lengan. Apabila didapat
angka yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan
untuk memastikan terjadinya oklusi arteri.
5) Pengkajian luka:
a. Tentukan lokasi dan letak luka
8
Tentukan letak keberadaan luka berada dibagian tubuh mana hal ini dapat berguna
sebagai indicator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga dapat
meminimalisir kejadian terulang dengan menghilangkan penyebabnya
b. Tentukan stadium luka
Tentukan stadium luka berdasarkan klasifikasi stadium ulkus diabetikum dari
wagner, berdasarkan kedalaman dari lukanya juga tingkat keparahan iskemia dari
ulkus
c. Warna pada dasar luka
Apabila warna pada dasar luka adalah merah, maka luka bersih dan banyak
vaskularisasinya. Jika berwarna kuning maka dapat diartikan bahwa jaringan sudah
terinfeksi. Jika berwarna hitam maka jaringan sudah nekrosis dan avaskularisasi
d. Bentuk dan ukuran luka
Kaji ukuran luka, dari panjang, lebar, dan kedalaman luka.
e. Status vaskuler
Subjective: apakah pasien merasa nyeri terhadap lukanya
Objective: pbservasi warna kulit apakah pucat atau sianosis pada bagian distal
luka
Palpasi:
1. Apakah ada perubahan pada suhu ujung kaki (menjadi lebih dingin)
2. Palpasi tekanan nadi, pada bagian distal luka terapa atau tidak
6) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda
asing serta adanya osteomielitis.
7) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah
terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk mengetahui
kadar gula dalam lemak. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi
pasien.
2.8 Tatalaksana
9
darah dan penanganan ulkus DM secara komprehensif.
1. Pengendalian Diabetes
b. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non
farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa
darah sebagaimana yang diharapkan. Terapi farmakologis yang diberikan adalah
pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. Terdapat enam golongan
obat anti diabetes oral yaitu:
Golongan sulfonilurea
Glinid
Tiazolidindion
Penghambat Glukosidase α
Biguanid
Obat-obat kombinasi dari golongan-golangan diatas
10
2. Penanganan Ulkus Diabetikum
a. Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus
diabetikum. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya
pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan
sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau
rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan
debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau
pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan dilakukan
debridemen bedah adalah:
b. Perawatan Luka
11
dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsipnya yaitu bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi
trauma dan risiko operasi.
c. Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada infeksi berat
pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Pada beberapa
penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang dominan pada infeksi ulkus
diabetik diantaranya adalah s.aureus kemudian diikuti dengan streotococcus,
staphylococcus koagulase negative, Enterococcus, corynebacterium dan
pseudomonas. Pada ulkus diabetikum ringan atau sedang antibiotika yang
diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang
berat kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif
berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri
anaerob) antibiotika harus bersifat broadspektrum, diberikan secara
injeksi.
d. Tindakan Amputasi
12
Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil
Trauma pada kaki
Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati
13
BAB III
KESIMPUL
AN
1. Ulkus adalah salah satu komplikasi kronik DM yang menyebabkan amputasi pada
kasus non traumatik.
2. Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput disertai kematian
jaringan yang luas dan invasi kuman saprofit.
3. Patofisiologis dari ulkus diabetikum merupakan akibat tiga proses berbeda yang
berperan yaitu iskemia yang disebabkan oleh makroangiopati dan mikroangiopati,
neuropati (sensorik, motorik, dan otonom) dan adanya infeksi
4. Pada penatalaksanaan Ulkus DM diperlukan suatu penatalaksanaan secara
farmakologis dan non farmakologis
5. Pegobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan perawatan atau
6. penanganan terhadap ulkus yaitu perwatan luka lembab.
14
DAFTAR PUSTAKA
3. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, et al. 2006. Diabetic Foot Disorders: a
Clinical Practice Guideline. American College of Foot and Ankle
Surgeons. Journal Foot Ankle Surgical. Vol 39:1-66.
9. Frykberg RG. Diabetic foot ulcers: Pathogenesis and management. Des Moines
University, Des Moines, Iowa Am Fam Physician. 2002 Nov 1;66(9):1655-1663.
10. Baal JG. 2004. Surgical Treatment of The Infected Diabetic Foot. Clinical Infectious
Disease. Vol 39 (Suppl 2): 123-128.
15