KELOMPOK
1. ALDEGONDA F JEHARUT
2. EGIDIUS MERA
3. MARIA HELENA NEI
4. V.C AGNESS BATA
TAHUN 2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk mengetahui bagaimana teknik
perawatan luka pada pasien yang mengalami ulkus diabetikum. Penulis berharap
agar tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua orang guna untuk
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................1
KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................4
A. Latar belakang.............................................................................4
B. Tujuan...........................................................................................4
A. Diabetes Melitus.........................................................................5
B. Ulkus Diabetikum.........................................................................6
A. Kesimpulan .................................................................................22
B. Saran ............................................................................................22
3
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Pendahuluan
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan terjadinya hiperglikemia yang disebabkan oleh karena gangguan
produksi insulin oleh pankreas atau terjadinya resistensi insulin. WHO
memprediksikan bahwa diabetes akan menjadi penyebab utama
kematian ke-7 di Dunia pada tahun 2030 dan berdasarkan International
Diabetes Foundation (IDF) ditemukan 207 juta orang penduduk dunia
menderita DM. Pada tahun 2019 jumlah pasien Diabetes Melitus terus
meningkat mencapai 415 juta orang di dunia yang menderita DM. Hal ini
menunjukkan bahwa penderita DM di dunia terus meningkat setiap tahun.
Diabetes melitus dapat menyebabkan berbagai komplikasi kronis
seperti diabetes ketoasidosis, sindrom hiperglikemi, makrovaskuler,
mikrovaskuler, ulkus diabetikum. Komplikasi DM terjadi akibat kadar gula
darah yang tidak terkontrol. Salah satu komplikasi DM adalah ulkus
diabetikum atau ulkus kaki diabetik. Ulkus diabetikum adalah kerusakan
sebagian atau keseluruhan pada kulit ektermitas yang dapat meluas ke
jaringan dibawah kulit, tendon, otot tulang atau persendian yang
menyebabkan terjadinya infeksi yang parah (Djauhar et al., 2018).
Ulkus diabetikum merupakan komplikasi yang parah yang terjadi
ada penderita DM. Penatalaksanaan dari ulkus diabetikum yaitu dengan
melakukan perawatan luka untuk mencegah infeksi yang semakin parah.
Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi silang dan mempercepat proses
penyembuhan luka (S. Yusra, 2015).
B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu Diabetes Melitus
2. Untuk mengetahui apa itu Ulkus Diabetikum
3. Untuk mengetahui Etiologi dari Ulkus Diabetikum
4. Untuk mengetahui patogenesis Ulkus Diabetikum
5. Untuk mengetahui klasifikasi Ulkus Diabetikum
6. Untuk mengetahui perawatan luka pada penderita Ulkus Diabetikum
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Diabetes Melitus
1. Defenisi Diabetes Melitus
a. Menurut WHO Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme
kronis dengan banyak etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan tingginya gangguan karbohidrat,
gangguan produksi insulin dapat menyebabkan insufisiensi insulin
oleh sel-sel beta Langerhans pada kelenjar pankreas, atau sel-sel
tubuh kurang responsif terhadap insulin (Artini, 2016)
b. Diabetes Melitus adalah kumpulan beberapa penyakit metabolik
yang ditandai dengan hiperglikemia atau tingginya kadar gula
didalam darah yang disebabkan oleh kerusakan sekresi insulin,
kinerja insulin atau keduanya (Priscilla, 2015).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus terdiri dari empat tipe yaitu diabetes melitus tipe 1
diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus gestasional dan diabetes
melitus tipe lain (Ningsi, 2019)
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 atau dikenal dengan insulin dependent
diabetes dikarakteristikan dengan kerusakan sel beta pankreas.
Faktor yang berkontribusi terhadap keruskan sel beta pankreas
adalah faktor genetik, imunologi, dan lingkungan, contohnya
pengaruh virus.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau non insulin dependent diabetes lebih
sering terjadi pada individu yang berusia lebih dari 30 tahun dan
obesitas. Pada DM tipe 2 meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin, sel beta pankreas masi bisa menghasilkan insulin yang
cukup untuk mencegah pemecahan lemak.
c. Diabetes Gestational
5
Diabetes gestational adalah intoleransi glukosa yang terjadi
selama kehamilan. Hiperglikemia atau tingginya kadar gula darah
berkembang selama kehamilan disebabkan karena sekresi
hormon plasenta yang menyebabkan resistensi insulin.
d. Diabetes tipe lain
Diabetes ini terjadi pada beberapa orang akibat kondisi medis
atau akibat pengobatan medis yang menyebabkan kadar glukosa
didalam darah tidak normal.
B. Ulkus Diabetikum
1. Defenisi ulkus diabetikum
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi jangka
panjang yang disebabkan oleh penyakit Diabetes Melitus. Ulkus
diabetikum adalah infeksi kronis pada ekstermitas bawa yang terjadi
pada pasien diabetes melitus, dimana ditemukan infeksi, tukak atau
destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam pada kaki pasien
diabetes melitus, banyak dari penderita ulkus diabetikum yang
dilakukan amputasi untuk mencegah infeksi yang semakit parah.
Ulkus diabetikum atau ulkus kaki diabetik terjadi karena gangguan
saraf yang dialami oleh sebagian besar penderita diabetes dan
menyebabkan kehilangan sensasi nyeri terhadap cedera. Ulkus kaki
diabetik rawan mengalami infeksi yang disbebkan oleh penurunan
respon sel darah putih (Hamon, 2017).
2. Etiologi ulkus diabetikum
Terjadinya ulkus diabetikum diawali dengan adanya hiperglikemia
pada penyandang DM yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan
neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati baik
sensorik, motorik atau autonomik akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan juga otot yang kemudian akan
menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi
yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut
menambah rumitnya pengelolahan kaki diabetes melitus (Djauhar et
al., 2018)
6
3. Patogenesis ulkus diabetikum
Terjadinya ulkus diabetik di pengruh oleh faktor seperti
hipeglikemia kronik, neuropati perifer, keterbatasan sendi dan
deformitas. Hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologi
pada ekstermitas bawah termasuk penurunan potensial pertukaran
oksigen dengan membatasi proses pertukaran atau melalui induksi
kerusakan pada sistem saraf otonom yang menyebabkan shunting
darah yang kaya oksigen menjauhi permukaan kulit. Sistem saraf
dirusak oleh keadaan hiperglikemia melalui berbagai cara sehingga
lebih mudah terjadinya cedera pada saraf tersebut. Sedikitnya ada 3
mekanisme kerusakan saraf yang disebabkan oleh hiperglikemia,
yaitu efek metabolik, kondisi mekanik, dan efek kompresi
kompartemen tungkai bawah. Penurunan kadar oksigen jaringan,
yang digabung dengan fungsi saraf sensorik dan motorik yang
terganggu bisa menyebabkan UKD.
Kerusakan saraf pada diabetes melitus dapat mengenai serat
motorik, sensorik dan jufa otonom. Neuropatik motorik menyebabakan
kelemahan pada otot, atrofi dan juga paresis. Neuropati sensorik
menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan panas yang
propektif. Neuropati otonm yang menyebabkan vasodilatasi dan
penguangan keringat juga biasa menyebabkan kehilangan integritas
kulit yang membentuk lokasi ideal untuk invasi mikrobial.
Keterbatasan mobilitas sendi pada subtalar dan metatarsalphalangeal
sangat sering terjadi pada pasien DM tipe 2 berhubungan dengan
glikosiliasi kolagen yang menyebabkan penebalan struktur
periatikuler, seperti tendon, ligamen dan kapsul sendi. Hilanganya
sensasi karena neuropatik pada sendiri menyebabkan atropati kronik,
progresif dan deskruktif. Glikosiliasi kolagen ikut memperburuk
penurunan fungsi tendon Achilles padapasien DM tipe 2 sehingga
pergerakan tendon tendon Achilles menyebabkan deformitas. Pada
keadaan di atas bila kaki mendapat tekanan yang tinggi maka
memudahkan terjadinya ulserasi pada pasien DM tipe 2. Ulkus kaki
7
diabetik dapat juga disbebkan oleh karena terjadinya gangguan pada
aliran pembuluh darah tunglai yang merupakan manifetasi dari penykit
arteri perifer. Penyakit arteri perifer pada pembuluh darah tungkai
didasari oleh karena hiperglikemia kronik, kerusakan endotel dan
terbentuknya plak aterosklerosis (Decroli, 2019)
4. Klasifikasi ulkus diabetikum
8
melitus membutuhkan waktu yang panjang agar sembuh kembali (S.
Yusra, 2015)
Teknik perawatan luka diabetes dapat dilakukan dengan teknik berikut
(Desmawati, 2019)
1. Pencucian Luka
Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka
yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik
tubuh pada cairan luka. Mencuci dapat meningkatkan, memperbaiki
dan mempercepat penyembuhan luka serta menghindari terjadinya
infeksi. Pencucian luka merupakan aspek yang penting dan mendasar
dalam manajemen luka, merupakan basis untuk proses penyembuhan
luka yang baik, karena luka akan sembuh jika luka dalam keadaan
bersih. Cairan normal salin/NaCl 0,9% atau air steril merupakan
cairan yang direkomendasikan sebagai cairan pembersih luka pada
semua jenis luka. Cairan ini merupakan cairan isotonis, tidak toksik
terhadap jaringan, tidak menghambat proses penyembuhan dan tidak
menyebabkan reaksi alergi. Tujuan penggunaan antiseptik adalah
untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri pada luka
2. Debridement
Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka
dengan menyediakan tempat untuk bakteri. Untuk membantu
penyembuhan luka, maka tindakan debridement sangat dibutuhkan.
Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti
mechanical, surgical, enzimatic, autolisis dan biochemical. Cara yang
paling efektif dalam membuat dasar luka menjadi baik adalah dengan
metode autolisis debridemen. Autolisis debridemen adalah suatu cara
peluruhan jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri dengan
syarat utama lingkungan luka harus dalam keadaan lembab. Pada
keadaan lembab, proteolitik enzim secara selektif akan melepas
jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak, jaringan
nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu
dengan pembedahan (surgical) atau mechanical debridement.
Tindakan debridemen lain juga bisa dilakukan dengan biomekanikal
menggunakan maggot (larva atau belatung).
9
3. Dressing
Terapi topikal atau bahan balutan topical (luar) atau dikenal juga
dengan istilah dressing adalah bahan yang digunakan secara topical
atau menempel pada permukaan kulit atau tubuh dan tidak digunakan
secara sistemik (masuk ke dalam tubuh melalui pencernaan dan
pembuluh. Berdasarkan perkembangan modernisasi, tehnik dressing
di Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu: konvensional dressing dan
modern dressing (moist wound healing)
a) Konvensional Dressing
Perawatan luka konvensional yang sering dipakai di Indonesia
adalah dengan menggunakan perawatan seperti biasa dan
biasanya yang dipakai adalah dengan cairan rivanol, larutan
betadin 10% yang diencerkan ataupun dengan hanya memakai
cairan NaCl 0,9% sebagai cairan pembersih dan setelah itu
dilakukan penutupan pada luka tersebut.
b) Modern Dressing (Moist Wound Healing)
Perawatan luka Moist Wound Healing adalah teknik perawatan
luka dengan mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap
lembab dengan menggunakan balutan penahan kelembapan,
oklusive, semi oklusive, impermeable dressing berdasarkan
pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan
(safety) sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan
dapat terjadi secara alami serta dapat mepercepat penyembuhan
dan mengurangi komplikasi infeksi dan pertumbuhan jaringan
parut residual, sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan
penyembuhan luka (Ose, M. A. , 2018)
Tujuannya adalah :
1) Mempercepat fibrinolisi
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih
cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
10
2) Mempercepat angiogenesis Dalam keadaan hipoksia pada
perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan
pembuluh darah dengan lebih cepat.
3) Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan perawatan kering.
4) Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk
membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana
produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam
lingkungan yang lembab.
5) Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh
makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih
dini.
D. SOP Perawatan Luka Diabetes
11
jaringan.
2. Bengkok 2 buah
3. Larutan NaCl 0,9 %
4. Sarung tangan/ handscoen satu pasang
5. Desinfektan
6. Kassa steril secukupnya
7. Alkohol 70 %
8. Dresssing : hydklid, hydroaktif gekk, calcium alginate
9. Duk steril
10. Plester
11. Gunting plester
12. Supratulle
13. Perlak dan pengalas, verban
12
b. Jaringan nekrotik
c. Jumlah jaringan nekrotik
d. Warna kulit sekitar luka
e. Kedalaman luka
f. Cairan eksudat yang dikeluarkan
g. Jaringan granulasi dan epitelisasi
h. Adanya ganggren
7. Lakukan pembersihan luka atau pencucian luka
Bisa membersikan luka dengan menggunakan salah satu
teknik atau kombinasi seperti :
a. Irigasi : memberikan tekanan atau menyemprotkan
cairan NaCl pada luka yang digunakan untuk
membersikan luka
b. Perendaman : merendam luka
c. Swabbing : mengusap atau ,menggosok secara
perlahan
8. Kemudian luka dikeringkan dengan menggunakan kassa
steril
9. Sambil membersihkan perhatikan apakah pasien
merasakan nyeri pada saat perawatan luka
10. Perhatikan apakah terdapat jaringan nekrotik, jika ada
lakukan CSWD (Conservative Sharp Wound Healing) yaitu
pengangkatan jarigan nekrotik dengan menggunakan
gunting atau pinset hanya pada jarigan mati yag sudah
bisa diangkat.
11. Selanjutnya ganti sarug tangan dengan handscoe steril
12. Lakukan dressing atau pembalutan
Primari dressing :
Gunakan balutan sesuai hasil pengkajian
a. Gunakan hydrogel dengan mengoleskan gel ke
permukaan luka atau hydrkoloid untuk mencegah
infeksi dan menjaga moist luka serta membantu
kenyamanan pasien
13
b. Bisa menggunakan calcium alginate bila terdapat
perdarahan
c. Kemudian tutup menggunakan kassa steril
Secondary dressing :
d. Tutp luka dengan kassa gullung dan pleseter
menggunakan hipafik dengan oclusive dressig (luka
jangan sampai tampak kelihata dari luar. Ukur
ketebalan kassa atau bahan gel yang ditempelkan ke
luka harus mampu membuat suasana optimal atau
moist balance.
e. Rapikan seluruh alat alat dan sampah
f. Rapikan pasien dan atur posisi pasien senyaman
mungkin
g. Buka skrem kembali
14
E. Riview Jurnal
Critical Appraisal
Judul Artikel : Efektivitas Perawatan Luka Teknik Balutan Wet Dry Dan
Wound Healing Pada Penyembuhan Ulkus Dibetikum
YA/
KOMPONEN YANG DI NILAI PENJELASAN
TIDAK
1. Judul dan a. Apakah judul sesuai Ya Isi dari artikel menjelaskan tentang
abstrak dengan isi perbandingan dari 2 teknik perawatan
luka yang diberikan pada pasien yang
berada di rumah sakit Tarakan.
Dimana responden di bagi dalam 2
kelompok dan diberikan perawatan
luka yang berbeda yaitu Wet Dry 18
responden dan Wound Healing 15
responden. Kemudian dilihat
perbedaan dari kedua teknik
perawatan luka tersebut.
15
disebutkan? Apa? untuk melihat efektivitas penyembuhan
luka dengan membandingkan
penggunaan balutan dengan teknik
Wet Dry dan dengan teknik balutan
Moist Wound Healing.
16
jenis perawatan luka ulkus diabetik.
17
3. Sampling a. Bagaimana populasi di Ya Populasi dipilih dari RSUD Tarakan
pilih dengan teknik purposive sampling
dengan menggunkan kriteri inklusi
yaitu : pasien dengan ulkus diabetik
grade II sampai dengan grade IV,
hemodinamik stabil dan kadar gula
darah stabil.
18
jaringan nekrotik, luas jaringan
nekrotik, jenis eksudat, jumlah eksudat,
keadaan kulit sekitar luka, oedem
perifer, ukuran jaringan granulasi,
indurasi jaringan perifer dan ukuran
epitelisasi.
19
2,33 sedangkan dengan teknik Moist
Wound Healing rata-rata 1,40. Uji t-
berpasangan menunjukan nilai
signifikan p = 0,004 yang mana nilai p
Value < 0,05 sehingga ini menunjukan
bahwa terdapat perbedaan antara
kelompok penyembuhan luka dengan
perawatan Wet dr dengan Moist
Wound Healing.
20
healing dan wet-dry sehingga
disimpulkan bahwa pasien dengan
ulkus diabetik yang perawatan luka
dengan menggunakan moist healing
cenderung proses penyembuhan
lukanya lebih cepat dan dapat
diterapkan sebagai intervensi
keperawatan dalam melakukan
perawatan luka diabetik.
BAB III
PENUTUP
21
A. Kesimpulan
Perawatan luka merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk
mempercepat proses penyembuhan dan mencegah infeksi yang semakin
parah. Ulkus dibetik merupakan salah satu komplilkasi jangka panjang
yang disebabkan oleh DM. Ulkus diabetik adalah infeksi kronis pada
ekstermitas bawa yang terjadi pada pasien diabetes melitus, dimana
ditemukan infeksi, tukak atau destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam
pada kaki pasien diabetes melitus, sehingga perawatan luka merupakan
salah satu penatalaksanaan yang penting bagi penderita ulkus diabetik.
Perawatan luka dapat dilakukan dengan teknik Konvensional Dressing
atau Modern Dressing (Moist Wound Healing).
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca guna
untuk menambah ilmu pengetahuan tentang perawatan luka pada
penderita ulkus diabetik.
DAFTAR PUSTAKA
22
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kelurahan Gedong Air Bandar Lampung Tahun 2016. Jurnal Medika
Malahayati, 3(1), 38–43.
Djauhar, F., Kadrianti, E., Hanaruddin, D. Y., Nani, S., & Makassar, H. (2018).
Gambaran Perawatan Luka Diabetik Pada Pasien Diabetes. 12(4), 459–
465.
Ose, M. A., Utami, P. A., & Damayanti, A. (2018). Efektivitas Perawatan Luka
Teknik Balutan Wet-dry Dan Moist Wound Healing Pada Penyembuhan
Ulkus Diabetik. Journal of Borneo Holistic Health, 1(1), 101–112.
http://jurnal.borneo.ac.id/index.php/borticalth/article/view/401/263
23