Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


DHF (Dengue Hemoragi Fever)

Disusun Oleh:

Sindi Candra Wulan Agustin (202101006)


Cahayu (202101010)
Moh Dimas Aqil Firdaus (202101009)
Hikmah Wahyuni (202101021)
Meira Safira Salsabila (202101016)
Fayza Artya Kania (202101018)
Alam Catur Ramadhan (202001009)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2022 / 2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah Keperawatan Anak telah disetujui untuk dipresentasikan

Tanggal:……………………….

Oleh:

Pembimbing

Ns. Atik Pramesti W, S.Kep., M.Kep


NIK. 06.038.0609
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah keperawatan anak dengan judul Asuhan
Keperawatan Pada Anak DHF (Dengue Hemoragi Fever).
Kami berharap dengan adanya makalah penelitian ini, dapat
menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca. Makalah ini membahas
tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak DHF (Dengue Hemoragi Fever).
Makalah ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen mata kuliah Keperawatan Anak. Dalam upaya
penyelesaian makalah ini penulis telah mengerjakan dengan maksimal.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini hingga selesai. Serta tidak lupa kami
sampaikan bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun
dan memperbaiki makalah ini.

Banyuwangi, 24 Februari 2023

Penyusun

Semua Anggota Kelompok


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) umumnya ditularkan melalui nyamuk
yang terinfeksi virus dengue. Pada pasien DHF dapat ditemukan beberapa gejala
seperti suhu tubuh tinggi serta mengigil, mual, muntah, pusing, pegal-pegal,
bintik-bintik merah pada kulit. Pada hari ke 2-7 demam dapat meningkat hingga
40-41⸰C serta terdapat beberapa perdarahan yang kemungkinan muncul berupa
perdarahan dibawah kulit (petekie), hidung dan gusi berdarah, serta perdarahan
yang terjadi didalam tubuh, tanda dan gejala tersebut menandakan terjadinya
kebocoran plasma (Prawiroharjo, 2018). Dengue Hemorrhagic Fever sangat
rentan menyerang anak-anak dikarenakan secara daya tahan tubuh anak-anak
memang cenderung lebih lemah dan aktivitas nyamuk aedes aegpty termasuk
nyamuk rumahan dimana senang berada di sekitar lingkungan anak-anak dan
beraktivitas sama dengan anak-anak yakni di pagi dan sore hari (Carin, Sund and
Lahkar, 2018).
World Health Orgnization (WHO) (2019) mencatat terjadi penurunan
signifikan pada kasus Dengue Hemorrhage Fever (DHF) di Amerika pada tahun
2017 mencapai 584.263 kasus sedangkan pada tahun 2016 mencapai 2.177.171
kasus (Hidayah, 2022). Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementrian Kesehatan
Indonesia (2019), di Indonesia pada bulan Januari 2019 terdapat 133 jiwa
meninggal dunia dari 13.683 kasus DHF. Demikian pula pada bulan Februari
2019 kasus DHF terus mengalami peningkatan yang mencapai 16.692 kasus,
sedangkan pasien meninggal mencapai 169. Sementara itu di Jawa Timur pada
tahun 2016, penderita DHF dengan masalah resiko kekurangan volume cairan
mencapai 34,8% (16 orang dari 46 orang) (RI, 2021). Di Jawa Timur, khususnya
Kabupaten Sidoarjo diperoleh data pasien anak pada kasus DHF dengan masalah
hypovolemia terhitung pada tahun 2019 sebanyak 117 anak, tahun 2020 sebanyak
24 anak dan tahun 2021 sebanyak 83 anak (Carin, Sund and Lahkar, 2018).
DHF disebabkan nyamuk Aedes Aegepty dan nyamuk Aedes Albopictus yang
terinfeksi atau membawa virus dengue. Ketika nyamuk yang terinfeksi menggigit
manusia, nyamuk juga melepaskan virus. Virus dengue yang masuk kedalam
tubuh beredar dalam pembuluh darah bersama dengan darah (Sheila, 2022).
Virus bereaksi dengan antibody yang mengakibatkan tubuh mengaktivasi dan
melepaskan C3 dan C5. Akibat dari pelepasan zat-zat tersebut tubuh mengalami
demam, pegal dan sakit kepala. Kemudian zat tersebut saling berikatan dengan
darah dan berkumpul dipembuluh darah yang kecil dan tipis yang mengakibatkan
plasma bocor dan merembes keluar (Carin, Sund and Lahkar, 2018). Plasma
darah yang terdiri dari darah, air, protein, ion dan gula akan keluar ke
ekstraseluler yang mengakibatkan tubuh mengalami kekurangan volume cairan.
Kondisi lebih lanjut dari kekurangan volume cairan dapat mengakibatkan syok
hipovolemik yang kemudian mengarah pada kegagalan organ untuk melakukan
tugasnya hingga kematian (Achmad Ali Fikri, Syamsul Arifin, 2022).
Tindakan yang diberikan pada pasien dengan masalah kekurangan volume
cairan yakni memantau tanda-tanda vital, mengobservasi turgor kulit, memeriksa
hasil laboratorium, mendorong untuk meningkat masukan secara oral seperti
pemberian minum yang adekuat, jus, susu dan makanan ringan, memantau dan
mencatat masukan serta keluaran untuk mengetahui keseimbangan cairan.
Seseorang dapat dikatakan dehidrasi apabila terdapat tanda dan gejala berikut:
menurunnya turgor kulit, berat badan turun, mukosa mulut kering, frekuensi nadi
meningkat, TD menurun, pucat, nafas cepat, suhu tubuh meningkat (Suciari,
2019).
1.1 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
a) Mampu melaksanakan asuhan keperawatan anak pada klien dengue
hemorrhagic fever.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada anak DHF
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis keperawatan asuhan
keperawatan anak pada pasien DHF
3. Mahasiswa mampu menyusun perencanaan asuhan keperawatan
anak pada pasien DHF
4. Mahasiswa mampu mendokumentasikan implementasi asuhan
keperawatan anak pada pasien DHF
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan anak
pada pasien DHF
1.2 Manfaat
Makalah ini diharapakan manfaat dalam ilmu keperawatan dan dapat
melakukan asuhan keperawatan anak pada pasien dengan DHF yang dirawat
di rumah sakit sehingga dapat mengurangi bertambahnya angka kematian
yang diakibatkan oleh DHF
1.4 Sistematika Penulisan
1. Bab 1 Pendahuluan : Latar Belakang, Tujuan, Manfaat dan Sistematika
Penulisan.
2. Bab 2 Tinjauan Pustaka : Pengertian, Etiologi, Manifestasi klinis, Klasifikasi,
Patofisiologi, Web of coution (WOC), Pemeriksaan penunjang,
Penatalaksanaan dan Konsep asuhan keperawatan
3. Bab 3 Skenario Kasus : Kasus Askep
4. Bab 4 Asuhan Kepewaratan : Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Implementasi
dan Evaluasi
5. Bab 5 Penutup : Kesimpulan dan Saran
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Rina and
Peni, 2022).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang
anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa
demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi
Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Muafiah, 2019).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab
kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering
menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian
yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun
(Rahayu, 2019).
2.2 Etiologi
Dengue haemoragic Fever (DHF) disebabkan oleh arbovirus (Arthopodborn
Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepthy. Virus Nyamuk
aedes aegypti berbentuk batang, stabil pada suhu 370 C. Adapun ciri-ciri nyamuk
penyebar demam berdarah menurut (Nursalam ,2008) adalah :
1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
2. Hidup didalam dan sekitar rumah
3. Menggigit dan menghisap darah pada waktu siang hari
4. Senang hinggap pada pakaian yang bergantung didalam kamar
5. Bersarang dan bertelur digenangan air jernih didalam dan sekitar rumah
seperti bak mandi, tempayan vas bunga.
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut Nursalam, 2008 tanda dan gejala penyakit DHF antara lain
1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO (2002), DHF dibagi menjadi empat derajat sebagai
berikut:
1. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II :
Seperti derajat I namun di sertai perdarahan spontan di kulitdan atau
perdarahan lain.
3. Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah,
tekanan darah menurun disertai kulit dingin, lembab dan gelisah.
4. Derajat IV :
Renjatan berat dengan nadi tidak teratur dan tekanan darah yang tidak dapat
diukur.
2.5 Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
dimana virus tersebut akan masuk ke dalam aliran darah, maka terjadilah viremia
(virus masuk ke dalam aliran darah). Kemudian akan bereaksi dengan antibody
dan terbentuklah kompleks virus antibody yang tinggi akibatnya terjadilah
peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi imunologik. Virus yang
masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan peradangan pada pembuluh
darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang mana akan menurunkan jumlah
trombosit (trombositopenia) dan factor koagulasi merupakan factor terjadi
perdarahan hebat. Keadaan ini mengkibatkan plasma merembes (kebocoran
plasma) keluar dari pembuluh darah sehingga darah mengental, aliran darah
menjadi lambat sehingga organ tubuh tidak cukup mendapatkan darah dan terjadi
hipoksia jaringan.
Pada keadaan hipoksia akan terjadi metabolisme anaerob, hipoksia dan asidosis
jaringan yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan dan bila kerusakan
jaringan semakin berat akan menimbulkan gangguan fungsi organ vital seperti
jantung, paruparu sehingga mengakibatkan hipotensi, hemokonsentrasi ,
hipoproteinemia, efusi pleura, syok dan dapat mengakibatkan kematian. Jika virus
masuk ke dalam sistem gastrointestinal maka tidak jarang klien mengeluh mual,
muntah dan anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue
tersebut menganggu sistem kerja hepar, dimana salah satunya adalah tempat
sintesis dan osidasi lemak. Namun, karena hati terserang virus dengue maka hati
tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut menjadi bahan keton, sehingga
menyebabkan pembesaran hepar atau hepatomegali, dimana pembesaran hepar ini
akan menekan abdomen dan menyebabkan distensi abdomen.
Bila virus bereaksi dengan antbody maka mengaktivasi sistem koplemen atau
melepaskan histamine dan merupakan mediator factor meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah atau terjadinya demam dimana dapat terjadi DHF dengan
derajat I,II,III, dan IV.
2.6 Web Of Caution
Virus Dengue (arbovirus)

Melalui gigitan nyamuk

Pre infection oleh virus dengan serotype berbeda

Bereaksi dengan antibodi

Menimbulkan Meningkatkan Trombositopenia syok Adanya toksik infeksi/


respon peradangan permeabilitas kapiler zat tertentu pada
dinding usus
Perubahan Penurunan curah
Meningkatya suhu Resiko Perdarahan
status jantung
tubuh
Peningkatan sekresi
Hospitalisasi air dan elektrolit ke
sesak
dalam rongga usus
Mual dan Hipertermia
muntah Tirah baring
Pola nafas tidak
Peningkatan isi
Anoreksia Resiko Kekurangan efektif
Intoleransi rongga usus
Volume Cairan Akivitas
Intake nutrisi
berkurang Diare

Resiko Defisit
Nutrisi
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih),
trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
2. Serologi : uji HI (hemoagutination inhibition test).
3. Rontgen thoraks : effusi pleura
2.8 Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Pencegahan Demam Dengue (DHF) sering disebut sebagai "5M," yang merupakan singkatan
dari lima langkah pencegahan yang dianjurkan untuk mengendalikan penyebaran penyakit
ini. Berikut adalah 5M pencegahan DHF:

a. Menguras tempat penampungan air: Seluruh tempat penampungan air, seperti bak
mandi, ember, vas bunga, dan penampungan air lainnya, harus dikuras secara teratur.
Nyamuk Aedes aegypti bertelur di air yang tergenang, oleh karena itu, dengan
menguras tempat penampungan air, kita dapat menghilangkan tempat perindukan
nyamuk.

b. Menutup rapat tempat penyimpanan air: Pastikan semua tempat penyimpanan air
tertutup rapat. Ini akan mencegah nyamuk Aedes aegypti masuk dan bertelur di
dalamnya.

c. Mengganti air pada tempat penampungan secara rutin: Jika Anda memiliki tempat
penampungan air yang tidak bisa dikuras, seperti kolam ikan, pastikan untuk
mengganti airnya setidaknya seminggu sekali. Ini akan menghentikan siklus hidup
nyamuk dan mencegah mereka berkembang biak.

d. Menggunakan larvasida: Menggunakan larvasida atau bubuk abate pada tempat


penampungan air yang tidak dapat dikuras secara teratur dapat membantu
mengendalikan populasi nyamuk. Larvasida ini membunuh larva nyamuk sebelum
mereka menjadi nyamuk dewasa.

e. Menggunakan kelambu impregnated (treated) insektisida: Saat tidur, gunakan


kelambu yang telah dirawat dengan insektisida untuk melindungi diri Anda dari
gigitan nyamuk. Kelambu ini dapat membantu mencegah nyamuk masuk ke area tidur
Anda
2. Terapi
a. DHF tanpa rejatan
Pada pasien dengan demam tinggi , anoreksia dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus, beri pasien minum 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam.
Dapat diberikan teh manis, sirup, susu dan bila mau lebih baik diberikan oralit.
Apabila hiperpireksia diberikan obat anti piretik dan kompres air biasa.Jika terjadi
kejang, beri luminal atau anti konvulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis
anak umur kurang dari 1 tahun 50 mg/ IM , anak lebih dari 1 tahun 75 mg. Jika 15
menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3mg / kg BB.
Anak diatas satu tahun diberikan 50 mg dan dibawah satu tahun diberikan 30 mg,
dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien
tanpa ranjatan apabila pasien terus menerus muntah , tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematocrit yang cenderung
meningkat.
b. Pasien yang mengalami rajatan (syok) harus segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan
biasanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon maka
dapat diberikan plasma atau plasma akspander, banyaknya 20 sampai 30
ml/kg BB. Pada pasien rajatan berat pemberian infus diguyur dengan cara
membuka klem infus tetapi biasanya vena-vena telah kolaps sehingga
kecepatan tetesan tidak mencapai yang diharapkan, maka untuk mengatasinya
dimasukkan cairan secara paksa dengan spuit dimasukkan cairan sebanyak
200 ml, lalu diguyur.
3. Tindakan Medis Yang Bertujuan Untuk Pengobatan
Keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia, dan
muntah. Jenis minuman yang diajurkan adalah jus buah, the manis, sirup,
susu, serta larutan oralit. Apabila cairan oralit tidak dapat dipertahankan maka
cairan IV perlu diberikan. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari
derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan dextrose 5% di
dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis dianjurkan pemberian
NaCl 0,9 % +dextrose ¾ bagian natrium bikarbonat.
Kebutuhan cairan diberikan 200 ml/kg BB , diberikan secepat
mungkin dalam
waktu 1-2 jam dan pada jam berikutnya harus sesuai dengan tanda vital, jadar
hematocrit, dan jumlah volume urine. Untuk menurunkan suhu tubuh menjadi
kurang dari 39°C perlu diberikan anti piretik seperti paracetamol dengan dosis
10-15 mg/kg BB/hari. Apabila pasien tampak gelisah, dapat diberkan sedative
untuk menenangkan pasien seperti kloral hidrat yang diberikan peroral/
perektal dengan dosis 12,5-50 mg/kg BB (tidak melebihi 1 gram) . Pemberian
antibiotic yang berguna dalam mencegah infeksi seperti Kalmoxcilin,
Ampisilin, sesuai dengan dosis yang ditemukan.
Terapi O2 2 liter /menit harus diberikan pada semua pasien syok.
Tranfusi darah dapat diberikan pada penderita yang mempunyai keadaan
perdarahan nyata, dimaksudkan untuk menaikkan konsentrasi sel darah
merah.Hal yang diperlukan yaitu memantau tanda-tanda vital yang harus
dicatat selama 15 sampai 30 menit atau lebih sering dan disertai pencatatan
jumlah dan frekuensi diuresis.
2.9 Konsep tumbuh kembang usia sekolah
Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran. Pertumbuhan
dapat diukur secara kuantitatif. Indikator pertumbuhan meliputi tinggi
badan, berat badan, ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi. Pola pertumbuhan
fisiologis sama untuk semua orang, akan tetapi laju pertumbuhan bervariasi
pada tahap pertumbuhan dan perkembangan berbeda. Perkembangan adalah
peningkatan kompleksitas fungsi dan kemajuan keterampilan yang dimiliki
individu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perkembangan merupakan
aspek perilaku dari pertumbuhan, misalnya individu mengembangkan
kemampuan untuk berjalan, berbicara, dan berlari dan melakukan suatu
aktivitas yang semakin kompleks.
2.9.1 Pengertian anak Usia sekolah
Anak usia antara 6-12 tahun, periode ini kadang disebut sebagai masa anak-
anak pertengahan atau masa laten, masa untuk mempunyai tantangan baru.
Kekuatan kognitif untuk memikirkan banyak faktor secara simultan
memberikan kemampuan pada anak-anak usia sekolah untuk mengevaluasi
diri sendiri dan merasakan evaluasi teman-temannya. Dapat disimpulkan
sebagai sebuah penghargaan diri menjadi masalah sentral bagi anak usia
sekolah.
2.9.2 Tahap tumbuh kembang anak usia sekolah (6-12 Tahun)
1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan selama periode ini rata-rata 3-3,5 kg dan 6cm atau 2,5
inchi pertahunnya. Lingkar kepala tumbuh hanya 2-3 cm selama
periode ini, menandakan pertumbuhan otak yang melambat karena
proses mielinisasi sudah sempurna pada usia 7 tahun. Anak laki-laki
usia 6 tahun, cenderung memiliki berat badan sekitar 21 kg, kurang
lebih 1 kg lebih berat daripada anak perempuan. Rata-rata kenaikan
berat badan anak usia sekolah 6 – 12 tahun kurang lebih sebesar 3,2 kg
per tahun. Periode ini, perbedaan individu pada kenaikan berat badan
disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Tinggi badan anak usia
6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tinggi badan yang
sama, yaitu kurang lebih 115 cm. Setelah usia 12 tahun, tinggi badan
kurang lebih 150 cm.
2. Perkembangan kognitif
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan
untuk berpikir dengan cara logis tentang disini dan saat ini, bukan
tentang hal yang bersifat abstraksi. Pemikiran anak usia sekolah tidak
lagi didominiasi oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk
memahami dunia secara luas. Perkembangan kognitif Piaget terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu: (1) Tahap sensoris-motorik (0-2 tahun); (2)
Praoperasional (2-7 tahun); (3) Concrete operational (7-11 tahun); dan
(4) Formal operation (11-15 tahun).
3. Perkembangan Moral
a. Fase Preconventional
Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya
sebagai dasar dalam peletakan nilai moral. Fase ini terdiri dari tiga
tahapan. Tahap satu didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak,
yaitu kebaikan adalah seperti apa yang saya mau, rasa cinta dan
kasih sayang akan menolong memahami tentang kebaikan, dan
sebaliknya ekspresi kurang perhatian bahkan mebencinya akan
membuat mereka mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi
hukuman dan ketaatan dan ketaatan, baik dan buruk sebagai suatu
konsekuensi dan tindakan. Tahap selanjutnya, yaitu anak berfokus
pada motif yang menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Anak
menjalankan aturan sebagai sesuatu yang memuaskan mereka
sendiri, oleh karena itu hati-hati apabila anak memukul temannya
dan orangtua tidak memberikan sanksi. Hal ini akan membuat anak
berpikir bahwa tindakannya bukan merupakan sesuatu yang buruk.
b. Fase Conventional
Pada tahap ini, anak berorientasi pada mutualitas hubungan
interpersonaldengan kelompok. Anak sudah mampu bekerjasama
dengan kelompok dan mempelajari serta mengadopsi norma-norma
yang ada dalam kelompok selain norma dalam lingkungan
keluarganya. Anak mempersepsikan perilakunya sebagai suatu
kebaikan ketika perilaku anak menyebabkan mereka diterima oleh
keluarga atau teman sekelompoknya. Anak akan mempersepsikan
perilakunya sebagai suatu keburukan ketika tindakannya
mengganggu hubungannya dengan keluarga, temannya, atau
kelompoknya. Anak melihat keadilan sebagai hubungan yang saling
menguntungkan antar individu. Anak mempertahankannya dengan
menggunakan norma tersebut dalam mengambil keputusannya, oleh
karena itu penting sekali adanya contoh karakter yang baik, seperti
jujur, setia, murah hati, baik dari keluarga maupun teman
kelompoknya.
c. Fase Postconventional
Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada prinsip
yang dimiliki dan yang diyakini. Segala tindakan yang diyakininya
dipersepsikan sebagai suatu kebaikan. Ada dua fase pada tahapan ini,
yaitu orientasi pada hukum dan orientasi pada prinsip etik yang umum.
Pada fase pertama, anak menempatkan nilai budaya, hukum, dan
perilaku yang tepat yang menguntungkan bagi masyarakat sebagai
sesuatu yang baik. Mereka mempersepsikan kebaikan sebagai susuatu
yang dapat mensejahterakan individu. Tidak ada yang dapat mereka
terima dari lingkungan tanpa membayarnya dan apabila menjadi
bagian dari kelompok mereka harus berkontribusi untuk pencapaian
kelompok. Fase kedua dikatakan sebagai tingkat moral tertinggi, yaitu
dapat menilai perilaku baik dan buruk dari dirinya sendiri. Kebaikan
dipersepsikan ketika mereka dapat melakukan sesuatu yang benar.
Anak sudah dapat mempertahankan perilaku berdasarkan standard
moral yang ada, seperti menaati aturan dan hukum yang berlaku di
masyarakat.
4. Perkembangan Spiritual
Menurut Fowler, anak usia sekolah berada pada tahap 2 perkembangan
spiritual, yaitu pada tahapan mitos–faktual. Anak-anak belajar untuk
membedakan khayalan dan kenyataan. Kenyataan (fakta) spiritual adalah
keyakinan yang diterima oleh suatu kelompok keagamaan, sedangkan
khayalan adalah pemikiran dan gambaran yang terbentuk dalam pikiran
anak. Orangtua dan tokoh agama membantu anak membedakan antara
kenyataan dan khayalan. Orangtua dan tokoh agama lebih memiliki
pengaruh daripada teman sebaya dalam hal spiritual.
5. Perkembangan Psikoseksual
Freud menggambarkan anak-anak kelompok usia sekolah (6–12 tahun)
masuk dalam tahapan fase laten. Selama fase ini, fokus perkembangan
adalah pada aktivitas fisik dan intelektual, sementara kecenderungan
seksual seolah ditekan (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Teori
Perkembangan Psikoseksual anak menurut Freud terdiri atas fase oral (0–
11 bulan), fase anak (1– 3 tahun), fase falik (3–6 tahun), dan fase genital
(6–12 tahun).
6. Perkembangan Psikososial
Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa I
nisebagai krisis antara keaktifan dan inferioritas. Perkembangan
kesehatan membutuhkan peningkatan pemisahan dari orangtua dan
kemampuan menemukan penerimaan dalam kelompok yang sepadan serta
merundingkan tantangan- tantangan yang berada diluar (Behrman,
Kliegman, & Arvin, 2000). Pendekatan Erikson dalam membahas proses
perkembangan anak adalah dengan menguraikan lima tahapan
perkembangan psikososial, yaitu: percaya versus tidak percaya (0–1
tahun), Otonomi versus rasa malu dan ragu (1–3 tahun), Inisiatif versus
rasa bersalah (3–6 tahun), Industry versus inferiority (6–12 tahun),
Identitas versus kerancuan peran (12–18 tahun).
7. Perkembangan Pra-Pubertas atau Pra-Remaja
Periode transisi antara masa kanak-kanak dengan dan adolesens sering
dikenal dengan istilah pra-remaja oleh professional dalam ilmu perilaku,
oleh yang lain dikenal dengan istilah pra-pubertas, masa kanak-kanak
lanjut, adolesens awal, dan puber. Ketika mulai terjadi perubahan fisik,
seperti pertumbuhan rambut pubis dan payudara pada wanita, anak
menjadi lebih sosial dan pola perilakunya lebih sulit diperkirakan.
Perubahan pada sistem reproduksi dan endokrin mengalami sedikit
perubahan sampai pada periode pra-pubertas. Selama masa pra-pubertas,
yaitu memasuki usia 9–13 tahun fungsi endokrin semakin meningkat
secara perlahan. Perubahan pada fungsi endokrin menyebabkan
peningkatn produksi keringat dan semakin aktifnya kalenjar sebasea.
2.10 Konsep Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan untuk pasien DHF bertujuan untuk mempercepat
penyembuhan dan mencegah komplikasi yang lebih serius. Berikut adalah
beberapa konsep asuhan keperawatan DHF yang perlu diperhatikan:

2.10.1 Pengkajian data


Pengkajian dilakukan untuk menilai kondisi pasien secara keseluruhan,
termasuk tanda dan gejala DHF, riwayat kesehatan, dan riwayat keluarga.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian meliputi tekanan
darah, denyut nadi, suhu tubuh, dan tanda-tanda dehidrasi. Terdapat
beberapa metode dalam pengumpulan data saat pengkajian yaitu dengan
wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik.
1. Identitas klien, terdiri dari nama, alamat, umur, status, diagnose medis,
tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medic
2. Keluhan utama, biasanya pasien datang dengan keluhan demam lebih
dari 3 hari, tidak mau makan, terdapat bintik merah pada tubuh
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Suhu tubuh meningkat sehingga menggigil yang menyebabkan
sakit kepala
b. Tidak nafsu makan, mual muntah, sakit saat menelan dan lemah
c. Nyeri otot dan persendian
d. Konstipasi dan juga bias terjadi diare
e. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor
f. Batuk ringan
g. Mata terasa pegal, sering mengeluarkan air mata (lakrimasi)
h. Ruam pada kulit
i. Perdarahan pada kulit (petekie), ekimosis, hematoma
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat aktivitas sehari hari
b. Pola hidup
5. Riwayat kesehatan keluarga
a. Adanya penderita DHF dalam keluarga
b. Riwayat aktivitas sehari hari
c. Pola hidup
6. Pemeriksaan umum
a. KU : cukup lemah
b. Kesadaran : composmentis/apatis/samnolen/sopor/koma
c. Tanda tanda vital
1) Tensi : menurun (N: 110/70-120/80 mmHg)
2) Nadi : takikardi (N: 60-100x/menit)
3) Pernafasan : Normal atau meningkat (N: 16-24x/menit)
4) Suhu: meningkat (N: 36,5-37,5 C )

2.10.2 Diagnosis keperawatan


Tahap ini merupakan proses menentukan masalah kesehatan pasien dan
merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang telah
dikumpulkan. Diagnosis keperawatan ditandai dengan PES ( Problem,
Etiologi, Syntem), adapun jenis jenis diagnosa keperawatan dibagi
menjadi diagnosa aktual, diagnosa resiko dan diagnosa promosi
kesehatan.
1. Resiko perdarahan dibuktikan dengan gangguan koagulasi (mis.
Trombositopenia)
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi)
3. Resiko hipovolemia dibuktikan dengan trauma/ perdarahan
4. Intoleransi aktivitas ditandai dengan kelemahan
5. Resiko defisit nutrisi dibuktikan dengan faktor psikologis (mis.
Keengganan untuk makan)
6. Diare berhubungan fisiologis ditandai dengan proses infeksi
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya napas

2.10.3 Intervensi keperawatan


Tahap ini meliputi penentuan tujuan perawatan kesehatan pasien serta
penyusunan rencana perawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Dalam kasus pasien yang menderita penyakit DHF dalam perencanaan
asuhan keperawatan berisi tentang pemberian cairan, pemantauaan tanda
vital, pemberian obat dan pendidikan kesehatan.
No SDKI SLKI SIKI
1. Resiko Tingkat perdarahan Pencegahan perdarahan
perdarahan (L.02017) (1.02067)
dibuktikan Setelah dilakukan Observasi :
dengan gangguan asuhan keperawatan  Monitor tanda
koagulasi (mis. selama 1 x 24 jam dan gejala
Trombositopenia) diharapkan tingkat perdarahan
(D0012) perdarahan menurun  Monitor nilai
dengan kriteria hasil : haemoglobin/
 Hemoglobin hematokrit
membaik sebelum dan
 Hematokrit setelah
membaik kehilangan
 Tekanan darah darah
membaik  Monitor tanda
 Suhu tubuh tanda vital
membaik Terapeutik :
 Pertahankan
bedrest selama
perdarahan
 Hindari
pengukuran
rektal
Edukasi :
 Jelaskan tanda
dan gejala
perdarahan
 Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
untuk
menghindari
konstipasi
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
 Kolaborasi
pemberian
produk darah,
jika perlu

2. Hipertermia Termoregulasi Manajemen hipertermia


berhubungan (L.14134) (1.15506)
dengan proses Setelah dilakukan Observasi :
penyakit (mis. asuhan keperawatan  Monitor suhu
Infeksi) selama 1 x 24 jam tubuh
(D.0130) diharapkan  Identifikasi
termoregulasi membaik penyebab
dengan kriteria hasil : hipertermia
 Menggigil Terapeutik :
menurun  Longgarkan
 Pucat menurun atau lepaskan
 Suhu tubuh pakaian
membaik  Berikan cairan
 Tekanan darah oral
membaik Edukasi :
 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian
cairan elektrolit
intravena, jika
perlu

3. Resiko Status cairan (L.03028) Manajemen


hipovolemia Setelah dilakukan hipovolemia (1.03116)
dibuktikan asuhan keperawatan Observasi :
dengan trauma/ selama 1 x 24 jam  Periksa tanda
perdarahan diharapkan status dan gejala
(D.0034) cairan membaik dengan hipovolemia
kriteria hasil : (mis. Frekuensi
 Frekuensi nadi nadi meningkat,
membaik nadi teraba
 Tekanan darah lemah, tekanan
membaik darah menurun,
 Kadar Hb membrane
membaik mukosa kering,
 Kadar Ht volume urine
membaik menurun, haus
 Intake cairan dan lemah)
membaik  Monitor intake
 Suhu tubuh dan output
membaik cairan
Terapeutik :
 Hitung
kebutuhan
cairan
 Berikan asupan
cairan oral
Edukasi :
 Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan
oral
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian
cairan isotonis
(mis. NaCI)

4. Intoleransi Toleransi aktivitas Manajemen energi


aktivitas (L.05047) (1.05178)
berhubungan Setelah dilakukan Observasi :
dengan asuhan keperawatan  Monitor
kelemahan selama 1 x 24 jam kelelahan fisik
(D.0056) diharapkan toleransi dan emosional
aktivitas meningkat  Monitor pola
dengan kriteria hasil : dan jam tidur
 Keluhan lemah Terapeutik :
menurun  Sediakan
 Persaan lemah lingkungan
menurun nyaman dan
 Tekanan darah rendah stimulus
membaik (mis. Suara dan
 Frekuensi napas kunjungan)
membaik  Fasilitasi duduk
disisi tempat
tidur, jika tidak
dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi :
 Anjurkan tirah
baring
 Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi :
 Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan
makanan.
5. Resiko defisit Status nutrisi (L.03030) Manajemen gangguan
nutrisi dibuktikan Setelah dilakukan makan (1.03111)
dengan faktor asuhan keperawatan Observasi :
psikologis (mis. selama 1 x 24 jam  Monitor asupan
Keengganan diharapkan status dan keluarnya
untuk makan) nutrisi membaik makanan dan
(D.0032) dengan kriteria hasil : cairan serta
 Porsi makan kebutuhan
yang dihabiskan kalori
meningkat Terapeutik :
 Sikap terhadap  Damping ke
makanan/ kamar mandi
minuman sesuai untuk
dengan tujuan pengamatan
kesehatan perilaku
meningkat memuntahkan
 Nafsu makan kembali
membaik makanan
Edukasi :
 Anjurkan
pengaturan diet
yang tepat
Kolaborasi :
 Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang target
berat badan,
kebutuhan
kalori dan
pilihan
makanan

2.10.4 Implementasi
Tahap ini adalah pelaksanaan rencana perawatan yang telah disusun. Hal
ini mencakup memberikan perawatan secara langsung, seperti pemberian
obat, tindakan medis, atau konseling.
2.10.5 Evaluasi
Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas dari perawatan yang
telah diberikan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan
perawatan telah tercapai dan untuk mengevaluasi rencana perawatan
apakah masih sesuai dengan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayah, N.N. (2022) ‘Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengue
Hemorrhagic Fever (Dhf) Yang Mengalami Defisit Pengetahuan Dengan
Pemberian Edukasi Kesehatan Di Ruang Anak Rsud Ra Basoeni Gedeg
Mojokerto’.
RI, K. (2021) ‘Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Infeksi Dengue
Pada Anak Dan Remaja’, pp. 1–67.
Suciari, N. M. E. (2019). DHF ( Dengue Hemorrhagic Fever ) Grade II.
1302006016, 51.
PERTANYAAN TEMAN TEMAN KETIKA PRESENTASI

1. Kenapa DHF perlu dilakukan pemeriksaan ronsen thorax? (santi)


2. Mengapa DHF menyerang trombosit? Kenapa tidak menyerang yang lain dan kenatapa HT
meningkat? (dinda ayu)
3. Apa yang menyebabkan anak anak lebih mudah diserang penyakit DHF? (giovni)
4. Apakah DHF bisa menular, jaka menular bagaimana cara pencegahannya? (dinda salsa)
5. Apakah inu yang terkena penyakit DHF ketika menyusui anaknya bisa terkena efek untuk
bayinya? (saiful)
6. Mengapa kelompok mengambil MK resiko pendarahan? (tasya)

Anda mungkin juga menyukai