Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DENGUE


HEMORRHAGIC FEVER (DHF)
Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu :
Ns. Ayu Yuliani S, Mkep, Sp.Kep.An

Dibuat Oleh :

Abi Agustino (P20620222041)


Karina Ramadhini (P20620222061)
Lutfi Harits Hanifah (P20620222062)
Rini Marliana (P20620222069)

Tingkat 2B Keperawatan

PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
2023
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
anak. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna dan terdapat banyak kekurangan, sehingga penulis bersedia menerima
saran dan kritik dari berbagai pihak untuk dapat menyempurnakan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu proses belajar mengajar
dengan baik.

Cirebon, 8 Agustus 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS......................................................................................3

A. Pengertian.............................................................................................................3

B. Etiologi..................................................................................................................3

C. Patofisiologi...........................................................................................................4

D. Manifestasi Klinis.................................................................................................6

E. Derajat Dengue Hemorrhagic Fever...................................................................8

F. Data Penunjang....................................................................................................8

G. Komplikasi..........................................................................................................10

H. Konsep Asuhan Keperawatan...........................................................................11

BAB III KESIMPULAN................................................................................................17

DAFTRA PUSTAKA.....................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengue Haemorragic Fever (DHF) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia yang semakin hari cenderung meningkat
kejadian dan penyebarannya (Nurhayati & Dian Haerani, 2020).
Penyakit Dengue Hemorrhagic Fever merupakan salah satu masalah
kesehatan yang paling umum terjadi di masyarakat yang menyebabkan
berbagai masalah kesehatan. Penyakit ini disebabkan oleh gigitan nyamuk
Aedes Aegypti yang menularkan virus dengue. Kejadian ini dapat muncul
setiap tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Kasus kematian
DBD terbanyak dialami anak-anak. Kondisi ini disebabkan daya tahan tubuh
anak yang belum sempurna (Kurniawan et al., 2022).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, di tahun 2022, jumlah kasus
dengue mencapai 131.265 kasus yang mana sekitar 40% adalah anak-anak
usia 0-14 tahun. Sementara, jumlah kematiannya mencapai 1.135 kasus
dengan 73% terjadi pada anak usia 0-14 tahun (Kementerian Kesehatan,
2022). Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah kasus DBD
tertinggi di Indonesia pada Tahun 2021, yakni sebesar 23.959 kasus dengan
jumlah pasien laki-laki sebesar 12.332 kasus dan jumlah pasien perempuan
sebesar 11.627 kasus. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat
mengenai data jumlah kasus Demam Berdarah Dengue terdapat 104 kejadian
kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Cirebon (Ayuningtyas, 2023).
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Januari-Agustus 2022,
tercatat 27.010 kasus demam berdarah di Jawa Barat, dengan 241 kasus di
antaranya berakhir dengan kematian (Tyas & Purnamasari, 2023).
Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyakit Dengue
Hemorrhagic Fever. Kami berharap dengan disusunnya makalah ini dapat
menambah wawasan mahasiswa mengenai penyakit dengue hemorrhagic fever
hingga sampai kepada asuhan keperawatan dengue hemorrhagic fever.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa itu Dengue Hemorrhagic Fever?
2. Bagaimana etiologi dari Dengue Hemorrhagic Fever?
3. Bagaimana patofisiologi dari Dengue Hemorrhagic Fever?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Dengue Hemorrhagic Fever?
5. Bagaimana derajat Dengue Hemorrhagic Fever?
6. Apa saja data penunjang dari Dengue Hemorrhagic Fever?
7. Apa saja komplikasi pada anak dengan Dengue Hemorrhagic Fever?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Dengue Hemorrhagic
Fever?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka disusunnya makalah ini yaitu
bertujuan agar mahasiswa mampu memahami tentang penyakit Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) yang terjadi pada anak hingga sampai pada asuhan
keperawatannya.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
adalah penyakit pada anak dan dewasa yang disebabkan oleh virus dengan
manifestasi demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi (Nurhayati & Dian
Haerani, 2020). Penyakit demam berdarah ini beresiko mengakibatkan
renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian (Sari et al., 2023).
Penyakit Dengue Hemorrhagic Fever merupakan penyakit menular
berbahaya yang disebabkan oleh virus Dengue, menyebabkan gangguan pada
pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan
perdarahan dan dapat menimbulkan kematian (Misnadiarly, 2009).
Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
albopictus dan Aedes aegypti). Penyakit ini sebenarnya telah ditemukan di
Jakarta pada tahun 1779 oleh Dr. David Baylon dan beliau menamakan
penyakit ini knokkel koorts karena pasiennya mengeluh sakit sendi-sendi
(Ngastiyah, 1997).
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau dikenal juga sebagai Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan
oleh arbovirus dan ditularkan melalui nyamuk aedes yang dapat menyebabkan
kematian.

B. Etiologi
Penyakit demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh
serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu
deman yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue)
sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian.
Penyakit demam berdarah dengue memiliki 4 sserotipe yaitu Dengue-1,

3
Dengue-2, Dengue-3, dan Dengue-4. Keempat serotipe virus ini telah
ditemukan di berbagai daerah indonesia (Prasetyani, 2015)
Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah yaitu:
 Badan kecil, warna hitam dengan binti-bintik putih
 Hidup di dalam dan di sekitar rumah
 Mengigit/menghisap darah pada siang hari
 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan sekitar rumah
bukan di got/comberan
 Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
dan lain-lain.

C. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Viremia memicu pengatur suhu di hipotalamus untuk melepaskan zat
bradikinin, serotinin, trombin, histamin hingga peningkatan suhu. Selain itu
viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang membuat
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke interstitial sehingga
munculah hipovolemia. Penurunan trombosit terjadi akibat dari turunnya
produksi trombosit akibat dari antibodi melawan virus. Selain itu
Trombositopenia disebabkan oleh peningkatan destruksi trombosit. Etiologi
dari kondisi ini tidak diketahui, namun diduga ada beberapa faktor pemicunya
seperti adanya virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, serta
kerusakan sel endotel. Penyebab utama perdarahan pada DBD yaitu
Trombositopenia, gangguan fungsi trombosit serta kelainan sistem koagulasi .
Virus masuk ke tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegepty, timbulah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot atau pegal – pegal di seluruh tubuh. Selain itu muncul ruam atau
bintik-bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan atau mungkin terjadi
pembesaran kelenjar getah bening, dan hati (hepatomegali). Kemudian reaksi
virus bersama antibodi membentuk kompleks virus antibody yang akan
mengaktivasi sistem komplemen dalam sirkulasi. Kondisi ini akan

4
mengaktivasi C3 dan C5 yang selanjutnya akan melepaskan C3a dan C5a
hingga memicu histamin sebagai mediator kuat peningkatan permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah. Dengan demikian timbul perpindahan plasma
ke ruang ekstraseluler. Perembesan plasma ini menyebabkan kekurangan
volume plasma, maka timbul hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
efusi serta renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%)
mengindikasikan adanya kebocoran (perembesan) plasma. Dengan demikian
menjadi penting untuk memonitor nilai hematokrit sebagai acuan pemberian
cairan intravena. Perembesan plasma ke ekstravaskuler dibuktikan dengan
adanya peningkatan cairan di rongga serosa (rongga peritonium, pleura, dan
pericardium) melebihi pemberian cairan intravena. Oleh karena itu setelah
kebocoran plasma teratasi, pemberian cairan intravena harus dikurangi untuk
mencegah munculnya edema paru dan gagal jantung. Kondisi sebaliknya juga
tidak boleh terjadi, jika tidak mendapat cukup cairan, pasien akan mengalami
perburukan bahkan bisa terjadi renjatan. Renjatan atau hipovolemia yang
berlangsung lama akan berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian (Nurhayati & Dian Haerani, 2020).

5
D. Manifestasi Klinis
Penyakit ini ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas
disertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada
anggota badan, punggung, sendi, kepala, dan perut. Gejala-gejala tersebut
menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2 atau ke-3 demam, muncul bentuk
perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang paling ringan berupa
perdarahan dibawah kulit (petekia/ekimosis), perdarahan gusi, epistakis,
sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan
lambung, melena, dan juga hematuria masif.
Selain perdarahan, juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat
demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda-tanda anak
menjadi makin lemah, ujung-ujung jari, telinga, dan hidung teraba dingin dan
lembab. Denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan
tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 2005).
Menurut Yip Chin Ling & Sin Hock (1993) Perjalanan penyakit DBD
dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu demam, renjatan, dan konvalesen, dengan
beberapa tumpang tindih pada beberapa hal antara ketiga fase tersebut.
1. Fase Demam
Setelah masa inkubasi antara 3 sampai 14 hari, manifestasi DHF
diawali dengan demam mendadak serta penyakit seperti flu, dengan
anoreksia, muntah, sakit kepala, malaise, dan mungkin nyeri otot dan
sendi. Gejala ini biasanya akan berakhir dalam 3-4 hari. Eritema difus
yang karakeristik timbul pada 50% kasus pada akhir fase demam.
Kelainan kulit lainnya adalah petekie, ekimosis, serta ruam
makulopapular. Terdapatnya perdarahan kulit pada fase ini membedakan
DBD dengan penyakit virus lainnya. Dapat terjadi kejang demam.
Terdapat takikardia sinus akibat demam, dengan tekanan darah dan nadi
dalam batas normal. Uji Hess positif, dan seringkali terdapat
hepatomegali. Hematokrit mulai meningkat dengan perubahan minimal
pada protein serum. Keadaan ini terjadi akibat kebocoran plasma keluar
pembuluh darah. Pada fase ini terdapat sedikit penurunan natrium dan
kloride serum, sedangkan kalium serum hiasanya tetap normal. Sering

6
didapatkan takipne ringan, karena perangsangan pusat pernapasan oleh
penyakitnya sendiri, atau oleh obat, terutama salisilat.
2. Fase Renjatan
Kira-kira 20 sampai 30% pasien yang dirawat di rumah sakit
mengalami renjatan, dengan angka kematian 10-15%. Pada pasien yang
memasuki fase renjatan, antara hari ketiga atau keempat sampai hari
ketujuh, sering didapatkan gejala gelisah, letargi, atau mengantuk, dengan
keluhan sakit perut. terjadinya renjatan diawali dengan penurunan suhu
tubuh yang cepat serta diatesis perdarahan termasuk petekie yang luas,
ekimosis, epistaksis, hematemesis, dan melena. kejang atau ensefalopati
yang jelas tampak terjadi pada sebagian kecil pasien.
Petanda renjatan yang penting adalah ekskresi natrium urin yang
rendah, biasanya kurang dari 10 mmol/L, akibat berkurangnya perfusi
ginjal karena berkurangnya volume intravaskular. Berkurangnya Garasi
glomerulus akan menyebabkan tubulus ginjal menyerap kembali, sehingga
ekskresi natrium rendah. Efusi pleura, asites dan elusi perikardium dapat
terjadi bila ekstravasasi plasma ke rongga ubuh berlanjut. Akibat perfusi
jaringan yang buruk terjadi asidosis metabolik; koagulasi intravaskular
diseminata dapat terjadi. Dapat terjadi kelainan jantung yang ditandai
dengan perubahan EKG termasuk bradikardia, interval PR memanjang,
voltase rendah, gelombang T terbalik di V6, blok jantung, serta kompleks
QRS yang lebar. Pada kasus yang melewati fase renjatan, kelainan EKG
kembali normal.
3. Fase Konvalesen
Bila tidak terjadi renjatan dan tidak ada komplikasi lain, pasien
biasanya sembuh dengan cepat. Namun, karena pada fase ini cairan dari
kompatemen ekstravaskular kembali ke kompartemen intravaskular, bila
pengaturan terapi cairan tidak tepat dapat terjadi edema paru.

7
Menurut Prasetyani (2015) gejala klinis pada penyakit demam berdarah
dengue diawali oleh:
1. Demam tinggi mendadak 2-7 hari (38-40ºC)
2. Manifestasi perdarahan dengan bentuk uji tourniquet positif, purpura,
pendarahan konjungtiva, epitaksis, melena
3. Hepatomegali
4. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan
sistolik mencapai 80 mmHg atau kurang
5. Trombositopenia, dari hari ke 3-7 ditemukan penurunan trombosit samapai
100.000/mm³
6. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai hematokrit
7. Gejala-gejala klinik lainnya yang menyertai yaitu anoreksia, mual,
muntah, lemah, sakit perut, diare, kejang, sakit kepala dan rasa sakit pada
otot serta persendian.

E. Derajat Dengue Hemorrhagic Fever


Berdasarkan patokan dari WHO, DBD dibagi menjadi 4 derajat sebagai
berikut (Ngastiyah, 2005) :
1. Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi
perdarahan (uji tourniquet positif)
2. Derajat II: Seperti derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan
perdarahan lain
3. Derajat III: Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atua
hipotensi disertai kulit yang dingin dan lembab, gelisah
4. Derajat IV: Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang
tidak dapat diukur

F. Data Penunjang
Menurut Soegijanto (2002) pemeriksaan penunjang yang mungkin
dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah
1. Pemeriksaan darah lengkap

8
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya pembesaran plasma.
 Pada demam dengue terdapat leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga
 Pada demam berdarah terdapat trompositopenia dan hemokonsentrasi
 Pada pemeriksaan kimia darah: hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT,
SGOT, ureum dan Ph darah mingkin meningkat
2. Deteksi virus/ antigen virus
Terdapat dua cara untuk mendeteksi virus atau antigen virus, yaitu isolasi
virus dengan menggunakan kultur dan teknik hibridisasi RNA virus yang
disebut sebagai polumerase chain reaction (PCR).
3. Deteksi antibody-anti dengue/ uji serologi
Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas
timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk
menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi
reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut
menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan
berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi
label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik.
Reaksi sekunder
merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat
dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi
tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang
bermanifestasi dengan gejala klinik.
4. Uji hambatan hemaglutinasi ( hemaglutination inhibition test)
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat
reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi (HI).
5. Uji fiksasi komplemen

9
Uji ini kurang sensitif jelas dibanding dengan uji hambatan hemaglutinasi
maupun uji netralisasi, titer antibodinya baru meningkat pada saat
konvalesens, dan biasanya kurang disukai karena tidak dapat dipergunakan
kertas saring guna pengambilan spesimennya.
6. Uji netralisasi
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test
(PRNT). Plague adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas
yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
7. Uji ELISA anti dengue
Uju ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji hemaglutination
Inhibition (HI) dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari
metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam
serum penderita.
8. Rontgen thoraks
Pada foto thoraks (DHF grade III/IV dan sebagian besar grade II)
didapatkan efusi pleura

G. Komplikasi
Komplikasi DBD menurut Setyadevi & Rokhaidah, (2020) dapat berupa
Syok hypovolemia terjadi bila kebocoran plasma dalam jumlah lebih dari 30%
volume darah dan terjadi efusi pleura karena terjadinya kegagalan sirkulasi.
Kejang yang memiliki 2 kemungkinan yaitu demam yang terlalu tinggi
ataupun kebocoran plasma (kekurangan cairan berlebih), kelainan hati ditandai
dengan ditemukannya peningkatan enzim hati (SGOT/SGPT), gagal ginjal
akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat shock yang tidak teratasi
dengan baik yang ditandai dengan penurunan jumlah urin dan peningkatan
kadar ureum maupun kratinin. Ensefelopati ditemukan biasanya dengan
kriteria kesadaran pasien menurun yaitu somnolen, gastric bleeding (+), akral
dingin, tekanan darah hipotensi sampai dengan tidak terukur, nadi teraba cepat
dan lemah, pernafasan sesak dan apnea, serta disertai dengan peningkatan
kadar SGOT/SGPT.

10
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Suriadi & Yuliani (2001) Pengkajian yang dilakukan meliputi:
 Kaji riwayat keperawatan
 Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda-tanda perdarahan, mual
muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-
tanda renjatan (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin
dan lembab terutama pada ekstremitas, sianosis, gelisah, penurunan
kesadaran).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
(trombositopenia) (D.0012)
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan) (D.0019)
c. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas cairan
(D.0023)
d. Risiko syok berhubungan dengan kekurangan cairan (D.0039)
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)
g. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Risiko Perdarahan Tujuan: Pencegahan Perdarahan
berhubungan Setelah dilakukan  Monitor ketat tanda-tanda
dengan gangguan tindakan perdarahan
koagulasi keperawatan  Catat nilai Hb dan HT
(trombositopenia) diharapkan tingkat sebelum dan sesudah
(D.0012) perdarahan terjadinya perdarahan
menurun  Monitor nilai lab
(koagulasi) yang meliputi
Kriteria hasil: PT, PTT, trombosit
Hemoglobin  Monitor TTV ortostatik

11
membaik,  Pertahankan bed rest
hematokrit selama perdarahan aktif
membaik  Kolaborasi dalam
pemberian produk darah
(platelet atau fresh frozen
plasma)
 Lindungi pasien dari
trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan
 Hindari pemberian aspirin
dan antikoagulan
 Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake
makanan yang banyak
mengandung vitamin K.
2. Defisit Nutrisi Tujuan: Manajemen Nutrisi
berhubungan Setelah dilakukan  Identifikasi status nutrisi
dengan faktor tindakan  Identifikasi makanan yang
psikologis keperawatan disukai
(keengganan untuk diharapkan status  Identifikasi kebutuhan
makan) (D.0019) nutrisi membaik. kalori dan jenis nutrien
 Monitor asupan makanan
Kriteria hasil:  Monitor berat badan
Porsi makanan
 Lakukan oral hygiene
yang dihabiskan
sebelum makan
meningkat,
 Sajikan makanan secara
pengetahuan
menarik dan suhu yang
tentang makanan
sesuai
yang sehat
meningkat,  Berikan suplemen makanan
pengetahuan  Anjurkan posisi duduk, jika
tentang minuman mampu
yang sehat  Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkat, sikap untuk menentukan jumlah
terhadap makanan kalori dan jenis nutrisi yang
dan minuman dibutuhkan, jika perlu
sesuai dengan
tujuan kesehatan,
indeks masa tubuh
(IMT), nafsu
makan meningkat
3. Hipovolemia Tujuan: Manajemen Hipovolemia
berhubungan Setelah dilakukan  Monitor status cairan
dengan tindakan termasuk intake dan output
peningkatan keperawatan cairan
permeabilitas diharapkan status  Pelihara IV line
cairan (D.0023) cairan membaik  Monitor tingkat Hb dan
hematokrit

12
Kriteria hasil:  Monitor tanda vital
Membran mukosa  Monitor respon pasien
membaik, turgor terhadap penambahan
kulit membaik, cairan
kadar Hb  Dorong pasien untuk
membaik, kadar menambah intake oral
Ht membaik  Pemeberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
4. Risiko syok Tujuan: Pencegahan Syok
berhubungan Setelah dilakukan  Monitor status sirkulasi BP,
dengan kekurangan tindakan warna kulit, suhu kulit,
cairan (D.0039) keperawatan denyut jantung, HR, dan
diharapkan tingkat ritme, nadi perifer, dan
syok menurun kapiler refill
 Monitor tanda inadekuat
Kriteria hasil: oksigenasi jaringan
Kekuatan nadi  Monitor suhu dan
meningkat, tingkat pernafasan
kesadaran  Monitor input dan output
meningkat,  Pantau nilai labor:
saturasi oksigen HB, HT, AGD dan
meningkat, akral elektrolit
dingin menurun,
 Monitor hemodinamik
pucat menurun,
invasi yang sesuai
haus menurun,
 Monitor tanda awal syok
tekanan darah
sistolik membaik,  Tempatkan pasien pada
tekanan darah posisi supine, kaki elevasi
diastolik untuk meningkatkan
membaik, tekanan preload dengan tepat
nadi membaik,  Lihat dan pelihara
frekuensi nadi kepatenan jalan nafas
membaik,  Berikan cairan IV dan oral
frekuensi napas yang tepat
membaik  Ajarkan keluarga tentang
tanda dan gejala datangnya
syok
 Ajarkan keluarga tentang
langkah untuk mengatasi
gejala syok
5. Nyeri akut Tujuan: Manajemen Nyeri
berhubungan Setelah dilakukan  Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen tindakan secara komprehensif
pencedera keperawatan termasuk lokasi,
fisiologis (D.0077) diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
nyeri menurun frekuensi, kualitas dan

13
faktor prespitasi
Kriteria hasil:  Observasi reaksi non verbal
keluhan nyeri dari ketidaknyamanan
menurun, meringis  Gunakan teknik
menurun, gelisah komunikasi terapeutik
menurun, untuk mngetahui
kesulitan tidur pengalaman nyeri pasien
menurun, nafsu  Kaji kultur yang
makan membaik mempengaruhi respon
nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
 Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
 Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
iterpersonal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Baerikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokterk jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

14
6. Ansietas Tujuan: Reduksi Ansietas
berhubungan Setelah dilakukan  Gunakan pendekatan yang
dengan krisis tindakan menenangkan
situasional keperawatan  Nyatakan dengan jelas
(D.0080) diharapkan tingkat harapan terhadap pelaku
ansietas menurun pasien
 Jelaskan semua prosedur
Kriteria hasil: dan apa yang dirasakan
Verbalisasi selama prosedur
kebingungan  Pahami perspektif pasien
menurun, terhadap situasi stress
verbalisasi  Temani pasien untuk
khawatir akibat memberikan keamanan dan
kondisi yang mengurangi takut
dihadapi menurun,
 Dorong keluarga untuk
perilaku gelisah
menemani anak
menurun
 Lakukan back/neck rub
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Identifikasi tingkat
kecemasan
 Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
7. Hipertermi Tujuan Manajemen Hipertermia
berhubungan Setelah dilakukan  Monitor suhu sesering
dengan proses tindakan mungkin
penyakit (D.0130) keperawatan  Monitor IWL
diharapkan  Monitor warna dan suhu
termoregulasi kulit
membaik  Monitor tekanan darah dan
RR
Kriteria hasil:  Monitor penurunan tingkat
Suhu tubuh kesadaran
menurun, suhu
 Monitor WBC, Hb dan Hct
kulit menurun
 Monitor intake dan output
 Berikan antipiretik
 Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab

15
demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Kolaborasi pemberian
cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk
mencegah mengigil

BAB III
KESIMPULAN

16
Penyakit dengue hemorrhagic fever merupakan salah satu masalah kesehatan
yang paling umum terjadi di masyarakat yang menyebabkan berbagai masalah
kesehatan. Penyakit ini disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang
menularkan virus dengue. Penyakit dengue hemorrhagic ditandai dengan empat
gejala klinis utama yaitu deman yang tinggi, manifestasi perdarahan,
hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan
(sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan kematian. Selain itu, penyakit dengue hemorrhagic fever dibedakan
menjadi empat derajat yaitu derajat 1, derajat 2, derajat 3, dan derajat 4.

DAFTRA PUSTAKA

Ayuningtyas, A. (2023). Analisis Hubungan Kepadatan Penduduk Dengan


Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Jawa Barat. Peran

17
Mikronutrisi Sebagai Upaya Pencegahan Covid-19, 13(April), 419–426.
Kurniawan, R. E., Makrifatullah, N. A., Rosar, N., Triana, Y., & Kunci, K.
(2022). Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Tinggal dengan Kejadian
Demam Berdarah. Jurnal Ilmiah Multi Disiplin Indonesia, 2(1), 163–173.
https://katadata.co.id/berita/2020/01/06/baru-83-peserta-bpjs-kesehatan-per-
akhir-2019-
Misnadiarly. (2009). Demam Berdarah Dengue (DBD). Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nurhayati, S., & Dian Haerani. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Demam Berdarah Dengue: Sebuah Studi Kasus. Buletin Kesehatan:
Publikasi Ilmiah Bidang Kesehatan, 4(2), 80–98.
https://doi.org/10.36971/keperawatan.v4i2.79
Prasetyani, R. D. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Demam
Berdarah Pada Balita. Majority, 4(7), 61–66.
Setyadevi, S. N., & Rokhaidah, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Dengue Hemmorhagic Fever (Dhf) : Sebuah Study Kasus. Jurnal
Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 4(2), 67.
https://doi.org/10.52020/jkwgi.v4i2.1825
Soegijanto, S. (2002). Ilmu Penyakit Anak Diagnosa & Penatalaksanaan.
Salemba Medika.
Suriadi, & Yuliani, R. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Perpustakaan
Nasional RI: Katalog Dalam Ternitan (KDT).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi I. Cetakan III (Revisi). Jakarta : DPP
PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi I. Cetakan II (Revisi).
Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi I. Cetakan II (Revisi). Jakarta:

18
DPP PPNI.
Tyas, T. M. M., & Purnamasari, A. I. (2023). Penerapan Algoritma K-means
dalam Mengelompokkan Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Kabupaten.
Blend Sains Jurnal Teknik, 1(4), 277–283.
https://doi.org/10.56211/blendsains.v1i4.231
Yip Chin Ling, W., & Sin Hock, J. T. (1993). Kedaruratan pada Anak. Binarupa
Aksara.

19

Anda mungkin juga menyukai