MAKALAH
DEMAM BERDARAH DENGUE
Disusun oleh:
HUPAZMI FAJRI
PUSKESMAS KELAPA
2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gastritis di susun Untuk Memenuhi angka kredit pada
dupak.
Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata
kami ucapkan terima kasih.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue
tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam
kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO)
2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian
akibat DBD, khususnya pada anak. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI
(2007) menunjukkan jika dibandingkan antara tahun 2006 dan tahun 2005
terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit
penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01%. (Chen, 2009).
Menurut Achmadi (2010) demam berdarah dengue banyak ditemukan di
daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia DBD telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi
peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD,
dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada
tahun 2009. Menurut Wiradharma (2009) Hal-hal yang menyebabkan masalah
dalam kasus DBD adalah angka kematian yang tinggi, penyebaran penyakit yang
mudah meluas dan terutama menyerang anak-anak. Pada DBD yang terlambat
ditegakkan diagnosisnya sering berakibat fatal.
Masa kritis dari penyakit ini terjadi pada akhir fase demam yaitu pada Dengue
Syok Syndrome (DSS), karena pada saat itu terjadi penurunan suhu tubuh yang
tiba-tiba dan sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam
berat-ringanya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang
terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Syok pada demam berdarah (DSS) merupakan tanda kegawatan yang harus
3
mendapat perhatian serius. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat,
pasien dapat meninggal dalam waktu 12 – 24 jam atau sembuh cepat setelah
mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat segera
diatasi dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik, perdarahan
saluran cerna hebat atau perdarahan lain, hal ini pertanda prognosis yang buruk
(DepKes RI, 2004). Menurut Wiradharma (2009) angka kematian kasus DBD
pada penderita yang tidak dirawat dan diobati segera mencapai 50%, tetapi angka
tersebut menurun sampai 5 % dengan tindakan yang cepat dan tepat, baik dalam
diagnosis maupun dalam penatalaksanaannya.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat, di Indonesia jumlah kasus DBD menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah, maupun luas wilayah yang
terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap
tahun. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
DBD, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk (PSN), terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air
serta adanya empat serotype virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Mujida,
2009). Sedangkan menurut Khie Chen (2009) berbagai faktor kependudukan
berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD, antara lain:
Pertumbuhan penduduk yang tinggi, Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak
terkendali, Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah
endemis, dan peningkatan sarana transportasi.
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol
vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang
optimal pada penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan
kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik
untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni
pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien (Chen, 2009).
4
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan kegawatan pada
pasien demam berdarah
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian demam berdarah dengue
b. Mengetahui penyebab demam berdarah dengue
c. Mengetahui patofisiologi demam berdarah dengue
d. Mengatahui pathogenesis demam berdarah dengue
e. Mengetahui klasifikasi demam berdarah dengue
f. Mengetahui manifestasi klinis demam berdarah dengue
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang demam berdarah dengue
h. Mengetahui penatalaksanaan demam berdarah dengue
i. Mengetahui asuhan keperawatan demam berdarag dengue
C. Manfaat
1. Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu
keperawatan tentang kegawatan pada pasien dengan demam berdarah.
2. Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
yang diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan
kesehatan) kepada pasien dan keluarganya tentang kegawatan pada pasien
demam berdarah.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Penyebab
Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus
dangue termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4
serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada
di Indonesia, dan dilaporkan bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan
wabah (Syahruman, 1988). Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang
relative labil terhadap suhu dan faKtor kimiawai lain serta masa viremia yang
pendek. Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2
protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M.
3. Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.
Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat. (Gubler,
1998). Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi
diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan
6
hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor, yaitu perunahan vaskuler,
trombositopeni, dan kelainan koagulasi (Soegijanto, 2004).
4. Patogenesis
Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
Aedes aegypty atau Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ
hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang belakang, dan paru. Dalam peredaran
darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut.
Infeksivirus dangue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke
dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk
komponen-komponenya. Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses
perkembangbiakan sel virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotype tersebut
tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain (Kurane &
Francis, 1992).
Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:
a. Teori Antigen Antibodi
Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan
antibody, membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan
mengaktifasi komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin
C3A dan C5A yang akan merupakan mediator yang mempunyai efek
farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat fasoaktif dan
prokoagulant sehingga menimbulkan kebococran plasma (hipovolemik
syok dan perdarahan. (Soewandoyo, 1998).
b. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang
terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak
didapat pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian
ini antibody nonnetralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan
sel makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang
7
antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan
bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suvatte, 1977).
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam
waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan
akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody compleks) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke
ruang ekstravaskular (Suvatte, 1977).
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).
Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan syok sangat
penting guna mencegah kematian (Suvatte, 1977).
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus
binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu.
Virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi
dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain
9
5. Klasifikasi
WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan
spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
10
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar
mulut, hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
6. Manifestasi Klinis
a. Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang
mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung
2-7 hari (Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil
dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3
dan ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan
hidung teraba dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut
(38°-40° C) dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta
seperti , anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.
b. Perdarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam.
Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan
fraglita kapiler meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti
ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll.
Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan
perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat
lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar
termasuk fossa cubiti.
c. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai
ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga
2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009).
Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun
nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan
ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya
mempunyai prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan
sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai
penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan
pasien terlihat gelisah.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)
2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis
pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji
12
d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan
dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites
dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat
menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya
dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pancreas.
e. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya
sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe
virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama
sekali (>48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-
epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x
lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum
akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan
keras positif infeksu dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk, 2011).
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit
dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi
bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya
memamkai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu
berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body
neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody
HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan
lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama
sehingga tidak rutin digunakan (Vasanwala dkk, 2011).
14
8. Penatalaksanaan
a.Pre Hospital
Penatalaksanaanprehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara
yaitu pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam
berdarah. DinasKesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan
yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat perkembangbiakan
dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti
bak mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
15
seperti jus pepaya, jeruk, atau jus mangga. Dengan kadar air
dalam buah berhitung tinggi antara 65 sampai 92 persen,
sehingga bisa mensuplai atau menutupi kekurangan cairan
akibat merembesnya plasma darah keluar dari pembuluh.
b) Air Kelapa Muda
Air kelapa muda banyak megandung mineral kalium,
sodium, klorida, dan magnesium. Zat-zat ini adalah elektrolit
yang dibutuhkan tubuh untuk membantu mengatasi ancaman
syok pada kondisi kekurangan cairan. Selain kalium, juga
mengandung gula, vitamin B dan C dan protein. Komposisi
gula dan mineral yang terdapat dalam air ini begitu sempurna,
sehingga memiliki keseimbangan yang mirip dengan cairan
tubuh manusia.
c) Air Heksagonal
Air heksagonal merupakan air yang banyak mengandung
oksigen, air telah banyak dikembangkan untuk membantu
metabolisme tubuh sehingga bisa menjaga stamina dan
vitalitas, termasuk bagi yang menderita demam berdarah.
d) Alang-Alang
Dalam kandungan Alang-alang terdapat manitol, glukosa,
sakharosa, malic acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrin,
fernenol, simiarenol, anemonin, asam kersik, damar, dan logam
alkali. Dilihat dari kandungan-kandungan tersebut, alang-alang
bersifat antipiretik (menurunkan panas), diuretik (meluruhkan
kemih), hemostatik (menghentikan perdarahan), dan
menghilangkan haus.
panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang
berasal dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan
diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang
lambung sehingga akan memperberat bila terdapat perdarahan
lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita demam
terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres
dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak
menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat
kejang demam disamping obat penurun panas dapat diberikan obat anti
kejang (IDAI, 2009).
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan
baik karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan
baik maka akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada
saat terjadi perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan,
tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak
sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan
kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam
waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah
sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini:
1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)
2) Muntah terus menerus
3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
4) Kejang
5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
6) Nyeri perut hebat
7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,
seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa
haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali
8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah
atau penurunan jumlah trombosit
19
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan
tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian
cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri
perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk
pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat
demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang
dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan
oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan
cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi
21
7-11 165
12-18 132
>18 88
Tersangka DBD
Gejala Klinis
Demam 2-7 hari
Uji Tourniquet (+) atau perdarahan spontan
Laboratorium: Ht tidak meningkat,
Trombositopenia ringan
Distress nafas
IVFD stop setelah 24-48 jam Ht naik HT turun
Apabila tanda vital dan Hb Tekanan nadi < 20 mmHg
stabil, diuresis cukup
Perbaikan
Evaluasi ketat
Tanda vital
Tanda Perdarahan
Diuresis Syock belum teratasi
Syok teratasi
Pantau Hb, Ht, trombosit
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat II dan III (Sumber: DepKes RI, 2005)
30
a. Riwayat demam
Riwayat demam yang akurat penting untuk ketepatan diagnosis dan
membantu prediksi kehilangan cairan, dan fase penyakit. Terdapat
perbedaan karakteristik demam pada :
DF demam akut biasanya 2 hari atau lebih
DHF : 2-7 hari
DSS :penurunan temperatur yang tiba-tiba (>38.0°C menjadi
temperatur normal atau subnormal)
b. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda kegawatan/kritis adalah ketika didapatkan nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi yang sempit (TD sistolik-TD diastolik <20mm
Hg) atau hipotensi berdasarkan tekanan darah sesuai usia.
31
Intervensi :
Intervensi prioritas NIC
1) Autotranfusi pengumpulan dan reinfusi darah yang hilang akibat
perdarahan
2) Pengelolaan elektrolit peningkatan keseimbangan elektrolit dan
pencegahan komplikasi akibat kadar elektrolit serum yang tidak
normal atau tidak diinginkan (misalnya : kalsium,
kalium.agnesium, natrium dan fosfat dalam serum).
3) Pengelolaan cairan : peningkatan dan analisis data paisen untuk
mengatur keseimbangan cairan
4) Pengelolaan hipovolemia : expansi volume cairan intravaskular
pada pasien yang mengalami penurunan volume.
5) Terapi intravena : Pemberian dan pemantauan cairan dan obat
intravena
6) Pengelolaan syok , volume : peningkatan keadekuatan perfusi
jaringan pada pasien yang mengalami masalah volume
intravaskular yang berat
Aktifitas Keperawatan
1) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2) Observasi khusus terhadap kehilangan cairan dan elektrolit yang
tinggi
33
3) Pantau perdarahan
4) Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah
buruknya dehidrasi
5) Tinjau ulang elektrolit terutama natrium, kalium dan klorida.
6) Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
7) Pengelolaan cairan (NIC) :
a) Pantau status hidrasi
b) Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan
cairan
c) Pertahankan keakuratan asupan dan keluaran.
Aktivitas kolaboratif :
1) laporkan dan catat keluaran (Output)
2) laporkan abnormalitas elektrolit
3) berikan terapi IV sesuai dengan anjuran
Aktifitas lain
1) bersihkan mulut secara teratur,
2) tentukan jumlah cairan dalam 24 jam
3) tingkatkan asupan orla, pasang kateter bila perlu
4) berikan cairan sesuai indikasi
Intervensi :
Intervensi prioritas NIC
1) Pengobatan demam pengelolaan pasien dengan hipertermia yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang bukan dari lingkungan
2) Regulasi suhu mencapai dan atau untuk mempertahankan suhu
tubuh dalam rentang normal
3) Pemantauan tanda vital pengumpulan dan analisis data
kardiovaskluar, respirasi, suhu tubuh untuk menentukan serta
mencegah komplikasi
Aktivitas Keperawatan
1) Pantau aktivitas kejang
2) Pantau hidrasi
3) Pantau tkanan darah dan, nadi dan pernafasan,e
4) Regulasi suhu (NIC) : pantau suhu tubuh minimal tiap 2 jam
sesuai dengan kebutuhan denge pantau warna kulit dan suhu
Aktifitas kolaboratif :
1) Berikan obatantipiretik sesuai dengan kebutuhan
2) Gunakan air jangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh sesuai
dengan kebutuhan
Aktifitas lain :
1) Lepaskan pakaian yang yang berlebihn
2) Anjurkan asupan cairan oral
3) Gunakan selimut
4) Gunakna kompres pada aksila, kening, leher dan lipat paha
35
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF
2) Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.
3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan
pada klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
4) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya
pada klien.
5) Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-
hal yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita
klien.
6) Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan
penjelasan.
2. Saran
a. Diperlukan peran masyarakat dan pemerintah secara luas untuk
bersama-sama menjalankan program-program yang telah dibuat
dalam penanggulangan DBD.
b. Dibutuhkan peran serta perawat Puskesmas sebagai lini terdepan
dalam pencegahan DBD di lingkungan masyarakat dengan deteksi
dini dan peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat terkait DBD.
37
DAFTAR PUSTAKA
Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan
pada demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 – 6
Kurane I, Ennis E Francis, 1992. Immunity and Immunopathologi in Dangue
Virus Infection. Seminar Imunology vol 4; 121-127.
Mujida, A.M., Ridwan, A. 2009. Pemetaan dan analisis kejadian demam
berdarah dengue di kaupaten bantaeng.
Phanmeesuk, Y., and Suksin, W. (2009). Nursing Care of Dengue Shock
Syndrome (Case study). Medical Journal of Srisake Surinam Buriram
Hospital Vol 24 No.2.
Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan
Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.
Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala
Klinik dan Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. Juli-
September.
Suvatte V. Immunological Aspect of Dangue Haemorrhagic Fever Studies in
Thailand. South East asian J. Trop Med. Pub Haealth, 1987; 1:312-5.
Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan Demam
Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K.
H. (2011). Could peak proteinuria determine whether patient with dengue
fever develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective
cohort study. BMC Infectious Diseases.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intrevensi
NIC dan kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta.
World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue
fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.