Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh

infeksi virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk genus Aedes yang banyak

tersebar di daerah sub-tropis dan tropis di seluruh dunia. DBD merupakan

bentuk DD yang lebih berat dan disertai dengan perdarahan. Dengue masih

menjadi masalah kesehatan di masyarakat baik secara internasional maupun di

Indonesia. Dengue memiliki angka kejadian yang terus meningkat dan angka

mortalitas yang tinggi.1

Menurut WHO, angka kejadian Dengue dalam beberapa dekade terakhir

ini mengalami peningkatan yang pesat. Pada tahun 2012, dilaporkan infeksi

virus dengue pada 2,2 juta orang dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 3,2

juta. Pada tahun 2015 di Amerika, dilaporkan kasus infeksi dengue sebanyak

2,35 juta , 10 dari 200 kasus didiagnosis sebagai DBD dan menyebabkan 1181

kematian.2

Di Indonesia, terdapat 511 kabupaten/kota berpotensi menjadi tempat

berkembangnya DBD, 90% diantaranya merupakan daerah endemik, termasuk

Jabodetabek. Pada tahun 2015 angka kejadian DBD mengalami penurunan dari
2

tahun 2014, tetapi kembali meningkat tahun 2016. Kementerian Kesehatan RI

mencatat jumlah penderita DBD di Indonesia periode Januari – Februari 2016

sebanyak 8.487 kasus dengan angka kematian sebanyak 108 jiwa. Golongan

terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia yaitu golongan usia 5-14 tahun

(43,44%) dan usia 15-44 tahun (33,25%).3

DBD diklasifikasikan menjadi 4 derajat berdasarkan beratnya penyakit.

Adanya trombositopeni dan hemokonsentrasi membedakan DBD derajat I dan

derajat II dari DD, DBD derajat III dan IV dikelompokkan pada Dengue Shock

Syndrome (DSS). Pada derajat I, demam tidak jelas dan meninfestasi

perdarahan terbatas pada uji tourniquet positif dan atau mudah memar; pada

derajat II, ditemukan manifestasi dari derajat I, ditambah perdarahan spontan;

pada derajat III, terjadi kegagalan sirkulasi berupa nadi tekanan sempit dan

lemah, atau hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien gelisah; derajat IV,

terjadi gejala awal syok berupa tekanan darah rendah dan nadi tidak dapat

diukur.1

Karakteristik utama dari DBD dan indikator terbaik untuk menilai

derajat keparahannya adalah terjadinya kebocoran plasma. Kebocoran plasma

terjadi karena peningkatan difus permeabilitas kapiler dan menimbulkan

manifestasi berupa hemokonsentrasi, efusi pleura atau asites.14 Berdasarkan

hasil pemeriksaan laboratorium, pada pasien DBD dapat ditemukan Hematokrit

meningkat > 20%, dan menurun >20% setelah diberi terapi cairan yang adekuat

dan Trombositopeni (<100.000/pl),.1


3

Ihsan Jaya pada tahun 2008 telah melakukan penelitian mengenai

hubungan kadar hematokrit dengan derajat klinis demam berdarah. Namun

penelitian ini tidak diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin dengan kadar

hematokrit rujukan masing-masing. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat

hubungan antara kadar hematokrit awal pasien dengan derajat klinis DBD dan

tidak dapat dijadikan sebagai faktor prediktor derajat klinis DBD.22

Penelitian oleh G.A. Dian Listyanti Utamin dan I Wayan Putu Sutirta

Yasa mengungkapkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara nilai

hematokrit dengan derajat keparahan DBD. Penelitian yang dilakukan oleh

Margaret di Semarang dan Riswan di Banjarbaru menunjukkan bahwa diduga

nilai hematokrit dengan derajat demam berdarah dengue memiliki hubungan

yang lemah.22

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat hubungan kadar hematokrit

dengan derajat keparahan demam berdarah pada anak menurut kriteria WHO.

Selain menilai hubungan hematokrit dengan derajat keparahan DBD, penelitian

ini juga ditujukan untuk melihat hasil pemeriksaan laboratorium apa saja yang

dapat digunakan sebagai parameter penentuan derajat keparahan DBD pada

anak.

Penelitian yang menghubungkan antar kadar hematokrit dengan derajat

keparahan demam berdarah dengue belum pernah dilakukan di Rumah Sakit

Umum Universitas Kristen Indonesia.


4

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini:

1. Bagaimana hubungan jumlah hematokrit dengan derajat keparahan demam

berdarah pada anak?

2. Bagaimana gambaran angka kejadian demam berdarah pada anak di RSU

UKI?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar hematokrit

awal dengan derajat keparahan DBD pada anak.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui angka kejadian demam berdarah dengue pada anak di RSU

UKI.

2. Mengetahui karakteristik demam berdarah dengue pada anak di RSU UKI.

3. Mengetahui kriteria diagnosis klasifikasi derajat keparahan demam

berdarah dengue berdasarkan jumlah hematokrit

4. Memperoleh data laboratorium untuk menilai derajat klinis DBD.


5

1.4. Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada hubungan antara Diagnosis (Derajat Keparahan DBD)

dengan Peningkatan Kadar Hematokrit

HA : Ada hubungan antara Diagnosis (Derajat Keparahan DBD) dengan

Peningkatan Kadar Hematokrit

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Peneliti

1. Melatih kemampuan peneliti dalam menyusun skripsi sebagai karya

ilmiah untuk tugas akhir program studi sarjana kedokteran.

2. Menambah pengetahuan peneliti mengenai demam berdarah dengue pada

anak.

1.5.2. Bagi Instansi terkait (FK UKI)

Menambah bahan referensi bagi dokter dan mahasiswa dalam

memahami kriteria diagnosis klasifikasi derajat keparahan demam berdarah

dengue berdasarkan jumlah hematokrit.

1.5.3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai klasifikasi

derajat keparahan demam berdarah dengue berdasarkan gejala klinis dan hasil

laboratorium.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

Demam dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah

penyakit demam akut yang dapat menyebabkan kematian dan disebabkan oleh

empat serotipe virus dari genus Flavivirus, virus RNA dari keluarga

Flaviviridae.1

Demam dengue adalah sebuah penyakit dengan gejala seperti flu yang

dapat menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa. Demam Berdarah Dengue

adalah sebuah komplikasi dari infeksi dengue yang mengancam nyawa dan

memiliki karakter demam tinggi yang bertahan selama 2-7 hari, fenomena

pendarahan termasuk kebocoran plasma, jumlah trombosit yang rendah dan

terkadang kegagalan sirkulasi.5

2.2. ETIOLOGI

2.2.1. VIRUS DENGUE

Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus Dengue (DEN). Virus Dengue adalah virus RNA

dengan untai tunggal dan tergolong dalam famili Flavaviridae, genus

Flavavirus. Berdasarkan kriteria biologis dan immunologisnya, virus DEN

memiliki 4 serotype yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4.1,4


7

Virus DEN tersusun dari tiga protein struktural yaitu protein inti atau

nukleokapsid (C), protein membran (M) dan protein selubung (E) dan tujuh

protein non-struktural (NS) yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan

NS5. Protein selubung (E) terlibat dalam fungsi biologis utama dari virus

DEN, protein selubung berikatan dengan receptor pada sel host,

mengakibatkan virus dapat masuk ke dalam sel host. Protein selubung juga

dihubungkan dengan hemaglutinasi eritrosit dan netralisasi virus dengue.

Jumlah protein non-struktural NS1yang disekresi dalam plasma berhubungan

dengan titer virus DEN dan ditemukan lebih tinggi jumlahnya pada pasien

Demam Berdarah Dengue (DBD) dibandingkan dengan pada pasien Demam

Dengue (DD).1,4

2.2.2. VEKTOR DENGUE

Vektor virus DEN adalah nyamuk, yaitu nyamuk Ae. Aegypti dan

nyamuk Ae. albopictus. Nyamuk Aedes aegypti banyak tersebar di daerah

tropis dan subtropis, termasuk di Asia Tenggara dan terutama hidup di

daerah urban (perkotaan) sedangkan nyamuk Aedes albopictus sebarannya

tidak dipengaruhi oleh jenis perumahan penduduk tetapi pada umumnya

menyukai tempat terbuka dengan banyak tanaman dan vegetasi.1,8

Ae. aegypti banyak ditemukan di daerah dengan sistem air yang

kurang baik dan bergantung pada tempat penampungan air untuk bertelur.

Habitat untuk larva Ae. aegypti adalah tempat penampungan air baik alami

maupun buatan (misalnya: vas bunga, ember, kaleng, dll), yang berada di
8

atau dekat dengan tempat tinggal manusia. Ae. aegypti jantan dan betina

hidup dengan memakan nektar dari tanaman, tetapi Ae. aegypti betina

membutuhkan darah untuk memproduksi telur dan aktif pada siang hari.1,7

Ae. aegypti dewasa memiliki ciri sebagai nyamuk berukuran kecil,

berwarna hitam dengan lyra berwarna putih di bagian punggung

(mesonotum) dan kaki dengan belang-belang putih. Telur Ae. aegypti

mempunyai dinding yang bergaris-garis dengan gambaran menyerupai kain

kasa. Larva Ae. aegypti mempunyai pelana terbuka dan gigi sisir yang

berduri lateral.6,7,9

Gambar 2.1. Siklus hidup Aedes aegypti (CDC, 2016)

Ae. aegypti memiliki daur hidup yang terdiri dari empat tahap yaitu

telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa. Nyamuk Ae. aegypti betina
9

meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya (kaleng, vas bunga,

ember, dll) 1-2 cm di atas permukaan air. Seekor nyamuk betina rata-rata

dapat meletakkan 100 butir telur setiap kali bertelur. Telur nyamuk Ae.

aegypti memiliki konsistensi yang keras dan biasanya dapat bertahan sampai

8 bulan dalam kondisi lingkungan yang kurang baik untuk

pertumbuhannya.7,9

Telur nyamuk Ae. aegypti membutuhkan waktu dua hari dan kondisi

air menutupi telur untuk menetas. Hujan atau kegiatan manusia menambah

volume air dalam suatu wadah tempat perindukan nyamuk akan merangsang

telur menetas menjadi larva. Larva Ae. aegypti memakan mikroorganisme

yang ada di dalam air dan setelah melakukan pengelupasan kulit sebanyak 4

kali, larva bertumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa.

Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kurang

lebih sembilan hari.7,9

Ae. aegypti betina membutuhkan darah untuk menghasilkan telur.

Nyamuk betina mengisap darah pada siang hari. Pengisapan darah dilakukan

dari pagi hingga sore hari dengan dua waktu puncak yaitu saat matahari

terbit (pukul 8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (pukul 15.00-

17.00). Tempat istirahat Ae. aegypti adalah di semak-semak atau tanaman

rendah seperti rerumputan di kebun, taman, pekarangan dan pada benda-

benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, dll. Ae.

aegypti betina umumnya memiliki umur 10 hari di alam bebas dan dua bulan
10

di laboratorium. Ae. aegypti mampu terbang sejauh 2 km tetapi pada

umumnya jarak terbangnya pendek, yaitu kurang lebih 40 meter.9

2.3. EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO, dengue merupakan penyakit virus yang ditularkan oleh

nyamuk yang terpenting di dunia. Setiap tahun di seluruh dunia dilaporkan

sekitar 30-100 juta penderita demam dengue dan 500.000 penderita demam

berdarah dengue dengan 22.000 kematian terutama pada anak-anak. Sekitar 40%

penduduk dunia yaitu sekitar 2,5-3 miliar orang berasal dari 112 negara di

kawasan tropis dan subtropis hidup dalam resiko tertular infeksi Dengue.1

Berdasarkan data dari WHO, angka kejadian dengue meningkat pesat

dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 2010 dilaporkan infeksi virus

dengue pada 2,2 juta orang dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 3,2 juta. Di

Amerika, pada tahun 2015, dilaporkan kasus infeksi dengue sebanyak 2,35 juta,

dimana 10 dari 200 kasus didiagnosis sebagai demam berdarah dengue dan

menyebabkan kematian sebanyak 1181 jiwa.2

Di Indonesia, 511 kabupaten/kota berpotensi menjadi tempat

berkembangnya demam berdarah dan hampir 90% diantaranya merupakan

daerah endemik, termasuk Jabodetabek. Pada tahun 2016, kasus demam berdarah

dengue mengalami peningkatan setelah pada tahun 2015 sempat mengalami

penurunan.3,20
11

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat jumlah penderita

DBD di Indonesia periode Januari 2016 – Februari 2016 sebanyak 8.487 kasus

dan angka kematian sebanyak 108 orang. Golongan terbanyak yang mengalami

DBD di Indonesia yaitu golongan usia 5-14 tahun (43,44%) dan usia 15-44 tahun

(33,25%).3,20

2.4. FAKTOR RESIKO

Berdasarkan WHO10 terdapat beberapa faktor resiko yang dihubungkan

dengan demam berdarah dan demam berdarah dengue, yaitu:

 Perubahan demografi dan social, mengakibatkan urbanisasi yang tidak

terkontrol sehingga terjadi kendala pada fasilitas sipil seperti persediaan air

dan sistem pembuangan sampah sehingga meningkatkan potensi

perkembang biakan dari vektor.

 Ketersediaan dan distribusi air yang tidak cukup.

 Sarana pemberantasan nyamuk yang kurang memadai.

 Peningkatan transportasi udara dan ekonomi global yang mengakibatkan

penyebaran serotype virus DEN ke berbagai populasi di dunia.

 Mikroevolusi virus
12

2.5. PATOGENESIS

Konsumtif
Konsumti

Gambar 2.2. Hipotesis Secondary heterologus Infection


(Sumber: Buku Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2014)

Mekanisme terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa

mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya DBD dan sindrom

renjatan dengue.14,17

Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:

a) Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam pross

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat


13

replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody

dependent enhancement (ADE); b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-

sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun selular terhadap virus dengue.

Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan

limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c) Monosit

dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.

Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan

sekresi sitokin oleh makrofag; d) Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks

imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.14,17

Halstead, pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyatakan bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang

virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik

antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.14

Kuranne dan Ennis, pada tahun 1994 merangkum pendapat Halsead dan

peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi

makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga

virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrogfag oleh virus dengue

menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin

dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga

disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF, IL-6 dan

histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi


14

kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh

kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran

plasma.14,19

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1)

supresi sumsum tulang, 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan

hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi

peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar

trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan

kenaikan, hal ini menunjukkan terjadi stimulasi trombopoiesis sebagai

mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Desturksi trombosit

terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue,

konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.

Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,

peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda

degranulasi trombosit.14,19,20

Koagulopati terjadi sebagai akibat interkasi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadi

koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.

Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur

ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi
15

faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikerin C1-inhibitor

complex)14,19

2.6. DIAGNOSIS

2.6.1. DEMAM DENGUE

Gambaran klinis demam dengue seringkali bergantung pada usia

penderita. Bayi dan anak kecil dapat menderita demam yang tidak jelas,

seringkali disertai ruam kulit makulopapuler. Demam dengue klasik dimulai

dengan demam mendadak, menggigil, dan nyeri yang hebat pada kepala,

punggung dan ekstermitas. Demam berlangsung selama 2-7 hari dan demam

dapat mencapai 41°C. Demam lebih dari 10 hari kemungkinan besar bukan

dengue. Gejala-gejala yang dapat menyertai demam yang tidak khas tersebut

seperti, sakit kepala, nyeri retro-orbital (nyeri di belakang bola mata), nyeri

seluruh badan (arthralgia dan myalgia), mual dan muntah, kadang diare, ruam

kulit, rasa badan lemah, anoreksi, rasa kecap berubah, perdarahan ringan

(petakie, perdarahan gusi, epistaksis, menoragi, hematuria), leukopeni. Selain

itu bisa juga terjadi konjungtiva merah, radang faring dan limfadenopati.1,10

Ruam kulit yang timbul berupa ruam makulopapuler atau ruam

makuler pada wajah, dada, permukaan fleksor, yang timbul pada hari ke-3 dan

tetap ada selama 2-3 hari pertama. Ruam kulit yang kedua berbentuk

makulopapuler morbiliform timbul selama 1-5 hari dan terdapat pada telapak
16

tangan dan telapak kaki, dan kadang-kadang mengelupas. Ruam juga dapat

disertai dengan rasa gatal. Penyembuhan dapat sempurna tetapi berjalan

lambat, dengan rasa lelah dan lesu yang terjadi sesudah demam menghilang.

Fase pemulihan sesudah demam dengue dapat berlangsung selama 2

minggu.1,10

Manifetasi perdarahan: Perdarahan pada kulit dapat terlihat dengan

test tourniquet postif dan/atau adanya petakie. Perdarahan lainnya seperti

epistaksis yang berat, hypermenorrhea dan perdarahan pada gastrointestinal

jarang terjadi pada demam dengue dengan komplikasi trombositopenia.1,10

Perjalanan penyakit: Durasi relatif dan keparahan demam dengue

bervariasi antara tiap individu pada daerah epidemik, maupun antara suatu

daerah epidemik dengan daerah epidemik lainnya. Pemulihan dapat

berlangsung dengan lancar dan singkat tetapi bisa juga lebih lama. Pada orang

dewasa demam dengue biasanya dapat bertahan beberapa minggu dan

dibarengi dengan asthenia yang jelas dan depresi. Bradikardi umum terjadi

pada masa pemulihan. Komplikasi perdarahan seperti epistaksis, perdarahan

gusi, peradahan gastrointestinal, hematuria dan hipermenorea jarang terjadi

pada demam dengue. Walaupun jarang tetapi perdarahan yang parah (demam

dengue dengan perdarahan yang tidak biasa) merupakan penyebab penting

kematian pada penderita demam dengue.1,10

2.6.2. DEMAM BERDARAH DENGUE


17

Demem Berdarah Dengue menunjukkan gejala-gejala klinis sebagai

berikut:

- Demam akut, bifasik, berlangsung 2-7 hari

- Manifestasi perdarahan lebih berat dibanding demam dengue (sedikitnya

salah satu):

- Uji tourniquet positif

- Petakie

- Ekimosis

- Purpura

- Perdarahan mukosa, tempat suntikan

- Perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena)

- Trombositopeni < 100.000/pl

- Terjadi perembesan plasma (sedikitnya salah satu):

- Hematokrit meningkat > 20%

- Hematokrit menurun > 20% sesudah pemberian cairan yang adekuat

- Tanda perembesan plasma: efusi pleura, asites dan hipoproteinemi.

Demam Berdarah Dengue memiliki karakter demam tinggi, fenomena

perdarahan, hepatomegali dan sering terjadi gangguan sirkulasi dan syok.

Trombositopenia sedang sampai jelas dibarengi dengan hemokonsentrasi

merupakan hasil pemeriksaan laboratorium yang khas pada DBD. Perubahan

patofisiologi utama yang menentukan keparahan demam berdarah dengue dan

membedakannya dengan demam dengue dan infeksi virus yang menyebabkan


18

perdarahan lainnya adalah haemostasis yang tidak normal dan kebocoran

plasma selektif di rongga pleura dan abdominal.1,10,18

Perjalanan klinis demam berdarah dengue berawal dari peningkatan

tiba-tiba suhu tubuh dibarengi dengan kemerahan pada wajah dan gejala

lainnya yang mencirikan demam dengue, Suhu tubuh pada umumnya tinggi

dapat bertahan selama 2-7 hari sebelum kembali normal atau subnormal. Pada

beberapa kasus, suhu tubuh dapat meningkat hingga 40°C.1,10,18

Mudah mengalami memar dan perdarahan serta tes tourniquet positif

(≥ 10 titik/inchi2) merupakan fenomena perdarahan yang paling sering terjadi

dan dapat ditemukan pada awal fase demam. Ruam makulopapular dan

petakie dapat ditemukan seperti pada demam dengue. Petakie terlihat jelas

pada wajah, ekstermitas, aksila dan kadang pada pallatum molle saat awal fase

demam.1,10

Fase kritis DBD, periode kebocoran plasma, berawal dari masa transisi

dari demam ke fase afebrile. Pada fase awal terjadinya kebocoran bisa jadi

tidak ditemukan gejala seperti efusi pleura dan asites pada pemeriksaan fisik,

petunjuk paling awal yang dapat ditemukan adalah peningkatan hematokrit

sebanyak 10-15%. Kehilangan plasma yang signifikan akan mengakibatkan

terjadi syok hipovolemik.1,10

Pada kasus sedang sampai berat, kondisi pasien memburuk beberapa

hari setelah onset demam. Beberapa tanda bahaya dapat timbul seperti muntah

terus-menerus, nyeri pada abdomen, menolak untuk makan, letargik atau


19

gelisa, tidak tenang, hipertensi postural dan oliguria. 1,10 Mendekati akhir fase

demam, seiring dengan waktu atau beberapa saat setelah suhu tubuh menurun,

atau 3-7 hari setelah onset demam, terdapat beberapa tanda terjadinya

kegagalan sirkulasi seperti kulit menjadi dingin, sianosis sirkum-oral dan

frekuensi nadi menjadi cepat dan lemah. Beberapa pasien tampak letargik

tetapi biasanya pasien menjadi gelisah lalu secara cepat memasuki stadium

kritis dan syok. Nyeri abdomen akut sering dikeluhkan sebelum onset

syok.10,18

Syok ditandai dengan frekuensi nadi yang cepat dan lemah, hipotensi,

penurunan perfusi jaringan (capillary refill melambat, > 3 detik), kulit

menjadi dingin, dan gelisah. Pasien pada kondisi syok berada dalam bahaya

dan dapat meninggal jika tidak ditangani dengan baik dan benar.1,10

2.7. KLASIFIKASI DERAJAT KEPARAHAN DEMAM BERDARAH

DENGUE

Demam Berdarah Dengue dibagi menjadi 4 derajat keparahan

berdasarkan gejala klinisnya yaitu:

- Derajat I : Demam dengan gejala tidak jelas; menifestasi perdarahan

hanya dalam bentuk tourniquet positif dan atau mudah memar.


20

- Derajat II : Manifestasi derajat I ditambah perdarahan spontan, biasanya

berupa perdarahan kulit atau perdarahan pada jaringan lainnya.

- Derajat III : Kegagalan sirkulasi berupa nadi tekanan sempit dan lemah,

atau hipotensi, dengan gejala kulit dingin dan lembab dan penderita gelisah.

- Derajat IV : Terjadi gejala awal syok berupa tekanan darah rendah dan

nadi tidak dapat diukur. 1,14

2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.8.1. Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka

DD melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan

hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai

gambaran limfosit plasma biru.14,17

Tes serologis digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik

terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG. Diagnosis pasti

didapat dari hasil isolasi virus dengue ataupun deteksi antigen virus RNA

dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Trasncriptase Polymerase Chain

Reaction), tetapi karena teknik ini sulit sehingga lebih banyak digunakan tes

serologis.14,17

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

- Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limofitosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
21

plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok

akan meningkat.

- Trombosit : umumnya terdapat trombostopenia pada hari ke-3 sampai hari

ke-8.

- Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umunya dimulai

pada hari ke-3 demam.

- Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-

Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau

kelainan pembekuan darah.

- Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran

plasma.

- SGOT/SGPT dapat meningkat.

- Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

- Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

- Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan

transfusi darah atau komponen darah.

- Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

- IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,

menghilang setelah 60-90 hari.

- IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14,

pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.


22

- Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta pada

saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan

surveilans.

- NS1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama

sampai hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4%

dengan spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold

standard kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan

adanya infeksi virus dengue.14,17

2.8.2. Radiologi

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithorax

kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat

dijumpai pada kedua hemithorax. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya

dalam posisi lateral decubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah

kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan

USG.14

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14

hari), timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri

tulang belakang dan perasaan lelah.14

2.9. TATALAKSANA DEMAM BERDARAH DENGUE

2.9.1. Pengobatan Demam Dengue

Demam dengue klasik umumnya akan sembuh dengan sednirinya,

sehingga tidak memerlukan perawat khusus. Terapi Suportif yang diberikan


23

yaitu penggantian cairan dengan minum banyak air dan banyak istirahat, pada

umumnya cukup untuk mengobati demam dengue. Pengobatan simtomatik

dapat diberikan misalnya obat penurun panas dan obat analgesic, misalnya

asetaminofen. Aspirin tidak diberikan karena dapat menimbulkan perdarahan

lambung. Pada infeksi berat dengue, penggantian cairan intravaskuler dengan

penatalaksanaan pemberian cairan yang baik disertai secara proaktif

mengatasi perdarahan. Penderita dengan DSS harus dirawat di ruang rawat

intensif.14,16

Karena sifatnya yang menghambat kerja zat pembeku darah, NSAID

juga tidak boleh diberikan. Domperidone dengan dosis 3 x 10 mg dapat

berikan untuk mencegah muntah agar penderita dapat minum cairan. Jika

penderita mengalami kejang, dapat diberikan Diazepam dengan dosis 0.5

mg/kgBB secara rektal. Obat ini juga dapat diberikan sebagai upaya

pencegahan terhadap timbulnya kejang. Untuk mencegah terjadi perdarahan

saluran pencernaan bagian atas pada ulkus akibat stress, Ranitidine secara

intravenus dapat diberikan setiap 8 jam dengan dosis 1 mg/kgBB pada anak.

Immunoglobulin diberikan secara intravenus dengan dosis 500 mg/kgBB per

hari pada penderita yang baru sembuh dari trombositopeni yang berat atau

baru pulih dari syok.14,16

Untuk mempercepat penyebuhan dari keadaan syok, penderita dapat

diberikan desmopressin dengan dosis 0.3 μg/kgBB selama 30 menit per hari

sampai 3 hari lamanya. Pada infeksi berat dengue, harus dilakukan


24

penggantian cairan intravaskuler dengan penatalaksanaan pemberian cairan

yang baik disertai secara proaktif mengatasi perdarahan.14,16

2.9.2. Pengobatan Demam Berdarah Dengue

Pengobatan DBD dengan terapi suportif ditujukan untuk mengatasi syok

akibat hemokonsentrasi dan perdarahan. Pengawasan intensif atas tanda vital

dilakukan pada masa krisis, yaitu antara hari ke-2 sampai hari ke-7 demam.

Untuk rehidrasi penderita harus minum banyak cairan dan jika tidak dapat

minum diberikan cairan intravenus dan elektrolit untuk mengatasi dehidrasi

dan mengoreksi gangguan keseimbangan elektrolit. Tranfusi darah atau

trombosit diberikan jika angkat trombosit kurang dari 20.000 atau jika terjadi

perdarahan berat. Jika terjadi melena, yang menunjukkan adanya perdarahan

gastrointestinal, diberikan untuk meningkatkan oksigen darah yang rendah.

Perawat suportif diberikan di ruang ICU. Aspirin dan NSAID tidak dboleh

diberikan dan dapat diganti degan parasetamol atau asetaminofen.14,17,19

Pengobatan penderita sebagai kasus darurat diberikan jika pada fase

kritis penderita menunjukkan:

- Terjadi perembesan plasma yang berat yang menjurus pada terjadinya

syok dan atau penimbunan cairan yang menyebabkan gangguan

pernapasan (respiratory distress)

- Adanya perdarahan hebat


25

- Gangguan berat fungsi organ (kerusakan hati, gangguan ginjal,

kardiomiopati, ensefalopati atau ensefalitis).14,16

2.9.3. Terapi Cairan

Cairan yang diberikan pada penderita DBD dapat berupa larutan

kristaloid, larutan koloid atau produk-produk darah sel pembeku darah,

plasma, darah segar, atau packed cell. Mekanisme kerja dan tujuan pemberian

cairan-cairan tersebut, dosis pemberian dan keuntungan yang diberikan

dengan pemberian cairan dijabarkan pada tabel yang dianjurkan oleh PAHO

(Pan American Health Organization) dan WHO (World Health

Organization).14

Tabel 2.1. Cairan Kristaloid, Koloid, dan produk-produk darah untuk


mengobati dengue (Sumber PAHO dan WHO)

Pemberian Mekanisme Kerja Dosis Keuntungan


Cairan
Terapi Mempertahankan Sebanyak Tidak perlu rawat
Rehidrasi volume penderita inap
Oral intravaskuler dan masih
mengatasi mampu
perembesan minum
cairan
Kristaloid Mempertahankan Bervariasi Mencegah/mengatasi
isotonic volume Antara 5- syok penyebab
intravenus intravaskuler dan 20mL/kgBB kematian pada infeksi
infus mencegah syok /jam dengue yang berat
akibat
perembesan
cairan dari
26

sirkulasi
Infus Mempertahankan Bervariasi Mencegah/mengatasi
cairan dan memperbaiki Antara 5- syok penyebab
koloid volume 20mL/kgBB kematian pada infeksi
intravenus intravaskuler dan /jam dengue yang berat
mencegah/
mengatasi syok
akibat
perembesan
cairan
Transfusi Memperbaiki Bervariasi Mengatasi
konsentrat trombositopeni trombositopeni berat
sel berat dan
pembeku mencegah/mengobati
darah perdarahan
Plasma Memperbaiki Bervariasi, Mengatasi syok
beku segar koagulopati sekitar akibat perembesan
dengan mengganti 4U/hari jika plasma pada DBD
faktor pembeku tahan
Darah atau Mengganti Bervariasi Mengatasi syok
packed cell volume darah akibat perdarahan
pada penderita yang tak lazim
demam dengue
dengan
perdarahan yang
tak lazim

2.10. HEMATOKRIT

Nilai hematokrit adalam volume semua eritrosit dalam 100mL darah dan

disebut dengan (%) dari volume darah itu. Biasanya nilai hematokrit

ditentukan menggunakan darah vena atau darah kapiler. Pengukuran nilai

hematokrit dapat dilakukan menggunakan dua metode yaitu secara


27

makrometode menurut Wintrobe dan secara mikrometode. Kadar hematokrit

akan meningkat saat terjadi peningkatan hemokonsentrasi baik karena

peningkatan kadar sel darah atau penurunan kadar plasma darah. Sebaliknya,

kadar hematokrit akan menurun ketika terjadi penurunan hemokonsentrasi.13

Nilai normal kadar hematokrit pada anak dapat dilihat pada tabel berikut15:

Tabel. 2.2. Nilai Rujukan kadar Hematokrit pada anak (Sumber: Buku Ajar
Pediatri Rudolph, Vol.2, 2014)

Usia Rata-Rata Batas Bawah

0,5 – 4 bulan 36 32

5 – 10 tahun 38 33

11-14 tahun (P) 39 34

11-14 tahun (L) 41 35

15-19 tahun (P) 40 34

15-19 tahun (L) 43 37

Usia Pria (%) Wanita (%)

2.11. KERANGKA TEORI

Anak terinfeksi
virus dengue

Demam Berdarah Agregasi Trombosit


Dengue Aktivasi Komplemen
28

Gambar 2.3. Kerangka Teori

2.12. KERANGKA KONSEP

Kadar Hematokrit dan Derajat Klinis DBD

Agregasi Trombosit &


Aktivasi Komplemen

Perembesan plasma
29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1. Desain Penelitian


30

Penelitian ini merupakan studi survey analitik dengan desain penelitian

cross-sectional, untuk mengetahui hubungan kadar hematokrit dengan derajat

keparahan demam berdarah dengue pada pasien anak di RSU UKI tahun 2013-

2015.

1.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data rekam medik pasien anak penderita DBD di RSU

UKI tahun 2013-2015 dilakukan selama satu bulan mulai dari bulan Oktober

2016 sampai dengan bulan November 2016. Penelitian ini dilakukan di ruang

rekam medik RSU UKI.

1.3. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua anak (usia 0 – 18 tahun) yang didiagnosis DBD dan

dirawat inap di RSU UKI periode Januari 2013 sampai Desember 2015, yaitu

sejumlah 129 pasien.

1.4. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diambil. Sampel dalam

penelitian ini adalah rekam medik semua anak (usia 0-18 tahun) yang

didiagnosis DBD dan dirawat inap di RSU UKI pada Januari 2013-Desember
31

2015. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel consecutive

sampling, yaitu semua subyek yang datang sesuai dengan kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi dimasukkan dalam penelitian. Sample yang didapatkan sebesar

105.

1.5. Kriteria Sampel Penelitian

1.5.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Kriteria inklusi

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pasien anak, yaitu pasien yang berusia 0-18 tahun.

2. Pasien dirawat di instansi rawat inap poli anak Rumah Sakit Umum

Universitas Kristen Indonesia.

3. Pada rekam medik diberikan diagnosis lengkap, yaitu Demam

Berdarah Dengue beserta derajat keparahannya.

4. Data hasil laboratorium yang diambil adalah yang dilakukan

pemeriksaannya di Laboratorium Rumah Sakit Umum UKI.

1.5.2. Kriteria Eksklusi


32

Kriteria eksklusi adalah meghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena sebab-sebab

tertentu, yaitu:

1. Diagnosis pasien tidak lengkap, yaitu tidak disertai dengan derajat

keparahannya

2. Pasien didiagnosis DBD disertai penyakit lainnya yang dapat

mempengaruhi Hematokrit, seperti: dehidrasi/hipovolemia, diare

berat, asidosis diabetikum, emfisema paru stadium akhir, trauma,

pembedahan, dan luka bakar.

3. Rekam medik tidak terbaca

1.6. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas:

Kadar hematokrit pasien anak dengan diagnosis DBD sejak awal dirawat di

RSU UKI hingga selesai dirawat.

2. Variabel tergantung:

Derajat klinis pasien DBD selama dirawat di RSU UKI.

1.7. Definisi Operasional Penelitian

1. Derajat Keparahan Demam Berdarah Dengue yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah derajat klinis berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh

World Health Organization.

Derajat I : Demam dengan gejala tidak jelas; manifestasi perdarahan

hanya dalam bentuk tourniquet positif dan atau mudah memar.


33

Derajat II : Menifetasi Derajat I ditambah perdarahan spontan, biasanya

berupa perdarahan kulit atau perdarahan pada jaringan lainnya.

Derajat III : Kegagalan sirkulasi berupa nadi tekanan sempit dan lemah,

atau hipotensi, dengan gejala kulit dingin dan lembab dan penderita gelisah.

Derajat IV : Terjada gejala awal syok berupa tekanan darah redah dan nadi

tidak dapat diukur.1

2. Anak : Menurut WHO, batasan usia anak adalah sejak anak masih

dalam kandungan sampai usia 19 tahun.13

3. Hematokrit : Nilai Hematokrit ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml

darah dana disebut dengan % dari volume darah itu. Biasanya nilai itu

ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler.14

Kadar rujukan hematokrit normal untuk anak yaitu:

 Usia 0,5 – 4 bulan : 36%

 Usia 5 – 10 tahun : 38%

 Usia 11-14 tahun (P) : 39%

 Usia 11-14 tahun (L) : 41%

 Usia 15-19 tahun (P) : 40%

 Usia 15-19 tahun (L) : 43%

1.8. Instrumen Penelitian


34

Instrumen penelitian ini merupakan alat yang digunakan untuk

mendapatkan data penelitian. Instrument penelitian ini adalah data rekam medik

pasien anak dengan diagnosis Demam Berdarah Dengue yang dirawat di

bangsal anak RSU UKI Jakarta Periode Januari 2013 – Desember 2015.

1.9. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dari data sekunder yaitu dari membaca rekam

medik dan melihat diagnosis serta hasil laboratorium pada pasien anak dengan

DBD yang dirawat di bangsal anak RSU UKI Periode Januari 2013 – Desember

2015.

Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

- Perumusan masalah

- Menentukan tujuan penelitian

- Menentukan kriteria inklusi dan eksklusi

- Mengumpulkan data rekam medik pasien anak DBD di RSU UKI Jakarta

- Menyeleksi rekam medik sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi

- Memindahkan data dari rekam medik ke dalam form pengumpulan data

- Pengolahan data dan analisis data

- Menyusun hasil penelitian dan melakukan pembahasan

- Penyajian hasil penelitian

1.10. Pengolahan Data


35

Pengolahan data merupakan proses mengartikan data-data lapangan sesuai

dengan tujuan, rancangan, dan sifat penelitian. Langkah-langkah yang harus

dilakukan dalam pengolahan data adalah:

1. Editing

Dilakukan pemeriksaan atau pengecekan data rekam medik untuk

memperbaiki kualitas dan mengetahui kelengkapan data yang diperlukan.

2. Coding

Memberi angka-angka atau kode-kode tertentu untuk memudahkan

pengolahan data.

3. Processing

Processing adalah memproses data sehingga dapat dianalisis.

Memasukkan atau entry data rekam medis sesuai kode-kode yang telah

ditentukan untuk masing-masing variable melalui program statistik ke

dalam computer.

4. Cleaning

Merupakan analissi data awal, dimana dilakukan pengurutan dan

penyederhanaan data sehingga data mudah diinterpretasikan. Cleaning

adalah tahapan untuk pengecekan kembali data yang telah dimasukkan

apakah ada kesalahan atau tidak.

1.11. Analisis Data


36

Data penelitian akan diolah terlebih dahulu menggunakan Microsoft

Excel 2010 for Windows (pre-entry) kemudian data pre-entry akan dianalasis

menggunakan uji korelasi Kendall’s Tau. Uji korelasi ini digunakan karena

variabel bebas dan variabel tergantung berskala ordinal. Pengujian hipotesis

ini akan dikerjakan dengan bantuan SPSS for Windows version 23.0.

1.12. Alur Penelitian

Rekam medis

Kriteria Restriksi

Kadar Hematokrit Derajat Klinis


Awal Jenis Kelamin DBD

Analisis Data

Kesimpulan

Gambar 3.1. Alur Penelitian

BAB IV
37

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Seratus dua puluh sembilan rekam medik pasien DBD pada

anak (usia 0 bulan – 18 tahun) di RSU Universitas Kristen Indonesia

Jakarta, sejak 1 Januari 2013 hingga 31 Desember 2015, diperoleh

pada penelitian ini.

Tabel 4.1. Hasil Analisis Deskriptif Karakteristik Subyek Penelitian

Minimu Maksimu
m m Mean Modus
Kadar Hematokrit
28 56 43,16 43
Awal(%)
Peningkatan Hematokrit ≤0% > 30 % ≤ 0 % (22)
Derajat Klinis I IV III (38)
Jenis Kelamin pr (47) lk (58)
Usia 0 16 8,91 10 (10)

Seratus lima dari seratus dua puluh sembilan memenuhi

kriteria restriksi sampel penelitian, terdiri dari 47 (44,8%) pasien

perempuan, dan 58 (55,2%) pasien laki-laki. Rentah usia pasien 0

bulan – 16 tahun (mean: 8 tahun). Derajat keparah demam berdarah

yang ditemukan bervariasi dari grade I – grade IV, dengan paling

banyak ditemukan demam berdarah grade III.


38

4.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Kadar hematokrit awal pada pasien DBD dalam penelitian ini

antara 28-56% (mean: 43,15%). Kadar hematokrit awal pasien

mengalami peningkatan dibandingkan dengan kadar normal hematokrit

yaitu pada 83 pasien (79%), dengan peningkatan paling banyak pada

rentang 5-10% dari kadar hematokrit normal.

Pasien DBD dengan kadar hematokrit awal 43% (mean: 43,16)

sebanyak 13 orang (terbanyak); empat orang (modus) diantaranya

didiagnosis dengan derajat keparahan grade I, enam orang dengan

derajat keparahan grade II, dan tiga orang dengan derajat keparahan

grade III.

Tabel 4.2. Jumlah Penderita, Jenis Kelamin, Kadar Hematokrit

Awal, dan Peningkatan Kadar Hematokrit

Diagnosis Jenis Kelamin Kadar Hematokrit


L P Mean Min Max
DHF Grade I 18 10 42,2 31,6 55
DHF Grade II 19 14 41,4 28,4 56,2
DHF Grade III 16 22 44,5 31,8 52,5
DHF Grade IV 5 1 47,9 41,9 52,7
39

Terdapat dua orang pasien DBD dengan kadar hematokrit awal

tertinggi (56,2%), satu orang berjenis kelamin laki-laki dan satu orang

berjenis kelamin perempuan, tetapi dengan DBD derajat klinis 2.

Penderita DBD dengan kadar hematokrit awal di atas 50%

dalam penelitian ini hanya 12 orang (11%), ditemukan pada semua

derajat keparahan DBD, dan paling banyak ditemukan pada DBD

grade III (6 orang).

Tabel 4.3.1. Derajat Keparahan DBD dan Peningkatan Kadar

Hematokrit (1)

Peningkatan Diagnosis
Hematokrit DHF Grade I DHF Grade II
Awal (%) Frekuensi Persen (%) Frekuensi Persen (%)
Penurunan 8 7,62 11 10,48
> 0 - 5% 6 5,71 5 4,76
> 5 - 10% 5 4,76 3 2,86
> 10 - 15% 2 1,90 8 7,62
> 15 - 20% 1 0,95 2 1,90
> 20 - 25% 3 2,86 2 1,90
> 25 - 30% 1 0,95 0 0,00
>30% 2 1,90 2 1,90
Total 28 26,67 33 31,43
40

Tabel 4.3.2. Derajat Keparahan DBD dan Peningkatan Kadar

Hematokrit (2)

Diagnosis
Peningkatan Total
DHF Grade III DHF Grade IV
Hematokrit
Awal (%) Persen Persen Persen
Frekuensi Frekuensi Frekuensi
(%) (%) (%)
Penurunan 3 2,86 0 0,00 22 20,95
> 0 - 5% 2 1,90 0 0,00 13 12,38
> 5 - 10% 8 7,62 0 0,00 16 15,24
> 10 - 15% 4 3,81 0 0,00 14 13,33
> 15 - 20% 6 5,71 2 1,90 11 10,48
> 20 - 25% 4 3,81 1 0,95 10 9,52
> 25 - 30% 3 2,86 1 0,95 5 4,76
>30% 8 7,62 2 1,90 14 13,33
Total 38 36,19 6 5,71 105 100,00

Terdapat 22 pasien (20,95%) dari total pasien anak dengan

DBD pada penelitian ini, yang pengukuran kadar hematokrit awal

mengalami penurunan, sedangkan 83 pasien (79,05%) mengalami

peningkatan kadar hematokrit yang bervariasi dari 0 - > 30%.

Kadar hematokrit awal yang menurun dibandingkan dengan

kadar hematokrit normal paling banyak ditemukan pada pasien DBD

grade II, yaitu sebanyak 11 pasien (10,48%), dan penurunan kadar

hematokrit awal tidak ditemukan pada pasien DBD grade IV.

Pada penelitian ini, secara keseluruhan, peningkatan kadar

hematokrit awal paling sering sebesar 5-10% (15,25%) dan paling

banyak terdapat pada DBD grade III (36,19%).


41

Untuk peningkatan kadar hematokrit awal lebih dari 20% dari

kadar hematokrit normal, pada penelitian ini ditemukan pada 29 pasien

(27,62%), dengan yang paling sering terjadi adalah peningkatan kadar

hematokrit > 30% (13,33%) dari kadar hematokrit awal. Peningkatan

kadar hematokrit > 30% ditemukan paling sering pada DBD grade III

(7,62%).

4.1.3. Analisis Hasil Penelitian

Derajat keparahan DBD merupakan variable dengan skala

ordinal, dan dalam penelitian ini terdistribusi normal; dengan demikian

digunakan analisis stastistik uji korelasi Kendall’s Tau.

Tabel 4.4. Hasil Tes Korelasi Kendall’s Tau, untuk kategori: Diagnosis
(Derajat Keparahan DBD) dengan Peningkatan Kadar Hematokrit
Peningkatan
Diagnosis Ht Awal (%)

Kendall's tau_b Diagnosis Correlation Coefficient 1,000 ,327**

Sig. (2-tailed) . ,000


N 105 105
**
Peningkatan Correlation Coefficient ,327 1,000
Ht Awal (%) Sig. (2-tailed) ,000 .

N 105 105

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Didapatkan koefisien korelasi antara diagnosis (derajat

keparahan DBD) dengan peningkatan kadar hematokrit awal tidak

sama dengan 0, yaitu 0,395 dengan tingkat signifikansi p < 0,05.


42

Berarti kedua variabel berhubungan cukup kuat dengan korelasi

signifikan. Oleh karena itu disimpulkan bahwa H 0 ditolak dan HA

diterima yang berarti peningkatan kadar hematokrit awal berhubungan

dengan derajat keparahan DBD.

4.2. Pembahasan

Patogenesis, manifestasi klinik, dan kriteria diagnostik DBD didasarkan

pada tanda-tanda kegagalan sirkulasi (renjatan) dan perdarahan. Pemeriksaan

laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis DBD adalah

peningkatan kadar hematokrit dan terjadinya trombositopenia.1,15

Patogenesis DBD dimulai dengan adanya agregasi trombosit dan

teraktivasinya F.XII oleh kompleks virus-antibodi. Agregasi trombosit

menimbulkan trombositopenia dan trombositopati yang kemudian akan

menimbulkan perdarahan. F.XII yang telah teraktivasi akan mengaktifkan sistem

koagulasi, sistem fibrinolysis, sistem komplemen, dan sistem kinin. Aktivasi dari

sistem komplemen ini akan menimbulkan perembesan plasma dan

hipovolemia.1,15

Manifestasi klinis DBD dimulai dengan demam yang tinggi dan

mendadak, kontinua, kadang bifasik, berlangsung 2-7 hari. Demam juga disertai

dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti wajah

kemerahan, anoreksia, mialgia dan artralgia.17,19

Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet positif, terjadi petakie

spontan pada daerah ekstermitas, aksila, muka, dan palatum molle. Epistaksis
43

dan perdarahan gusi dapat ditemukan, kadang dapat disertai dengan perdarahan

ringan saluran cerna, hematuria lebih jarang ditemukan. Perdarahan hebat juga

dapat ditemukan.17,19

Peningkatan nilai hematokrit (≥20% dari data dasar) dan penurunan kadar

protein plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dL dari data dasar) merupakan

tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat dapat menimbulkan

berkurangnya volume intravascular yang akan menyebabkan syok hipovolemi

yang dikenal sebagai sindrom syok dengue (SSD) yang memperburuk

diagnosis.17,19

Pada penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Hematokrit

pada umumnya memiliki hubungan lemah dengan derajat keparahan DBD.21,22

Kadar hematokrit awal yang diambil dalam penelitian ini menunjukkan

hubungan cukup kuat (r=0,395) yang signifikan (p=0,000) dengan derajat

keparahan DBD.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar hematokrit

awal dibandingkan dengan kadar hematokrit normal sesuai dengan kelompok

usia memiliki hubungan yang bermakna terhadap derajat klinis DBD.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pemeriksaan

hematokrit merupakan indikator yang cukup peka untuk mengetahui terjadinya

kebocoran plasma.
44

Pada penelitian ini, peningkatan kadar hematokrit awal yang ditemukan

terbanyak mengalami peningkatan 5-10% (15,24%) dari kadar hematokrit

normal.

Soejoso dan Atmaji (1998), mengatakan bahwa kadar hematokrit 47%

merupakan kadar yang diwaspai dapat terjadinya renjatan hipovolemik, bahkan

kegagalan sirkulasi pada anak. Tetapi perlu diperhatikan bahwa kadar

hematokrit yang dimaksud belum mencapai peningkatan 20% dari kadar normal

sebagai parameter hemokonsentrasi diagnosis DBD oleh WHO.22

Peningkatan kadar hematokrit yang belum mencapai 20% dari kadar

normal tetapi telah didiagnosis sebagai demam berdarah dengue dapat terjadi

karena beberapa hal yaitu, pasien sudah ditatalaksana terlebih dahulu pada saat

pertama kali dilakukan pemeriksaan kadar hematokrit, atau dapat juga terjadi

karena penentuan diagnosis berdasarkan pemeriksaan radiologi foto thoraks

ditemukan adanya efusi pleura.14,17

Pada penelitian ini, ditemukan 29 pasien (27%) yang mengalami

peningkatan kadar hematokrit >20% dari kadar normal, dengan yang paling

sering ditemukan adalah >30% dari kadar normal yaitu pada 14 pasien dan

peningkatan >30% ditemukan paling banyak pada DBD grade III.

Perbandingan dengan laporan-laporan penelitian tadi, menunjukkan

bahwa masalah yang mungkin dihadapi oleh tenaga medis dalam menghadapi

kasus klinis adalah penemuan peningkatan kadar hematokrit yang belum


45

mencapai >20% namun dengan pemeriksaan klinis lainnya yang merujuk pada

derajat keparahan tertentu sesuai dengan kategori oleh WHO.

Keterbatasan dari penelitian ini terletak pada jumlah sampel yang kurang,

yaitu hanya 105 sampel dan belum adanya nilai rujukan hematokit yang valid

secara umum untuk pasien anak. Peningkatan kadar hematokrit dengan variasi

yang luas juga menjadi penyulit bagi peneliti untuk membuat pengelompokan

data.

Pemisahan pasien anak laki-laki dan perempuan – berdasarkan kadar

hematokrit rujukan normal memang memiliki perbedaan tetapi tidak begitu jauh

sehingga peneliti mengambil rerata dari kadar normal dapat menimbulkan celah.

Hipotesis pada penelitian ini adalah kadar hematokrit dapat digunakan sebagai

parameter menilai derajat keparahan DBD pada anak. Walaupun pada penelitian

ditemukan hubungan yang cukup kuat dan signifikan, perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak dan lebih mendetail.
46

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar hematokrit awal dengan

derajat keparahan DBD pada anak.

2. Peningkatan kadar hematokrit awal paling sering ditemukan sebanyak 5-

10% dari kadar hematokrit normal.

3. Pasien anak penderita DBD yang dirawat di RSU UKI paling sering

menderita DBD grade III.

4. Kadar hematokrit awal dapat dijadikan sebagai faktor prediktor derajat

keparahan DBD pada anak.

5.2. Saran

1. Penelitian terhadap nilai awal variabel lain yang terlibat dalam

patofisiologi DBD bisa dilanjutkan oleh peneliti yang lain

2. Diperlukan penelitian dengan rentang kasus usia anak diberbagai pusat

pelayanan kesehatan

3. Diperlukan jumlah sampel yang lebih banyak lagi pada penelitian

berikutnya

4. Selain dibedakan berdasarkan usia, kadar hematokrit dapat dibedakan

berdasarkan jenis kelamin juga pada penelitian berikutnya

5.
47

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarto. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Sagung Seto. 2012.

2. World Health Organization. Dengue and severe dengue. 2016.

Diakses pada: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ 8 Agustus

2016.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Wilayah KLB DBD ada di 11

Provinsi. Jakarta; 2016.

Diakses pada: http://www.depkes.go.id/article/view/16020900001/wilayah-klb-

dbd-ada-di-11-kabupaten-kota.html 9 Agustus 2016.

4. Malavige GN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL. Dengue Viral

Infections. Postgrand Med J. 2004; 80: 588-601.

5. World Health Organization. WHO Reports on Global Surveillance of Epidemic-

prone Infectious Disease.

Diakses pada: http://www.who.int/emc 12 September 2016.

6. Andrew J, Bar A. Morphology and Morphometry of Aedes aegypti Adult

Mosquito. Sciencedomain International Annual Review & Research in Biology.

2013; 3(1): 52-69.

7. Center for Disease Control and Prevention. Fact Sheet: Dengue and the Aedes

aegypti mosquito. 2016. Diakses pada: https://www.cdc.gov

/dengue/resources/30Jan2012/aegyptifactsheet.pdf 15 September 2016.


48

8. Bennett S.N., Taxonomy and Evolutionary Relationships of Flaviviruses. In:

Gubler, D.J, Ooi EE, Vasudevan S, Farrar J, editors. Dengue and Dengue

Hemorrhagic Fever. 2nd edition. Boston: CAB International. 2014: 322-26.

9. Djakaria S, Sungkar S. Vektor Penyakit Virus, Riketsia Spiroketa dan Bakteri.

Dalam: Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S, editor. Buku Ajar

Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2013: 265-68.

10. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and

Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2011.

11. Lei HY, Huang KJ, Lin YS, Yeh TM, Liu, HS, et al. Immunopathogenesis of

Dengue Hemorrhagic Fever. Taiwan: American Journal of Indectious Diseases

2008; 4 (1): 1-9.

12. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kondisi

Pencapaian Program Kesehatan Anak Indonesia. Jakarta. 2014.

13. R. Gandasoebrata. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. 2013:

39-40.

14. Setiasi S. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Suhendro, Nainggolan L, Chen K,

Pohan TH, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: Pusat

penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2014: 539-48.

15. Mentzer WC. Darah dan Jaringan Pembentuk Darah. Dalam: Rudolph AM

Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC. 2014: 1285-88.
49

16. World Health Organization. Handbook for Clinical management of Dengue.

Switzerland. 2012: 64-6.

17. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman Diagnosis dan Tata

Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia. 2014.

18. Lalani A. Demam dan Infeksi Tropis. Dalam: Lalani A, Schneeweiss S, editor.

Kegawatdaruratan Pediatri. Jakarta: EGC. 2013: 223-26.

19. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In: Kleigman RM,

Stanton B, St. Geme J, Schor NF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 19 th

edition. Philadelphia: Elseiver. 2011: 1147-50.

20. Chandra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan Faktor

Risiko Penularan. Aspirator 2010; 2 (2): 110-119.

21. Valentino B. Hubungan antara Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dengan

Derajat Klinik Infeksi Dengue pada Pasien Dewasa di RSUP Dr. Kariadi

Semarang. LAPORAN PENELITIAN UNDIP 2012.

22. Jaya I. Hubungan Kadar Hematokrit Awal dengan Derajat Klinis DBD.

SKRIPSI UMS 2008.


50

Lampiran 1. Lembar Persutujuan Pengambilan Rekam Medik di Rumah Sakit


Umum UKI
51

Lampiran 2. Lembar Pengambilan Data Rekam Medik

DATA REKAM MEDIK


Nama : Novita
Hermanus
NIM : 1361050097

No. Nama JK Diagnosis Usia Tgl. Masuk Tgl. Keluar

Nomor Rekam Medik

Gejala Klinis

Tanda-Tanda Vital Suhu Badan TD HR RR


Awal
Akhir
Awal Akhir Nilai Rujukan
Hasil Laboratorium
( - - ) ( - - ) Pria Wanita
Hemoglobin 14-16 12 - 14
5000- 5000-
Leukosit 10000 10000
Hematokrit 40-48 37-43
150rb - 150rb -
Trombosit 400rb 400rb

Catatan
52

Lampiran 3. Hasil Analisis Statistik Berbagai Variabel pada Pasien DBD Anak

Hasil Perhitungan Crosstabulation antara Peningkatan Kadar Hematokrit Awal (%), Usia,
dan Diagnosis (Derajat Keparahan DBD)

Peningkatan Ht Awal (%) * Usia * Diagnosis Crosstabulation

Usia
11 tahun 15 tahun
0 bulan - 5 tahun - - 14 - 19
Diagnosis 4 tahun 10 tahun tahun tahun Total
DHF Peningkata Penurunan Count 0 2 5 1 8
Grad n Ht Awal % within
eI (%) Peningkata
n Ht Awal 0,0% 25,0% 62,5% 12,5% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 20,0% 41,7% 25,0% 28,6%
% of Total 0,0% 7,1% 17,9% 3,6% 28,6%
>0-5% Count 0 0 4 2 6
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 0,0% 66,7% 33,3% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 0,0% 33,3% 50,0% 21,4%
% of Total 0,0% 0,0% 14,3% 7,1% 21,4%
> 5 - 10 % Count 1 3 1 0 5
% within
Peningkata
n Ht Awal 20,0% 60,0% 20,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 50,0% 30,0% 8,3% 0,0% 17,9%
% of Total 3,6% 10,7% 3,6% 0,0% 17,9%
> 10 - 15 Count 0 1 1 0 2
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 50,0% 50,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 10,0% 8,3% 0,0% 7,1%
% of Total 0,0% 3,6% 3,6% 0,0% 7,1%
53

> 15 - 20 Count 0 1 0 0 1
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 100,0% 0,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 10,0% 0,0% 0,0% 3,6%
% of Total 0,0% 3,6% 0,0% 0,0% 3,6%
> 20 - 25 Count 0 2 0 1 3
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 66,7% 0,0% 33,3% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 20,0% 0,0% 25,0% 10,7%
% of Total 0,0% 7,1% 0,0% 3,6% 10,7%
> 25 - 30 Count 0 0 1 0 1
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 0,0% 100,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 0,0% 8,3% 0,0% 3,6%
% of Total 0,0% 0,0% 3,6% 0,0% 3,6%
> 30 % Count 1 1 0 0 2
% within
Peningkata
n Ht Awal 50,0% 50,0% 0,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 50,0% 10,0% 0,0% 0,0% 7,1%
% of Total 3,6% 3,6% 0,0% 0,0% 7,1%
Total Count 2 10 12 4 28
% within
Peningkata
n Ht Awal 7,1% 35,7% 42,9% 14,3% 100,0%
(%)
% within
Usia 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 7,1% 35,7% 42,9% 14,3% 100,0%
DHF Peningkata Penurunan Count 3 3 5 0 11
Grad n Ht Awal
% within
e II (%)
Peningkata
n Ht Awal 27,3% 27,3% 45,5% 0,0% 100,0%
(%)
54

% within
Usia 60,0% 25,0% 35,7% 0,0% 33,3%
% of Total 9,1% 9,1% 15,2% 0,0% 33,3%
>0-5% Count 1 1 2 1 5
% within
Peningkata
n Ht Awal 20,0% 20,0% 40,0% 20,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 20,0% 8,3% 14,3% 50,0% 15,2%
% of Total 3,0% 3,0% 6,1% 3,0% 15,2%
> 5 - 10 % Count 0 0 2 1 3
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 0,0% 66,7% 33,3% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 0,0% 14,3% 50,0% 9,1%
% of Total 0,0% 0,0% 6,1% 3,0% 9,1%
> 10 - 15 Count 0 5 3 0 8
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 62,5% 37,5% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 41,7% 21,4% 0,0% 24,2%
% of Total 0,0% 15,2% 9,1% 0,0% 24,2%
> 15 - 20 Count 0 0 2 0 2
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 0,0% 100,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 0,0% 14,3% 0,0% 6,1%
% of Total 0,0% 0,0% 6,1% 0,0% 6,1%
> 20 - 25 Count 1 1 0 0 2
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 50,0% 50,0% 0,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 20,0% 8,3% 0,0% 0,0% 6,1%
% of Total 3,0% 3,0% 0,0% 0,0% 6,1%
> 30 % Count 0 2 0 0 2
55

% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 100,0% 0,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 16,7% 0,0% 0,0% 6,1%
% of Total 0,0% 6,1% 0,0% 0,0% 6,1%
Total Count 5 12 14 2 33
% within
Peningkata
n Ht Awal 15,2% 36,4% 42,4% 6,1% 100,0%
(%)
% within
Usia 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 15,2% 36,4% 42,4% 6,1% 100,0%
DHF Peningkata Penurunan Count 0 2 1 0 3
Grad n Ht Awal
% within
e III (%)
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 66,7% 33,3% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 10,0% 14,3% 0,0% 7,9%
% of Total 0,0% 5,3% 2,6% 0,0% 7,9%
>0-5% Count 0 1 1 0 2
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 50,0% 50,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 5,0% 14,3% 0,0% 5,3%
% of Total 0,0% 2,6% 2,6% 0,0% 5,3%
> 5 - 10 % Count 1 5 1 1 8
% within
Peningkata
n Ht Awal 12,5% 62,5% 12,5% 12,5% 100,0%
(%)
% within
Usia 11,1% 25,0% 14,3% 50,0% 21,1%
% of Total 2,6% 13,2% 2,6% 2,6% 21,1%
> 10 - 15 Count 1 2 0 1 4
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 25,0% 50,0% 0,0% 25,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 11,1% 10,0% 0,0% 50,0% 10,5%
56

% of Total 2,6% 5,3% 0,0% 2,6% 10,5%


> 15 - 20 Count 1 3 2 0 6
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 16,7% 50,0% 33,3% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 11,1% 15,0% 28,6% 0,0% 15,8%
% of Total 2,6% 7,9% 5,3% 0,0% 15,8%
> 20 - 25 Count 2 0 2 0 4
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 50,0% 0,0% 50,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 22,2% 0,0% 28,6% 0,0% 10,5%
% of Total 5,3% 0,0% 5,3% 0,0% 10,5%
> 25 - 30 Count 2 1 0 0 3
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 66,7% 33,3% 0,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 22,2% 5,0% 0,0% 0,0% 7,9%
% of Total 5,3% 2,6% 0,0% 0,0% 7,9%
> 30 % Count 2 6 0 0 8
% within
Peningkata
n Ht Awal 25,0% 75,0% 0,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 22,2% 30,0% 0,0% 0,0% 21,1%
% of Total 5,3% 15,8% 0,0% 0,0% 21,1%
Total Count 9 20 7 2 38
% within
Peningkata
n Ht Awal 23,7% 52,6% 18,4% 5,3% 100,0%
(%)
% within
Usia 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 23,7% 52,6% 18,4% 5,3% 100,0%
DHF Peningkata > 15 - 20 Count 1 0 1 2
Grad n Ht Awal %
% within
e IV (%)
Peningkata
n Ht Awal 50,0% 0,0% 50,0% 100,0%
(%)
57

% within
Usia 33,3% 0,0% 50,0% 33,3%
% of Total 16,7% 0,0% 16,7% 33,3%
> 20 - 25 Count 0 0 1 1
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 0,0% 0,0% 100,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 0,0% 0,0% 50,0% 16,7%
% of Total 0,0% 0,0% 16,7% 16,7%
> 25 - 30 Count 1 0 0 1
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 100,0% 0,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 33,3% 0,0% 0,0% 16,7%
% of Total 16,7% 0,0% 0,0% 16,7%
> 30 % Count 1 1 0 2
% within
Peningkata
n Ht Awal 50,0% 50,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 33,3% 100,0% 0,0% 33,3%
% of Total 16,7% 16,7% 0,0% 33,3%
Total Count 3 1 2 6
% within
Peningkata
n Ht Awal 50,0% 16,7% 33,3% 100,0%
(%)
% within
Usia 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 50,0% 16,7% 33,3% 100,0%
Total Peningkata Penurunan Count 3 7 11 1 22
n Ht Awal
% within
(%)
Peningkata
n Ht Awal 13,6% 31,8% 50,0% 4,5% 100,0%
(%)
% within
Usia 15,8% 16,3% 31,4% 12,5% 21,0%
% of Total 2,9% 6,7% 10,5% 1,0% 21,0%
>0-5% Count 1 2 7 3 13
58

% within
Peningkata
n Ht Awal 7,7% 15,4% 53,8% 23,1% 100,0%
(%)
% within
Usia 5,3% 4,7% 20,0% 37,5% 12,4%
% of Total 1,0% 1,9% 6,7% 2,9% 12,4%
> 5 - 10 % Count 2 8 4 2 16
% within
Peningkata
n Ht Awal 12,5% 50,0% 25,0% 12,5% 100,0%
(%)
% within
Usia 10,5% 18,6% 11,4% 25,0% 15,2%
% of Total 1,9% 7,6% 3,8% 1,9% 15,2%
> 10 - 15 Count 1 8 4 1 14
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 7,1% 57,1% 28,6% 7,1% 100,0%
(%)
% within
Usia 5,3% 18,6% 11,4% 12,5% 13,3%
% of Total 1,0% 7,6% 3,8% 1,0% 13,3%
> 15 - 20 Count 2 4 5 0 11
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 18,2% 36,4% 45,5% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 10,5% 9,3% 14,3% 0,0% 10,5%
% of Total 1,9% 3,8% 4,8% 0,0% 10,5%
> 20 - 25 Count 3 3 3 1 10
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 30,0% 30,0% 30,0% 10,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 15,8% 7,0% 8,6% 12,5% 9,5%
% of Total 2,9% 2,9% 2,9% 1,0% 9,5%
> 25 - 30 Count 3 1 1 0 5
%
% within
Peningkata
n Ht Awal 60,0% 20,0% 20,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 15,8% 2,3% 2,9% 0,0% 4,8%
59

% of Total 2,9% 1,0% 1,0% 0,0% 4,8%


> 30 % Count 4 10 0 0 14
% within
Peningkata
n Ht Awal 28,6% 71,4% 0,0% 0,0% 100,0%
(%)
% within
Usia 21,1% 23,3% 0,0% 0,0% 13,3%
% of Total 3,8% 9,5% 0,0% 0,0% 13,3%
Total Count 19 43 35 8 105
% within
Peningkata
n Ht Awal 18,1% 41,0% 33,3% 7,6% 100,0%
(%)
% within
Usia 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 18,1% 41,0% 33,3% 7,6% 100,0%

Tabel 9. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Jenis Kelamin, Diagnosis (Derajat


Keparahan DBD), Usia, Kadar Hematokrit Awal, dan Peningkatan Kadar Hematokrit
Awal (%); pada Subyek Penelitian

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Jenis Kelamin 105 1 2 1,45 ,500
Diagnosis 105 1 4 2,21 ,906
Usia 105 1 4 2,30 ,856
Hematokrit Awal 105 28 56 43,15 5,468
Peningkatan Ht Awal
105 0 7 2,94 2,373
(%)
Valid N (listwise) 105

Lampiran 4. Metode Pengukuran Kadar Hematokrit

PENETAPAN NILAI HEMATOKRIT


60

Penetapan nilai hematokrit dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu metode

langsung dengan cara Makrometode menurut Wintrobe atau dengan cara

Mikrometode; dan metode tidak langsung dengan menggunakan konduktivitas elektrk

dan computer. Metode langsung untuk menetapkan nilai hematokrit dengan cara

mikrometode lebih sering digunakan dibandingkan dengan cara makrometode

menurut wintrobe karena hasilnya dapat diperoleh dalam waktu singkat. Darah yang

biasanya digunakan untuk menetapkan nilai hematokrit adalah darah vena atau darah

kapiler.

Tahapan cara mikrometode yaitu dengan dimasukkan darah ke dalam tabung

mikrokapiler yang khusus dibuat untuk penetapan mikrohematokrit, salah satu ujung

tabung kemudian ditutup menggunakan nyala api atau bahan penutup khusus, tabung

lalu dimasukkan kedalam sentifuge khusus yang memiliki kecepatan besar (>16.000

rpm) selama 3-5 menit. Nilai hematokrit dibaca menggunakan grafik atau alat khusus.

Lampiran 5. Biodata Mahasiswa

BIODATA MAHASISWA BIMBINGAN SKRIPSI

FK UKI TAHUN AKADEMIK 2016-2017


61

NAMA MAHASISWA : NOVITA HERMANUS

NIM MAHASISWA : 1361050097

TEMPAT/TGL LAHIR : KUPANG, 02 NOVEMBER 1996

RIWAYAT PENIDIDIKAN

1. SLTP : SMP KATOLIK ST. THERESIA – KUPANG

2. SLTA : SMA KATOLIK GIOVANNI – KUPANG

3. UNIVERSITAS : UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JUDUL SKRIPSI : HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN

DERAJAT KEPARAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI

RUMAH SAKIT UMUM UKI TAHUN 2013-2015

Anda mungkin juga menyukai