Oleh:
Pembimbing:
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga laporan kasus yang berjudul “Dengue Hemorrhagic Fever” ini dapat penulis
selesaikan. Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
menyusun makalah ini, khususnya kepada dr. Alexander Kam Sp.PD selaku preseptor dan
juga kepada rekan-rekan dokter muda.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dalam menambah pengetahuan dan pemahaman serta dapat meningkatkan pelayanan,
khususnya untuk pelayanan primer kasus-kasus kompetensi 4, pada masa yang akan datang.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi virus dengue pada manusia
mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling
ringan (mild undiffrentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD)
sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama
penyakit DBD adalah kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
Demam Dengue atau DF dan demam berdarah/ DBD (dengue hemorrhagic fever/
DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri oto dan/ nyeri sendi yang dsertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
tubuh. Sindrom renjatan dengue ( dengue shock syndrome)/ DSS adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok. Diagnosis klinis DBD didasarkan kriteria klinis
dengan ditemukannya virus dengue sebagai penyebab infeksi virus di tubuh penderita.
Menemukan virus dengue pada penderita hanya dapat dilakukan isolasi virus, deteksi antigen
virus dengue dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum
untuk menurunkan suhu tubuh, pemberian cairan untuk mengatasi renjatan (syok), dan
mengatasi perdarahan.2
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah
perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika
Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar
50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000
kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia,
tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan
nyamuk setempat.8
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik
bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak, 90% di
KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah
penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun
berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang
dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009
sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%.9
1.2 Batasan Masalah
karena DHF.
Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
DHF.
Laporan kasus ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh
infeksi virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui perantara gigitan vektor nyamuk Aedes
serotype dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotype dominan.1 Demam dengue
adalah infeksi virus dengue yang ditandai oleh demam 2 – 7 hari, yang timbul mendadak,
tinggi, terus – menerus dan ditambah dengan adanya 2 atau lebih gejala lain yaitu manifestasi
perdarahan baik spontan (ptekie, perdarahan gusi, purpura, epistaksis, hematemesis, atau
melena) maupun berupa uji tourniquet positif, nyeri kepala, leukopenia (< 4.000/mm3), dan
virus dengue dengan ditandai 2 atau lebih manifestasi klinis ditambah dengan bukti
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada
DHF yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai perembesan plasma.
Syok dengue pada umumnya terjadi di sekitar penurunan suhu tubuh (fase kritis), yaitu pada
hari sakit ke 4-5 (rentang hari ke 3-7), dan sering kali didahului oleh tanda bahaya (warning
signs).2
2.2 Epidemiologi
paling cepat di dunia. Dalam 50 tahun terakhir kejadiannya meningkat 30 kali lipat dengan
penyebaran yang meluas ke berbagai negara baru dengan karakteristik geografis yang
beragam dari area pemukiman ke perkotaan. Sekitar 70% populasi yang berada dalam resiko
terinfeksi dengue berada di kawasan asia tenggara dan pasifik bagian barat. Semenjak tahun
2000 angka kematian akibat dengue mencapai rata rata 1% di area ini, namun di Indonesia,
3
India dan myanmar angka kematian mencapai 3-5% (Gambar 1.)
3
Gambar 1. Negara-negara/area-area dengan risiko transmisi dengue.
Tahun 2008 telah dilaporkan jumlah kasus DBD 137.469 orang, kemudian meningkat
pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 terjadi penurunan kasus lebih dari setengahnya,
namun meningkat kembali tahun 2012. Walaupun angka kematian (CFR) telah berhasil
2.3 Etiologi
Etiologi penyakit DHF adalah virus dangue termasuk famili Flaviviridae, genus
Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Indonesia memiliki keempat serotipe virus dengue ini. Virus dengue termasuk dalam
kelompok virus yang relatif labil terhadap suhu dan faktor kimiawi lain serta memiliki masa
viremia yang pendek. Virion virus dengue tersusun oleh genom RNA yang dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung dua protein yaitu
3,4
selubung protein E dan protein membran M.
Jika seseorang terinfeksi pertama kali (primer) dengan satu serotipe maka orang
tersebut akan mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut, tetapi pada
infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda (secondary heterologous infection)
pada umumnya memberikan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi
2
primer.
2.4 Klasifikasi
WHO mengklasifikasikan infeksi dengue menjadi 3 besar yaitu demam yang tidak
terklasifikasikan, demam dengue, dan Dengue haemorrhagic Fever (DHF). DHF memiliki 4
derajat menurut keparahan penyakitnya, derajat 3 dan 4 merupakan dengue shock syndrome
5
(DSS).
a. Volume Plasma
antara demam dengue (DD) dengan demam berdarah dengue (DHF) ialah peningkatan
penyakit mulai dari awal masa demam dan mencapai puncak pada masa syok. Pada kasus
berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat secara bersamaan dengan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Bukti adanya kebocoran
plasma ialah meningkatnya berat badan, ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga
b. Trombositopenia
besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai
terendah pada masa syok. Trombositopenia diduga disebabkan oleh depresi fungsi
disebabkan oleh virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel
dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut
fungsi trombosit pada DHF terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan
fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DHF. 6
c. Sistem Komplemen
dan C5 yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamine
epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan
6
waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok dan perdarahan.
2.6 Patogenesis
Patogenesis dengue haemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syndrome (DSS)
masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis
Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF atau DSS. Antibodi
heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran
sel leukosit terutama makrofag. Sifat antibodi yang heterolog menyebabkan virus tidak
dinetralisirkan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh
manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
6,7
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel
endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DHF.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai
trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
syok. Jadi, perdarahan masif pada DHF diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
6,7
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi dengue, yaitu:
2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma dengan
3
Gambar 2. Perjalanan penyakit infeksi dengue.
2.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik / tak bergejala,
demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain (sindrom virus), demam
dengue, dengue hemorraghic syndrome, expanded dengue syndrome.
2. Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari
saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence). Kewaspadaan dalam
mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang
mendahului syok. Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara
hari sakit ke 3 – 7. Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal
perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan syok. Pasien tampak
semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan
di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan penting. Hepatomegali dan
nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif menjadi
di bawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematocrit di atas dasar merupakan tanda awal
perembesan plasma, dan pada umumnya didahului oleh leukopenia (≤ 5.000 sel/mm3). 2
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda paling awal
yang sensitive dalam mendeteksi perembesan plasma yang umumnya berlangsung selama 24 –
48 jam. Peningkatan hematocrit mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh
karena itu, pengukuran hematocrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat berarti
kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan intravascular bertambah, sehingga
penggantian cairan yang adekuat dapat mencegah syok hypovolemia. 2
3. Fase penyembuhan (Fase konvalesen)
Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24 – 48 jam, terjadi
reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang intravaskular yang berlangsung
secara bertahap pada 48 – 72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu makan membaik,
gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul kemudian.
Hematokrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan yang
direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah penurunan suhu tubuh akan
tetapi pemulihan trombosit umumnya lebih lambat.2
d. Sindrom Syok Dengue
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok terkompensasi),
namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh ke dalam syok
dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan profound shock yang menyebabkan
asidosis metabolik, gangguan organ progresif, dan koagulasi intravaskular diseminata
2
(KID). Pada DSS seluruh criteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
cepat dan lemah, tekanan darah turun, hipotensi dibandingkan standar sesuai dengan umur,
kulit dingin dan lembab, serta gelisah.
Gejala syok terkompensasi
- Takikardi
- Takipnea
- Tekanan nadi ( perbedaan antara sistolik dan diastolic ) < 20mmhg
- Waktu pengisian kapiler > 2 detik
- Kulit dingin
- Produksi urin menurun < 1ml/kgBB/jam
- Anak gelisah
Gejala syok dekompensasi
- Takikardi
- Hipotensi (sistolik dan diastolic turun)
- Nadi cepat dan kecil
- Pernafasan kusmaull atau hiperne
- Sianosis
- Kulit lembab dan dingin
- Profound shock : nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
2.8 Diagnosis
Diagnosis klinis demam dengue:
1. Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus – menerus, bifasik.
2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif
3. Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital.
4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar rumah.
5. Leukopenia < 4.000/mm3
6. Trombositopenia < 100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala dan tanda
2
lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan.
Diagnosis klinis demam berdarah dengue:
1. Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus – menerus, kontinua.
2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif
3. Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital.
4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar rumah.
5. Hepatomegali
6. Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:
- Peningkatan hematocrit, >20% dari Pemeriksaan awal atau dari data populasi menurut
umur.
- Ditemukan adanya efusi pleura, asites.
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
7. Trombositopenia < 100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala dan tanda
lain, ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan
2
diagnosis DBD.
Dengue Shock Syndrome (DSS) :
1. Memenuhi kriteria DHF
2. Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi maupun yang
terkompensasi.
Syok Terkompensasi
9
Tanda dan gejala syok terkompensasi :
1. Takikardi
2. Takipnea
3. Tekanan nadi < 20 mmHg
4. CRT > 2 detik
5. Kulit dingin
6. Produksi urin menurun < 1 mL/kgBB/jam
7. Gelisah
Syok Dekompensasi
9
Tanda dan gejala syok dekompensasi :
1. Takikardi
2. Hipotensi
3. Nadi cepat dan kecil
4. Pernafasan kusmaull
5. Sianosis
6. Kulit lembab dan dingin
7. Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
Tanda bahaya :
1. Klinis :
- Demam turun tetapi keadaan anak memburuk
- Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
- Muntah yang menetap
- Letargi, gelisah
- Perdarahan mukosa
- Pembesaran hati
- Akumulasi cairan
- Oliguria
2. Laboratorium :
- Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit
- Hematokrit awal tinggi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam menunjang penegakan diagnosis
infeksi dengue. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :
(1) isolasi virus,
(2) deteksi RNA virus dengan menggunakan pemeriksaan reverse transcriptase
polymerase chain reaction (RT-PCR),
(3) deteksi antigen virus dengan pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue,
(4) deteksi respon imun serum berupa pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti dengue,
(5) analisis parameter hematologi terutama pemeriksaan hitung leukosit, nilai
hematokrit, dan jumlah trombosit.2
Pada awal fase demam, leukosit dapat normal selanjutnya diikuti penurunan jumlah
leukosit yang mencapai titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan jumlah leukosit (<
5.000 sel/mm3) dan rasio antara neutrophil dan limfosit (neutrophil < limfosit) berguna dalam
memprediksi masa kritis perembesan plasma. Pada awal fase demam juga jumlah trombosit
normal, kemudian diikuti oleh penurunan. Trombositopenia di bawah 100.000 /mm3 dapat
ditemukan pada DD, namun selalu ditemukan pada DHF. Penurunan trombosit yang
mendadak di bwah 100.000/mm3 terjadi pada akhir fase demam memasuki fase kritis atau saat
penurunan suhu. Trombositopenia pada umumnya ditemukan pada hari sakit ketiga sampai
kedelapan, dan sering mendahului peningkatan hematocrit. Jumlah trombosit berhubungan
dengan derajat penyakit DHF. Pada awal demam juga ditemukan nilai hematocrit masih
normal. Peningkatan ringan pada umumnya disebabkan oleh demam tinggi, anoreksia, dan
muntah. Peningkatan hematocrit lebih dari 20% merupakan tanda dari adanya kebocoran
plasma. Trombositopenia di bawah 100.000/mm3 dan peningkatan heamtokrit lebih dari 20%
merupakan bagian dari diagnosis klinis DHF.2
Pemeriksaan radiologi juga dilakukan untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan foto
dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi:
• Distres pernafasan/ sesak
• Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai 20%-40%
• Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema paru
karena overload pemberian cairan.
• Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah
hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri, kubah
diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.
• Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea,
dan dinding buli-buli.
2.9 Tatalaksana
Tatalaksana DHF secara umum adalah tirah baring, pemberian cairan, medikamentosa
simptomatik, dan antibiotic jika terdapat infeksi sekunder. Selanjutnya tatalaksana DBD
dibagi menjadi 5 protokol menurut PAPDI.
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny A
Usia : 49 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
PendidikanTerakhir : SMP
Suku : Minangkabau
Nomor MR : 00 89 95 72
2. Anamnesis
Seorang pasien perempuan berumur 59 tahun dirawat dibagian penyakit dalam RSUP DR.
- Demam sejak 4 hari SMRS, demam mendadak tinggi, demam naik turun tidak disertai
menggigil maupun berkeringat. Demam turun bila pasien minum Paracetamol, setelah
itu demam muncul kembali. Demam disertai nyeri di belakang mata, kepala dan
berisi sisa makanan, tidak disertai darah. Saat ini mual muntah tidak ada
- Nafsu makan menurun sejak 4 hari SMRS. Pasien hanya sanggup menghabiskan ¼
porsi makanan.
- Bintik kemerahan di kedua tangan sejak 2 hari SMRS. Saat ini bintik kemerahan pada
seluruh tubuh.
• Pasien dikenal Ca Tiroid dan sudah menjalani tiroidektomi total tahun 2015
• Pasien pernah patah tulang di lengan kanan bawah tahun 2016, tidak diobati ke dokter
dan berurut ke tukang urut. Saat ini pasien mengeluhkan bengkak yang semakin
• Pasien seorang petani, bekerja dari pagi hingga sore dan sering terpapar pestisida
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Vital Sign
TekananDarah : 130/80
Nadi : 75x/menit
Suhu : 37,8 oC
Status Generalisata
Kepala : Normocephal
Thorax
Paru
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Abdomen
Perkusi : Timpani
Tampak ptekie
Palpasi : teraba massa, konsistensi padat, batas tegas, tidak nyeri, tidak teraba
Pemeriksaan Laboratorium
Kesan :
Bacaan :
- Cor tidak membesar
- Sinus dan diafragma normal
- Hilus normal
- Corakan bronkovesikular normal
- Tampak multiple nodul di kedua lapangan paru
- Skeletal dan soft tissue normal
4. Diagnosis Kerja
- Malaria
- Tifoid
6. Penatalaksanaan
DISKUSI
hemoragic fever grade 2 diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Dari autoanamnesis pasien didapatkan demam sejak 4 hari SMRS, demam tinggi,
terus menerus, disertai menggigil, dan tidak berkeringat. Demam turun bila pasien minum
Paracetamol, setelah itu demam muncul kembali. Demam disertai nyeri di belakang mata,
kepala dan sendi-sendi seluruh tubuh.. Manifestasi DHF dimulai dengan demam tinggi, 2-7
hari serta gejala klinik yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri kepala. Demam
Buang air besar dan buang air kecil normal. Demam disertai gejala lain yang sering
ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan, anoreksia, nyeri kepala, dan nyeri
otot dan sendi. Ini merupakan gejala khas yang dapat ditemukan pada demam yang
disebabkan oleh virus. Gejala lain dapat berupa nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri di daerah
subcostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok.
Pada keluarga, tidak ada anggota keluarga yang menderita DHF, tetapi disekitar
rumah pasien banyak terdapat genangan air. Nyamuk dengue merupakan nyamuk yang
senang berada di air yang tergenang ,tempat gelap, dan dan tempat- tempat yang padat. Saat
nyamuk menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, virus masuk ke dalam
tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam sampai 5 – 7 hari fase demam. Nyamuk
kemudian menularkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada
individu antara lain ditentukan oleh status imun dan factor genetik pejamu.
Pada pemeriksaan fisik penderita nampak sakit sedang, kesadaran komposmentis
E4M6V5, Tekanan darah 130/80 nadi 75 kali/menit , pernafasan 18 x/menit, suhu 37,8º C.
Pada pemeriksaan khusus anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung tidak ada, cor dan pulmo
dalam batas normal, abdomen supel, nyeri tekan epigastrium (-) dan pada ekstremitas akral
dingin tidak ada. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya trombositopenia .
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi virus seperti adanya demam tinggi
yang mendadak disertai gejala nyeri sendi, dan anoreksia. Hasil ini dapat memperkuat
kemungkinan terjadinya infeksi virus berupa DHF. Apabila ditemukan gejala demam
ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala dan tanda lain, ditambah bukti perembesan plasma
dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD. Pada pasien ditemukan
demam berlangsung sudah 4 hari, tinggi terus menerus, ptekie positif, dan dari hasil
Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan hematokrit yang normal. Hasil yang
normal/ turun dapat disebabkan oleh berbagai sebab, seperti hemokonsentrasi yang terjadi
masih minimal, sehingga hasil lab yang didapatkan masih dalam batas normal. Hal ini juga
dapat terjadi jika sudah terdapat perdarahan di organ dalam, seperti di dalam saluran cerna.
Jika terjadi perdarahan maka sebanyak apapun perdarahan yang terjadi hematokrit hasilnya
akan tetap normal, karena darah yang keluar saat perdarahan adalah whole blood, berbeda
jika yang terjadi kebocoran plasma, jika plasma bocor, maka konsentrasi darah akan
meningkat, terjadilah hemokonsentrasi. Penyebab lain hematokrit pada pasien DBD normal
bisa jadi karena pasien tersebut sudah mendapat penanganan awal sebelumnya berupa terapi
cairan sebelum dirujuk. Pada pasien DHF hal yang ditakutkan adalah terjadinya
hemokonsentrasi, dimana terjadi kebocoran plasma/ plasma leakage dari pembuluh darah ke
terjadinya gangguan sirkulasi dan perfusi jaringan dengan pemberian cairan infus RL 6 jam/
kolf, serta dianjurkan untuk banyak minum air putih. Selain itu penatalaksanaan yang dapat
dilakukan adalah terapi simptomatis, karena DHF merupakan infeksi virus /self limited
disease, maka terapi spesifik untuk DHF ini tidak ada. Demam pada pasien diatasi dengan
dispepsia yang dialami pasien. Pemberian domperidone bertujuan untuk mengatasi mual yang
Hal yang terpenting dalam penatalaksanaan pasien DBD adalah terapi cairan.
Penyebab kematian pada DBD adalah terjadinya Dengue Shock Syndrome/ DSS, akibat
terjadinya kebocoran plasma tersebut. Kematian karena DBD banyak terjadi pada anak. DSS
Prognosis pada Dengue Hemorrhagic Fever ditentukan dari beberapa faktor yaitu
umur pasien, seberapa cepat mengenali kebocoran plasma, ada atau tidaknya tanda-tanda
bahaya DHF dan apakah sudah terdapat komplikasi dimana paling sering adalah DSS.
Dengan deteksi dini pada kebocoran plasma yang baik maka pengobatan atau terapi cairan
yang adekuat dan pengobatan suportif yang baik dapat diberikan sehingga dapat menurunkan
angka kematian dan kecacatan akibat DHF. Maka prognosis pada pasien ini quo ad vitam
Hal lain yang harus diperhatikan pada pasien dengan DBD adalah edukasi mengenai
penyakit DBD itu sendiri. Mulai dari penyebabnya, bagaimana dapat terjadinya DBD, apa
saja gejala dan tanda yang dapat muncul, serta tanda bahaya sehingga dapat dibawa ke dokter
segera untuk penanganan lebih lanjut. Pencegahan terjadinya DBD juga seharusnya
diterangkan kepada pasien, seperti dengan melakukan 3M (menguras bak mandi, mengubur
barang2 bekas, dan menutup tempat penampungan air). Selain itu juga melakukan beberapa
plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu
pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent,
memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.
DAFTAR PUSTAKA
5. Soedarmo S., Gama H., Hadinegoro SR. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis Edisi 2. Jakarta: IDAI.
6. Cris Tanto, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeculapius, 2014