Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh


virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi virus dengue
pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi
antara penyakit yang paling ringan (mild undiffrentiated febrile illness),
demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah
dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama penyakit
DBD adalah kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah (vascular).7
Demam Dengue atau DF dan demam berdarah/ DBD (dengue
hemorrhagic fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri oto dan/ nyeri sendi yang
dsertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rogga
tubuh. Sindrom renjatan dengue ( dengue shock syndrome)/ DSS adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok. Diagnosis
klinis DBD didasarkan kriteria klinis dan laboraturium, trombositopenia dan
peningkatan hematokrit. Diagnosis pasti adalah dengan ditemukannya virus
dengue sebagai penyebab infeksi virus di tubuh penderita. Menemukan virus
dengue pada penderita hanya dapat dilakukan isolasi virus, deteksi antigen
virus dengue dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik
dalam serum penderita. Tatalaksana terhadap penyakit Demam Dengue
meliputi pemberian antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh, pemberian
cairan untuk mengatasi renjatan (syok), dan mengatasi perdarahan.2
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara,
terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di
Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India.
Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang,
setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian
setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi
dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus
dengue melalui gigitan nyamuk setempat.8
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik
dan subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan
kematian pada anak, 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di
Indonesia,setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang
terbesar terjadi tahun 2008 dan 2014 dengan jumlah penderita 79.480 orang
dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya
jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2018 sebanyak
137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR)
0,86% serta kasus tahun 2019 sebanyak 154.855 orang dengan kematian
1.384 orang atau CFR 0,89%.9

1.2 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi,


patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang,
diagnosis, tatalaksana dan prognosis karena DHF.

1.3 Tujuan penulisan

Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan


pemahaman tentang DHF.

1.4 Metode penulisan

Laporan kasus ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka


yang merujuk dari berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang


disebabkan oleh infeksi virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4,
melalui perantara gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti (Stegomiya aegypti)
atau Aedes albopictus (Stegomiya albopictus). Keempat serotype dengue
terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotype dominan.1 Demam dengue
adalah infeksi virus dengue yang ditandai oleh demam 2 – 7 hari, yang timbul
mendadak, tinggi, terus – menerus dan ditambah dengan adanya 2 atau lebih
gejala lain yaitu manifestasi perdarahan baik spontan (ptekie, perdarahan
gusi, purpura, epistaksis, hematemesis, atau melena) maupun berupa uji
tourniquet positif, nyeri kepala, leukopenia (< 4.000/mm3), dan
trombositopenia (< 100.000/mm3). Dengue hemorrhagic Fever (DHF)
merupakan infeksi virus dengue dengan ditandai 2 atau lebih manifestasi
klinis ditambah dengan bukti perembesan plasma dan trombositopenia.1,2
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan syok hipovolemik yang
terjadi pada DHF yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang
disertai perembesan plasma. Syok dengue pada umumnya terjadi di sekitar
penurunan suhu tubuh (fase kritis), yaitu pada hari sakit ke 4-5 (rentang hari
ke 3-7), dan sering kali didahului oleh tanda bahaya (warning signs).2

2.2 Epidemiologi
Demam dengue merupakan penyakit infeksi virus mosquito-borne
yang tersebar paling cepat di dunia. Dalam 50 tahun terakhir kejadiannya
meningkat 30 kali lipat dengan penyebaran yang meluas ke berbagai negara
baru dengan karakteristik geografis yang beragam dari area pemukiman ke
perkotaan. Sekitar 70% populasi yang berada dalam resiko terinfeksi dengue
berada di kawasan asia tenggara dan pasifik bagian barat. Semenjak tahun
2000 angka kematian akibat dengue mencapai rata rata 1% di area ini, namun
3
di Indonesia, India dan myanmar angka kematian mencapai 3-5%.
Gambar 1. Negara-negara/area-area dengan risiko transmisi dengue.

Tahun 2008 telah dilaporkan jumlah kasus DBD 137.469 orang,


kemudian meningkat pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 terjadi
penurunan kasus lebih dari setengahnya, namun meningkat kembali tahun
2012. Walaupun angka kematian (CFR) telah berhasil diturunkan menjadi di
bawah 1% sekitar 0,80% - 0,89%.

2.3 Etiologi
Etiologi penyakit DHF adalah virus dangue termasuk famili
Flaviviridae, genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Indonesia memiliki keempat serotipe virus
dengue ini. Virus dengue termasuk dalam kelompok virus yang relatif labil
terhadap suhu dan faktor kimiawi lain serta memiliki masa viremia yang
pendek. Virion virus dengue tersusun oleh genom RNA yang dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung
dua protein yaitu selubung protein E dan protein membran M.3,4
Jika seseorang terinfeksi pertama kali (primer) dengan satu serotipe
maka orang tersebut akan mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap
serotipe tersebut, tetapi pada infeksi sekunder dengan serotipe virus yang
berbeda (secondary heterologous infection) pada umumnya memberikan
manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi primer.2

2.4 Klasifikasi
WHO mengklasifikasikan infeksi dengue menjadi 3 besar yaitu
demam yang tidak terklasifikasikan, demam dengue, dan Dengue
haemorrhagic Fever (DHF). DHF memiliki 4 derajat menurut keparahan
penyakitnya, derajat 3 dan 4 merupakan dengue shock syndrome (DSS).5

Tabel 1. Grading demam berdarah dengue.

2.5 Patofisiologi
a. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara demam dengue (DD) dengan demam berdarah dengue
(DHF) ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan
volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, disertai diathesis
hemoragik. Plasma akan merembes selama perjalanan penyakit mulai dari
awal masa demam dan mencapai puncak pada masa syok. Pada kasus berat,
syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat secara bersamaan dengan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Bukti
adanya kebocoran plasma ialah meningkatnya berat badan, ditemukan cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa seperti peritoneum, pleura, dan
perikardium.6

b. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan
pada sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa
demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Trombositopenia diduga
disebabkan oleh depresi fungsi megakariosit dan peningkatan destruksi
trombosit. Peningkatan destruksi trombosit disebabkan oleh virus dengue,
komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi
sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut
fungsi trombosit pada DHF terbukti menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab
utama terjadinya perdarahan pada DHF. 6

c. Sistem Komplemen
Aktivasi sistem komplemen oleh virus dengue akan menghasilkan
anafilaktoksin C3 dan C5 yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel
mast untuk melepaskan histamine yang merupakan mediator kuat untuk
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume
plasma, dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop
virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang
mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok
dan perdarahan.6

2.6 Patogenesis
Patogenesis dengue haemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock
syndrome (DSS) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. Halstead
menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien
yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF
atau DSS. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai
virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Sifat antibodi yang heterolog menyebabkan virus tidak
dinetralisirkan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag (respon antibodi anamnestik).6,7
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi
limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem
komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma
merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun
6,7
hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok.
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam
sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan
adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi
6,7
dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen,
juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi
melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DHF. Agregasi trombosit terjadi sebagai
akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit
melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan
oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi
trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai
dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi
6,7
penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak
berfungsi baik. Disisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi
faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DHF diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat
6,7
syok yang terjadi.

Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan


infeksi dengue, yaitu:

1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi.


2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan
plasma dengan derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites.
3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma
mendadak berhenti disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.3

Gambar 2. Perjalanan penyakit infeksi dengue.

2.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik / tak
bergejala, demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain
(sindrom virus), demam dengue, dengue hemorraghic syndrome, expanded
dengue syndrome.

Gambar 3. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 20155


a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)

Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat


dibedakan dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa
makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan
saluran cerna sering dijumpai.2
b. Demam dengue (DD)

Demam timbul mendadak tinggi : 39-40°C, terus menerus (pola


demam kurva kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2 – 7 hari. Pada
hari ketiga, sakit pada umumnya suhu tubuh menurun, namun masih di atas
normal, kemudian suhu naik kembali, pola ini disebut sebagai demam pola
bifasik. Demam disertai dengan myalgia, sakit punggung, atralgia, muntah,
fotofobia dan nyeri retroorbital pada saat mata digerakkan. Pada hari sakit ke
3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform Manifestasi perdarahan
pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif ( ≥ 10

ptekie dalam area 2,8 x 2,8 cm) atau beberapa ptekie spontan.2

c. Demam berdarah dengue

Manifestasi DHF dimulai dengan demam tinggi, 2-7 hari. Demam


disertai gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka
kemerahan, anoreksia, nyeri kepala, dan nyeri otot dan sendi. Gejala lain
dapat berupa nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri di daerah subcostal kanan
atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan
konjungtiva yang kemerahan. Demam dapat mencapai 40°C, serta terjadi
kejang demam. 2
Manifestasi perdarahan adalah uji bendung positif (≥10 petekie/inch2),
ptekie spontan, yang ditemukan pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum
lunak. Epistaksis dan perdarahan
gusi dapat ditemukan kadang, disertai dengan perdarahan saluran cerna.
Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. 2
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam,
kritis, dan masa penyembuhan (convalescence, recovery). 2
1. Fase demam

Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiringdengan


menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu
tubuh menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat
disertai keringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini
merupakan gangguan ringan system sirkulasi akibat kebocaran plasma yang
tidak berat. Pada kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma
yang bermakna sehingga akan menimbulkan hypovolemia dan bila berat
menimbulkan syok dengan mortalitas yang tinggi. 2
2. Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada
masa transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence). Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya
syok yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok. Warning
signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari sakit ke
3 – 7. Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal
perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan syok.
Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Perdarahan
mukosa spontan atau perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan
manifestasi perdarahan penting. Hepatomegali dan nyeri perut sering
ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif menjadi di
bawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematocrit di atas dasar merupakan
tanda awal perembesan plasma, dan pada umumnya didahului oleh leukopenia (≤
5.000 sel/mm3). 2
Peningkatan hematokrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda
paling awal yang sensitive dalam mendeteksi perembesan plasma yang
umumnya berlangsung selama 24 – 48 jam. Peningkatan hematocrit
mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu,
pengukuran hematocrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat
berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan intravascular
bertambah, sehingga penggantian cairan yang adekuat dapat mencegah syok
hypovolemia. 2
3. Fase penyembuhan (Fase konvalesen)

Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24 –


48 jam, terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang
intravaskular yang berlangsung secara bertahap pada 48 – 72 jam berikutnya.
Keadaan umum dan nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda,
status hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul kemudian. Hematokrit
kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan yang
direabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah penurunan suhu
tubuh akan tetapi pemulihan trombosit umumnya lebih lambat.2

d. Sindrom Syok Dengue


Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan
jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan
profound shock yang menyebabkan asidosis metabolik, gangguan organ
progresif, dan koagulasi intravaskular diseminata (KID).2 Pada DSS
seluruh criteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
cepat dan lemah, tekanan darah turun, hipotensi dibandingkan standar
sesuai dengan umur, kulit dingin dan lembab, serta gelisah.
2.8 Diagnosis
Diagnosis klinis demam dengue:
1. Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus – menerus, bifasik.
2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun
berupa uji tourniquet positif
3. Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital.
4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar
rumah.
5. Leukopenia < 4.000/mm3
6. Trombositopenia < 100.000/mm3

Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala


dan tanda lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan.

Diagnosis klinis demam berdarah dengue:


1. Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus – menerus, kontinua.
2. Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun
berupa uji tourniquet positif
3. Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital.
4. Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar
rumah.
5. Hepatomegali
6. Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:
- Peningkatan hematocrit, >20% dari Pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur.
- Ditemukan adanya efusi pleura, asites.
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
7. Trombositopenia < 100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya 2 / lebih
gejala dan tanda lain, ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia
2
cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.
Tanda bahaya :
1. Klinis :
- Demam turun tetapi keadaan anak memburuk
- Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
- Muntah yang menetap
- Letargi, gelisah
- Perdarahan mukosa
- Pembesaran hati
- Akumulasi cairan
- Oliguria
2. Laboratorium :
- Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat
jumlah trombosit
- Hematokrit awal tinggi.

Dengue Shock Syndrome (DSS) :


1. Memenuhi kriteria DHF
2. Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang terkompensasi.

Syok Terkompensasi
9
Tanda dan gejala syok terkompensasi :
1. Takikardi
2. Takipnea
3. Tekanan nadi < 20 mmHg
4. CRT > 2 detik
5. Kulit dingin
6. Produksi urin menurun < 1 mL/kgBB/jam
7. Gelisah
Syok Dekompensasi
9
Tanda dan gejala syok dekompensasi :
1. Takikardi
2. Hipotensi
3. Nadi cepat dan kecil
4. Pernafasan kusmaull
5. Sianosis
6. Kulit lembab dan dingin
7. Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam menunjang
penegakan diagnosis infeksi dengue. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah (1) isolasi virus, (2) deteksi RNA virus dengan menggunakan
pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT- PCR), (3)
deteksi antigen virus dengan pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue, (4)
deteksi respon imun serum berupa pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti
dengue, (5) analisis parameter hematologi terutama pemeriksaan hitung
leukosit, nilai hematokrit, dan jumlah trombosit.2
Pada awal fase demam, leukosit dapat normal selanjutnya diikuti
penurunan jumlah leukosit yang mencapai titik terendah pada akhir fase
demam. Perubahan jumlah leukosit (< 5.00 sel/mm3) dan rasio antara
neutrophil dan limfosit (neutrophil < limfosit) berguna dalam memprediksi
masa kritis perembesan plasma. PAda awal fase demam juga jumlah trombosit
normal, kemudian diikuti oleh penurunan. Trombositopenia di bawah 100.000
/mm3 dapat ditemukan pada DD, namun selalu ditemukan pada DHF.
Penurunan trombosit yang mendadak di bwah 100.000/mm3 terjadi pada akhir
fase demam memasuki fase kritis atau saat penurunan suhu. Trombositopenia
pada umumnya ditemukan pada hari sakit ketiga sampai kedelapan, dan sering
mendahului peningkatan hematocrit. Jumlah trombosit berhubungan dengan
derajat penyakit DHF. Pada awal demam juga ditemukan nilai hematocrit
masih normal. Peningkatan ringan pada umumnya disebabkan oleh demam
tinggi, anoreksia, dan muntah. Peningkatan hematocrit lebih dari 20%
merupakan tanda dari adanya kebocoran plasma. Trombositopenia di bawah
100.000/mm3 dan peningkatan heamtokrit lebih dari 20% merupakan bagian
dari diagnosis klinis DHF.2 Pemeriksaan radiologi juga dilakukan untuk
menunjang diagnosis. Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral
decubitus dilakukan atas indikasi:
 Distres pernafasan/ sesak
 Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat
kelainan radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah
mencapai 20%-40%
 Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk
menilai edema paru karena overload pemberian cairan.
 Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru
terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak
dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada
kanan, dan efusi pleura.
 Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan
dinding vesika felea, dan dinding buli-buli.

2.9 Tatalaksana
Tatalaksana DHF secara umum adalah tirah baring, pemberian cairan,
medikamentosa simptomatik, dan antibiotic jika terdapat infeksi sekunder.
Selanjutnya tatalaksana DBD dibagi menjadi 5 protokol menurut PAPDI.
Gambar 4. Tatalaksana pasien dewasa dengan kecurigaan DBD tanpa syok.

Gambar 5. Tatalaksana cairan pada pasien dewasa dengan kecurigaan DBD tanpa syok
Gambar 6. Tatalaksana DBD pada pasien dengan peningkatan Ht > 20%
Gambar 7. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DBD dewasa
Gambar 8. Tatalaksana DSS pada pasien dewasa
Kriteria Pulang Rawat:
1. Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Perbaikan klinis yang jelas
4. Jumlah urin cukup
5. Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
6. Tidak tampak distress pernafasan yang disebabkan efusi pleura atau asites
36
7. Jumlah trombosit >50.000/mm .
Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien boleh pulang dengan nasihat jangan
melakukan aktvitas yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1-2 minggu
(sampa trombosit normal). Pada umumnya apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain
yang menyertai (misalnya ITP), trombosit akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3-
5 hari.2

2.10 Komplikasi
1. Demam Dengue :
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat,
2
dan trauma.
2. Demam Berdarah Dengue :
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
3. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan
4. pada masa perembesan plasma
5. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan
hebat (DIC,
6. kegagalan organ multipel)
7. Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan
2
8. Terapi cairan yang tidak sesuai.

Anda mungkin juga menyukai