Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE


(DHF)

Disusun oleh:
dr. Nur Chella Annisa Nasution

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS SELAT
PERIODE MEI 2022-2023

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, dan
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh. Sindrom Renjatan Dengue ( Dengue Syok Syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh syok. 1
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Indonesia dilaporkan sebagai Negara ke 2 dengan kasus DBD terbesar
diantara 30 negara wilayah endemis.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk
betina yaitu bejana yang berisi air jernih(bak mandi, kaleng bekas dan tempat
penampungan air lainnya).1 Masa inkubasi virus dengue dalam manusia berkisar
antara 3-14 hari sebelum gejala muncul. Gejala klinis rata-rata muncul pada hari ke 4-
7, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar
8-10 hari.3

1.2 Tujuan
Penulisan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca dan
penulis mengenai Demam Berdarah Dengue mulai dari definisi sampai ke
penatalaksanaan.

2
1.3 Manfaat
a. Bagi penulis
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori yang telah disampaikan mengenai
Demam Berdarah Dengue.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi
kegiatan yang ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan khususnya yang
berkaitan dengan Demam Berdarah Dengue.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam dengue atau demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok Syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai dengan syok.1

2.2 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Indonesia tercatat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 Provinsi pada
tahun 2015 sebanyak 1229 orang diantaranya meninggal dunia 1
Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk
subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus sebagai vektor
primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor
sekunder,4 selain itu juga terjadi penularan transexsual dari nyamuk jantan ke
nyamuk betina melalui perkawinan4 serta penularan transovarial dari induk nyamuk
ke keturunannya.5 Ada juga penularan virus dengue melalui transfusi darah seperti
terjadi di Singapura pada tahun 2007 yang berasal dari penderita asimptomatik. 6 Dari
beberapa cara penularan virus dengue, yang paling tinggi adalah penularan melalui
gigitan nyamuk Ae. aegypti.7 Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk)
berlangsung sekitar 8-10 hari, sedangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh manusia)
berkisar antara 4-6 hari dan diikuti dengan respon imun.8

4
Beberapa faktor diketahui berikatan dengan peningkatan transmisi biakan
virus dengue yaitu :
1. Vector : perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector
dilingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain.
2. Pejamu : terdapatnya penderita dilingkungan / keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk. frekuensi
nyamuk menggigit manusia juga dipengaruhi keberadaan atau kepadatan
manusia; sehingga diperkirakan nyamuk Aedes aegypti di rumah yang padat
penghuninya, akan lebih tinggi frekuensi menggigitnya terhadap manusia
dibanding yang kurang padat.9

2.3 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, family Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106.1
Terdapat 4 serotipe virus yaitiu DEN-1. DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain
seperti yellow fever, Japanese encephalitis dan west nile virus.1

2.4 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue. 1

5
Gambar 1. Patogenesis Demam Berdarah Dengue
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah : a).
respons humoral berupa pembentukkan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE); b). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-
sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue.
Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). monosit
dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
sekresi sitokin oleh makrofag; d). selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks
imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. 1
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang

6
virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin
dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-alfa, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel
endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui
aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma. 1
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalu mekanisme : 1).
supresi sumsum tulang, dan 2). destruksi dan pemendekkan masa hidup
trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari)
menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan
nadir (titik terendah) tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis
termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalu mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulun dan PF4 yang
merupakan penanda degrabulasi trombosit. 1
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue

7
factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun
tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex). 1

2.5 Gejala Klinik


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah atau
sindrom syok dengue.11

Gambar 2. Manifestasi klinis infeksi virus dengue ( Sumber : Monograph on


dengue/dengue hemorrhagic fever, WHO 1993)

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada saat fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai resiko untuk terjadinya renjatan jika tidak mendapatkan
pengobatan adekuat.
Berdasarkan kriteria WHO diagnosis DBD ditegakkan bila Demam + ≥ 2
menifestasi klinis + trombositopenia dan hemokonsentrasi/peningkatan hematokrit
:
 Fase demam 2-7 hari diikuti fase kritis 2-3 hari (tidak demam)  demam
bifasik
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji tourniquet positif,

8
- Ptekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau
perdarahan ditempat lain.
- Hematemesis dan melena
 Hepatomegaly
 Syok, manifestasinya takikardi, nadi lemah, tekanan nadi(≤20 mmHg) atau
hipotensi dengan kulit dingin, lembab dan pasien menjadi gelisah
 Trombositopenia (<100.000)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut :
- Peningkatan hematocrit > 20% dari normal sesuai dengan umur dan jenis
kelamin
- Penurunan hematocrit >20% setelah mendapatkan terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematocrit sebelumnya
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan
DBD adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD.1
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14
hari), timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri
tulang belakang dan perasaan lelah.
Manifestasi klinis DBD terdiri atas 3 fase yaitu fase demam, fase kritis,
dan fase konvalenses. Setiap fase perlu pemantauan yang cermat, karena setiap
fase mempunyai resiko yang dapat memperberat keadaan sakit.1
a. Fase Demam
Pada fase demam, penderita akan mengalami demam tinggi secara

mendadak selama 2-7 hari yang sering dijumpai dengan wajah kemerahan,

eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit di seluruh

tubuh, fotofobia dan sakit kepala serta gejala umum seperti anoreksia, mual

9
dan muntah. Tanda bahaya (warning sign) penyakit dengue meliputi nyeri

perut, muntah berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan

mukosa, trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena

terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler.

b. Fase Kritis
Pada waktu transisi yaitu dari fase demam menjadi tidak demam,
pasien yang tidak diikuti dengan peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan
berlanjut menjadi fase kritis. Ketika terjadi penurunan demam tinggi, pasien
dengan peningkatan permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya yaitu
yang terbanyak adalah kebocoran plasma. Pada fase kritis terjadi penurunan
suhu menjadi 37.5-38°C atau kurang pada hari ke 3-8 dari penyakit.
Progresivitas leukopenia yang diikuti oleh penurunan jumlah platelet
mendahului kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit merupakan tanda
awal terjadinya perubahan pada tekanan darah dan denyut nadi. Terapi cairan
digunakan untuk mengatasi plasma leakage. Efusi pleura dan asites secara
klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan intravena.
c. Fase Konvelenses
Setelah pasien bertahan selama 24-48 jam fase kritis, reabsorbsi
kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi selama 48-72 jam. Fase ini
ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu makan kembali normal,
gejala gastrointestinal membaik dan status hemodinamik stabil.

10
Gambar 3. Perjalanan demam pada pasien demam berdarah dengue

11
DD/DBD Drajat Gejala Laboratorium Keterangan

DD Demam disertai 2 Leukopenia Serologi


lebih tanda : sakit Dengue
Trombositopenia
kepala, nyeri orbital,
tidak ditemukan Positif
myalgia, atralgia
kebocoran plasma
Gejala diatas ditambah
Trombositopenia
DBD I uji bendung positif
(<100.000), bukti
ada kebocoran
plasma

Gejala diatas ditambah Trombositopeni a


perdarahan spontan (<100.000), bukti
DBD II ada kebocoran
plasma
Trombositopenia
Gejala diatas ditambah (<100.000), bukti
kegagalan sirkulasi ada kebocoran
DBD III (kulit dingin dan plasma
lembab serta gelisah)

DBD IV Syok berat, nadi tidak Trombositopenia


dapat diraba dan (<100.000), bukti
tekanan darah tidak ada kebocoran
dapat diukur plasma
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menepis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematocrit,
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative
disertai gambar limfosit plasma biru.1
Diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengu dengan teknik RT-PCR
(Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction)atau , namun karena teknik

12
yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik
terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.
a. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
 Leukosit : dapt normal atau menurun. Mulai dari hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya Limfosit
Plasma Biru (LPB) > 15 dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.
 Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3 sampai ke 8
 Hematocrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya peningkatan
hematocrit >20% mulai dari hematocrit awal. Umumnya dimulai dari hari ke
3 demam.
 Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah
 Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
 Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
 Elektrolit : sebagai parameter pemberian cairan
 Golongan darah dan cross match : bila diperlukan tranfusi darah
 Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue
IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5 meningkat sampai minggu ke 3 menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke 2
 NS 1 : Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari kedelapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4 dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standar kultur virus.
Hasil negative antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
b. Pemeriksaan Rumple Leed test
Uji tourniquet bertujuan untuk mengetahui fragilitas pembuluh darah
kapiler. Uji dilakukan dengan mengukur tekanan darah menggunakan manset

13
yang sesuai dengan ukuran pasien. Tentukan tekanan sitolik dan diastolik
sesuai dengan cara pengukuran tekanan darah yang benar. Setelah itu naikkan
kembali tekanan setinggi rerata tekanan sistolik dan diastolic (tekanan sistolik
+ tekanan diastolik/2) dan pertahankan selama 5 menit. Turunkan tekanan dan
tunggu selama 1 menit untuk membaca hasil pemeriksaan. Uji tourniquet
dinyatakan postif jika terdapat >10 petekie dalam area 2,5 cm baik berbentuk
persegi maupun lingkaran. Uji ini memiliki sensivitas dan spesifitas yang
makin meningkat jika dilakukan setiap hari terutama pada infeksi virus
dengue.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto thorax bisa didapatkan efusi pleura, terutama pada
hemithoraks kanan tetapi apabila terjadi pembesaran plasma hebat, efusi pleura
dapat dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi leteral decubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat
pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding perlu dipertimbangkan jika terdapat kesesuaian klinis
dengan demam tifoid, campak, influenza, cikungunya, dan leptospirosis.

2.8 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip
utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka
kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan
oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara
bermakna.1
Penatalaksanaan DBD pada pasien anak tanpa syok:

14
 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi
 Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
 Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
 Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
 Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya
memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan
setelah pemberian cairan.
 Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok
 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
 Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/NaCl secepatnya.
 Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam. Observasi keadaan
umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematocrit tiap
4 – 6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah.
 Apabila syok belum teratasi sedangkan kadar HT menurun tetapi masih >40
vol%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/kgBB. Apabila terdapat
pendarahan masif, berikan darah segar 20 ml /kgBB dan lanjutkan cairan
kristaloid 10 ml / kgBB/ jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H 20)

15
pada syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde
lambung tidak dianjurkan.
 Jika syok telah teratasi disertai penurunan kadar Hb atau Ht, tekanan nadi >20
mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam.
Volume 10 ml/kgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam / sampai klinis
stabil dan Ht menurun , 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml /
kgBB sampai keadaan klinis dan Ht stabil, kemudian secara bertahap cairan
diturunkan 5 ml dan seterusnya 3 ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan
tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah,
nadi, jumlah urin, dikerjakan tiap jam (usahakan urin ≥ 1 ml/kgBB/jam, BD
urin <1,020) dan pemeriksaan Ht dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan
umum baik.

16
17
18
19
20
BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
Nama : An. IGL
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Hindu

Anamnesa
Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam yang bersifat naik turun


sejak 4 hari yang lalu. Pasien mengatakan sebelumnya demam sempat
turun namun keesokan harinya demam lagi. Pasien juga mengeluhkan
nyeri kepala, nyeri terasa berdenyut denyut di seluruh bagian kepala.
Pasien juga merasakan mual dan juga muntah. Selain itu, pasien juga
merasakan pegal-pegal dan nyeri persendian. Pasien juga mengatakan
kedua matanya terasa panas. Nafsu makan juga menurun. Pasien juga
merasakan nyeri perut. BAB hitam tidak ada, namun pasien mengeluh
susah BAB sejak 2 hari yang lalu. BAK warnanya seperti biasa. Batuk dan
flu tidak ada . Pasien masih dapat berkomunikasi dengan baik.

21
Riwayat Penyakit Dahulu dan Alergi :
Os tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Tidak ada riwayat alergi obat ataupun makanan

Riwayat Pengobatan :

Paracetamol 3x500mg

Riwayat Sosial :

Pasien mengatakan dirumah banyak tumpukan barang dan jarang


menguras bak mandi

Pemeriksaan Fisik
Umum
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tekanan darah : 122/70 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 38,90C
 Saturasi O2 : 99%
 Berat Badan : 90 Kg
 Tinggi :170 Cm

Status Generalisata

 Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam, tidak


mudah dicabut
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Refleks cahaya langsung (+/+), Refleks cahaya tidak langsung
(+/+), Pupil bulat,isokor, diameter (3mm/3mm)

22
 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
 Hidung : Septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-),
mimisan (-)
 Mulut : Bentuk normal, bibir kering (-), gusi berdarah
(-) sianosis (-), dinding faring hiperemis (-), tonsil TI-T2 tidak
hiperemis
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thoraks
 Paru-paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan

 Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri


 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba 2cm lateral dari ICS V linea
midclavicularis sinistra
 Perkusi : batas atas ICS III linea parasternalis sinistra,
batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra,
batas kiri jantung ICS V 2 jari medial linea
midclavicularis sinistra
 Auskultasi : S1 dan S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Tampak datar, simetris
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+),
Hepar dan lien tidak teraba

23
 Ekstremitas : Hangat, edema (-),sianosis (-), CRT <2
detik, nyeri persendian (+), ptekie (-)

Laboratorium :
Pemeriksaan Nilai Normal
Hb : 13.9 gr/dl 12-14
HT : 47.9% 37-43%
Leukosit : 3.900 mm3 4000-10000
Trombosit : 90.000 mm3 150.000-450.000

Diagnosa kerja :
Demam Berdarah Dengue Grade 1

Diagnosis banding
Demam Dengue, Chikungunya

Anjuran
 Cek trombosit/hari

Tatalaksana di IGD

Medikamentosa :
• MRS
• IVFD loading cairan 500cc
• Maintanance IVFD RL 20tpm/mnt
• Paracetamol 3x500mg
• Antasida 3x1 ac

Nonmedikamentosa :
o Cek DL/hari

24
Prognosis :
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungtionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

Follow Up
Perawatan Subject Object Assasment Planning
Hari ke

Pertama Demam (-) TD : 122/70 DHF P / IVFD RL loading


(hari ke-4) Gusi HR: 80x/mnt Grade 1 500cc
berdarah(-),Mu RR : 20x/mnt
Maitanance RL
al(+), Muntah Suhu : 38.9 c
20tpm/mnt
(-), Sakit Abd: nyeri
kepala(+), epigastrium Paracetamol 3x500mg
Lemas (+), (+)
Perut terasa Hb :13.9 Antasida 3x1 ac
enek gr/dl Vit c 2x5omg
Ht : 47.9%
Leukosit: Cek Darah Rutin
3900rb/mm3
Trombosit:
90.000 rb/uL
Kedua (hari Demam (-) TD : 120/70 DHF Grade P / IVFD RL loading
ke-5) Gusi berdarah HR: 84x/mnt 1 500cc
(-)Mual RR : 20x/mnt
Maitanance RL
Muntah (-), Suhu : 38.4 c
20tpm/mnt
nyeri ulu hati Abd : nyeri
(+) epigastrium Paracetamol 3x500mg
(+)
Trombosit: Antasida 3x1 ac
76.000 rb/uL Vit c 2x5omg
Hb : 13.6
gr/dl Cek Darah Rutin
Ht : 48%
Leukosit :
3700 ribu/

25
mm3
Ketiga (hari Demam (-) TD : 110/80 DHF Grade P/ IVFD RL 40-30 tpm
ke-6) pendarahan (-) HR: 75x/mnt 1 Injeksi Ondansentron
Mual Muntah RR : 20x/mnt 3x4 mg IV
(-), nyeri ulu Suhu : 37.5 c Injeksi Ranitidine 2x1
hati (-) Hb:12.8 gr/dl ampul IV
Ht : 45.5% Vitamin B Complex 2x1
Leukosit : Tab/PO
7.600rb/mm 3
Antasida sirup 3xc1
Trombosit: Cek darah rutin
126.000
rb/uL

Keempat Demam (-) TD : 121/72 DHF Grade P / aff infus


(hari ke-7) Gusi berdarah HR : 1
Paracetamol 3x500mg
(-) 80x/mnt
Mual Muntah RR : 20x/mnt Antasida 3x1 ac
(-) Suhu : 36 c
Hb:12,1 gr/dl Vit c 2x50mg
Ht : 44.2% bpl
Leukosit :
8600rb/mm3
Trombosit:
142.000
rb/uL

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Teori Kasus
S o Demam  Demam sejak 4 hari yang lalu
o Bersifat bifasik  Naik turun
o Cephalgia  Nyeri kepala

o Myalgia  Nyeri persendian


 Nyeri otot
o Atralgia
 Lemas
o Letargi
 Mual (+),muntah (+)
o Gejala GIT:
 Pasien sudah tidak BAB sejak
Mual, muntah
2 hari yang lalu
Konstipasi
 Nyeri perut
Nyeri abdomen
 Nafsu makan menurun
o Anoreksia
 Pasien mengatakan
o Ptekie
lingkungan rumah banyak
o Ekimosis
tumpukan barang
o Epistaksis
o Gusi berdarah
o Faktor risiko: hygine
pribadi dan sanitasi
lingkungan yang kurang
O o Kesadaran: bisa compos  Kesadaran: compos mentis
mentis atau penurunan  Suhu 38.9 c
kesadaran  Hematokrit meningkat 47.9%
o Febris normalnya 37%-43%
 Trombosit menurun 90.000

27
o Perdarahan mukosa rb/uL, normalnya 150-450
o Peningkatan hematokrit rb/uL
o Trombositopenia  Leukositnya turun 3900

o Leukopenia ribu/mm3 normalnya 4000-


10000 ribu/mm3
o Uji tourniquet positif
A DHF DHF grade I
DD: Demam Dengue, Chikungunya DD: Demam Dengue, Chikungunya
P 1. Pemeriksaan penunjang: 1. Pemeriksaan penunjang:
Uji bendung (+), Darah Darah rutin pasien pada saat
rutin: trombositopenia, masuk: trombositopenia,
leukopenia, peningkatan leukopenia, peningkatan
hematokrit, NS1, IgG&IgM hematokrit
2. Penatalaksanaan: 2. Penatalaksanaan:
Bedrest total, terapi cairan, IVFD RL 20 tpm,
vitamin Paracetamol oral 3x500mg,
Antasida 3x1 ac, Cek darah
rutin

28
BAB V
KESIMPULAN

Demam dengue atau demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi


yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, family
Flaviviridae dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, dan trombositopenia. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Pemeriksaan darah rutin
dilakukan dilakukan untuk menepis pasien tersangka demam dengue adalah
melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematocrit, trombosit, dan hapusan darah
tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambar limfosit plasma
biru.
Diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengu dengan teknik RT-PCR
(Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang
lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik
terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.
Penatalaksanaan pada DBD prinsip utamanya adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang
paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro. Demam Berdarah Dengue : Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2007

2. WHO. Pencegahan dan penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan


Demam Berdarah Dengue. Jakarta : WHO & Departemen Kesehatan RI : 2003

3. Kurane I. Dangue Hemmoragic Fever with Special Emphasis on


Immunopathogenesis. Comparative Immunology, Microbiology & Infectious
Disease. 2007 : Vol 30

4. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.


New Edition. Geneva: World Health Organization; 2009 WHO. Dengue:
Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition.
Geneva: World Health Organization; 2009

5. Josi V, Sharma R. Impact of Verticallytransmitted Dengue Virus on Viability


of Eggs of Virus-Inoculated Aedes aegypti. Dengue Bulletin. 2001;Vol
25:103-6.

6. Tambyah PA, Koay ESC, Poon MLM, Lin RVTP, Ong BKC. Dengue
Hemorrhagic Fever Transmitted by Blood Transfusion. The England Journal
of Medicine. 2008; Vol. 359: p. 1526-7.

7. Gubler DJ. Epidemic Dengue Hemorrhagic Fever as a Public Health, Sosial


and Economic Problem in Tha 21st Century. Trends Microbiol. 2002; Vol. 10:
p. 10013.

8. Kristina, Ismaniah, Wulandari L. Kajian Masalah Kesehatan : Demam


Berdarah Dengue. In: Balitbangkes, editor.: Tri Djoko Wahono. . 2004. p. hal
1-9.
9. Canyon D. Advances in Aedes aegypti Biodynamis and Vector Capacity:
Tropical Infectious and Parasitic Diseases Unit, School of Public Health and
Tropical Medicine, James Cook University; 2000.

10. Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.


www.pediatrikcom/buletin/200602208ma2gi-buletindoc; 2002 [cited 2010];
Available from: www.pediatrikcom/ buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.

30
11. Hadinegoro, Sri Rezeki. 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi
Virus Dengue pada Anak. Ikatan Dokter Indonesia : Jakarta

31

Anda mungkin juga menyukai