Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh:

Abdurrahman Fajar 1740312417

Preseptor :

dr. Djunianto, SpPD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/ atau nyeri sendi
yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada
demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.1,2
Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh
di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia dan pada
beberapa pulau di Samudra India, pasifik selatan dan tengah serta Karibia. Dengue Fever telah
meningkat sepanjang 40 tahun, dan pada tahun 1996, 2500-3000 juta orang tinggal di area yang
secara potensial beresiko terhadap penularan virus dengue. Setiap tahun, diperkirakan terdapat
20 juta kasus infeksi dengue, mengakibatkankira-kira 24 juta kematian.3
Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan
kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan
pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan
kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).4
1.1 Batasan Masalah

Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, diagnosis,

tatalaksana, komplikasi, dan prognosis demam berdarah dengue.

1.2 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda

mengenai demam berdarah dengue


1.3 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk dari

berbagai literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegyptu dan aedes albocpictus. Di Indonesia
merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Gejala yang akan
munculseperti ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual
dan manifetasi perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah serta adanya kemerahan di bagian
permukaan tubuh pada penderita.

2.2 Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4x106.1

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis, dan West
Nile virus. 1

2.3 Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden di
Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995( dan pernah meningkat
tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan
mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 % pada tahun 1999.1

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1
1. Vektor : perkembang biakan vector, kebiasaan mengigit, kepadatan vector di lingkungan,
transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu : terdapat penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk,
usia, jenis kelamin.

3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

2.4 Patogenesis

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu
disebabkan karenakebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi.3
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus.
Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera
terjadi viremia selama 2hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas
mulai. Makrofag akan segerabereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga
makrofag menjadi APC(AntigenPresenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarikmakrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-
helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yangakan melisis makrofag yang sudah memfagosit
virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepasantibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah
dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,antibodi fiksasi komplemen.3
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya
gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi
manifetasi perdarahankarena terjadi aggregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia,
tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.3
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah
hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infectio theory) dan hipotesis immune
enhancementMenurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte,1997, sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan
terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG
antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka
replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam
rongga serosa. 4
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa
mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari
membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.4

Gambar 1 : secondary heterologous dengue infection

2.5 Patologi

Pada autopsi, semua pasien yang telah mati karena DBD menunjukkan suatu tingkatan
hemoragi, berdasarkan frekuensi hemoragi ditemukan pada kulit dan jaringan subkutan, pada
mukosa saluran gastrointestinal, dan pada jantung serta hati. Hemoragi gastrointestinal mungkin
hebat, tetapi hemoragi subarachnoid atau serebral jarang terjadi. Efusi serosa dengan kandungan
protein tinggi (kebanyakan albumin) umumnya terdapat pada rongga pleural dan abdomen, tetapi
jarang terjadi pada rongga perikardial.

Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan aktifitas system
limfosit B, dengan priliferasi aktif sel-sel plasma dan sel-sel limfablastoid, dan pusat germinal
aktif. Pada hati, terdapat nekrosis fokal dari sel-sel hepar, pembengkakan, adanya Councilman
dan nekrosis hialin dari sel-sel Kupfer. Pemeriksaan patologis terhadap sumsum tulang, ginjal,
dan kulit telah dilakukan pada pasien yang mengalami DBD non-fatal. Pada sumsum tulang,
tampak depresi semua sel-sel hematopoetik, yang secara cepat membaik dengan penurunan
demam. Studi pada ginjal telah menunjukkan tipe glomerulus kompleks imun yang ringan, yang
akan membaik setelah kira-kira 3 minggu dengan tidak ada perubahan residual. Biopsi terhadap
ruam kulit telah menunjukkan edema perivaskular dan mikrovaskular terminal papilla dermal
dan infiltrasi limfosit dan monosit. Fagosit mononuclear pembawa antigen telah ditemukan pada
sekitar edema ini. Deposisi komplemen serum, immunoglobulin, dan fibrinogen pada dinding
pembuluh darah juga telah ditemukan. 3

2.6 Manifestasi Klinis

Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.
Pasien juga mengeluh sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya
napsu makan, mual-mual dan ruam. Demam berdarah yang lebih parah ditandai dengan demam
tinggi yang bisa mencapai suhu 40-41◦C selama dua sampai tujuh hari, wajah kemerahan, dan
gelaja lainnya yang menyertai demam berdarah ringan. Berikutnya dapat muncul kecenderungan
pendarahan, seperti memar, hidung dan gusi berdarah, dan juga pendarahan dalam tubuh. Pada
kasus yang sangat parah, mungkin berlanjut pada kegagalan saluran pernapasan, shock dan
kematian.1,2,3,4,5
DIAGNOSA
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.1
Demam dengue merupakan demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut :1,2,6
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro orbital
3. Mialgia/ artralgia
4. Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)
5. Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi : 1,2,6

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
 Uji bending positif
 Ptekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
dari tempat lain.
 Hematemesis atau melena.
1. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
2. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
 Peningkatan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan kebocoran plasma.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu :2,4-7
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji
torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,tekanan nadi menurun (20
mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak
gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
2.7 Diagnosa Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bila terdapat kesamaan klinis dengan demam
tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan leprasitosis.1

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :


1. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfasitosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15 % dari jumlah
total leukosit yang pada fase syok meningkat.
2. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
3. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20 % dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam.
4. Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
6. SGOT/SGPT : dapat meningkat
7. Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
8. Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
9. Golongan darah : bila akan dilakukan transfuse
10. Imunoserologi dilakukan untuk pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
2.9 Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting
yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses
kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga
6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan
akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau
kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi
pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang
berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat
diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan
dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena
berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut:1-7
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Penanganan tersangka DBD tanpa syok4

Penanganan tersangka DBD tanpa syok4

Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat4


Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%4
Penatalaksanaan sindrom syok dengue pada dewasa4
2.10 Prognosis

Kematian akibat demam dengue hamper tidak ada. Pada DBD/DSS mortalitas cukup
tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan bahwa
prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak.2
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Nn. R

No. MR :

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 21 tahun

Nama Ibu Kandung :

Pekerjaan : Pegawai Negri

Status Perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Lubuk Basung

Tanggal Masuk : 24 Juli 2018

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Pasien muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, frek >15x, ±1gelas kecil, isi
apa yang dimakan
 Pusing (+) tidak berputar
 Mual (+)
 Demam (+) sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, naik turun\
 Nyeri sendi diseluruh tubuh (+)
 Nyeri retro orbita (-)
 Nyeri perut (+) dibagian atas
 Pasien mengeluh badannya lemas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit disertai
penurunan nafsu makan, tanpa ada penurunan berat badan
 BAK normal
 BAB ditemukan berak berwarna kehitaman 5 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya


 Riwayat HT (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada keluarga maupun orang sekitar rumah yang menderita penyakit yang
sama dengan pasien
 Riwata HT(-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat keganasan (-)

Riwayat Kebiasaan, Sosial dan Ekonomi :

 Pasien seorang wanita berusia 21 tahun, bekerja sebagai pegawai negri, tidak
merokok, minum alcohol maupun menggunakan narkoba

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

 Keadaan Umum : Sakit Sedang


 Kesadaran : Komposmentis
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 87x/menit
 Pernapasan : 21x/menit
 Suhu : 38,6 C
 TB : 155 cm
 BB : 45 kg
 IMT : 18,7
 Keadaan Gizi : Sedang
 Sianosis : tidak ada
 Edema : tidak ada
 Anemis : tidak ada

Kulit : turgor kulit normal

KGB : tidak ada pembesaran KGB

Kepala : normocephal

Rambut : hital, tidak mudah dicabut

Mata : sclera ikterik -/- konjungtiva anemis -/-

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Tenggorok : tidak ada kelainan

Gigi dan mulut : tidak ada kelainan

Leher : JVP 5+0 mmH2O

Thoraks

Paru : Inspeksi : simetris ki = ka

Palpasi : fremitus ki = ka

Perkusi : sonor ki = ka

Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-)


Jantung : Inspeksi : ic tidak terlihat

Palpasi : ic teraba LMCS RIC 5

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : s1-s2 irama regular, murmur (-) , s3 gallop (-)

Abdomen Inspeksi : distensi (-)

Palpasi : supel, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan


epigastrik (+)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung Inspeksi : tidak ada deformitas

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : nyeri ketok CVA (-)

Genitalia : tidak diperiksa

Anus : tidak diperiksa

Ekstremitas : Akral hangat, Ptekie (+) udem (-), Clubbing finger (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Hb 14 gr/dL (N: 13-16 gr/dL)
Leukosit 3500/mm3 (N: 5000-10.000/mm3)
Hematokrit 51% (N: 40-50%)
Trombosit 137.000/mm3 (N: 150.000-450.000/mm3)
Eritrosit 5,1juta/mm3 (N: 4,5-5 juta/mm3)
Kesan : Leukositopenia, Trombositopenia
Diagnosis : DHF grade 2
Terapi :
 Ivfd RL 8 jam/kolf
 Inj Ranitidin 1 amp/ 12 jam
 Paracetamol 3x500mg
BAB IV
DISKUSI
Penegakan diagnosis demam berdarah pada pasien ini didapatkan dari tanda khas demam
berdarah yaitu adanya demam tinggi naik turun selama 4 hari, disertai nyeri persendian, nyeri
kepala ada, lalu pada tes turniket didapatkan ptekie pada volar tangan. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan leukositopenia dan trombositopenia. Sekumpulan
penemuan ini memperkuat diagnosis dari DHF.
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting
yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Terapi non
farmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan
pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau
bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik
berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian
aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya
perdarahan pada saluran cerna bagian atas (lambung/duodenum).

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2006 :
1709-1713
2. Mansjoer Arif dkk. Demam Dengue. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI : 2004 : 428-433
3. WHO. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. Jakarta : EGC : 1999
4. Chen Khie dkk. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah Dengue. Dalam :
Medicinus. Edisi Maret-Mei. Jakarta : 2009
5. Isselbacher J Kurt dkk. Hemorrhagic Fever. Dalam : Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 14th edition. United State of America : McGraw-Hill: 1998 : 1141-1143.
6. Mubin A Halim. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Panduan Praktis Ilmu Penyakit
Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC. 2001. 5-8
7. Murwani Arita. Perawatan Pasien Dengue Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah).
Dalam : Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press. 2009.
125-132

Anda mungkin juga menyukai