Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH STUDY KASUS

DEMAM BERDARAH

DISUSUN OLEH :

LIDYANITA SINEDU 2143700166


BAB I
PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD)/ dengue hemorrhagic fever adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus dengan manifestasi klinis berupa

demam, nyeri otot (myalgia) dan/ atau nyeri sendi (arthralgia) yang disertai leukopenia,

ruam (maculopapular skin rush), limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.1,2

Secara garis besar infeksi dari dengue bersifat asimptomatik. Inkubasi dalam

permasalahan klinis biasanya berkisar selama 4 – 7 hari tetapi dapat juga dalam rentang

waktu 3 – 14 hari. Apabila muncul gejala tersbut maka hal yang paling sering muncul

adalah demam tinggi yang mendadak disertai dengan nyeri pada bagian kepala, nyeri pada

bagian belakang mata, nyeri pada otot dan persendian secara kesleuruhan, kemerahan pada

muka, anoreksia, nyeri atau kram pada bagian perut disertai dengan rasa mual dan muntah.

Ruam – ruam kemerahan biasanya muncul pada bagian lipatan – lipatan yang ada pada

tubuh, seperti bagian selangkangan dan ketiak, telapak tangan dan sebagainya. Hal – hal

yang sukar dideteksi secara laboratorium seperti leukopenia dan trombositopenia. Pasien

yang terinfeksi oleh berbagai jenis serotipe dapat memberikan manifestasi klinis yang

berbeda (WHO, 2016).

Demam berdarah dengue secara internasional dianggap sebagai penyakit yang

disebabkan virus dan di transmisikan oleh nyamuk yang paling signifikan. DHF endemik

lebih dari 100 negara di seluruh dunia, terutama daerah tropis dan sub-tropis. WHO

memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya.3 Menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 50 sampai 100 juta infeksi demam berdarah terjadi
setiap tahun. Dari kasus ini 500.000 kasus DHF mengakibatkan 22.000 kematian yang

kebanyakan terjadi pada anak-anak. Berdasarkan data resmi yang disampaikan ke WHO,

kasus DB di seluruh Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat melampaui 1,2 juta pada

tahun 2008 dan lebih dari 3 juta pada tahun 2013.3 DHF merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri yang menjadi negara endemik, infeksi dari DBD kian meningkat

seiring dengan menigkatnya monilitas dan kepadatan penduduk, jumlah penderita dan luas

daerahnya juga bertambah. Pada tahun 2015, tercatat sebanyak 126.675 penderita DBD di

34 provinsi di Indonesia dan 1.229 orang diantranya meniggal dunia. Jumlah tersebut lebih

tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan

terdapat 907 penderita meninggal dunia di tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh perubahan

iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan (Kemenkes, 2010).

Dalam penanganan kasus DBD terkadang menjadi fatal dan menyebabkan kematian.

Pasien yang datang sering kali dalam keadaan yang lemas dan sudah Universitas Sumatera

Utara 3 banyak kehilangan cairan tubuh sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dan

tepat karena dengan keterlambatan penanganan dapat menjadi fatal. Pada saat pengobatan,

pasien mendapatkan hasil yang tepat dengan sembuhnya penyakit. Namun juga ada pasien

yang mendapatkan hasil yang gagal dalam terapi sehingga menjadikan biaya pengobatan

semakin mahal dan berujung pada kematian. Sehingga masalah – masalah tersebut menjadi

MTO (Yaasin, et al., 2009).

Berdasarkan latar belakang diatas Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan study kasus

ini kami ingin membuktikan bagaimana Penyelesaian kasus pada pasien dengue yang

menjalani rawat inap dengan metode soap


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DHF

Dengue Hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis berupa demam yang terjadi secara 45

mendadak 2-7 hari. Dapat disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa adanya syok,

dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya trombositopenia

(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai

normal.1,4,5 Infeksi virus dengue dapat disertai dengan terjadinya kebocoran plasma.

Perubahan patofisiologi pada infeksi virus dengue menentukan perbedaan perjalanan

penyakit antara DHF dengan dengue fever (DF). Perubahan patofisiologis tersebut dapat

berupa kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat

diketahui dengan terjadinya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.1 Virus

dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan

Aedes albopictus dengan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot (myalgia) dan/

atau nyeri sendi (arthralgia) yang disertai leukopenia, ruam (maculopapular skin rush),

limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.

2.2 Etiologi dan Transmisi

2.2.1 Virus

DHF disebabkan oleh virus dengue.Virus dengue termasuk dalam genus

Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus ini mengandung single-strand RNA sebagai

genom.8 Genom virus dengue mengandung sekitar 11000 basis nukleotida, yang

merupakan kode untuk satu polyprotein tunggal yang dipecah secara pos menjadi 3
molekul protein struktural (C, prM, dan E) yang membentuk partikel virus dan 7 protein

nonstruktural ( NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5) yang hanya ditemukan

pada sel inang yang terinfeksi dan diperlukan untuk replikasi virus.9Di antara protein

nonstruktural, glikoprotein envelope yaitu NS1, bersifat diagnostik dan

patologis.Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm, yang terdiri dari asam

ribonukleat rantai 47 tunggal dengan berat molekul 4x106 .Terdapat 4 serotipe virus

yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.Genotipeataugaris keturunanyang berbeda (virus

yang sangatterkait dalamurutan nukleotida) telah diidentifikasi dalam setiapserotipe,

menyorotikeragaman genetikyang luas dari serotipe dengue.

Di antara mereka,genotipe"Asia" DEN-2 danDEN-3 sering dikaitkan dengan

infeksi berat penyakit yang disertai dengan dengue sekunder. Infeksi dengan serotipe

manapun akan memberi kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus tersebut.8Di

Indonesia keempat serotipe ini ditemukan, dengan DEN-3 merupakan serotipe

terbanyak. Penelitian terbaru menemukan adanya serotipe DEN-5 yang pertama kali

diumumkan pada tahun 2013.

2.2.2. Vektor

Virus dengue ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk Aedes aegypty dan Aedes

albopictus yang terinfeksi ke tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-10 hari.Infeksi bisa

didapat melalui satu gigitan saja. Nyamuk Aedes aegypty biasanya mengigit pada siang

hari. Nyamuk ini merupakan spesies tropis dan subtropis yang terdistribusi secara luas di

seluruh dunia yang hidup diantara antara garis lintang 35° LU dan 35 ° LS di bawah

ketinggian 1000 m (3.300 kaki). Tahapan nyamuk yang belum matang sering ditemukan

di habitat air, terutama pada penampungan dengan air yang tenang dan menggenang
seperti ember, bak mandi, ban bekas, dan yang lainnya. 1,4,10 Wabah DHF juga

dikaitkan dengan Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies kompleks

Aedes scutellaris. Masing-masing spesies ini memiliki ekologi, perilaku dan distribusi

geografis yang tertentu. Dalam beberapa dekade terakhir, nyamuk Aedes albopictus ini

telah menyebar dari Asia ke Afrika, Amerika dan Eropa, yang dibantu oleh perdagangan

internasional ban bekas, dimana telur nyamuk disimpan ketika bannya menggenangkan

air hujan. Telur tersebut dapat pula bertahan hidup selama berbulan-bulan tanpa adanya

air.8 c.

2.2.3 Host

Setelah masa inkubasi yang terjadi sekitar 4-10 hari, infeksi oleh salah satu dari

empat serotipe virus dapat menghasilkan spektrum yang luas dari penyakit ini, walaupun

sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala atau subklinis. Infeksi primer diduga

menginduksi munculnya kekebalan protektif seumur hidup dengan serotipe yang

terinfeksi. 8 Individu yang menderita infeksi dilindungi dari penyakit klinis dengan

serotipe yang berbeda dalam 2-3 bulan dari infeksi primer, tetapi tanpa kekebalan lintas

pelindung jangka panjang. Anak-anak muda khususnya mungkin kurang mampu jika

dibandingkan dengan orang dewasa untuk mengimbangi kebocoran kapiler dan

akibatnya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami dengue shock. 48 Dalam

proses transmisi, nyamuk menggigit penderita yang terinfeksi virus dengue, dimana

virus dengue banyak terdapat di dalam darah penderita terutama pada hari ke 5.

Beberapa penderita tidak menunjukkan gejala yang signifikan namun dapat

mentransmisikan virus ke dalam nyamuk yang menggigitnya. Setelah virus masuk ke

dalam nyamuk, virus tersebut akan memerlukan tambahan 8-12 hari inkubasi sebelum
dapat ditularkan ke manusia lain. Nyamuk tersebut tetap terinfeksi selama sisa hidupnya,

yang mungkin dari beberapa hari hingga beberapaminggu.8 Data terbaru menunjukkan

bahwa aktivasi sel endotel bisa memediasi terjadinya kebocoran plasma. Kebocoran

plasma diduga berhubungan dengan efek fungsional daripada merusak sel-sel endotel.

Trombositopenia mungkin berhubungan dengan terjadinya perubahan dalam

megakaryocytopoieses oleh infeksi sel hematopoietik manusia dan gangguan

pertumbuhan sel progenitor, disfungsi platelet (aktivasi platelet dan agregasi)serta terjadi

peningkatan penghancuran atau konsumsi. Perdarahan mengakibatkan trombositopenia

dan disfungsi trombosit yang terkait atau disseminated intravascular coagulation.

Kesimpulannya, ketidakseimbangan sementara antara mediator inflamasi, sitokin dan

kemokin terjadi selama perjalanan dengue yang parah, didorong oleh beban virus pada

fase awal yang tinggi sehingga menyebabkan terjadinya disfungsi sel endotel vaskular

dan kekacauan sistem hemokoagulasi yang menyebabkan kebocoran plasma dan syok.

2.3. Patofisiologi

DHF merupakan mosquito-borne viral disease yang disebabkan oleh virus

dengue dengan tipe antigen yang berbeda, yaitu tipe 1-4.1,4 Walaupun DF dan DHF

disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang

menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang

khas pada DHF yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan

karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh

terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan

ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala
dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Respon imun yang diketahui berperan

dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral berupa pembentukan antibodi

yang berperan dalam proses netralisasi virus dan proses sitolisis. Peran limfosit T baik

T-helper (CD4) maupun T-sitotoksis (CD8) juga berperan dalam respon imun seluler

terhadap virus dengue. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus namun

proses 49 fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin

oleh makrofag. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen

yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag

lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik

yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B

yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi

netralisasi, antibodi hemagglutinasi, dan antibodi fiksasi komplemen. 1,8

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang

terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.

Dapat terjadi manifestasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.5

Imunopatogenesis DHF merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang

digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis DHF dan DSS yaitu teori virulensi

dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).

Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga

virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu

virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan

mempunyaipotensiuntuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan

kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyatakan DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue

dengan tipe yang berbeda. Jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus

tertentu maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila

antibodi terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus,

justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang

akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan

berikatan dengan reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Sebagai respon

terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan

keadaan hipovolemia dan syok.

2.4. Manifestasi Klinis

Infeksi dengan hanya salah satu dari empat serotipe dengue dapat menghasilkan

spektrum penuh dan beratnya penyakit. Spektrum penyakit dapat berkisar dari, sindrom

demam non-spesifik ringan, demam berdarah klasik (DF), dengan bentuk parah dari

penyakit, DHF dan demam berdarah shock syndrome (DSS). Bentuk parah biasanya

terwujud setelah hari 2-7 fase demam dan sering ditandai dengan tanda-tanda peringatan
klinis dan laboratorium. Walaupun tidak ada agen terapeutik untuk infeksi dengue, kunci

keberhasilan penanganan adalah penggunaan waktu yang tepat dan kebijaksanaan

perawatan suportif, termasuk pemberian cairan isotonik intravena atau koloid, serta

pemantauan ketat tanda-tanda vital dan status hemodinamik, keseimbangan cairan, dan

parameter hematologi.

Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi

antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue

dapat tidak menunjukan gejala (asimptomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan

yaitu demam tanpa penyebab yang jelas, dengue fever (DF) dan bermanifestasi berat

dengan dengue hemorrhagic fever(DHF) tanpa syok atau dengue shock syndrome

(DSS).8Manifestasi klinis bergantung pada strain virus, faktor host misalnya umur, dan

status imun. Berikut ini adalah bagan manifestasi klinis dari infeksi virus dengue.

Pada umumnya pasien mengalami demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase

kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi

mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat 53 pengobatan yang
adekuat. Gejala lain seperti mual muntah, diare, ruam kulit, nyeri kepala serta nyeri otot

dan tulang. Nyeri kepala dapat menyeluruh atau terpusat pada supraorbita dan

retroorbita. Nyeri otot terutama pada tendon.1,2,10

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis

dan fase pemulihan. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi pada hari 1 – 3

hari mencapai 40o C, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh,

mialgia, artralgia dan sakit kepala.Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok,

injeksi faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.Pada fase ini dapat pula

ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat

pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.Fase kritis, terjadi

pada hari 3 – 6 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan

permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung

selama 24 – 48 jam.Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni progresif disertai

penurunan hitung trombosit.Pada fase ini dapat terjadi syok. Fase pemulihan, bila fase

kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler

secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu

makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

2.5. Diagnosis

DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 2011

terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Kriteria klinis berdasarkan WHO 2011:8

1. Demam akut, tinggi mendadak 2-7 hari pada beberapa kasus, eritema kulit,

nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala.


2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :

- Uji tourniket positif (yang palinng umum)

- Petekie, ekimosis, purpura

- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

- Hematemesis dan/atau melena

3. Syok, dengan manifestasi takikardi, perfusi jaringan yang buruk ditandai

dengan nadi lemah, hipotensi, kulit pucat, dingin, lemah.

Kriteria Laboratoris:

- Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)

- Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma atau tanda

hemokonsentrasi sebagai berikut:

- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin.

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapatkan terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoalbuminemia.

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan

hematokrit, cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue. Adanya

pembesaran hati selain dua kriteria klinis pertama adalah dugaan terjadinya demam

berdarah dengue sebelum onset kebocoran plasma. Efusi pleura (X-ray dada atau

ultrasonografi) adalah bukti objektif terjadinya kebocoran plasma dan terjadinya

hipoalbumin dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia, perdarahan

berat, kondisi ketika tidak adanya hematocrit dasar, dan peningkatan hematocrit kurang
dari 20% akibat pemberian terapi intravena secara dini. Pada kasus syok, peningkatan

hematokrit dan adanya trombositopenia, mendukung diagnosa demam berdarah dengue.

ESR yang rendah (kurang dari 10 mm/satu jam pertama) selama syok membedakan DSS

dari syok septik. Berdasarkan tingkat keparahan, WHO (2004) membagi demam

berdarah dengue menjadi 4 derajat, yaitu:

1. Derajat 1: Demam yang disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

2. Derajat 2: Derajat 1, disertai perdarahan terjadinya spontan di kulit dan perdarahan

lainnya.

3. Derajat 3: Adanya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di daerah sekitar mulut,

kulit dingin dan lembab, dan tampak gelisah.

4. Derajat 4: Syok berat, dimana nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak

terukur
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 KASUS
Seorang Pasien wanita bernama Ny. G datang ke RS pada tanggal 21 maret
2022, pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 3 hari Sebelum masuk
rumah sakit disertai dengan badan terasa menggigil, linu-linu, pusing, mual,
muntah, nafsu makan menurun dan merasakan nyeri ulu hati

3.1.1. DATA
a. subjektif
 badan mengigil
 linu-linu
 pusing
 mual, muntah
 nafsu makan menurun
 nyeri ulu hati

b. Objektif

Pemeriksaan Fisik Hasil Normal Keterangan


TD 
124/75 mmHg 120/80


RR 20 kali/ menit 12-20/menit


Suhu 37,8ºC 36,6º-37,2ºC


Nadi ( HR) 116 kali/menit 60-100/menit

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang Hasil Normal Keterangan

Hemoglobin (HGB) 14 g/dL 12-16 g/dL 

Leukosit 2,4 x10³ / mm³ 4-10 x10³ / mm³ 

Hematokrit (HCT) 42,9% 35-45% 

Thrombosit (PLT) 65 x10³ / mm³ 150-400x10³ / mm³ 

Eritrosit (RBC) 3-6 x 10̂ 6/ mm³ 4,5 x 10̂ 6/ mm³ 

MCV 84 fL 81-101 fL 

3.1.2. ASSESMENT
Berdasarkan analisis objective dan subjective yang didapat bahwa pasien
mengalami DHF dan Peptik Ulcer.sehingga menetukan dan melihat penggunaan terapi
pada pasien DHF dan Juga Mengalami Peptik Ulcer apakah sudah sesuai.

Pemberian terapi DHF yaitu diberikan Infus RL 40 tpm Paracetamol 3 x sehari 500
mg, Injeksi Ondansetron 2 x sehari 4 mg, Sudah Sesuai dengan Penyakit Yang di derita
Oleh pasie. Dan dari Obat tersebut tidak ada interaksi antara Masing-masing obat.

Peberian Terapi Peptik Ulcer yaitu Injeksi Ranitidin, Sucralfat syrup, Kedua obat
ini tidak Memiliki interaksi,hanya saja kedua obat tersebut sama-sama bekerja di
lambung sehingga pemberian di berikan perbedaan waktu pemberian.

3.1.3. PLAN

Obat yang digunakan untuk mengurangi gejala yang timbul atau dirasakan pasien
akibat DBD :

1. Infus RL 40 tpm
Komposisi infus RL : natrium klorida, kalsium klorida, sodium Klorida, natrium laktat,
aquades Indikasi pada kasus ini digunakan untuk menggantikan cairan tubuh yang
hilang karena pasien dehidrasi akibat mual muntah yang disebabkan karena DBD
2. Paracetamol 3 x sehari 500 mg
Indikasi pada kasus : Digunakan sebagai analgetik – antipretik
3. Injeksi Ondansetron 2 x sehari 4 mg
Ondansetron merupakan suatu antagonis reseptor 5-HT3 yang bekerja secara selektif
dan kompetitif dalam mencegah dan mengatasi mual dan muntah

Pengobatan peptic ulcer menggunakan :

1. Injeksi Ranitidin 2 x sehari 100 mg


Termasuk golongan H2 bloker yang digunakan untuk menurunkan produksi asam
lambung dan untuk pengobatan penyakit peptic ulcer
2. Sucralfat syrup 3 x sehari 15 ml
Sucralfat digunakan untuk membentuk lapisan pelindung pada tukak lambung
3.1.4. MONITORING
 Monitoring keluhan yang dirasakan pasien
 Monitoring data laboratorium trombosit dan leukosit
 Monitoring terapi pengobatan yang diberikan kepada pasien
 Monitoring terjadinya efek samping obat dan kepatuhan pasien
meminum obat

Terapi Pencegahan DBD

DAFTAR PUSTAKA
CYNTHIA KUSMIWATI,Study penggunaan obat pada penderita demam
berdara,Surabaya,2006

Anda mungkin juga menyukai