PENDAHULUAN
Demam Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh satu dari 4
virus dengue berbeda dan ditularkan melalui nyamuk terutama Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis diantaranya kepulauan di
Indonesia hingga bagian utara Australia .1
Pada banyak daerah tropis dan subtropis, penyakit DBD adalah endemik yang
muncul sepanjang tahun, terutama saat musim hujan ketika kondisi optimal untuk
nyamuk berkembang biak. Biasasnya sejumlah besar orang akan terinfeksi dalam waktu
yang singkat.2
Saat ini bukan hanya peningkatan kasus DBD, tetapi penyebaran di luar daerah
tropis dan subtropis, contohnya di Eropa, transmisi lokal pertama kali dilaporkan di
Perancis dan Kroasia pada tahun 2010.Pada tahun 2012, terjadi lebih dari 2.000 kasus
DBD pada lebih dari 10 negara Eropa. Setidaknya 500.000 penderita DBD memerlukan
rawat inap setiap tahunnya,dimana proporsi penderita sebagian besar adalah anak anak
dan 2,5% diantaranya dilaporkan meninggal dunia. 3
Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Sering dengan meningkatnya mobilitas dan
kepadatan penduduk, jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin
bertambah. Di, Indonesia DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya tahun 1968,
dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia, dengan
angka kematian (AK) mencapai 41,3%. Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke
seluruh indonesia. 4
Pada Tahun 2015, tercatat terdapat 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di
Indonesia dan 1.229 orang diantaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907
penderita meninggal dunia pada tahun 2014. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan
iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan. 5
1
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Mengerti dan memahami tentang demam berdarah dengue.
2. Dapat mengintegrasikan teori terhadap pasien dengan demam berdarah dengue.
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univeritas
Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis serta masyarakat secara umum
agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai demam berdarah
dengue.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DHF) merupakan suatu penyakit yang diakibatkan
oleh infeksi virus dengue dengan gejala klinis demam, mialgia/arthralgia yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemorhagik. Pada
demam berdarah dengue terjadi kebocoran plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi atau penumpukan cairan dalam rongga tubuh. Dengue Shock
Syndrome (DSS) merupakan demam berdarah dengue yang disertai renjatan/syok.6
2.2 Etiologi
Penyebab DBD adalah virus dengue yang dikategorikan dalam genus flavivirus.
Virus ini memiliki rantai RNA tunggal dan berdiameter 30 nm. Terdapat 4 serotipe dari
virus ini, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Serotipe tersebut dapat
ditemukan hanya 1 jenis dalam darah atau bahkan lebih dari satu pada saat yang sama.
Walaupun keempat serotipe tersebut mirip secara antigenik, infeksi terhadap salah satu
serotipe tidak memberikan proteksi imun untuk serotipe yang lain. Keempat serotipe
virus dengue dapat ditemukan di Indonesia dengan serotipe DENV-3 yang terbanyak.6
3
Gambar 2.1. Morfologi Virus Dengue
2.4. Epidemiologi
Indonesia merupakan daerah endemis dengan persebaran diseluruh wilayah
Indonesia. Insidens DBD 6-15 orang per 100.000 penduduk.Penularan disebabkan oleh
vektor nyamuk Aedes (Aedes aegypti dan Aedes albopictus). Peningkatan kasus tiap
tahun berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tempat yang cocok bagi nyamuk betina
untuk bertelur pada bejana dengan air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat
penampungan air lainnya).
2.5. Patogenesis
Berbagai teori telah digagas sebagai patogenesis DBD, namun masih hingga saat
ini masih diperdebatkan. Ada bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya DBD dan DSS. Respon imun yang berperan adalah respon
humoral berupa pembentukan antibodi dalam upaya netralisasi virus, sitolisis yang
dimediasi oleh komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi
terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau
makrofag. Hipotesis ini disebut Antibody dependent enhancement (ADE). Kemudian
limfositT baik T helper maupun T sitotoksik yang berperan dalam respon imun selular
terhadap virus dengue. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
Halstead mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DBD terjadi akibat seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan
4
serotipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi
Kurane dan Ennis merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan
bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus berkembang biak dalam
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi sel T
helper dan T sitotoksik yang menghasilkan limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi
seperti: TNF-α, IL-1, PAF (Platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang
menyebabkan disfungsi sel endotel dan kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a
terjadi aktivasi oleh kompleks virus antibodi juga akan menyebabkan kebocoran
plasma.
Trombositopenia terjadi akibat supresi sumsum tulang atau destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit. Kadar trombopoietin dalam darah menunjukkan
peningkatan disaat terjadi trombositopenia, hal ini menunjukkan adanya mekanisme
kompensasi. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya
antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati, dan sekuestrasi
di perifer.6
5
dapat dijumpai pada sebagian kasus. Abnormalitas yang paling awal dari pemeriksaan
darah adalah adanya penurunan jumlah leukosit yang progresif sehingga meningkatkan
kecurigaan terhadap infeksi dengue.
2. Fase Kritis
Pada masa transisi dari fase febris ke afebris, pasien tanpa peningkatan permeabilitas
kapiler akan membaik tanpa memasuki fase kritis. Warning sign menjadi tanda awal
masuknya fase kritis. Keadaan pasien menjadi buruk dengan temperatur jatuh ke 37.5-
380C atau dibawah biasanya pada hari ke 3-8, diikuti dengan leukopenia yang progresif,
penurunan jumlah trombosit yang cepat, dan kebocoran plasma.
3. Fase recovery
Ketika pasien berhasil melalui fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi cairan
kompartemen extravaskular terjadi secara bertahap selama 48-72 jam berikutnya.
Keadaan pasien akan mulai membaik. Pada pasien ini dapat terjadi edema paru apabila
diberikan cairan infus yang berlebihan.
6
Gambar 2.3. Fase DHF
7
DHF III (DSS) : Kriteria diatas ditambah dengan kegagalan sirkulasi (denyut nadi
cepat dan lemah, pulse pressure yang rendah <20mmHg, hipotensi, akral dingin,
gelisah). Trombositopenia (<100.000/mm3) serta peningkatan hematokrit >20%.
DHF IV (DSS) : Syok dengan tekanan darah atau nadi yang tidak terdeteksi.
Trombositopenia (<100.000/mm3) serta peningkatan hematokrit >20%.
2.8. Diagnosis
Dari anamnesa bisa didapati pasien pernah melakukan perjalanan atau tinggal di
daerah endemis DBD. Periode inkubasi sekitar 3-14 hari, sehingga jika manifestasi
klinis terjadi setelah lebih dari 14 hari, maka kemungkinan bukan akibat infeksi dengue.
Ruam yang ditemukan pada demam berdarah dengue adalah ruam
makulopapular pada wajah, dada, dan area fleksor. Ruam biasanya muncul pada hari ke-
3 dan bertahan selama 2-3 hari. Jenis demam biasanya saddleback fever. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan tanda-tanda kebocoran plasma (seperti effusi pleura),
perdarahan dari tempat trauma, perdarahan gastrointestinal, dan hematuria. Juga dapat
ditemukan nyeri abdominal, muntah, kejang demam pada anak, dan penurunan
kesadaran. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat berlanjut menjadi Dengue Shock
Syndrome.11
Pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk diagnosis DBD. Parameter laboratorium
yang dapat diperiksa, antara lain:
1. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 bisa didapati limfositosis
relatif (>45% total leukosit).
2. Trombosit : umumnya trombositopenia pada hari ke 3-8
3. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya peningkatan hematokrit
>20% dari awal.
4. HST : pemeriksaan PT, aPTT, fibrinogen, D-Dimer pada keadaan yang dicurigai
terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
6. SGOT/SGPT dapat meningkat.
7. Ureum, kreatinin : untuk melihat apakah ada gangguan fungsi ginjal.
8. Elektrolit : parameter pemantauan pemberian cairan.
8
9. Imunoserologi : pemeriksaan IgM dan IgG. IgM terdeteksi pada hari ke-3-5,
meningkat sampai minggu ke-3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG terdeteksi
pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
10. NS1 : Dapat dideteksi pada awal demam hari pertama hingga kedelapan.
Diagnosis molekular dapat dilakukan dengan reverse transcription-polymerase
chain reaction (RT-PCR), namun hal ini rumit dan memerlukan waktu yang lebih lama.
Pada pemeriksaan foto thorax pada pasien dengan kebocoran plasma, bisa
didapati gambaran efusi pleura. Pemeriksaan foto thorax sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura juga dapat dideteksi dengan USG.6,8
9
Hepatitis viral – penyebab Hepatitis viral adalah virus hepatitis A, B, C, D dan
E. Hepatitis A dan E adalah infeksi akut yang ditularkan melalui jalur fecal-oral,
sedangkan hepatitis B, C, D bisa secara akut atau kronis dan ditularkan melalui
cairan tubuh. Virus-virus ini dibedakan melalui serologi. 12
2.10. Tatalaksana
Tidak ada terapi khusus pada penderita DBD, yang ada hanyalah terapi suportif.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama Divisi Penyakit
Tropik dan Infeksi, dan Divisi Hematologi dan Onkogenik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia menyusun protokol penatalaksanaan pada DBD sebagai berikut :
WHO telah membagi penderita DBD dalam 3 grup, yaitu grup A,B, dan C. Grup
A merupakan pasien tanpa gejala warning sign dan mampu menerima cairan secara oral
serta mengeluarkan urin setidaknya sekali setiap 6 jam. Pasien grup A diperbolehkan
rawat jalan dengan monitoring pemeriksaan fisik dan darah setiap 24 jam. Pasien grup B
termasuk dalam kategori indikasi rawat. Pasien yang termasuk ke dalam grup B adalah
pasien yang menunjukkan gejala warning sign, pasien dengan keadaan khusus
(kehamilan, masa bayi, usia tua, dll), maupun dengan keadaan sosial tertentu (tinggal
sendiri, jauh dari tempat pelayanan medis,dll). Pasien grup C merupakan pasien yang
memerlukan tindakan gawat darurat. Pasien grup C menunjukkan tanda kebocoran
10
plasma yang berat dengan syok atau edema paru dengan distress pernapasan,
perdarahan yang berat, dan kerusakan jaringan yang berat9.
Dibawah ini dijabarkan protokol penatalaksanaan pada pasien DBD6.
Protokol 1: Penanganan tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
Seseorang tersangka penderita DBD dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan
trombosit. Jika Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol 24 jam berikutnya. Jika Hb, Ht normal
tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat. Hb, Ht meningkat dan trombosit
normal atau menurun juga dianjurkan untuk dirawat.
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam. Jika Hb, Ht
meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan sama seperti
rumus diatas, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit tiap 12 jam. Bila Hb, Ht meningkat
>20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protokol
penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
11
(<20mmHg), produksi urin menurun, maka harus dinaikan menjadi 10 ml/Kg/jam. 2
jam kemudian dilakukan pemantauan kembali, jika keadaan sudah membaik, maka
jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/Kg/jam. Namun bila tidak ada perbaikan, maka
jumlah cairan infus dinaikan menjadi 15 ml/Kg/jam. Jika pada perkembangannya
kondisi memburuk dan didapati tanda-tanda syok, maka pasien ditangani dengan
protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.
12
lainnya. Pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda
koagulasi intravaskular diseminata. FFP diberikan bila terdapat defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan aPTT memanjang). PRC diberikan bila Hb < 10g/dL. Transfusi
trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif
dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
2.11. Pencegahan
Pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu:
1. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum,
penampung air lemari es.
2. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti
drum, kendi, toren air, dan sebagainya.
3. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
13
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti
menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan,
menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur,
memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk,
mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah, menghindari kebiasaan menggantung
pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.13
2.12. Prognosis
Demam berdarah Dengue biasanya merupakan penyakit self-limiting dengan
tingkat mortalitas kurang dari 1%. Saat pengobatan, demam berdarah dengue memiliki
tingkat mortalitas 2-5%. Bila tidak diobati, demam berdarah dengue memiliki tingkat
mortalitas setinggi 50%. Pasien biasanya sembuh tanpa gejala sisa dan mengembangkan
kekebalan terhadap serotipe yang menginfeksi. Tingkat mortalitas yang terkait dengan
sindrom shock dengue bervariasi di setiap negara, dari 12-44%.14
14
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Devi Sahara Simanjuntak
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Jamin Ginting Gg. Bunga Rimta No.23
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Demam
15
disangkal. Batuk dan sesak nafas disangkal. Nyeri pada
ulu hati dijumpai. Os mengeluhkan nyeri otot pada
seluruh tubuh terutama pada tangan dan kaki. Os juga
mengeluhkan nyeri pada belakang kepala, nyeri seperti
berdenyut dan hilang saat suhu tubuh turun. Riwayat BAB
hitam disangkal dan perubahan pola defekasi tidak
jumpai. BAK dalam batas normal dengan volume ±1 aqua
besar (1,5 L) dalam 24 jam. Os mengatakan ada membeli
makanan pedagang kaki lima 2 hari sebelum demam.
Riwayat adanya anggota keluarga dan tetangga dengan
keluhan yang sama disangkal. Riwayat DBD sebelumnya
oleh os juga disangkal.
RPT : -
RPO : Paracetamol
ANAMNESA ORGAN
Jantung
Sesak nafas :(-) Edema :(-)
Angina pectoris :(-) Palpitasi :(-)
Lain-lain :(-)
Saluran Pernafasan
Batuk-batuk :(-) Asma, bronkitis: ( - )
Dahak :(-) Lain-lain :(-)
Saluran Pencernaan
Nafsu makan : ↓↓ Penurunan BB : (-)
Keluhan mengunyah : ( - ) Keluhan defekasi: ( - )
Keluhan perut :(+) Lain-lain :(-)
Nyeri epigastrik
Saluran Urogenital
Sakit buang air kecil : ( - ) BAK tersendat : ( - )
Mengandung batu :(-) Keadaan urin : ( - )
Haid :(-) Lain-lain :(-)
16
Sendi dan Tulang
Sakit pinggang :(-) Keterbatasan gerak :(-)
Keluhan persendian :(-) Lain-lain : Nyeri otot
Endokrin
Haus/Polidipsi :(-) Gugup : (- )
Poliuri :(-) Perubahan suara : ( - )
Polifagi :(-) Lain-lain :(-)
Saraf Pusat
Sakit kepala :(+) Hoyong : (-)
Lain-lain :(-)
Sirkulasi Perifer
Claudicatio intermitten : ( - ) Lain-lain :(-)
ANAMNESA FAMILI : Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama
17
Anemia (+), Ikterus (-), Dispnoe (-), Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor Kulit : Sedang
Keadaan Gizi : Baik Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 157 cm
50
BMI =
1.57 2
BMI = 20.2 kg/m2
Kesan : Normoweight
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil isokor, ukuran Ø
3mm/3mm, refleks cahaya direk (+/+)/indirek (+/+), kesan : Anemis
Lain-lain : ( - )
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal
LEHER
Struma tidak membesar, tingkat : (-)
Pembesaran kelenjar limfe : (-)
Posisi trakea : Medial, TVJ : R- 2 cmH2O
Kaku kuduk : ( - ), lain-lain : (-)
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Ketinggalan bernafas ( - )
Lain-lain : (-)
18
Palpasi
Nyeri tekan :(-)
Fremitus suara : Stem Fremitus Kiri = Kanan, Kesan : Normal
Iktus : Teraba pada ICS V, 2cm LMCS
Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas Paru Hati R/A : ICS IV-V
Peranjakan : ±1cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS II LMCS
Batas kiri jantung : ICS IV LMCS
Batas kanan jantung : ICS IV LPSD
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan :Vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan :-
Jantung
M1>M2,P1>P2,T1>T2, A1>A2,P2>A2, desah diastolik (-), S3 gallop (-), lain-
lain (-) HR:80x/menit, reguler, intensitas: cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem Fremitus Kanan = Kiri. Kesan : Normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru. Kesan : Normal
Auskultasi : Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : -
ABDOMEN
19
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)
Palpasi
DINDING ABDOMEN : Soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri epigastrik
HATI
Pembesaran : (-)
Permukaan : (-)
Pinggir : (-)
Nyeri tekan : (-)
LIMPA
Pembesaran :(-)
GINJAL
Ballotement :(-)
UTERUS / OVARIUM : ( - )
TUMOR :(-)
Perkusi
Pekak hati :(+)
Pekak beralih :(-)
Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : (-)
PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : (-)
20
Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sphincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lumen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan
21
Darah Kemih Tinja
Hitung Jenis :
Eosinofil : 0.0 % Sedimen Telur Cacing
Basofil : 0.2 % Eritrosit :- Ascaris :-
Neutrofil : 90.7 % Leukosit :- Ankylostoma : -
Limfosit : 2.4 % Silinder :- T. Trichiura :-
Monosit : 6.7 % Epitel :- Kremi :-
RESUME
22
KU : Febris
Telaah : hal ini dialami oleh 4 hari SMRS. Febris timbul
mendadak dan bersifat naik turun. Menggigil (+),
nausea (+), vomit (+), myalgia (+) terutama di
ANAMNESA
ekstremitas atas dan bawah. Epigastric pain (+), nyeri
retroorbital (+).
RPT : Tidak ada
RPO : Paracetamol
Status Presens
Sensorium : Compos Mentis
TD : 100/80 mmHg
HR : 90 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 38,1 C
Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata : dbn
Leher :dbn
THT :dbn
Thorax : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : Oedem (-/-)
Genitalis : tdp
23
1. Demam Dengue
2. Demam Tifoid
DIAGNOSA BANDING 3. Demam Malaria
4. Demam Chikungunya
5. Demam Zika
DIAGNOSA
Demam Dengue
SEMENTARA
Diet : M II
24
BAB 4
FOLLOW-UP PASIEN
Tanggal S O A P
24 - 26 Demam (-) Sensorium : CM - Demam - Tirah Baring
Mei TD : 100/60 – 110/60 mmHg dengue - Diet M II
2017 HR : 80 - 100x/menit - IVFD Ringer
RR : 16x/menit Laktat 40 gtt/i
T : 36,3 - 37,1⁰C (makro)
- Inj. Ranitidine 50
KEPALA mg/12 jam / IV
Mata : - Paracetamol 3 x
- konjungtiva anemis (-/-) 500 mg
- sklera ikterik (-/-) - Domperidone 3 x
10 mg
Leher :
- TVJ R-2cm H2O R/
- Darah Rutin / hari
Thorax :
- Tubex Test
- SP : vesikular
- Widal Test
- ST (-)
- Ig G dan Ig M anti
Abdomen : Dengue
- Soepel, simetris, H/L/R tdak
teraba, normoperistaltik
Extremitas :
- Edema (-/-)
Hitung Jenis
Eosinofil : 0,30 %
Basofil : 0,30 %
Neutrofil : 77,10 %
Limfosit : 12,20 %
Monosit : 10,10 %
25
Tanggal 26 Mei 2017
Darah Lengkap
Hb : 11,3 g/dL
Eritrosit : 3,81 x 106/mm3
Leukosit : 7270/mm3
Trombosit : 180.000/mm3
Hematokit : 34 %
Hitung Jenis
Eosinofil : 1.00 %
Basofil : 0,30 %
Neutrofil : 61,90 %
Limfosit : 30,10 %
Monosit : 6,70 %
Test Widal
S. Typhi O 1/40
S. Paratyphi AO 1/40
S. Paratyphi BO 1/40
S. Paratyphi CO 1/40
S. Typhi H 1/40
S. Paratyphi AH 1/40
S. Paratyphi BH 1/40
S. Paratyphi CH 1/40
Tubex : Negatif
26
BAB 5
DISKUSI KASUS
No TEORI KASUS
27
2 Manifestasi Klinis Pada pasien dijumpai:
Fase Febris Demam.
Demam tinggi selama 2-7 hari dan Nyeri epigastrium.
sering disertai dengan kemerahan Nyeri retroorbital.
pada wajah. Myalgia.
Eritema pada kulit Anorexia.
Myalgia dan arthralgia Muntah.
Nyeri retro-orbital
Fotofobia
Anorexia, mual, dan muntah
Tes tourniquet (+)
petechie
Fase Kritis
Warning Sign mulai muncul (nyeri
perut, muntah-muntah, mimisan,
letih lesu)
Temperatur jatuh ke 37.5-380C atau
dibawah biasanya pada hari ke 3-8
Fase recovery
Keadaan pasien akan mulai
membaik.
Dapat terjadi edema paru apabila
diberikan cairan yang berlebihan.
28
3 Pemeriksaan Fisik Pada pasien dijumpai:
Penurunan kesadaran Demam
Tanda-tanda perdarahan (petechie, Nyeri epigastrium
hematuria) Muntah
Nyeri abdominal
Demam tipe saddleback
Efusi Pleura
Muntah
Kejang demam pada anak
Hematokrit meningkat
HST meningkat (perdarahan)
Hipoproteinemia
IgM dan IgG anti dengue (+)
Ns1 (+)
Gambaran efusi pleura pada foto
thoraks
29
BAB 6
KESIMPULAN
Seorang perempuan berusia 21 tahun mengalami keluhan demam selama 4 hari
sebelum masuk rumah sakit yang bersifat terus menerus dengan gejala tambahan nafsu
makan berkurang, muntah, nyeri epigastrium, nyeri kepala bagian retroorbital, myalgia
terutama pada bagian kedua ekstremitas atas dan bawah. Hasil laboratorium darah
menunjukan anemia dan trombositopenia.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Baladi HJ. Dengue : Dengue Haemorragic Fever and Dengue Shock Syndrome.
2012. Diundah dari: http//www.bhj.org/journal/2012_4303_july/review_380.
2. World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever. WHO.
2013.
3. World Health Organization. Clinical Diagnosis of Dengue. WHO. 2012.
4. Gordis L. Epidemiology of Dengue .Apical Tropical Medicine 4th ed.
Philadelphia. Saunders Elsevier. 2008; 222-238
5. Listiyaningsing E. Prediksievolusi genetic virus dengue di Indonesia. Kajian
KCB Demam berdarah dari Biologi Molekular sampai Pembanterasannya.
Yogyakarta; Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran UGM; 2013.p. 14-
20.
6. Suhendro , Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit edisi 7, Internal Publishing: 2014; 539-548.
7. Niyati k. Ira Khanna. Dengue Fever : causes, complications, and vaccine
strategies. Journal Of Immunolgy Research. Vol 2016.
8. WHO. National Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever. WHO.
2015
9. World Health Organization. Handbook For Clinical Management of Dengue.
World Health Organization. WHO. 2012.
10. World Health Organization. Dengue, Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention, and Control. WHO. 2009
11. Shepherd SM, Hinfey PB, Shoff WH, et al. Dengue Presentation. Medscape.
Diakses tanggal 28 Mei 2017 [http://emedicine.medscape.com/article/215840-
clinical]
12. Stephen J, MD. Alan L, MD and et al. Dengue Virus Infection : Clinical
manifestations and Diagnosis (UpToDate). Mei 18 2017.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia . Demam Berdarah. Diakses tanggal
28 Mei 2017. [http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-
berdarah-biasanya-mulai-meningkat-di-januari.html]
14. Suzanne Moore,Md. Dengue. Medscape. Oct 05 2015. Diakses tanggal 28 Mei
2017. [http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview]
31