A. Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan
di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia tenggara, Amerika
tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus
dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4
serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4, ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. Albopictus yang
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.(1)
Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue antara lain
demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut
selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis
(nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit,
manifestasi
perdarahan
leukopenia)
dan
[petekie
pemeriksaan
atau
serologi
uji
bendung
dengue
positif],
positif
atau
Angka kematian dapat ditekan menjadi 6 orang dari 852 penderita pada tahun 2006.
Tahun 2007 jumlah kasus DBD di Kota Makassar yaitu sebanyak 457 kasus, tahun
2008 sebanyak 265 kasus, tahun 2009 sebanyak 256 kasus, tahun 2010 sebanyak 185
kasus, tahun 2011 sebanyak 85 kasus, dan pada tahun 2012 sebanyak 86 kasus dengan
jumlah kematian sebanyak 2 kasus.(3)
C. Etiologi
Penyebab penyakit adalah virus dengue. Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype virus
yaitu :
1.
2.
3.
4.
D. Patomekanisme
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih di
perdebatkan.Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti kuat bahwa mekanisme
immunohepatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :
1. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang di mediasi komplemen dan sitotoksisitas yang di
mediasi oleh antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipothesis ini disebut
Antibody Dependent Enchancement (ADE).
2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-Sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan
2
ini
terbukti
keadaan
hiposelular
dan
supresi
megakariosit.
hematopoiesis
termasuk
megakariopoesis.
Kadar
C3g,
terdapatnya
antibody
virus
dengue,
konsumsi
menyebabkan
menunjukkan
disfungsi
terjadinya
endotel.
koagulopati
Berbagai
konsumtif
penelitian
pada
demam
berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam
berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue
factor pathway). Jalur instrinsik juga berperan melalui aktivasi factor
XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1- inhibitor
complex)(5)
E. Perjalanan penyakit
Fase Febris
Pada Gambar 2 dijelaskan bahwa pasien biasanya mengalami demam tinggi
secara tiba-tiba.Fase demam akut ini berlangsung 2-7 hari dan sering disertai
dengan kemerahan pada wajah, eritema kulit, sakit seluruh badan, mialgia,
arthralgia, sakit mata retro-orbital, fotofobia dan sakit kepala.Beberapa pasien
mungkin mengeluh sakit tenggorokan. Pasien juga
mendahului
hematokrit menjadi salah satu tanda tambahan awal. Periode kebocoran plasma
yang signifikan secara klinis biasanya berlangsung 24-48 jam. Tingkat kebocoran
plasma bervariasi. Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah
dan denyut nadi.(6)
Tingkat hemokonsentrasi mencerminkan tingkat keparahan kebocoran plasma.
Namun hal ini dapat dikurangi dengan pemberian cairan intravena. Oleh karena
itu, pemeriksaan pengukuran hematokrit sesering mungkin
penting karena
Dengan
syok
mendalam
dan/atau
berkepanjangan,
hipoperfusi
mengakibatkan asidosis metabolik dan gangguan organ progresif. Hal ini dapat
menyebabkan perdarahan hebat yang menyebabkan hematokrit menurun.
Peningkatan leukosit biasanya ditemukan pada fase ini, total jumlah sel putih
mungkin meningkat sebagai respon stres pada pasien dengan perdarahan hebat.(6)
Beberapa pasien masuk ke fase kritis yaitu mengalami kebocoran plasma dan
syok sebelum penurunan suhu badan sampai yang normal. Pada pasien ini
mengalami peningkatan hematokrit dan timbulnya trombositopeniaatau tandatanda peringatan, menunjukkan terjadinya kebocoran plasma. Pasien dengue
dengan tanda peringatan biasanya akan membaik dengan rehidrasi intravena.
Beberapa pasien memburuk menjadi dengue berat.(6)
Tanda-tanda peringatan biasanya mendahului manifestasi syok dan muncul
menjelang akhir fase demam, biasanya antara hari 3-7 sakit. Muntah dan nyeri
perut hebat adalah indikasi awal kebocoran plasma dan menjadi semakin
memburuk karena kondisi pasien berkembang menjadi syok. Pasien menjadi
semakin lesu tapi biasanya tetap waspada secara mental. Gejala ini dapat menetap
sampai ke tahap syok. Kelemahan, pusing atau hipotensi postural terjadi selama
keadaan syok. Perdarahan mukosa spontan merupakan manifestasi penting.(6)
Pembesaran hepar sering dijumpai. Namun akumulasi cairan klinis hanya dapat
dideteksi jika kehilangan plasmasecara signifikan atau setelah pengobatan dengan
cairan intravena. Peningkatan platelet secara cepat dan progresif menjadi
100.000/mm3 dan kenaikan hematokrit melebihi batas normal menjadi tanda awal
kebocoran plasma. Hal ini biasanya didahului dengan leukopenia ( 5000
sel/mm3).(6)
Fase Penyembuhan
Setelah pasien berada pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap cairan
kompartemenekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum
membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal mereda, status
hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa pasien memiliki
eritematosakonfluen atau petekie dengan daerah kecil kulit normal, digambarkan
sebagai "pulau putih di laut merah". Beberapa mungkin mengalami generalized
pruritus.(6)
Bradikardi dan perubahan EKG sering terjadi pada fase ini. Hematokrit stabil atau
mungkin lebih rendah karena efek dilusi penyerapan cairan. Jumlah sel darah
putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan sampai yang
normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya lambat dibandingkan dengan
jumlah sel darah putih. Gangguan pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites,
edema paru atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau
fase pemulihan jika diberikan cairan intravena yang berlebihan. (6)
F. Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 2011
terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris:6,7
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2 7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekia, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi
3) Hemetamesis dan atau melena.
c. Trombositopenia (<100.000 sel/ mm3 atau kurang)
d. Terdapat minimal tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
1) Peningkatan hematocrit > 20%
2) Penurunan hematocrit > 20% setelah mendapat terapi
dibandingkan dengan nilai hematocrit sebelumnya.
3) Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura,
asites
cairan,
atau
hipoproteinemia.
Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam
berdarah dengue.
2. Derajat DHF
DD/DBD
DD
Derajat Gejala
Laboratorium
Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit Leukopenia, serologi
kepala,
DBD
nyeri
retro
orbital,
artralgia
Gejala di atas ditambah uji bendung positif
Trombositopenia
(<100.000/ul),
DBD
II
Gejala
di
atas
ditambah
adakebocoran plasma
perdarahan Trombositopenia
spontan
DBD
III
IV
(<100.000/ul),bukti
DBD
bukti
(<100.000/ul),
bukti
(<100.000/ul),
bukti
10
3. Pemeriksaan Laboratorium
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
- Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit)
-
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
11
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
NS1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam sampai hari ke delapan.
Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan spesifitas 100% sama
tingginya dengan sensitifitas gold standar kultur virus
G. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga
terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan,
maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi secara bermakna. Berikut adalah tatalaksana DBD:
1.
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
Gambar 3 : Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan
di unit gawat dadurat
Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan
pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas
atau Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dan tempat perawatan lainnya
untuk dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat.
12
Manifestasi perdarahan pada pasien DBD pada fase awal mungkin masih
belum tampak, demikian pula hasil pemeriksaan darah tepi (Hemoglobin,
hematokrit, lekosit dan trombosit) mungkin masih dalam batas-batas normal,
sehingga sulit membedakannya dengan gejala penyakit infeksi akut lainnya.
Perubahan ini mungkin terjadi dari saat ke saat berikutnya. Maka pada
kasus-kasus yang meragukan dalam menentukan indikasi rawat diperlukan
observasi/pemeriksaan lebih lanjut. Pada seleksi pertama diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit.
Indikasi rawat pasien DBD dewasa pada seleksi pertama adalah:
a. DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan
b. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok
c. DBD tanpa perdarahan masif dengan :
Hb, Ht, normal dengan trombosit < 100.000/pl
Hb, HT yang meningkat dengan trombositpenia < 150.000/pl
Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dan
trombosit dalam batas nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali
kontrol ke poliklinik Rumah Sakit dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila
keadaan pasien rnemburuk agar segera kembali ke Puskesmas. Sedangkan
pada kasus yang meragukan indikasi rawatnya, rnaka untuk sementara pasien
tetap diobservasi di Puskesmas dengan anjuran minum yang banyak, serta
diberikan infus ringer laktat sebanyak 500 cc dalam empat jam. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht dan trombosit.
Pasien di rujuk apabila didapatkan hasil sebagai berikut.
a. Hemoglobin, hematokrit dalam batas normal dengan jumlah trombosit
kurang dari 100.000/pl atau
13
tetap/meningkat
dibanding
nilai
14
15
pasien dengan berat badan sekitar 50-70 kg diberikan ringer laktat per infus
sebanyak 3.000 cc dalam waktu 24 jam.
Pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg pemberian cairan infus
dapat dikurangi dan diberikan 2.000 cc/24 jam, sedangkan pasien dengan
berat badan lebih dari 79 kg dapat diberikan cairan infus sampai dengan 4.000
cc/ 24 jam. Selama fase akut jumlah cairan infus diberikan pada hari
berikutnya setiap harinya tetap sama dan pada saat mulai didapatkan tandatanda penyembuhan yaitu suhu tubuh mulai turun, pasien dapat minum dalam
jumlah cukup banyak (sekitar dua liter dalam 24 jam) dan tidak didapatkannya
tanda-tanda hemokonsentrasi serta jumlah trombosit mulai meningkat lebih
dari 50.000/pi, maka jumlah cairan infus selanjutnya dapat mulai dikurangi.
Mengingat jumlah pemberian cairan infus pada pasien DBD dewasa
tanpa perdarahan masif dan tanda renjatan tersebut sudah memadai, maka
pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukannya setiap 12 jam untuk pasien
dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/p 1, sedangkan untuk pasien
DBD
dewasa
dengan
jumlah
trombosit
berkisar
100.000
16
menurun kurang dari 0,5ml/kgBB/jam. Gejala-gejala diatas merupakan tandatanda berkurangnya aliran/perfusi darah ke organ vital tersebut.
Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah menurun dengan
tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg,
nadi cepat dan kecil. Apabila didapatkan tanda-tanda tersebut pengobatan
syok harus segera diberikan. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD
dengan perdarahan masif (perdarahan dengan jumlah darah 4-5 ml/kgBB/jam)
dengan jumlah trombosit < 100.000/pl, dengan atau tanpa koagulasi
intravaskular disseminata (KID). Pasien DBD dengan trombositopenia tanpa
perdarahan masif tidak diberikan transfusi suspensi trombosit.
17
tersembunyi,
dengan
jumlah
perdarahan
sebanyak
4-5
H. Diagnosis banding
1. Demam karena infeksi virus (influenza, chikungunya dan lain
lain)
2. Demam Tifoid
I. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu (4)
20
1.
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antaralain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaansampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasilsamping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Sebagaicontoh:(4)
a. Menguras bak mandi/penampungan air- sekurang-kurangnyasekali
seminggu.
b. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat- minum burungseminggu
sekali.
c. Menutup dengan rapat tempat penampungan- air.
d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah- dan lain sebagainya.
2.
Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikanpemakan jentik
(ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). (4)
3.
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
a. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion danfenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularansampai batas waktu
tertentu.
b. Memberikan
bubuk
abate
(temephos)
pada
tempat-
J. Kesimpulan
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue. Patogenesis DBD masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan
hipotesis yang sering dijadikan rujukan untuk menerangkannya adalah the secondary
heterotypic infection dan antibody dependent enchancement. Prinsip utama
penatalaksanaan DBD adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Pencegahan
penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes
aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu : lingkungan, biologis dan kimiawi.
22
Daftar Pustaka
23