Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengue Fever/DF dan Dengue haemorrhagic fever/DHF adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue atau yang sering dikenal dengan
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD). Sampai saat ini,
infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia
dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DHF oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan
rumah sakit dan kematian akibat DHF, khususnya pada anak.1
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006
(dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan
kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01%
(2007).4-5 Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan
penyebaran kasus DHF, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
4. Peningkatan sarana transportasi.2
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama
kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi
yang optimal pada penderita DHF, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan
kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik
untuk DHF, prinsip utama dalam terapi DHF adalah terapi suportif, yakni
pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.3
1.2 Batasan Masalah
Case report ini membahas definisi, klasifikasi, diagnosis serta penatalaksanaan
dari DHF.

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini adalah mengembangkan wawasan dan
pemahaman penulis mengenai DHF.
1.4 Manfaat Penulisan
Case report ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber keilmuan
sehingga dapat menambah wawasan bagi penulis dalam menangani kasus DHF.
1.5 Metode Penulisan
Penulisan case report ini menggunakan pustaka yang merujuk kepada
beberapa buku, guideline, maupun jurnal.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian.1
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2
2.2 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih
diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah Hipotesis
immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary hetelogous
dengue infection).1,3
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.1
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target virus ini adalah sel
monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4,
IL-5,IL-6,dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan menyebabkan peningkatan

3
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.(1,3)
Hipotesis ”the secondary heterologous infection” yang di rumuskan oleh
Suvatte,1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi
dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi dengan
menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue.(3)

Gambar 2.1 Teori heterologous dengue infection

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak


langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF berat. Antibodi
herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.9,10

4
2.3 Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami demam
dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana kuda), fase
demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-3 selama 2-3
hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.(1,3)
Fase Febris: - Demam mendadak tinggi 2-7 hari
- Muka kemerahan, eritema kulit
- Sakit kepala
- Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan,injeksi faring dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
- Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan
mukosa, walau jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan
pervaginam dan gastrointestinal.
Fase Kritis: - Terjadi pada hari 3-7 sakit.
- Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan
permeabilitas kepiler dan timbul kebocoran plasma yang biasanya
berlangsun 24-48 jam.
- Kebocoran plasma sering didahului lekopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit.
- Dapat terjadi syok.
Fase Pemulihan: - Terjadi setelah fase kritis.
- Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
- KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis
membaik.
Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO (1997) membagi
menjadi 4 derajat : 7,8,9
Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.
Derajat II : Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan

5
(seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis,
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan
darah tidak terukur.
2.4 Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. 7
Kriteria klinis :
 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam akut,
berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik (plana kuda).
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji torniquet positif.
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )
- Hematemesis atau melena.
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris :
 Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

6
Gambar 2.2 Spektrum DHF
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.5
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
 Uji serologi: deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI
 Isolasi virus
 Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR).
 Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan
sensitivitas 92.3%
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru terhadap
antigen non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi infeksi virus dengue
dengan lebih awal bahkan pada hari pertama onset demam. 5
- Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang megalami gejala
Demam/klinis lain < 3 hari, dikarenakan Early detection sangatlah
penting untuk menentukan pengobatan (terapisupportif) yang tepat
(cegah Resistensi antibiotik), serta pemantauanpasien dengan segera.

7
- Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena pemeriksaaan
NS1 bersifat komplementer (saling menunjang), terkhususapabila
didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala infeksi tetap muncul.
- Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter penganut
paham "infeksi sekunder dapat menyebabkan infeksi yang lebih berat
dan memerlukan penanganan yang berbeda dengan infeksi primer"
- Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan
demikian pomakaian pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi dengue.(5)
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan ( pasien tidur pada sisi badan
sebelah kanan ).(1)
2.6 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.3
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini
terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut: 3,8,11
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

8
Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF tanpa syok.
Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan
haemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :
 Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita
memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.
 Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
dirawat.

Gambar 2.3 Penanganan tersangka DHF tanpa syok


Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF di ruang rawat.
Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini :

9
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + (20 x( BB-20) ml
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap
12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan
Ht>20%.

Gambar 2.4 Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat

10
Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.

Gambar 2.5 Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%


Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF.
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna
(henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.1,3
Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue.
Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD)
maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi
dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera
dilakukan. Angka kematian pada sindrom syok dengue sepilih kali lipat
dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi
karena keterlambatan penderita DHF mendapatkan pertolongan/pengobatan,

11
penatalaksanaan tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-
tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat. 1,3

Gambar2.6 Tatalaksana sindroma syok dengue


Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini : 1
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
2.7 Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok

12
2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok
berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan 3
2.8 Prognosis
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya
lebih ringan dari pada anak-anak.2

13
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. LP
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Rano
Tanggal Masuk RS : 7 Maret 2020
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
BAB hitam sejak 2 hari sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk dengan keluhan utama BAB hitam sejak 3 hari sebelum
masuk RS, frekuensi 3x sehari. Demam yang dialami ± 4 hari, hilang
timbul, tidak menggigil. Sakit kepala (+). Nyeri ulu hati (+), mual (+),
muntah (+), nafsu makan berkurang, lemas (+), BAK tidak ada kelainan.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat sakit dengan gejala yang sama disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit dengan gejala yang sama disangkal
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis ( E4M6V5 )
Tanda vital
 Tekanan darah : 110/90 mmHg
 Nadi : 100x/i
 Frekuensi Pernapasan : 20x/i
 Suhu : 39oC
Status Generalisata
 Mata : konjuntiva anemis ( -/- ), sklera ikterik ( - /- )
 Thorax (Pulmo)

14
 Inspeksi : simetris kiri dan kanan
 Palpasi : vocal premitus simetris
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : suara nafas vesikular, ronkhi ( -/- ),wheezing ( -/- )
 Thorax (Jantung)
 Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus kordis tidak teraba
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : irama regular, murmur ( - ), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : distensi (-), ptekiae (+)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : nyeri tekan epigastrrium (+), hepar dan lien tidak
teraba
 Perkusi : timpani (-), ascites (-)
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, ptekie (+)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Hb : 17.6
WBC : 3.900
PLT : 67.000
Ht : 54.7
3.5 Diagnosa
Dengue Hemoragic Fever Grade II
3.6 Penatalaksanaan
 Bed Rest
 IVFD RL cor 2 kolf lalu lanjut 40 tpm
 Inf. Paracetamol 3 x 1 gr
 Inj. Omeprazole 2 x 1 vial
 Inj. Dexametahasone 3 x 1 amp
 Inj. Ondansentron 2 x 4 mg

15
 Psidii 3 x 2 cap
 Lacbon 3 x 1 tab
 Cek DR/ 24 jam
3.7 Follow Up
TANGGA
PERJALANAN PENYAKIT
L PENATALAKSANAAN
8/03/2020 S : BAB hitam (-), Demam (+), P:
kepala pusing (-), nyeri ulu hati  IVFD RL 40 tpm
(+), mual (+), muntah (+), nafsu  Inf. Paracetamol 3 x 1 gr
makan berkurang, BAK lancar  Inj. Omeprazole 2 x 1
O: vial
 TD : 110/80 mmHg  Inj. Dexametahasone 3 x
 N : 74x/menit 1 amp
 P : 24x/menit  Inj. Ondansentron 2 x 4
 S : 37,2oC mg
 Mata : CA (-/-), SI (-/-)  Psidii 3 x 2 cap
 Pulmo : SN Vesikuler, Rh  Lacbon 3 x 1 tab
-/- , wh-/- ,  Cek DR/ 24 jam
 Cor : irama reguler regular,
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : NTE (+)
 Eks : Akral hangat, CRT <
2 detik, ptekiae (+)
Lab :
 WBC 5.720
 HGB 16,9
 HCT 46,6
 PLT 36.300
A : DHF grade II
9/03/2020 S : Demam (+), kepala pusing (+), P:
nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah

16
(-), nafsu makan berkurang, BAK  IVFD RL 40 tpm
lancar.  Inf. Paracetamol 3 x 1 gr
O : SS/GC/CM  Inj. Omeprazole 2 x 1
 TD : 120/80 mmHg vial
 N : 78 x/menit  Inj. Dexametahasone 3 x
 P : 18 x/menit 1 amp
 S : 36,8 ⁰C  Inj. Ondansentron 2 x 4
 Mata : CA (-/-), SI (-/-) mg
 Pulmo : SN Vesikuler, Rh  Psidii 3 x 2 cap
-/- , wh-/- ,  Lacbon 3 x 1 tab (stop)
 Cor : irama reguler regular,  Cek DR/ 24 jam
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : NTE (-)
 Eks : Akral hangat, CRT <
2 detik, ptekiae (+)
Lab : -
 WBC 5.600
 HGB 16,0
 HCT 46,6
 PLT 74.000
A : DHF grade II
10/03/2020 S: P:
Demam (-), kepala pusing (-),  IVFD RL 40 tpm
nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah  Inf. Paracetamol 3 x 1 gr
(-), nafsu makan berkurang, BAK  Inj. Omeprazole 2 x 1
lancar, BAB (-) vial
O : SS/GC/CM  Inj. Dexametahasone 3 x
 TD : 120/70 mmHg 1 amp
 N : 82 x/menit  Inj. Ondansentron 2 x 4
 P : 20 x/menit mg

17
 S : 39,8 ⁰C  Psidii 3 x 2 cap
 Mata : CA (-/-), SI (-/-)  Cek DR/ 24 jam
 Pulmo : SN Vesikuler, Rh
-/- , wh-/- ,
 Cor : irama reguler regular,
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : NTE (-)
 Eks : Akral hangat, CRT <
2 detik, ptekiae (+)
Lab :
 WBC 6.700
 HGB 14,7
 HCT 41,3
 PLT 87.000
A : DHF grade II
11/03/2020 S: P:
Keluhan (-) - ACC pulang dengan obat
O : SS/GC/CM pulang
 TD : 110/60 mmHg - Paracetamol 3 x 500 mg
 N : 78 x/menit - Psidii 3 x 2 cap

 P : 20 x/menit - Omeprazole 2 x 1 tab

 S : 39,2 ⁰C
 Mata : CA (-/-), SI (-/-)
 Pulmo : SN Vesikuler, Rh
-/- , wh-/- ,
 Cor : irama reguler regular,
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : NTE (-)
 Eks : Akral hangat, CRT <
2 detik

18
Lab :
 WBC 7.600
 HGB 13,4
 HCT 38,1
 PLT 101.000
A : DHF grade II

19
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien masuk dengan keluhan utama BAB hitam sejak 3 hari sebelum
masuk RS, frekuensi 3x sehari. Demam yang dialami ± 4 hari, hilang timbul, tidak
menggigil. Sakit kepala (+), lidah kotor (+). Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah
(+), nafsu makan berkurang, lemas (+), tampak bintik-bintik kemerahan pada
badan, lengan dan tungkai, BAK lancar.
Dari anamsesis diketahui bahwa pasien mengalami BAB hitam sejak 3 hari
dan demam ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan teori pada
demam berdarah dengue (DHF) dimana pada fase febris terjadi demam mendadak
selama 2-7 hari, sakit kepala, serta ditemukan petekie sebagai tanda adanya
perdarahan.
Kurva demam pada demam berdarah dengue berhubungan dengan saat
pelepasan sitokin karena reaksi imun terhadap serangan virus dengue. Sitokin
yang menyebabkan demam seperti IL-1 dan IL-6, TNF-α, IFN-γ. Virus dengue
merupakan pirogen eksogen. Pada saat virus sudah menginfeksi dan berada di
dalam darah, ada 2 respon imun yang bekerja. Yaitu respon imun nonspesifik
yang bekerja di awal dan cepat serta respon imun spesifik yang bekerja lebih
lambat. Makrofag akan segera bereaksi dengan memfagositosis virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (antigen presenting cell).
Makrofag juga akan mensekresi sitokin yang merangsang inflamasi, sitokin utama
yang disekresi oleh makrofag adalah IL-1 yang merupakan pirogen endogen.
Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipicu baik faktor eksogen
atau endogen seperti IL-1. Selain itu ada juga proses respon imun nonspesifik
yang diperankan oleh sel NK. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi, sebelum
respon imun spesifik bekerja. Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktivasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih
banyak virus. Dimulailah mekanisme respon imun spesifik. Sel T yang diaktivasi
adalah CD4+. CD4+ ini akan mengaktivasi Th-2 untuk membentuk antibody lagi
sehingga meningkatkan opsonisasi dan aktivasi komplemen. CD4+ juga

20
mengaktivasi Th-1 yang akan mengaktivasi CD8+ melalui presentasi oleh
molekul MHC-1. CD8+ ini bersifat sitotoksik dan menghancurkan peptida virus.
Th-1 akan melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin. Sedangkan Th-2 melepaskan
IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan merangsat monosit
melepaskan TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga merangsang
makrofag melepas IL-1, IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1, TNF-α,
dan IFN-γ. Pada Jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi
jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang
meningkatkan jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah
peningkatan IL-1,TNF-α, IFN-γ, IL-2, dan histamin.
IL-1,TNF-α, IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul
demam. IL-1 bekerja pada termoregulator sedangkan TNF-α dan IFN-γ bekerja
tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1. Daerah
spesifik IL-1 adalah pre-optik dan hipotalamus anterior dimana terdapat corpus
callosum lamina terminalis. Corpus callosum lamina terminalis terletak di dinding
rostral ventriculus III dan merupakan sekelompok saraf termosensitif (cold and
hot sensitive neurons). IL-1 masuk ke dalam corpus callosum lamina terminalis
melalui kapiler dan merangsang sel memproduksi serta melepaskan PGE2, selain
itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2.
Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam hipotalamus atau
bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut adalah
peningkatan thermostatic set point yang menyebabkan aktivasi sistem saraf
simpatis untuk menahan panas (vasokonstriksi) dan memproduksi panas dengan
menggigil.
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala
lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan
sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari
kerjasama IL-1 danTNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel
adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke
hipotalamus ventromedial yang berakibat pada penurunan intake makanan.

21
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi
antibody. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik
seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala, muntah, dan
somnolan.
Dalam keadaan normal, manusia mensekresi mukus di dalam saluran
pernafasan yang berfungsi sebagai pembersih berbagai macam kotoran seperti
debu yang tidak tersaring melalui silia hidung. Apabila terdapat debu yang
berlebihan, maka mukus yang disekeresikan akan semakin bertambah. Infeksi atau
iritasi pada saluran nafas juga menyebabkan hipersekresi mukus pada saluran
napas, kemudian, apabila terjadi hipersekresi mukus, terjadi hipertrofi kelenjar
submukosa pada trakea dan bronkus dan akhirnya mukus tertimbun di dalam
saluran napas. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet disaluran
napas kecil, bronkus dan bronkiolus. Kondisi ini kemudian merangsang membran
mukosa untuk selanjutnya mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan untuk
mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran napas.
Dari pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan penurunan kadar
trombosit (trombositopenia), yaitu 24.500. Trombositopenia padainfeksi dengue
terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang, 2) destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal
infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoesis
termasuk megakariopoesis. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukan kenaikan, hal ini menunjukan terjadinya
stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
dan sekuestrasi perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
merupakan petanda degranulasi trombosit.

22
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yang paling utama adalah terapi
suportif. Pemberian IVFD RL cor 2 kolf dilanjutkan 40 tpm untuk pengobatan dan
pencegahan hipovolemia. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka
dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi. Diberikan omeprazol untuk mengurangi produksi asam
lambung, Psidii cap 3x2 cap untuk meningkatkan jumlah trombosit dengan
mekanisme menghambat replikasi virus dengue dan meningkatkan jumlah GM-
CSF yang menstimulasi pembentukan megakariosit sebagai bahan awal trombosit,
dexamethasone diberikan karena dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan jumlah platetlet ssedangkan ondansentron diberikan sebagai
antiemetik.
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam. Prognosis
penyakit ini baik dengan terapi suportif yang adekuat.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku ajar
Ilmu penyakit dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam
FK-UI, jakarta, 2006, ed.4, (III) 1709-1713
2. Sumarno S, Soedarmo P,Garna H,Rezeki S,Satari H. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri tropis, IDAI, jakarta 2008,ed.2, 155-179
3. Rejeki S, Adinegoro S (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana
Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta.2004
4. Mansjoer A,Triyanti K, Savitri R,Wardhani W,Setiowulan W, Kapita
selekta FKUI, Jakarta,(I),428-433
5. Berliandelima, Info terbaru Pemeriksaan Laboratorium terhadap Dengue,
availableat:http://www.mailarchive.com/dokter_umum@yahoogroups.com
/msg06092.html
6. Caribbean Epidemiologi Center (CAREC) Dengue dalam:
http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm
7. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf
8. Hagop Isnar,MD, Dengue dalam : http://www.emedicine.com
9. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/1-11.pdf
10. WHO, Dengue and Dengue Haemorragic Fever dalam:
http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm
11. BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndrome
dalam: http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.html

24

Anda mungkin juga menyukai