Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif yang
bersifat non reversibel atau reversibel parsial.1
Menurut definisinya, PPOK adalah penyakit yang dikarakteristikan dengan
adanya keterbatasan aliran pernapasan yang persisten, bersifat progresif dan
berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis di saluran pernapasan dan
paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. 1
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari
faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah
defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease
serin.2
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK.
PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita
PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan
produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal
nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage /
derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.3
1.2 Batasan Masalah
Case report ini membahas definisi, klasifikasi, diagnosis serta penatalaksanaan
dari PPOK.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini adalah mengembangkan wawasan dan
pemahaman penulis mengenai PPOK.
1.4 Manfaat Penulisan
Case report ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber keilmuan sehingga
dapat menambah wawasan bagi penulis dalam menangani kasus PPOK.

1
1.5 Metode Penulisan
Penulisan case report ini menggunakan pustaka yang merujuk kepada beberapa
buku, guideline, maupun jurnal.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.4
2.2 Epidemiologi
Secara global, diperkirakan sekitar 3 juta kematian disebabkan karena
PPOK pada tahun 2015 yaitu 5% dari semua kematian global pada tahun itu.
Lebih dari 90% kematian PPOK terjadi di negara berkembang. Penyebab
utama PPOK adalah paparan asap tembakau (baik merokok aktif atau perokok
pasif. Faktor risiko lain termasuk paparan polusi udara dalam ruangan dan
luar ruangan dan debu dan asap kerja (WHO,2015). Prevalens PPOK
diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan
hidup penduduk dunia. Menurut prediksi WHO, PPOK yang saat ini
merupakan penyebab kematian ke-4 di seluruh dunia diperkirakan pada tahun
2030 akan menjadi penyebab kematian ke-3 di seluruh dunia.5
2.3 Faktor Resiko
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. 5

3
2.4 Patofisiologi
Pada PPOK, hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi
utama yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran napas
bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan
adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru.
Terjadinya penebalan pada saluran napas kecil dengan peningkatan formasi
folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran napas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan napas. Lumen saluran napas kecil
berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi,
yang meningkat sesuai berat sakit. 2
Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel
tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil seperti
interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte
chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS). 2
Paradigma dominan dari patogenesis emfisema terdiri atas empat
peristiwa yang berkaitan : (1) Paparan kronis dari merokok akan
menyebabkan rekruitmen sel inflamasi ke dalam ruang udara terminal di paru.
(2) Sel-sel inflamasi ini melepaskan elastonic proteinases yang merusak
matriks ekstraseluler di paru. (3) Kematian sel secara struktural dihasilkan
dari stres oksidatif dan hilangnya ikatan matriks sel. (4) Perbaikan elastin dan
komponen matriks ekstraseluler yang tidak efektif menghasilkan pembesaran
ruang udara yang didefinisikan sebagai emfisema pulmonal.2
Paparan asap rokok dapat mempengaruhi saluran pernapasan besar,
saluran pernapasan kecil (diameter ≤2mm), dan alveoli. Perubahan di saluran
pernapasan besar menyebabkan batuk dan sputum, sedangkan di saluran
pernapasan kecil dan alveoli bertanggung jawab terhadap perubahan
fisiologis. 2
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi
pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang
sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien
memerlukan perubahan pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini

4
biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi
udara atau obat golongan sedatif.4

Gambar 2.1 Konsep patogenesis PPOK


Sumber: PDPI. Klasifikasi. Dalam : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronis Diagnosis dan Penatalaksanaan. Edisi Juli 2011

Gambar 2.2 Patogenesis PPOK


(Dikutip dari: Spurzem JR, Rennard SI, Pathogenesis of COPD, 2005,26(2):142-53)

5
Tabel 2.1 Klasifikasi PPOK (Gold, 2009)

Klasifikasi Penyakit Gejala Klinis Spirometri


PPOK Ringan -Dengan atau tanpa -VEP1 ≥ 80% prediksi
batuk (nilai normal
spirometri)
-Dengan atau tanpa
produksi sputum -VEP1/KVP < 70%
-Sesak napas derajat
sesak 1 sampai derajat
sesak 2
PPOK Sedang -Dengan atau tanpa -VEP1/KVP < 70%
batuk
-50% ≤ VEP1 < 80%
-Dengan atau tanpa prediksi
produksi sputum
-Sesak napas derajat 3
PPOK Berat -Sesak napas derajat -VEP1/KVP < 70%
sesak 4 dan 5
-30% ≤ VEP1 < 50%
-Eksaserbasi lebih prediksi
sering terjadi
PPOK Sangat Berat -Sesak napas derajat -VEP1/KVP <70%
sesak 4 dan 5 dengan
-VEP1 < 30% prediksi,
gagal napas kronik
atau
-Eksaserbasi lebih
-VEP1 < 50% dengan
sering terjadi
gagal napas kronik
-Disertai komplikasi kor
pulmonale atau gagal
jantung kanan

6
2.5 DIAGNOSIS 4
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Lingkungan asap rokok dan polusi udaraTerdapat faktor predisposisi
pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Hipersonor, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksaekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

7
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
2. Darah rutin (lengkap)
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- HiperlusenRuang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
2. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
3. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
4. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
5. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih

8
antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan
penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
2.6 Diagnosa Banding 4
• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis)
Asma PPOK SOPT
Timbul pada usia muda ++ - +
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat merokok +/- +++ -
Riwayat atopi ++ + -
Sesak dan mengi berulang +++ + +
Batuk kronik berdahak + ++ +
Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-
Reversibiliti obstruksi ++ - -
Variabiliti harian ++ + -
Eosinofil sputum + - ?
Neutrofil sputum - + ?
Makrofag sputum + - ?

2.7 Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut 4


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi
atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
-Sesak bertambah
-Produksi sputum meningkat
-Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
a.Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b.Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c.Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah
infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,

9
peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi
pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline.
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk
eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang
dan berat).
1. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama
dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah
keadaan yang mengancam jiwa
2. Pemberian obat-obatan yang maksimal
a. Bronkodilator

Golongan β– 2 agonis
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
Mekanisme kerja : melalui stimulasi reseptor β2 di trachea dan
bronkus, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini
memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi
menjadi cyclic-adenosin mononosphat (cAMP) dengan pembebasan
energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya
kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi
dan penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast.
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4xperhari ).
Mekanisme kerja : Di dalam sel-sel otot polos terdapat
keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila
karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat,
maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat
bronchokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarinik dari

10
saraf-saraf kolinergis di otot polos bronkus, hingga aktivitas saraf
adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi.
b. Kortikosteroid
Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30-40
mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara
intravena. Budesonide inhalasi kortikosteroid dapat menjadi alternatif
(namun lebih mahal) dibandingkan kortikosteroid oral dalam terapi
eksaserbasi..
Preparat steroid inhalasi dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki
efek anti inflamasi topikal yang maksimal dan efek sistemik seminimal
mungkin. Termasuk dalam golongan obat inhalasi steroid antara lain
BeclometasonemDipropionate(BDP),Budesonide(BUD), Triamcinolone
Acetonite (TA), Flunisonide, Fluticasone Dipropionate (FDP).6
Kortikosteroid menembus membran sel dan akan berikatan dengan
reseptor glukokortikoid yang banyak terdpat pada sitoplasma sel target.
Selanjutnya kompleks tersebut akan masuk ke dalam nukleus dan
berikatan dengan elemen respon glukokortikoid yang spesifik (“specific
glucocorticoid response element”) untuk dapat mengatur transkripsi
gen. Jadi kortikosteroid mengendalikan inflamasi melalui proses
transkripsi gen , suatu proses yang rumit, memerlukan waktu 6 - 12
jam. Mekanisme utama steroid diduga melalui inhibisi pembentukan
sitokin tertentu. Seperti IL1, TNFα, GM-CSF, IL-3, IL- 4, IL-5, IL-6,
dan IL-8. Steroid juga mempercepat regenerasi sel epitel, dan jangka
panjang juga mengurangi jumlah sel mas.6
Obat steroid inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya
diabsorpsi, sehingga keseimbangan antara efek terapi dan efek samping
sistemik sepenuhnya tergantung pada bioavaibilitas obat yang tertelan.
Generic Beclomethasone Budesonide Flunisolide Fluticasone Fluticasone Triamcin
name Dipropionate Propionate Propionate Aceton
Brand name Beclovent Pulmicort Aerobid and Flovent Flovent Azmacort
(manufacturer) (Glaxo Turbuhaler Aerobid-M (Glaxo Rotadisk (Rhone-
welcome) (Astra (Forest) welcome) (Glaxo Paulenc

11
Vanceril and Zeneca) welcome) Rorer)
Vanceril DS
(Schering
Plough)
Dosage form MDI, DPI MDI MDI 44,10, DPI 50, MDI with
42µg/puff ex- 200µg/dose 250µg/puff or 220 100, or 250 builtin
actuator ex-actuator µg/puff µg/dose spacer, 10
(84µg/puff for exactuator µg/puff
the double- exspacer
strength
product)
Recommended 252-840µg , 400- 1,0002,000µg, 176- 200- 600-1,600
adult daily 2 puffs tid-10 1,600µg 1 2 puffs bid- 1,760µg 2,000µg 2 puffs tid
dose puffs bid (half dose bid-4 4 puffs bid 2 puffs bid 2 doses bid puffs bid
th enumber of doses bid (44)-4 puffs (50)-4
puffs for the (stable bid (220) doses bid
doublestrength patient can (250)
product) be
maintained
in 1 dose of
200
µg/doses
Tabel 2.2 Beberapa terapi inhalasi yang tersedia : 7

Budesonide (BUD) merupakan steroid inhalasi yang paling banyak


diteliti. Kadar puncak tercapai setelah 15 – 30 menit inhalasi,
terdeposisi 25%-30% di jaringan paru. Dimetabolisme secara cepat dan
sempurna di hepar, bentuk metabolitnya diekskresi melalui urin dan
feses dan hanya memiliki potensi seperseratus dari Budesonid.
Budesonid mempunyai kemampuan berikatan (afinitas) dengan reseptor
glukokortikoid 7 kali lebih besar dibanding deksametason.
Efek samping lokal pemberian steroid inhalasi yang pernah
dilaporkan adalah disfonia dan kandidiasis oral. Disfonia diduga terjadi
karena miopati pada otot laring, namun efek samping ini bersifat
reversibel. Kandidiasis oral dapat dicegah dengan cara berkumur atau
cuci mulut setelah pemakaian steroid inhalasi.
Kortikosteroid Inhalasi (ICS) dan Long Acting Beta2 Agonist
(LABA) adalah 2 obat yang banyak digunakan dalam pengobatan

12
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kedua obat ini dapat
digunakan secara tunggal (monoterapi) atau kombinasi.8
Dalam panduan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) 2013, disebutkan bahwa ICS dan LABA dapat
digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi. Tetapi penggunaan
secara kombinasi lebih efektif untuk memperbaiki fungsi paru, status
kesehatan dan mengurangi eksaserbasi pada PPOK sedang sampai
berat.8
c. Antibiotik
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen
- Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan
komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di
rumah sakit sebaiknya intravena.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitis hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi
yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin
3. Nutrisi adekuat
4. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan
mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom.
2.8 Komplikasi 5
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas

13
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan
menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi
infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih
rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
3. Kor Pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %,
dapat disertai gagal jantung kanan.

14
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. SA
Umur : 79 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Parit Culum II
Tanggal Masuk RS : 21 Juni 2020
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang diderita sejak ±
3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan semakin memberat
dan meningkat, sesak tidak dipengaruhi oleh makanan dan minuman,
biasanya sesak akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat. Sesak nafas
diikuti dengan keluhan batuk dan berdahak yang kadang sulit dikeluarkan,
dan dahak keluar kadang berwarna putih dan kadang sedikit hijau, dahak
berdarah (-). Batuk dirasakan pasien sudah lama ± 1 tahun lalu, batuk
dirasakan semakin sering, pasien mengalami demam yang naik turun sejak
± 3 hari yang lalu, riwayat mual (-), muntah (-), nyeri disekitar perut (-),
BAK dan BAB normal.
Pasien belum pernah mengalami sesak seperti ini sebelumnya, dan
belum pernah mendapatkan pengobatan. Pasien mempunyai riwayat
merokok (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat minum OAT (obat TB) : disangkal

15
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Jantung : disangkal
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang, Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit, ireguler, kuat angkat (+)
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 37° C
BB : 38 Kg
TB : 150 cm
IMT : 16,8 kg/m²
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : JVP + 2 cmH2O, limfonodi tidak membesar.
Thorax
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan dalam batas normal
Auskultasi : irama jantung reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : hipersonor/hipersonor
Auskultasi : suara nafas ekspirasi memanjang, ronki (-/-), wheezing (+/
+)

16
Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : massa (-) nyeri tekan (-) lapang perut, hepar/lien tidak
teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema pretibial -/-
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
WBC : 11.500
HGB : 11.0
RBC : 3.77 juta
PLT : 244.000
GDS : 224 mg/dl
Foto Rontgen Thorax AP

Kesan :
Gambaran Emphysema Pulmunom dan infeksi sekunder
Atherosclorosisa Aorta

17
3.5 DIAGNOSIS
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut + Hipertensi stage I
3.6 PENATALAKSANAAN
- O2 2 - 4L/mnt via nasal canule
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
- Inj. Metil Prednisolon 2 x 1 amp
- Inj. Omeprazol 2x 1 amp
- Nebulizer Combivent + Fulmicort per 8 jam
- Candesartan 1 x 8 mg
3.7 FOLLOW UP
Tanggal S O A P
22/6/2020 Sesak TD : 130/80 PPOK O2 2 - 4L/mnt via nasal
nafas (+), RR : 24xmenit eksaserbasi canule
Batuk HR : 89xmenit akut + IVFD RL 20 tpm
berdahak Suhu : 37,2C Hipertensi Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
(+) Thoraks : stage I Inj. Metil Prednisolon 2
I : simetris, barrel x 1 amp
chest (+) Inj. Omeprazol 2x 1
P: Vokal Fremitus amp
simetris kanan = kiri Nebulizer Combivent +
P: Fulmicort per 8 jam
hipersonor/hipersonor Candesartan 1 x 8 mg
A: Bronchovesikuler,
suara tambahan :
ronkhi (+) , wheezing
(+)
23/6/2020 Sesak TD : 130/80 PPOK O2 2 - 4L/mnt via nasal
nafas RR : 22xmenit eksaserbasi canule
berkurang, HR : 88xmenit akut + IVFD RL 20 tpm
Batuk Suhu : 36C Hipertensi Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr

18
berdahak Thoraks : stage I Inj. Metil Prednisolon 2
(+), I : simetris, barrel x 1 amp
chest (+) Inj. Omeprazol 2x 1
P: Vokal Fremitus amp
simetris kanan = kiri Nebulizer Combivent +
P: sonor/sonor Fulmicort per 8 jam
A: Bronchovesikuler, Candesartan 1 x 8 mg
suara tambahan :
ronkhi (+) , wheezing
(-)
24/6/2020 Sesak TD : 130/90 PPOK O2 2 - 4L/mnt via nasal
nafas RR : 20xmenit eksaserbasi canule
berkurang, HR : 82xmenit akut + IVFD RL 20 tpm
Batuk Suhu : 36’C Hipertensi Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
berkurang Thoraks : stage I Inj. Metil Prednisolon 2
tapi I : simetris, barrel x 1 amp
berdahak chest (+) Inj. Omeprazol 2x 1
(+) P: Vokal Fremitus amp
simetris kanan = kiri Nebulizer Combivent +
P: Sonor Fulmicort per 8 jam
A: vesikuler ,ronki (-) Candesartan 1 x 8 mg
wheezing (-)

25/6/2020 Sesak TD : 130/90 PPOK O2 2 - 4L/mnt via nasal


nafas RR : 20xmenit eksaserbasi canule
tidak ada, HR : 82xmenit akut + IVFD RL 20 tpm
Batuk Suhu : 36’C Hipertensi Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
berdahak Thoraks : stage I Inj. Metil Prednisolon 2
berkurang I : simetris, x 1 amp
P: Vokal Fremitus Inj. Omeprazol 2x 1
simetris kanan = kiri amp

19
P: Sonor Nebulizer Combivent +
A: Vesikuler, suara Fulmicort per 8 jam
tambahan : ronkhi (-), Candesartan 1 x 8 mg
wheezing (-) Boleh Pulang, Kontrol
Poli Paru

20
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung


Disease (GOLD). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Update 2014. Geneva:
WHO Press; 2014.
2. Harrison S. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dalam: Longo DL,
Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, penyunting.
Harrison‟s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-18. Amerika Serikat:
McGraw-Hill; 2012. hlm. 1547-54
3. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi Akut. Diakses tanggal 16 desember 2016 di
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok-isi2.html
4. PDPI. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. Penyakit Paru
Obstrukstif Kronik. 2003.
5. WHO. 2015. COPD diakses pada tanggal 16 desember 2016, available at
http://www.who.int/topics/chronic_obstructive_pulmonary_disease/en/
6. Global Strategy for Diagnosis, Management, and Prevention of COPD – 2016
available at http://goldcopd.org/global-strategy-diagnosis-management-
prevention-copd-2016/
7. Colice Gl. Comparing Inhaled Corticosteroids. Respiratory Care
2000;7:846- 53.
8. Nannini LJ, Poole P, Milan SJ, Kesterton A. Combined corticosteroid and
long-acting beta2-agonist in one inhaler versus inhaled corticosteroids alone
for chronic obstructive pulmonary disease

21

Anda mungkin juga menyukai