PENDAHULUAN
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.1 KAD dan Hiperosmolar
yang paling serius dan mengancam nyawa. Kedua keadaan tersebut dapat terjadi
pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih sering dijumpai
pada DM tipe 1.2 KAD mungkin merupakan manifestasi awal dari DM tipe 1 atau
KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang
dirawat per tahun di Amerika Serikat. Kekerapan KAD berkisar 4-8 kasus pada
seiap 1000 pengidap diabetes dan masih menjadi problem pada rumah sakit yang
2, dan hal itu sering menjadi penyebab kematian. Di Negara Barat banyak yang
terbanyaknya.1
Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada
10%. Sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka
kematian dapat mencapai 25 – 50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada
beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok berat, infark miokard
akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia
dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda
umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan
Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu
tepat untuk menghindari kematian pada pasien KAD usia muda, maka selanjutnya
penatalaksanaannya.
Ketoasidosis Diabetikum
Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang mengacu pada berbagai literature, termasuk buku teks dan
artikel ilmiah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap. KAD terjadi bila
2.2. Epidemiologi
KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur,
sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien
DM per tahun.1 Sumber lain menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6 – 8/1000
KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang
3
dirawat per tahun di Amerika Serikat.7 Walaupun data komunitas di Indonesia
belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat,
umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2.1
Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada
10%.1 Sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka
kematian dapat mencapai 25 – 50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada
beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok berat, infark miokard
akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia
Kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan
kematian pada pasien KAD usia muda, maka tulisan ini akan membicarakan
Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80%
4
dapat dikenali adanya faktor pencetus, sementara 20% lainnya tidak diketahui
faktor pencetusnya.1,7
Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi, dan diperkirakan sebagai
pencetus lebih dari 50% kasus KAD.7,8,9 Pada infeksi akan terjadi peningkatan
sekresi kortisol dan glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang
Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan faktor
komorbid penderita.6 Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus KAD
sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi respiratorik dari
asidosis metabolik.2 Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti skin lesion
(seperti dobutamin dan terbutalin), dapat mencetuskan KAD. Obat-obat lain yang
diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya beta bloker, obat antipsikotik, dan
fenitoin, Pada pasien usia muda dengan DM tipe 1, masalah psikologis yang
5
kontrol metabolik, ketakutan terjadinya hipoglikemia, dan stres akibat penyakit
ini dapat mencapai 20 – 30% dari semua kasus KAD, akan tetapi hal ini tidak
2.4. Patogenesis
produksi dan pengeluaran glukosa dan meningkatkan lipolisis dan produksi benda
keton. Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal
jaringan perifer.1
tersebut juga disertai dengan peningkatan pengiriman substrat (asam lemak bebas
dan asam amino) dari jaringan lemak dan otot menuju hepar.12
Ketosis dihasilkan dari peningkatan asam lemak bebas yang lepaskan dari
6
asam lemak bebas. Dalam kondisi normal, asam lemak bebas ini akan dirubah
menjadi trigliserid atau VLDL di liver. Namun demikian, pada kondisi KAD,
(CPT1).13
Enzim CPT1 ini penting dalam meregulasi transpor asam lemak menuju
asetoasetat ini selanjutnya akan memasuki sirkulasi dan dapat digunaakn oleh sel-
sel perifer (kecuali otak) untuk bahan metabolism dengan cara mengubahnya
kembali menjadi asetil-KoA.13 Namun disaat yang sama, terjadi efek paradoks
aseoasetat oleh sel-sel perifer. Akibatnya kadarnya dalam darah meningkat tajam
(Gambar 1).
7
Asam asetoasetat yang terlalu banyak dalam darah sebagian akan dikonversi
keton. Keton dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif sel-sel yang tidak
memiliki mitokondria maupun sel otak15, namun sekali lagi dalam keadaan
yang terlalu banyak melampui kapatias bikarbonat dalam darah. Pada tahap
ginjal bersama dengan natrium dan kalium serta meninggalkan hidrogen tetap
8
2.5. Manifestasi Klinik
Tujuh puluh sampai sembilan puluh persen pasien KAD telah diketahui
(Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir
sering dijumpai gejala muntah-muntah massif. Dapat pula dijumpai nyeri perut
lambung. Derajat kesadaran pasien bervariasi, mulai dari kompos mentis sampai
kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alcohol). Bau aseton dari
2.6. Diagnosis
detail, pemeriksaan fisik yang teliti, dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang
diabetes atau bukan dengan keluhan poliuria, polidipsi, rasa lelah dan keram otot,
mual muntah, dan nyeri perut. Pada keadaan yang berat dapat ditemukan
9
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi, nafas
penyerta.16
serta asidosis metabolik dengan beragam derajat. Pada awal evaluasi, kebutuhan
pemeriksaan dasar gula darah, elektrolit, analisa gas darah, ketondarah dan urin,
osmolalitas serum, darah perifer lengkap dengan hitung jenis, anion gap, EKG,
Kunci diagnosis pada KAD adalah adanya peningkatan total benda keton, di
sirkulasi. Metode lama untuk mendeteksi adanya benda keton di darah dan urin
tersebut tidak dapat mengukur keberadaan beta hidroksi butirat, benda keton
Gula darah lebih dari 250 mg/dl dianggap sebagai kriteria diagnosis utama
KAD, walupun ada istilah KAD euglikemik, dengan demikian setiap pengidap
diabetes yang gula darahnya lebih dari 250 mg/dl harus dipikirkan kemungkinan
ketosis atau KAD jika disertai dengan keadaan klinis yang sesuai. Derajat
keasaman darah yang kurang dari 7.35 dianggap sebagai ambang adanya asidosis,
normal. pada keadaan seperti itu jika angka HCO3 kurang dari 18 mEq/L
10
ditambah dengan keadaan klinis lain yang sesuai, maka sudah cukupuntuk
menegakkan KAD.16
Pada saat masuk rumah sakit seringkali terdapat leukositosis pada pasien
berbeda. Pada HHNK hiperglikemi biasanya lebih berat, dehidrasi berat, selalu
kadar gula darah yang sangat tinggi (> 600mg/dl-1200mg/dl) dan ditemukan
tanda-tanda dehidrasi tanpa disertai gejala asidosis. HHNK biasanya terjadi pada
orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit penyerta dengan asupan
11
ketidakpatuhan dalam pengobatan, DM tidak terdiagnosis, dan penyakit penyerta
lainnya.18
Beberapa keadaan ketoasidosis karena sebab lain juga harus dipikirkan saat
ketosis starvasi dapat disingkirkan dengan anamnesis yang baik dan hasil gula
darah yang rendah sampai meningkat ringan saja. Biasanya hasil HCO3 jarang
dibawah 18 mEq/L. Asidosis metabolik anion gap tinggi karena sebab lain harus
paraldehyde), asidosis laktat, dan juga asidosis metabolik pada gagal ginjal akut
atau kronik.16
2.8. Tatalaksana
A. Tindakan umum16,19
dipuasakan.
12
Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2 < 80
mgHg).
infus 2 jalur.
kecurigaan penyakit jantung atau pada pasien usia lanjut. EKG perlu
Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380
mOsm/L).
B. Rehidrasi Cairan
cairan. Pilihan antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada
sehingga jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 liter. Pedoman
untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin dan
13
C. Pemberian Insulin
Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai
0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga kurang dari 200 mg% kecepatan
sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di
samping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam
14
Tabel 2. Skema penatalaksanaan ketoasidosis diabetic dan sindroma hyperosmolar
hiperglikemik4
dapat dimulai pemberian insulin IV kontinyu 1-2 U/jam disertai dengan insulin
koreksional.4
Tabel 3. Regimen terapi dosis insulin koreksional pada pasien rawat inap.4
dilanjutkan dengan pemberian insulin fixed dose basal bolus, disesuaikan dengan
kebutuhan sebelumnya.4
intravena ke subkutan.4
15
D. Koreksi Elektrolit17
Kalium
pemberian kalium harus dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l.
Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam. Sebagai tahap awal diberikan
kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam kalium
Bikarbonat
Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan
pH. Bila pH meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian
Jika asidosis memang murni karena KAD, maka koreksi bikarbonat tidak
Hanya saja pada keadaan dengan ganguan fungsi ginjal yang signifikan
gagal ginjalnya. Efek buruk dari koreksi bikarbonat yang tidak pada tempatnya
16
Gambar 3.Protokol manajemen KAD.1,17
keadaan.
17
Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai
2.9. Komplikasi
dan tidak membutuhkan terapi khusus. Agar jangan terjadi komplikasi tersebut
maka diperlukan monitoring yang ketat dan penggunaan insulin dosis rendah.
Komplikasi lain yang juga harus menjadi perhatian adalah kelebihan cairan,
termasuk edema paru, sehingga pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan
kelebihan cairan.
serebri, walaupun jarang didapatkan pada usia dewasa. Keadaan ini tetap harus
menjadi perhatian jika kita mendapatkan pasien KAD yang kesadarannya tidak
membaik dengan terapi standar atau bahkan memburuk. Pada kasus seperti ini
tambahan.16
18
2.10. Pencegahan1
2.11. Prognosis
lainnya, jika komorbid tidak terlalu berat. Biasanya kematian pada pasien KAD
karena penyakit penyerta berat yang datang pada fase lanjut. Kematian meningkat
19
BAB III
KESIMPULAN
oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu
komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam
negara barat, kematian akibat KAD masih sering dijumpai, dimana kematian pada
pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat,
komplikasi akibat terapi sehingga terapi yang diberikan tidak justru memperburuk
kondisi pasien.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Management of Diabetic Ketoacidosis. Q J Med 2004;97(12):773-80.
12. Dan Longo, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 18.
USA : McGraw-Hill Company; 2011.
13. Mumme L. Diabetic Ketoacidosis: Pathophysiology and Treatment. The
Kabod 2015: 2(1):3.
14. Hall JE, Guyton AC. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisike 11. Jakarta:
EGC; 2011.
15. Harvey R.A. & Ferrier, D.R. Intermediary Metabolism.
Dalam:Lippincott’s Illustrated Reviews Biochemistry . USA: Lippincott
Wiliams&Wilkans: 2011. p. 83–137.
16. Tarigan TJ. Ketoasidosis metabolik. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 2375-80.
17. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic crises
in adult patients with diabetes. Diabetes Care. 2009;32:1335-43
18. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer; 2014. p. 538-40.
19. Priantono D, Sulistianingsih DP. Ketoasidosis Diabetikum. In: Tanto C,
Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, editors. Kapita Selekta jilid II. 4th ed.
Jakarta: Media Aesculapius. p. 796-8.
20. Foster DW. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
22