Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya

tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan

Diastolik ≥90 mmHg merupakan batas normal tekanan darah1. Penyakit ini

biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata dan pada stadium awal belum

menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan penderitanya dan tidak

mempunyai gejala khusus sehingga sering tidak disadari oleh penderitanya2.3

Prevalensi global hipertensi diperkirakan sebanyak 1,13 miliar pada tahun

2015. Prevalensi di masa depan diperkirakan akan meningkat 10-20% pada tahun

2025, mencapai 1.5 miliyar orang. Hal tersebut diakibatkan oleh angka harapan

hidup yang meningkat, life style yang tidak sehat, dan peningkatan berat badan .1

World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 memperkirakan angka

prevalensi di Indonesia sebesar 38-42% dengan kejadian pada laki-laki lebih

tinggi daripada perempuan, yakni sebesar 4-8%.4,5

Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup

seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik, dan stres psikososial. Hipertensi sudah

menjadi masalah kesehatan masyarakat (public health problem) dan merupakan

salah satu faktor resiko terbesar penyebab morbiditas dan mortalitas pada penyakit

kardiovaskular. Penyakit hipertensi memiliki peran penting terhadap banyak

penyakit lainnya seperti Myocardial Infraction (MI), stroke, gagal jantung, gagal

ginjal, dan retinopati. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan lebih parah lagi

bila tidak ditangani sejak dini dan dengan tepat6.

1
1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis,

manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis

hipertensi.

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui tentang definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis hipertensi.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan referat ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Berdasarkan Join National Committee (JNC) 7, seseorang dikatakan

menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan

darah diastolik ≥90 mmHg.1,2

2.2. Klasifikasi

Terdapat dua kelompok besar hipertensi, yaitu hipertensi esensial dan

hipertensi sekunder. Hipertensi esensial merupakan peningkatan tekanan darah

yang tidak ditemukan penyebab yang jelas sementara hipertensi sekunder adalah

hipertensi yang diketahui penyebabnya. Secara epidemiologi, sebesar 90 % kasus

hipertensi merupakan hipertensi esensial.2

Selain hipertensi esensial dan hipertensi sekunder, hipertensi dapat

dikategorikan berdasarkan rentang tekanan darah menjadi stage 1 dan stage 2

hipertensi.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah

Kategori Tekanan Sistolik Tekanan diastolk

(mmHg) (mmHg)

Normal <120 dan <80

Pre-hipertensi 120-139 atau 80-89

Stage 1 hipertensi 140-159 atau 90-99

Stage 2 hipertensi ≥160 atau ≥100

3
2.3 Epidemiologi

Prevalensi global hipertensi diperkirakan sebanyak 1,13 miliar pada tahun

2015, dengan prevalensi di eropa tengah dan timur sebesar 150 juta. Prevalensi ini

hampir konsisten di seluruh dunia yaitu sebesar 30-45%. Prevalensi di masa depan

diperkirakan akan meningkat 10-20% pada tahun 2025, mencapai 1.5 miliyar

orang. Hal tersebut diakibatkan oleh angka harapan hidup yang meningkat, life

style yang tidak sehat, dan peningkatan berat badan .1

Di Amerika Serikat, angka kejadian hipertensi adalah sebesar 32%, antara

jenis kelamin tidak jauh berbeda laki-laki 31%, perempuan 32%.Di Indonesia

sendiri belum ditemukan prevalensi hipertensi yang terbaru. World Health

Organization (WHO) pada tahun 2013 memperkirakan angka prevalensi di

Indonesia sebesar 38-42% dengan kejadian pada laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan, yakni sebesar 4-8%.4,5

Tabel 2. Prevalensi Hipertensi di Amerika Serikat

Umur Laki-laki Perempuan

20-44 11% 10%

45-54 33% 27%

55-64 53% 52%

65-74 64% 63%

75+ 71% 78%

Ras

Non-Hispanik Putih 31% 30%

4
Non-Hispanik Hitam 42% 46%

Non-Hispanik Asia 29% 27%

Hispanik 27% 32%

2.3. Etiologi dan Faktor risiko

Penyebab hipertensi saat ini masih belum diketahui dengan pasti, namun

terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya hipertensi. Beberapa faktor

yang terbukti berperan dalam munculnya kejadian hipertensi antara lain6 :

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3. Riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular dalam keluarga

Hipertensi merupakan penyakit poligenik (dipengaruhi oleh banyak

gen) yang umumnya diturunkan dan gejalanya muncul lebih cepat

seiring pertambahan usia

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan)

2. Konsumsi alkohol berlebihan

3. Aktivitas fisik kurang

4. Kebiasaan merokok

5. Obesitas

Menurut studi Nurses’ Health Study, Obesitas bertanggung jawab

terhadap 40% kasus hipertensi yang dialami oleh pasien. Namun,

5
penurunan berat badan ke ukuran normal akan menurunkan faktor

risikonya hingga sama dengan pasien tidak obesitas.

6. Dislipidemia

7. Diabetes Melitus

8. Psikososial dan stress

2.4. Patofisiologi

Tekanan darah berbanding lurus dengan cardiac output (CO) dan total

peripheral resistance (TPR)

BP = CO x TPR

Persamaan di atas menunjukkan bahwa tekanan darah akan meningkat bila

terjadi peningkatan cardiac output dan/ atau resistensi perifer total. Sebagain

pedoman, CO adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri dalam

satu menit dan resistensi perifer total adalah tahanan pembuluh darah perifer.2

CO = SV x HR

CO merupakan hasil kali dari stroke volume (SV) dan heart rate (HR), di

mana SV merupakan jumlah darah yang dipompakan oleh vetrikel kiri saat

periode sistolik jantung dan HR adalah frekuensi denyut jantung dalam satu

menit. Faktor faktor yang mempengaruhi SV antara lain (1) kontraktilitas

jantung; (2) aliran darah balik ke jantung (preload); dan (3) resistensi yang harus

dilawan oleh ventrikel kiri saat memompakan darah ke aorta (afterload).2

Setidaknya terdapat empat sistem yang bertanggungjawab dalam regulasi

tekanan darah, yaitu jantung yang berperan terutama dalam pemompaan darah;

tonus pembuluh darah yang menyatakan resitensi sistemik; ginjal yang terutama

6
mengatur volume intravaskular, dan hormon serta persarafan otonom yang

berfungsi memodulasi fungsi ketiga sistem diatas.Gangguan pada regulator-

regulator tekanan darah di atas diduga merupakan penyebab kejadian hipertensi

pada seseorang.2

Terdapat sebuah reseptor pada pembuluh darah besar yang fungsinya

mengatur tekanan darah yang dikenal dengan istilah baroreseptor. Mekanismenya

sendiri berdasarkan tekanan pada pembuluh darah besar yang terletak pada arkus

aorta dan arteri karotid. Bila tekanan darah meningkat, baroreseptor akan

menyalurkan impuls ke medula kemudian akhirnya akan menginhibisi sistem

saraf simpatik dan mengeksitasi saraf parasimpatik. Hasilnya antara lain (1)

penurunan resistensi vaskular (vasodilatasi) dan (2) penurunan CO melalui

penurunan HR. Hal sebaliknya terjadi pada tekanan darah yang rendah,

baroreseptor akan mengirimkan sinyal ke medula untuk menaikkan tekanan darah

melalui persarafan ototom.2

2.6 Maifestasi Klinis

Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang

mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-

tahun berupa:

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,

akibat tekanan darah intrakranium.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

7
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus.

5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.3

2.7 Diagnosis

Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:

1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler,

beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.

3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau

penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut

menentukan panduan pengobatan.8

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan

penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya

tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang

akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor

pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.8

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama

menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit

jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat

penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,

perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat

dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam

8
pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan

jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolateral nya.9

Cara pemeriksaan tekanan darah10

a) Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat

tensi meter yang dipasang/dihubungkan pada lengan pasien dalam

keadaan duduk bersandar, berdiri atau tiduran. Penurunan lengan dari

posisi hampir mendatar (setinggi jantung) ke posisi hampir vertikal

dapat menghasilkan kenaikan pembacaan dari kedua tekanan darah

sistolik dan diastolik.

b) Untuk mencegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan

darah dapat dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat

selama 5 menit. Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran dengan

selang waktu 5 sampai 20 menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran

manset dapat mempengaruhi hasil.

c) Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya

harus dapat melingkari 2/3 1engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di

atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak dengan

stetoskop.

d) Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka

perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung.

Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama

(Korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat pada bunyi yang

kelima (Korotkoff V).

9
Grafik 1. Diagnosis Hipertensi11

2.8 Tatalaksana hipertensi

2.8.1 Tujuan terapi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :

1. Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan


12
hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan

kerusakan organ target (misal: kejadian kardiovaskular atau

serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi resiko

merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat

10
dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan

pengurangan resiko.

12
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.

 Kebanyakan pasien < 140/90 mmHg

 Pasien dengan diabetes < 130/80 mmHg

 Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mmHg

2.8.2 Terapi non farmakologi

Dalam guideline JNC 8 modifikasi gaya hidup tidak dibahas secara detail

mungkin tetap mengacu pada modifikasi gaya hidup dalam JNC 7 dan beberapa

panduan lain13;

1. Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20

mmHg/ penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pinggang <94 cm untuk pria

dan <80 cm untuk wanita, indeks masa tubuh <25kg/m2. Rekomendasi

penuruan berat badan meliputi nasihat mengurangi asupan kalori dan juga

meningkatkan aktivitas fisik

2. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)

dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan

buah, sayur- sayuran dan produk susu rendah lemak dengan kandungan

lemak jenuh dan total lebih sedikit, kaya potassium dan calcium.

3. Retiriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

Konsumsi sodium chloride  6 g/ hari (100 mmol sodium/ hari).

Rekomendasikan makanan rendah garam sebagai bagian pola makan sehat.

11
4. Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg. lakukan

aktivitas fisik intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap hari pada 1

minggu yang dapat diakumulasikan.

5. Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-4

mmHg. Maksimum 2 minuman standar/hari : 1 oz atau 30 mL ethanol dan 1

minuman standar/ hari untuk wanita.

6. Berhenti merokok untuk mngurangi risiko kardiovaskuler

Secara keseluruhan Pendekatan non farmakologis dibedakan menjadi

beberapa hal:

I. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.

Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi

karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat

meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak

dapat menurunkan risiko aterosklerosis.

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi

asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan

sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah

rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.14

II. Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik

teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.

Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.

Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian

12
dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun.

Melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45

menit/hari) diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi

hingga mencapai 19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio

respirasi rendah pada usia paruh baya diduga meningkatkan risiko hipertensi

sebesar 50%.

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer

sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan

perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan

darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan

sebagai pengobatan hipertensi.14

III. Perubahan pola makan

a. Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya

penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal

pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus

memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis

makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan asupan

garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada

waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah

diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut

diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam

secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara

drastis.14

13
b. Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang

berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak

jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan

peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari

minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari

tanaman dapat menurunkan tekanan darah.14

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat

mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan

penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke.

Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam

penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-

buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak

mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung

magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak

kalsium.14

IV. Menghilangkan stress

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan

sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan

stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan

rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.15

14
2.8.3 Terapi farmakologi

Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani

hipertensi, beberapa rekomendasi tersebut antara lain:

 Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai diberikan

jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah diastolik

≥90 mmHg pada kelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi adalah

tekanan darah sistolik <150 mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg.

 Rekomendasi 2: Pada kelompok usia < 60 tahun, terapi farmakologik mulai

diberikan jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi

adalah tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59

tahun).

 Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik mulai

diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi

adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg.

 Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis

terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan

darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.

 Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus

terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan

darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.

 Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita

diabetes melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide,

15
penghambat kanal kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI)

atau angiotensin receptor blocker (ARB).

 Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes

melitus terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau penghambat

kanal kalsium.

 Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis

terapi antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk

memperbaiki outcomepada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien

gagal ginjal kronis dengan hipertensi tanpa memandang ras ataupun

penderita diabetes melitus atau bukan.)

 Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk

mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila

target tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis

obat harus ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat lainnya dari

golongan yang sama (golongan diuretic-thiazide, CCB, ACEI, atau ARB).

Jika target tekanan darah masih belum dapat tercapai setelah menggunakan

2 macam obat maka dapat ditambahkan obat ketiga (tidak boleh

menggunakan kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila target

tekanan darah belum tercapai setelah menggunakan obat yang berasal dari

rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat

untuk mencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi dari

golongan yang lain dapat digunakan.13

16
Gambar 4. Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa13

17
Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta

dosisnya yang dapat digunakan.

Tabel 4. Obat anti hipertensi beserta dosisnya13

Tabel 5. Strategi penggunaan obat anti hipertensi13

18
2.9 Komplikasi

1. Jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan

kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan

hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran

jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung.16

2. Otak

Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan

hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya

karena hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring

dengan peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun.

Pengobatan pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik

ataupun stroke hemorgik.16

3. Ginjal

Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering

terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati,

tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika

ada proteinuria.16

2.10 Prognosis17

Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum yang akan

berlangsung seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ

(TOD). Berawal dari tekanan darah 115/75 mmHg, setiap kenaikan

sistolik/diastolik 20/10 mmHg risiko morbiditas dan mortilitas penyakit

kardiovaskular akan meningkat dua kali lipat. Hipertensi yang tidak diobati

19
meningkatkan : 35% smua kematian kardiovasukular, 50% kematian stroke ,

25%kematian PJK, 50% penyakit jantung kongestif, 25% semua kematian

prematur (mati muda), serta menjadi penyebab tersering untuk terjadinya penyakit

ginjall kronis dan penyebab gagal ginjal terminal.

Pada banyak uji klinis, pemberian obat anti hipertensi akan diikuti

penurunan insiden strok 35% sampai 40% infarkmiokard 20% sampai 25%, dan

lebih dari 50% gagal jantung. Diperkirakan penderita dengan hipertensi stadium

1(TDS, 140-159 mmHg dan/atau TDD, 90-99 mmHg) dengan faktor risiko

kardiovaskular tambahan,bila berhasil mencapai penurunan TDS sebesar 12

mmHg yang dapat bertahan selama 10 tahun, maka akan mencegah satu kematian

dari setiap 11 penderita yang telah diobati.

20
BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya

tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg. Terdapat dua

kelompok besar hipertensi, yaitu hipertensi esensial dan hipertensi sekunder.

Sebesar 90 % kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial. Hipertensi

jugadikategorikan berdasarkan rentang tekanan darah menjadi stage 1 dan stage 2

hipertensi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya hipertensi dibagi atas faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, riwayat keluarga) dan

yang dapat dimodifikasi (gaya hidup, obesitas, stress).

Terdapat empat sistem yang bertanggungjawab dalam regulasi tekanan

darah, yaitu jantung,tonus pembuluh darah, ginjal, dan hormon serta persarafan

otonom. Gangguan pada regulator-regulator tekanan darah di atas diduga

merupakan penyebab kejadian hipertensi pada seseorang.

Hipertensi tidak mempunyai gejala khusus sehingga sering tidak disadari

oleh penderitanya, namun dapat menyebabkan kerusakan lebih parah bila tidak

ditangani sejak dini dan dengan tepat. Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah

untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas, dengan menggunakan pendekatan

non farmakologis seperti penurunan berat badan, pengaturan pola makan,

pengurangan garam, aktivitas fisik, tidak mengonsumsi alkohol dan rokok, juga

dengan farmakologis.

21
Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum yang akan

berlangsung seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ

(TOD) seperti jantung, otak, dan ginjal.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. The European Society of Cardiology and The European Society of

Hypertension. Guidelines for the management of arterial hypertension.

European Heart Journal. 2018; 39: 3021-104.

2. Drago J, Williams G, Lilly L. Hypertension. Dalam: Lilly L, editor

(penyunting). Pathophysiology of Heart Disease. Edisi ke-6. Philadelphia:

Wolters Kluwer; 2016, hlm. 310-333.

3. Hajjar I, Kotchen TA. 2003. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment,

And Control Of Hypertension In The United States, 1998 – 2000. JAMA

290:199-206. Dalam : Muchid A et al. 2006. Pharmaceutical untuk penyakit

hipertensi. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina

Kefarmasian dan Alat kesehatan Departemen kesehatan.

4. The American College of Cardiology and American Heart Association.

Guidelines for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of

High Blood Pressure in Adults. Journal of the American College of

Cardiology. 2018; 71(19): e127-248.

5. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the

Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel

Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA:

2013.

6. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi pertama. IDI. 2017.

23
7. Muchid A et al. 2006. Pharmaceutical untuk penyakit hipertensi. Direktorat

Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

kesehatan Departemen kesehatan. Jakarta.

8. Price, S. A., & Lorraine M. W. 1994. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit edisi 4. Jakarta: EGC.

9. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan RI.

Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. 2006.

10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman

Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. 2015

11. World Health Organization (WHO). International Society of Hypertension

Statement on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992

12. World Health Organization (WHO). International Society of Hypertension

Statement on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992

13. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the

Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel

Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA:

2013.

14. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load – past

antihypertensive drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study. Med

J Indon. 2001;10(1):29-33.

15. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di

Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia: 2009; 59 (12): 580-7.

16. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine

17th edition. New York: McGrawHill: 2008.

24
17. Yogiantoro M.Pendekatan Klinis Hipertensi . Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam:2014;2281

25

Anda mungkin juga menyukai