Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KASUS DHF
(RUANG MURAI I)

EKA FAHLEPIE N I M : 0811121423

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU 2008

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER


A. Kasus: DHF B. Defenisi Demam berdarah dengue adalah suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut, ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes Aeghepty (Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Indonesia). Demam berdarah dengue adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, selain hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein (Nelson). Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Dr. Nursalam dkk,2005). C. Etiologi Virus dengue termasuk dalam kelompok arbovirus B. Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang. Sabin adalah orang yang pertama kali berhasil mengisolasi virus dengue, yaitu dari darah penderita sewaktu terjadi epidemik demam dengue di Hawaii dengan diberi nama tipe 1, sedangkan virus dari penderita demam dengue yang berasal dari New Guinea diberi nama tipe 2. Virus dengue tipe 1 dan tipe 2 berhasil diisolasi dengan menyuntik darah penderita secara intrakutis pada anak tikus putih muda. Dari serum penderita yang diserang

Phillipine hemorrhagic fever yang terjadi di Manila pada tahun 1953 dapat diisolasi tipe virus dengue baru yang diberi nama virus dengue tipe 3 dan 4. Aedes Albopictus sel C6/36, a clone of singhs Ae. albopictus cells untuk mengisolasi virus. Biakan jaringan itu diberi kode sel C6/36 dan disebut a clone of singhs Ae. albopictus cells karena Singh adalah sarjana pertama yang membuat biakan jaringan Ae. albopictus, sedangkan kloning biakan jaringan dikembangkan oleh Igarashi. Isolasi virus dengue dengan menggunakan biakan jaringan nyamuk Ae. aegypti atau Ae. albopictus disebut mosquito inoculation technique yang merupakan suatu teknik baru, sangat sensitive, sederhana dan murah. Sensitivitas isolasi bergantung pada serotype virus, macam strain, macam biakan jaringan, asal biakan jaringan, jumlah pasase jaringan dan lain-lain. D. Patofisiologi Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.Individu yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.

Antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Kasus DHF ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DHF dari demam dengue ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik (Tuchid, 1973). Halstead (1965) mengemukakan gejala yang harus dipertimbangkan dalam diferensiasi DHF dari demam dengue di Thailand, ialah: 1. DHF pada umumnya disertai pembesaran hati. 2. Leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demam dengue yang pada umumnya disertai leukopenia berat. 3. Manifestasi perdarahan seperti petekie, ekimosis, uji tourniket positf dan trombositopenia lebih menonjol pada DHF. 4. Limfadenopatia, ruam makulopapular dan mialgia bersifat lebih ringan pada DHF. Dengan mempelajari kepustakaan, nyata bahwa sebenarnya tidak pernah dicapai kata sepakat mengenai definisi penyakit ini. Beberapa pengarang menggolongkan

semua infeksi dengue yang disertai manifestasi perdarahan sebagai DHF walaupun hanya uji tourniket yang positif. Sebaliknya Halstead dkk. (1970) berpendapat istilah itu harus dibatasi hanya pada penderita yang disertai kelainan khas, yaitu hipoproteinemia dan trombositopenia. Disarankannya 2 batas tegas dalam pembagian klinis, yaitu dengue normal dan dengue yang berubah sifatnya (altered dengue). Dengan demikian, berdasarkan pembagian ini walaupun seorang menderita infeksi dengue disertai perdarahan hebat, bila penderita tidak ditemukan hipoproteinemia dan trombositopenia, maka kasusnya tidak digolongkan sebagai DHF. Patokan WHO (1975) untuk membuat diagnosis DHF ditetapkan sebagai berikut: 1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari. 2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tourniket positif dan salah satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), hematemesis atau melena. 3. Perbesaran hati. 4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistole menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut. WHO membagi derajat penyakit DHF dalam 4 derajat, yaitu:

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniket positif.

Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.

Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa inkubasi demam dengue perjalanannya khas yang sangat sakit. Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia dan batuk disertai sesudah 2-5 hari oleh deteriosasi klinis cepat dan kolaps. Pada fase kedua penderita biasanya menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi dan tungkai; ekimosis spontan mungkin tampak, dan mudah memar serta berdarah pada tempat pungsi vena adalah lazim Ruam makular atau makulopapular mungkin muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut dan perifer. Pernafasan cepat dan sering berat. Nadi lemah, cepat dan kecil dan suara jantung halus. Hal ini mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi kosta dan biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita menderita ekimosis atau perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi

Sesudah 24-36 jam masa kritis, konvalesen cukup cepat pada orang yang sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardi dan ekstrasistol ventrikel lazim selama konvaselen. Jarang, ada cedera otak sisa yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-kadang karena perdarahan intrakranial. Strain virus dengue 3 yang besirkulasi di daerah utama Asia Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang ditandai oleh enselopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan kadang-kadang ikterus. Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sakit berat, infeksi dengue sekunder relatif ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari infeksi yang tidak jelas sampai penyakit saluran pernapasan atas yang tidak terdiferensiasi atau penyakit seperti dengue sampai penyakit serupa dengna penyakit yang diuraikan sebelumnya tetapi tanpa syok yang jelas. Web Of Caution

E. Pemeriksaan Fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik adalah sebagai berikut: 1) Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah. 2) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.

3) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun. 4) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. 5) Sistem Integumen: 1. Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan lembab, kuku sianosis atau tidak 2. Kepala dan leher. Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami Hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telinga (grade II, III, IV). 3. Dada Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru-paru sebelah kanan (efusi pleura), Rales (+), ronchi (+) yang biasanya terdapat pada grade III dan IV. 4. Abdomen Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali), dan asites.

5. Ekstremitas Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang. F. Pemeriksaan Laboratorium Kelainan hematologis yang paling sering selama syok klinis adalah kenaikan hematokrit 20% atau lebih besar melebihi nilai hematokrit penyembuhan, trombositopenia, leukositosis ringan (jarang melebihi 10.000/mm3), waktu perdarahan memanjang, dan kadar protrombin menurun sedang (jarang kurang dari 40% control). Kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk pecahan fibrin naik. Kelainan lain adalah kenaikan sedang kadar transminase serum, konsumsi komplemen, asidosis metabolic ringan dengan hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea nitrogen serum, dan hipoalbuminemia. Rontgenogram dada menunjukkan efusi pleura pada hampir semua penderita. Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai: 1. 2. 3. Hb dan PCV meningkat ( 20%) Trombositopenia ( 100.000/ml) Leukopenia (N/leukositosis).

G. Diagnosa Keperawatan 1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b.d proses inflamasi (viremia) 2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d proses patologis penyakit 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

4. Resiko cedera: perdarahan lebih lanjut b.d trombositopenia 5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 6. Defisit volume cairan b.d peningkatan permeabilitas dinding plasma, perdarahan berlebihan, gangguan pembekuan darah 7. Tidak efektifnya oksigenasi b.d gangguan sirkulasi 8. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi H. Intervensi Keperawatan I. Peningkatan Suhu Tubuh No. 1 Mandiri: Kaji saat terjadinya demam serta karakteristik maupun pola demam. 2 3 Observasi tanda-tanda vital secara teratur dan laporkan segera bila disertai kejang. Kompres hangat kuku bila suhu lebih dari 38 C dan bila lebih dari 39 C lakukan tepid water sponge. Berikan cairan oral bila pasien masih bisa minum. Jelaskan pada keluarga penyebab demam dan cara melakukan kompres. Kolaborasi: Kolaborasi pemberian terapi sesuai program medik : antipiretik atau parasetamol. Pemberian dosis yang tepat merupakan terapi suportif penurunan suhu tubuh. DBD di dahului oleh demam tinggi, terus-menerus berlangsung 2-7 hari. Tanda vital sebagai acuan keadaan umum pasien. Membantu menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi atau penguapan panas tubuh. Mengimbangi pengeluaran cairan akibat peningkatan suhu tubuh. Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses perawatan di rumah. Intervensi Keperawatan Rasional

2. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri No. 1 Intervensi Keperawatan Mandiri: Kaji tingkat dan karakteristik nyeri. 2 Berikan posisi yang nyaman, lingkungan yang tenang dan alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri. Ajarkan teknik napas dalam, relaksasi dilakukan saat nyeri muncul. Berikan kesempatan pasien berinteraksi dengan keluarga atau teman. Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgesic sesuai indikasi dan program medik. 3. Defisit Volume Cairan No. 1 Intervensi Keperawatan Mandiri: Palpasi nadi perifer, perhatikan pengisian kapiler, warna, atau suhu kulit dan observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit. 2 Pantau haluaran urin, ukur atau perkirakan kehilangan cairan dari semua sumber, missal muntah dan diaphoresis. Catat balance cairan tiap 8 jam, Intake dan output. Penuhi kebutuhan cairan (sesuai program terapi) kristaloid atau koloid. Kekuraangan cairan menyebabkan gangguan perfusi dan kolaps sirkulasi Sebagai dasar pemenuhan kebutuhan pengganti cairan yang hilang. Menentukan deficit atau overload cairan. Cairan kristaloid memberikan perbaikan sirkulasi segera, koloid mengembalikan cairan-cairan ke dalam vaskuler. Perbaikan kekurangan cairan terlalu Rasional Mengurangi nyeri. Sebagai dasar untuk menetapkan metode intervensi yang sesuai. Posisi yang tepat dan lingkungan yang tenang, dapat mengurangi stressor nyeri. Meningkatkan konsumsi O2 dapat mengurangi nyeri. Keluarga dapat memberikan support yang dapat membuat pasien tenang. Rasional

3 4

3 4

Pantau peningkatan TD tiba-tiba atau

nyata, gelisah, batuk, despneu, sputum banyak. 6 Waspada terhadap keamanan pasien, pasang restrain tempat tidur, observasi sering. Kolaborasi: Siapkan pemberian obat-obatan inotropik atau vasoaktif sesuai program terapi. 8 9 Bila diperlukan berikan trombosit atau PRC atau FFP sesuai program terapi. Awasi reaksi tranfusi.

cepat dapat menurunkan system kardiopulmonal. Kekurangan cairan menyebabkan penurunan perfusi serebral terjadi penurunan kesadaran, resiko terjatuh.

Meningkatkan sirkulasi. Mengganti kehilangan komponen darah. Meminimalkan efek rekasi tranfusi.

4. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi No. 1 Intervensi Keperawatan Mandiri: Kaji keluhan mual, nyeri menelan dan muntah. 2 3 4 5 Berikan makanan yang mudah ditelan (lunak) dan hidangkan selagi hangat. Berikan makanan dalam porsi kecil dan sering. Sebagai dasar untuk menetapkan metode pemberian nutrisi. Meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan. Menghindari mual dan muntah akibat porsi makan yang besar. Rasional

Catat intake nutrisi dan cairan per 24 jam. Mengetahui asupan nutrisi dan cairan pasien. Kolaborasi: Kolaborasi pemberian antiemetik dan nutrisi serta cairan perparenteral (sesuai program medik). Meningkatkan asupan nutrisi jika intake peroral tidak mencukupi.

J. Referensi Behrman. E. Richard, Kliegman. M. Robert, Arvin. M. Ann. (1999). Ilmu kesehatan anak nelson volume 2. Jakarta: EGC Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000). Rencana asuhan keperawatan, Jakarta : EGC. Hidayat. A. Azis Alimul. (2006). Pengantar ilmu keperawatan anak edisi 1. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. Sulsilaningrum.R, Utami, S. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan anak: untuk perawat dan bidan. Jakarta: Salemba Medika Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. (1986). Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Jakarta: Infomedika Jakarta

Anda mungkin juga menyukai