Haemorraghic Fever)
Disusun Oleh:
NIM : P07134117025
2021
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
A. Definisi
Demam berdarah atau demam berdarah dengue adalah penyakit febril
akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip
dengan malaria. Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam berdarah
dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam, 2005). Penyakit ini
dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama
pada anak. Anak-anak dengan DHF umumnya menunjukkan peningkatan suhu
tubuh yang tiba-tiba, disertai dengan kemerahan wajah dan gejala
konstitusional non-spesifik yang menyerupai DF. Seperti anoreksia, muntah,
sakit kepala, dan nyeri otot atau tulang dan sendi (WHO, 1999).
Demam berdarah dengue atau DHF adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat
gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan,
hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan
(sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan kematian (Soe soegijanto, 2002).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue
haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam.
B. Etiologi
Etiologi atau penyebab utama DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus )
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes
Aegepty ). Yang vektor utamanya adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
a. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari-
hari.
b. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
c. Penyedaiaan air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena antar
rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang
Aedes Aegypti 40-100 m. Aedes Aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit
berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian
dalam waktu singkat, (Noer, 1999).
C. Klasifikasi DHF
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa
nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat
menyebar secara epidemik. (Sir,Patrick manson,2001).Dengue haemorhagic
fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang
ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
Derajat penyakit DBD berdasar kriteria WHO 1997, dibagi dalam 4 derajat :
1. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif.
2. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
3. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
4. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak teraba dan tekanan
darah tidak terukur.
D. Patogenesis
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali).Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan
terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi
system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine zat anafilaktosin dan
serotonin serta aktivitas system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskuler, dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan. Peningkatan permeabilitas kapiler terjadi.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran
(perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena.Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi
trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen)
merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan
saluran gastrointestinal pada DHF. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga
serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya
edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang
cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika
renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan
umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit
dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah.
Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah
terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan
hebat.Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 , yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF,
ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit,
paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada DHF sendiri bervariasi berdasarkan derajat DHF,
dengan masa inkubasi 13-15 hari, tetapi rata-rata 5-8 hari. Penderita biasanya
mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil.
Dengan adanya gejala-gejala klinis yang dapat menimbulkan terjadinya DHF
seperti adanya gejala pendarahan pada kulit (ptekie, ekimosis, hematom) dan
pendarahan lain (epitaksis, hematemesis, hematuri, dan melena) tingkat
keparahan yang ditemui dari hasil pemeriksaan darah lengkap. Selain demam
dan pendarahan yang merupakan ciri khas DHF.
Gambaran klinis lain yang tidak khas namun biasa dijumpai pada
penderita DHF adalah :
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
b. Keluhan pada pencernaan : mual, muntah, tidak nafsu makan
(anoreksia)diare, konstipasi.
c. Keluhan pada sistem tubuh lain :
1. Nyeri atau sakit kepala.
2. Nyeri pada otot, tulang, dan sendi (break bone fever)
3. Nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati
4. Pegal-pegal pada seluruh tubuh
5. Kemerahan pada kulit, kemerahan (flushing) pada muka
6. Pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan foto fobia. Otot-otot sekitar
mata sakit apabila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.
7. Trombosit < 500.000 / mm3
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Hemoglobin
b. Pemeriksaan Hematokrit
c. Pemeriksaan Trombosit
d. Pemeriksaan Leukosit
Limfosit Plasma Biru dijumpai >10 % setelah hari ketiga panas, buffy
coat di pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit
plasma biru > 4% dengan berbagai bentuk: monositoid, plasmositoid
dan blastoid limfosit. Terdapat limfosit Monositoid (Sel Downey I)
mempunyai hubungan dengan DHF derajat-II dan IgG positif dan limfosit
non monositoid (plasmositoid dan blastoid atau sel Downey II dan sel
Downey III) dengan derajat I dan IgM positif (Imam Budiwiyono, 2012).
2. Uji Serologi
a. Tes IgG IgM Dengue
Dalam kasus yang meragukan sangat ideal bila tersedia tes yang dapat
memberikan hasil yang akurat dan cepat. Dewasa ini telah dipasarkan
pemeriksaan yang dikatakan sederhana, cepat dan sensitif yaitu tes Dengue
baik untuk IgM ataupun untuk IgG. Hasil positif IgG menandakan adanya
infeksi sekunder dengue dan IgM positif menandakan infeksi primer. Namun
demikian dalam penilaiannya harus hati-hati karena adanya negatif palsu
dan positif palsu untuk IgM maupun IgG terlebih di daerah endemis DBD,
karena kadar IgM terutama IgG masih tetap tinggi berbulan-bulan setelah
infeksi Dengue. Kelemahan lain pada test ini adalah sensitifitas pada infeksi
sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih rendah, serta
harganya yang relatif mahal (Suroso & Torry C, 2004).
b. NS1 (Non Struktural Antigen 1)
Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensitifitas antigen NS1 berkisar 63-93,4% dengan spesifisitas
100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standar kultur virus