Anda di halaman 1dari 15

DI SUSUN OLEH :

1. Ary A. Affandy
2. Lidya Kundop
3. Berlinda S. Kosho

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PAPUA SORONG
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue
yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegygti betina.Penyakit ini
biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006: 123).Sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk
dunia) mempunyai resiko untuk terkena infeksi virus Dengue.Lebih dari 100 negara tropis dan
subtropics pernah mengalami letusan DBD.Kurang lebih 500.000 kasus setiap tahun dirawat di
rumah sakit dan riuan orang meninggal.
Kasus DB pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1986 (di Jakarta dan Surabaya).
Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat mengalami Dengue Syok Syndrome (DSS)
yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami devisit volume
cairan akibat meningkatnya permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju luar
pembuluh. Sebagai akibatnya hampir 35 % pasien DHF yang terlambat ditangani di rumah sakit
mengalami syok hipovolemik hingga meninggal.Saat ini angka kejadian DHF di rumah sakit
semakin meningkat, tidak hanya pada kasus anak, tetapi pada remaja dan juga dewasa.Oleh
karena itu, diharapkan perawat memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang cukup dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan DHF di rumah sakit.Ketrampilan yang
sangat dibutuhkan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda syok (Dengue Syok
Sindrome) dan kecepatan dalam menangani pasien yang mengalami DSS.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Agar dapat mengetahui tentang penyakit DHF dan dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan
yang diperoleh baik di Rumah sakit ataupun dilingkungan luar Rumah sakit .
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa  :
a) Mengetahui pengertian, penyebab, tanda dan gejala  yang muncul pada klien dengan DHF.
b) Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan DHF.
c) Mampu menetapkan diagnosa keperawatan sesuai prioritas masalah pada klien dengan DHF.
d) Mampu menyusun intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada.
e) Mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada klien dengan DHF secara baik dan
benar.
BAB II
Tinjauan Teori
A. Definisi
Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur
gigitan saat menghisap darah manusia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuhDemam berdarah Dengue adalah Infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropadborn Virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aides (Aides albipices dan Aedes
Aegypti).
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak, disertai manifestasi
perdarahan dan berpotensi menimbulkan renjatan/syok dan kematian (Aplikasi NANDA NIC
NOC jilid 1, 2013).

B. Etiologi
Penyebab penyakit dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah adalah virus dengue.
Virus ini tergolong dalam family/suku/grup flaviviridae yang dikenal ada 4 serotipe, dengue 1,
dengue 2, dengue 3, dengue 4, yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes aegypti. Infeksi
dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype
bersangkutan. Tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain. Seorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotype selama hidupnya.Keempat
serotype virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia ( sujono, 2010 )

C. Manifestasi Klinis
Kasus DHF ditandai oleh manifestasi klinik, yaitu:
demam tinggi dan mendadak yang dapat mencapai 40ºC atau lebih dan terkadang disertai
dengan kejang, demam, sakit kepala,anoreksia, mual muntah, epigastrik, discomfort, nyeri perut
kanan atas atau seluruh bagian perut dan pendarahan, terutama pendarahan kulit, walaupun
hanya berupa uji tourniquet positif. Selain itu, pendarahan kulit dapat terwujud memar atau juga
berupa pendarahan spontan mulai dari petekie pada ektremitas, tubuh, dan muka, sampai
epistaksis dan pendarahan gusi. Sementara pendarahan gastrointestinal masih lebih jarang terjadi
dan biasanya hanya terjadi pada kasus dengan syok yang berkepanjangan atau setelah syok
yang tidak dapat teratasi. Pendarahan lain seperti pendarahan sub konjungtiva terkadang juga
ditemukan. Hepatomegali biasanya dapat diraba pada permukaan penyakit dan pembesaran hati
ini tidak sejajar dengan beratnya penyakit.
D. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-tama yang
terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah
bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).Kemudian
virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam
sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a
dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat
sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma,
terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan
adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk
patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit
dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab
terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.Adanya
kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi,
sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan
yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi
yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala
karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi
ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam
pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit DHF ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta
aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan
perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain
kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan
terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan
diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi
system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien
dengan perdarahan hebat.
Klasifikasi DHF menurut WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :

Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet
positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt )
tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80,120/100, 120/110 90/70,
80/70)

Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
E. Pathway

Virus Dengue

Reaksi antigen – antibody Viremia

Mengeluarkan zat mediator


vasodilatasi Mengeluarkan mual Merangsang
pembuluh darah zat mediator saraf simpatis
Peningkatan permeabilitas otak
dinding pembuluh darah
Merangsang
kebocoran Sakit kepala hipotalamus Diteruskan ke
plasma anterior ujung saraf
bebas
hematokrit darah berpindah Nafsu makan
Trombositopenia ke ektravaskuler Suhu menurun
tubuh
Nyeri
otot
Hemokonsentrasi Kekurangan
Risiko perdarahan volume cairan Intake
inadekuat

Hipertermi Nyeri akut


Risiko Syok hipovolemik

Ketidakseimbangan
nutrisi
Kematian Hospitalisasi

Cemas
F. PEMERIKSAAN  DIAGNOSTIK
1. Darah lengkap : 
 hemokonsentrasi ( hematokrit meningkat 20 % / lebih ),
 Trombositopenia 100.000/mmᶾ atau kurang .
 Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
 Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga.
 Masa perdarahan memanjang.
 Protein rendah (hipoproteinemia)
 Natrium rendah (hiponatremia)
 SGOT/SGPT bisa meningkat
 Astrup : Asidosis metabolic
2. Rontgen thoraks : Efusi pleura
3. Urine :Kadar albumin urine positif (albuminuria)

G. KOMPLIKASI
 Perdarahan luas
 Syok (rejatan) 
 Penurunan kesadaran

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Terapeutik
 Minum banyak 1,5-2 liter/24 jam dengan air teh ,gula, atau susu  dan diberi makanan
lunak
 Antipireutik jika terdapat demam
 Antikonvulsan jika terdapat  kejang
 Memberikan cairan melalui infuse, dilakukan jika pasien mengalami kesulitan minum
dan nilai hematokrit cenderung meningkat .
2. Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan :
 Pemasangan infuse RL/Asering dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan
diatasi
 Observasi keadaan umum (Tanda – tanda Vital ) tiap 3 jam jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam
BAB III
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Kaji riwayat keperawatan
Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda – tanda perdarahan, mual muntah, tidak nafsu
makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda – tanda renjatan ( denyut nadi cepat dan
lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstremitas, sianosis, gelisah,
penurunan kesadaran) , secara bertahap  meningkatkan kemandirian anak dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ,
perdarahan, muntah, dan demam
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, tidak ada nafsu makan .
3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus .
4. Nyeri Akut b/d Agen injuri fisik (DHF), viremia, nyeri otot dan sendi.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan NOC : NIC :


peningkatan permeabilitas kapiler ,  Fluid balance Fluid management
perdarahan, muntah, dan demam  Hydration  Timbang popok/pembalut jika diperlukan
 Nutritional Status : Food and fluid Intake  Pertahankan catatan intake dan output yang
Kriteria Hasil : akurat
 Mempertahankan urine output sesuai  Monitor status  hidrasi ( kelembaban
dengan usia dan BB,BJ urine normal,HT membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan
normal darah ortostatik ) ; jika diperlukan
 Tekanan darah,nadi dan suhu tubuh dalam  Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi
batas normal cairan ( BUN, Hmt, osmolalitas urine )
 Tidak ada tanda dehidrasi,Elastisitas  Monitor vital sign
turgor kulit baik, membrane mukosa  Monitor masukan makanan atau cairan dan
lembab,tidak ada rasa haus berlebihan . hitung intake kalori harian .
 Kolaborasi pemberian cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan
 Merikan Diuretik sesuai interuksi
 Tawarkan snack ( jus buah , buah segar )
 Kolaborasikan dokter jika tanda cairan berlebih
muncul memburuk
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :
kebutuhan tubuh berhubungan dengan  Nutrisional status : Food and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
mual,muntah, tidak ada nafsu makan .  Nutrisional status : nutrient intake  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
 Weight control jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
 Kriteria Hasil :  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Adanya peningkatan berat badan sesuai  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
tujuan dan vitamin C
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi  Berikan subsasi gula
badan  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
nutrisi  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi dikonsltasikan dengan ahli gizi )
 Menunjukkan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan Nutrition Monitoring
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang  BB pasien dalam batas normal
berarti  Monitoring adanya penurunan berat badan
 Monitoring interaksi anak dan orangtua selama
makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nutrisi
3. Hipertermia berhubungan dengan proses NOC : NIC :
infeksi virus Thermoregulasi Fever Treatment
Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering mungkin
 Suhu tubuh dalam rentang normal  Monitor IWL
 Nadi dan RR dalam rentang normal  Monitor warna dan suhu kulit
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak  Monitor tekanan darah, Nadi dan RR
ada pusing  Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor  WBC, Hb dan Hct
 Monitor intake dan output
 Berikan antipireutik
 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
demam
 Selimuti pasien
 Kolaborasi pemberian cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya menggigil

Temperatur regulation
 Monitor suhu tiap 2 jam
 Monitor TD,nadi dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda hipotermi dan hipertermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara mencegah  keletihan
akibat panas
 Berikan Antipireutik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor tekanan darah,nadi , suhu dan respirasi
 Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor tekanan darah,nadi,respirasi
sebelum,selama,dan setelah aktivitas .
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor sianosis perifer
4. Nyeri Akut b/d Agen injuri fisik (DHF), NOC : NIC :
viremia, nyeri otot dan sendi  Pain level Pain Management
 Pain control  Lakukan pengkajian nyeri secara
 Comfort level komperehensif termasuk lokasi, karakteristik
Kriteria Hasil : ,durasi,frekuensi,kualitas termasuk lokasi,
 Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab karakteristik dan faktor presipitasi
nyeri, mampu menggunakan tehnik  Observasi reaksi nonverbal dari
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan )  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan mengetahui pengalaman nyeri pasien.
menggunakan manajemen nyeri .  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
frekuensi dan tanda nyeri ) kebisingan
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
berkurang (farmakologi, nonfarmakologi dan
 Tanda vital  dalam rentang normal interpersonal )
 Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan control nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri

Analgetic Administration
 Tentukan lokasi,karakteristik,kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Cek intruksi dokter tentang jenis obat,dosis,dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kali
 Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
Daftar Pustaka
Nurarif Huda Amin dan Kusuma Hardhi, 2013.aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA
NIC-NOC Edisi Revisi jilid 1.
.

Anda mungkin juga menyukai