Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN ANAK

“DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)”

DISUSUN OLEH:

Mutia

21220042

Dosen Pembimbing:
Agus Suryaman, S.Kep.,Ns.,M.Kep

INSTITUTE KESEHATAN DAN TEKNOLOGI

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

PROGRAM PROFESI NERS

TAHUN 2020-2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk, penyakit ini telah dengan cepat
menyebar di seluruh wilayah dalam beberapa tahun terakhir. Penyakit ini
lebih dikenal dengan sebutan Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus dengue
ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari spesies Aedes aegypti dan pada
tingkat lebih rendah A. albopictus. Penyakit ini tersebar luas di seluruh daerah
tropis, dengan variasi lokal dalam risiko dipengaruhi oleh curah hujan, suhu
dan urbanisasi yang cepat tidak direncanakan (WHO, 2015). Penyakit DHF
dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur.
Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat
(Dinkes, 2015).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Menurut (Vyas, et al, 2014) yang berhubungan dengan penyakit DHF
yang pertama adalah sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi adalah sarana untuk
menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus distivus dan dari paru-paru ke
sela-sela tubuh. Selain itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk
membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-sel ke ginjal, paru-paru dan kulit
yang merupakan tempat ekskresi sisa-sisa metabolisme. Organ-organ sistem
sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah, dan darah.
1. Jantung
Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam
thorax, diantara paru-paru, agak lebih kearah kiri.
2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu:
a. Arteri (Pembuluh Nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan.
b. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari
cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah
mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh,
kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah
yang lebih besar yang disebut vena.
c. Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung.
3. Darah
Volume darah pada tubuh yang sehat/organ dewasa terdapat darah
kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah
tersebut pada tiap orang tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan,
keadaan jantung atau pembuluh darah. Tekanan viskositas atau
kekentalan dari pada darah lebih kental dari pada air yaitu mempunyai
berat jenis 1.041–1.067 dengan temperatur 380C dan PH 7.37 – 1.45.
Fungsi darah secara umum terdiri dari:
a. Sebagai Alat Pengangkut
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan
racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantara leukosit,
antibody atau zat-zat anti racun
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.

C. ETIOLOGI
Dengue Hemoragic Fever disebabkan oleh virus Dengue, ada empat
virus dengue yang berbeda-beda. Virus ini masuk ke dalam tubuh melalui
vector berupa nyamuk Aedes Aegipty dan beberapa spesies lainnya seperti
Aedes Albopictus dan Aedes Polynesiensis (Vyas, et al, 2014). Virus dengue
termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae terdapat 4 serotipe virus dengan
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya ditemukan di Indonesia
dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan
antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak
dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain.
Seseorang yang tinggal di daerah epidermis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya (Nurarif & Hardhi, 2015).

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue menurut (Nurarif &
Hardhi, 2015) yaitu:

a. Derajat 1 (ringan)
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya uji perdarahan yaitu
uji turniket.

b. Derajat 2 (sedang)
Seperti derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan pada kulit dan atau
perdarahan lainnya.

c. Derajat 3
Ditemukannya kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun.

d. Derajat 4
Terdapat Dengue Shock Sindrome (DSS) dengan nadi tak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur (Wijaya, 2013).

E. MANIFESTASIS KLINIS
Tanda dan gejala demam berdarah menurut (WHO, 2015) adalah
penyakit seperti flu berat yang mempengaruhi bayi, anak-anak dan orang
dewasa, tapi jarang menyebabkan kematian. Dengue harus dicurigai bila
demam tinggi (40 ° C /104 ° F) disertai dengan 2 dari gejala berikut: sakit
kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual, muntah,
pembengkakan kelenjar atau ruam. Gejala biasanya berlangsung selama 2-7
hari, setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah gigitan dari nyamuk yang
terinfeksi.
Menurut Masriadi (2017) diagnosis penyakit DHF bisa ditegakkan
jika ditemukan tanda dan gejala seperti:
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan:
a. Uji turniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas kapiler
meningkat. Dinyatakan positif apabila terdapat >10 petechie dalam
diameter 2,8cm (1 inchi persegi) dilengan bawah bagian volar
termasuk fossa cubiti.
b. Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.
c. Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3,
biasanya ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
d. Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit, merupakan
indicator yang peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu
dilaksanakan penekanan berulang secara periodic. Kenaikan
hematocrit 20% menunjang diagnosis klinis DHF

F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2008) adalah:
1. Perdarahan
Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan
koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet positif,
ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan
melena.
2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom)
Terjadi pada hari ke 2-7 yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke
ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan
hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena,
penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13
disfungsi atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan
hemeostasis yang mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem
kardiovaskular, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi
darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan dengan
nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel
kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar
dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus
antibody.
4. Efusi Pleura
Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan
intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura dan adanya dipsnea.

G. PATOFISIOLOGI
Fenomena patologis menurut (Herdman, 2015) virus dengue yang
masuk ke dalam tubuh manusia akan menyebabkan klien mengalami viremia.
Beberapa tanda gejala yang muncul penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik
merah pada kulit (petekie), sakit tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi seperti pembesaran limpa (splenomegali). Pada penderita DHF,
terdapat kerusakan yang umum pada sistem vascular yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pemubulu darah yang
mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma
yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya hipotensi
(tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan hemoglobin, terjadinya
hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan (syok).
Viremia juga menimbulkan agregasi trombosit dalam darah sehingga
menyebabkan trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan
darah. Perubahan fungsioner pembuluh darah akibat keocoran plasma yang
berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna
biasanya menimbulkan tanda seperti munculnya purpura, ptekie,
hematemesis, ataupun melena
H. PATHWAY

Nyamuk mengandung
virus Dengue

Menggigit manusia

Virus masuk aliran


darah
Masuk ke pembuluh darah
Mekanisme tubuh otak melalui aliran darah
Viremia
untuk melawan virus sehingga mempengaruhi
hipotalamus
Komplemen antigen
Peningkatan asam antibodi meningkat
lambung Hipertermia

Pelepasan peptida
Mual, muntah

Pembebasan histamin
Gangguan Pemenuhan
Nutrisi: Kurang dari
Kebutuhan Tubuh Peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah

Plasma banyak
Kebocoran plasma mengumpul pada
jaringan interstitial tubuh

Hb turun Perdarahan ekstraseluler


Oedema

Nutrisi dan O2 ke Risti Syok


jaringan menurun Hipovolemik Menekan syaraf C

Tubuh lemas Gangguan Rasa


Nyaman:
Nyaman: Nyeri
Nyer

Intoleran Aktivitas
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan DHF menurut (Centers for Disease Control and
Prevention, 2015), yaitu:
1. Medis
a. Demam tinggi anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasidan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5-2 liter
dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik.
Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan
dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun
75 mg. Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti luminal
diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien
DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak
dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi
dan hematokrit yang cenderung meningkat.
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai
pengganti cairanhilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang
diberikan biasanya RL, jika pemberian cairan tersebut tidak ada
respon diberikan plasma atau plasmaekspander banyaknya 20-30
mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus
diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas teraba,
amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan infus dikurangi
menjadi 10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah 2005).
c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2015)
1) Kristaloid
a) Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan
Ringer Laktat (D5/RL)
b) Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam
larutan Ringer Asetat (D5/RA)
c) Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5%
dalam larutanFaali (d5/GF)
2) Koloid
a) Dextran 40
b) Plasma
2. Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht,
Hb dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5-2 liter dalam
24 jam dan kompres hangat.
b. Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering
dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun
klem dibuka tetesan infu stetap tidak lancar maka jika 2 tempat akan
membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk
memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa
c. Derajat III & IV
1) Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan
elektrolit (RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
2) Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2
3) Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
4) Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
5) Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk
tindakan secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang
diperlukan.
6) Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu
pengeluarandarah dari lambung. NGT bisa dicabut apabila
perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah
boleh diberikan makanan cair.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Centers for Disease Control and Prevention, 2015) pada
setiap penderita dilakukan pemeriksaan:
1. Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu
menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri dari
hemoglobin, PCV, dan trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya
tropositopenia (100.000 / mlatau kurang) dan hemotoksit sebanyak
20% atau lebih dibandingkan dengannilai hematoksit pada masa
konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan.Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis
pasti pada DHFdengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji
serologi hemaglutnasi (Ariani, dkk 2016).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012)
Sumsum tulang padaawal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke
10 sudah kembali normal untuk semua system.
3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura.
Umumnya posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih
baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi
berbaring.
4. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan
pertimbangan karena tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan
dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites
dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat
menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih berat
misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan
penebalan pankreas.
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya
sensitif namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe
virus yang menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama
sekali (<48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi
serologi epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer
konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau tinggi (>1280) baik
pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai pesumtif (+) atau
diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Vasanwala
dkk. 2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit
dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi
bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan biasanya
memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT)
(Vasanwala dkk. 2012).
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi
virus dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG.
Bila IgM negatif maka uji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM
masih negatif maka dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat bertahan
dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi (Vasanwala
dkk. 2012).
e. Identifikasi virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap
serotype tertentu, hasilcepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara
ini dapat mendeteksi virus RNAdari specimen yang berasal dari
darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk (Vasanwala dkk. 2012).
BAB II

PEMBAHASAN

1. KASUS
An. A berusia 12 tahun, pasien anak kedua dari Tn. T usia 46 tahun
dan Ny.L usia 43 tahun dibawah orang tuanya ke RS karena mengeluh
demam sejak 5 hari yang lalu. Ibu pasien mengatakan anaknya demam naik
turun sejak tanggal 15 November 2020 dan pada saat itu juga ibu pasien
membawa anaknya ke dokter dan diberi obat sanmol dan cefotaxim namun
tidak kunjung sembuh. Ibu pasien mengatakan pada tanggal 17 November
2020 anaknya demam dan mengalami mual muntah dibawa ke dokter lagi dan
diberi obat vosea. Hari ke-4 dan 5 muntahnya sudah berkurang. Namun
anaknya mengalami keringat dingin kemudia ibunya membawa ke IGD RS X
pada tanggal 20 November 2020 dengan keluhan panas naik turun selama 5
hari disertai dengan mual dan muntah serta keringat dingin. Saat dilakukan
pengkajian kesadaran composmentis dengan tanda-tanda vital, T: 38,2 °C, N:
90 x/mnt, RR: 20 x/mnt, TD: 110/80 mmHg. Tampak petekie pada tubuh
pasien. Pada saat sebelum sakit nafsu makan klien baik, tetapi pada saat sakit
nafsu makan pasien menurun, dengan menu makan nasi dan lauk sebanyak,
pada saat sebelum sakit 3x sehari seporsi habis, pada saat sakit sebanyak 3x
sehari porsi setengah, tidak ada pantangan makan, dan juga tidak ada
pembatasan makan. Leukosit 3,6 10 ³μ (N: 3,7 – 10,1 10 ³/ μ), Hemoglobin
12,60 g/dl (N: 13,5 – 18,0 g/dl), Hematocrit 34,55% (N : 40% – 54%),
Trombosit 78 (N: 150 – 450). Terapi: Infus. Asering 1500/24 jam. Inj.
Antrain: 2 x 500 g. Inj. Ranitidin: 2 x 50 mg, paracetamol 3x500 mg.

2. PERTANYAAN KLINIS
Apakah pemberian cairan dapat mengatasi masalah Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)?
3. PICO
P: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
I: Terapi Cairan
C: -
O: Perbaikan gejala klinis

4. SEARCHING LITERATURE (JOURNAL)


Setelah dilakukan Searching literature (journal) di Google scholar,
didapatkan 517 journal yang terkait dan dipilih 1 jurnal dengan judul
“Efektivitas Cairan Kristaloid dan Koloid Pasien Demam Berdarah
Anak di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul”.
Dengan alasan: jurnal tersebut sesuai dengan kasus, dan terbaru.

5. VIA
A. Validity
1) Desain: Desain penelitian menggunakan Eksperimental Single Blind
Randomised Clinical Trial
2) Sampel: Tehnik pengambilan sempel menggunakan purposive
sampling dengan 24 responden intervensi dan 24 responden
kelompok kontrol
3) Kriteria inklusi dan ekslusi:
Kriteria inklusi: pasien perempuan dan laki-laki usia 1 bulan sampai
18 tahun dengan kriteria DF dan DHF dan wali pasien responden
yang bersedia menjadi peserta penelitian
Kriteria eksklusi: pasien yang datang dengan rujukan dari rumah
sakit lain yang telah mendapatkan terapi cairan sebelumnya dan
pasien yang mendapat rujukan ke tingkat pelayanan kesehatan yang
lebih tinggi.
4) Randomisasi:
Pemberian jenis cairan diberikan berdasarkan randomisasi yang
dilakukan selama penelitian. Randomisasi yang digunakan yaitu
randomisasi blok.

B. Importance dalam Hasil


1) Karakteristik subjek: Karakteristik reponden adalah laki-laki dan
perempuan yang berusia 1 bulan sampai 18 tahun dengan kriteria DF
dan DHF
2) Beda proporsi: -
3) Beda mean:
a. Suhu tubuh selama 5 hari: pemberian cairan koloid lebih stabil
dibandingkan pemberian cairan kristaloid
b. Nilai trombosit: pemberian cairan koloid memiliki grafik
perubahan trombosit lebih tinggi dibandingkan kelompok yang
mendapatkan cairan kristaloid
c. Nilai hematokrit: pemberian cairan koloid memiliki grafik
perubahan hematokrit lebih tinggi dibandingkan kelompok yang
mendapatkan cairan kristaloid
d. Lama rawat inap: pasien yang mendapatkan koloid yaitu 4 hari,
lebih singkat dibandingkan kelompok pasien yang mendapatkan
cairan kristaloid yaitu 5 hari.
4) Nilai p value:
Suhu tubuh: 0,683 (p< 0,05)
Nilai tromobosit: 0,023 (p< 0,05)
Nilai hematokrit: p= 0,036 (p< 0,05)
Lama rawat inap: p- 0,002 (p< 0,05)

C. Applicability
Dalam diskusi : Peneliti melakukan uji klinis pada kelompok
intervensi dan terdapat kelompok pembanding.
Fasilitas : Penelitian ini disetujui oleh pihak RSUD Dr.
Moewardi. Penelitian ini menggunakan cairan
kristaloid yaitu Ringer Laktat dari PT. SF dan cairan
koloid yaitu gelatin dari PT. DM
Biaya : Tidak dicantumkan biaya yang digunakan

6. DISKUSI (Membandingkan Jurnal dan Kasus)


Berdasarkan jurnal berjudul “Efektivitas Cairan Kristaloid dan
Koloid Pasien Demam Berdarah Anak di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Bantul” peneliti beramsumsi ada pengaruh yang bermakna
antara pemberian cairan kristaloid dan koloid terhadap perbaikan gejala klinis
dan laboratoris serta mengurangi lama rawat inap pasien. Berdasarkan
penelitian diperoleh pemberian cairan kristaloid dan koloid lebih baik
terhadap perubahan suhu tubuh, nilai trombosit, nilai hematokrit dan lama
rawat inap daripada hanya diberi cairan kristaloid saja. Maka dari itu, pada
kasus ini sebanding dengan jurnal yang telah diteliti dan dilakukan pemberian
cairan infus Asering terhadap pasien.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
pemberian cairan kristaloid dan koloid terhadap perbaikan gejala klinis dan
laboratoris serta mengurangi lama rawat inap pasien. Berdasarkan penelitian
didapatkan, pada suhu tubuh selama 5 hari pemberian cairan koloid lebih stabil
dibandingkan pemberian cairan kristaloid. Pada nilai trombosit, pemberian cairan
koloid memiliki grafik perubahan trombosit lebih tinggi dibandingkan kelompok
yang mendapatkan cairan kristaloid. Pada nilai hematokrit, pemberian cairan
koloid memiliki grafik perubahan hematokrit lebih tinggi dibandingkan kelompok
yang mendapatkan cairan kristaloid. Pada lama waktu rawat inap, pasien yang
mendapatkan koloid yaitu 4 hari, lebih singkat dibandingkan kelompok pasien
yang mendapatkan cairan kristaloid yaitu 5 hari.
Untuk itu perlu diberikan terapi cairan pada pasien yang mengalami
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), yaitu bisa dengan diberikan cairan kristaloid
saja maupun cairan kristaloid dan koloid untuk hasil yang lebih maksimal dalam
pemulihan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, A.P. 2016. Demam Berdarah Dengue (DBD). Yogyakarta: Nuha Medika
Nurarif, Amin, Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction
Publishing.
CDC. 2015. Center for Disease Control and Prevention. [Online] Available at:
https://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/BMI/childrens_BMI/about_ch
ildrens_BMI.html.
Hadinegoro SR, Satari HI. 2008. Demam berdarah dengue. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Masriadi, H. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali Pers, hal:
346–353
Munawwarah, Baiq Adelina Atbam, Dkk. 2018. Efektivitas Cairan Kristaloid dan
Koloid Pasien Demam Berdarah Anak di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Bantul. Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol. 5 No. 1. ISSN:
2580-8303
Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.
WHO. Demam Berdarah Dengue Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan
Pengendalian Edisi 2. Jakarta: EGC; 2015.
Vyas, Jatin M, et al. 2014. Dengue Hemorrhagic Fever.

Anda mungkin juga menyukai