Anda di halaman 1dari 30

DISFUNGSI HORMON ANTIDIURETIK

Disusun oleh kelompok 1:

1. Ila Afriliana (21116069)


2. Aditya Wisnu Pranata (21116077)
3. Anisa Putri Andini (21116082)
4. Mutia (21116087)
5. Dewi (21116095)
6. Kintan Rinjani J (21116107)
7. Vadila Zulfa (21116112)
8. Sri Ayu Maryani (21116127)

Kelas : PSIK VII B


Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

Dosen pembimbing :
Siti Romadoni, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TA. 2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas
Berkat Rahmat dan Ridho-Nya bisa menyelesaikan makalah ini sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan.

Dalam penyusunan makalah ini mungkin masih terdapat kekurangan, maka


dengan ikhlas kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan,
bimbingan serta saran dari dosen pembimbing mata kuliah dan semua pihak yang
telah membantu kelancaran dalam penyusunan makalah ini sebagai tugas
Keperawatan Kritis tahun akademik 2019/2020.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan Rahmat serta Hidayah-


Nya dan menjadikannya sebagai amal jariyah. Akhirnya semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pendidikan dan ilmu kesehatan serta
bagi semua yang membacanya, Aamiin.

Palembang, 14 Oktober 2019

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................4

Latar Belakang .....................................................................................................................4

Tujuan ..................................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................7

DISFUNGSI HORMON ANTIDIURETIK ............................................................7


A. SIDH (Sindrom Ketidaktepatan Sekresi Hormon ADH) .........................................7
B. Asuhan Keperawatan SIDH ....................................................................................21

BAB III PENUTUP ............................................................................................................29

Kesimpulan .........................................................................................................................29

Saran ...................................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................30

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air
melalui rangsang haus dan pengeluarannya lewat urin, secara hormonal hal
ini diatur oleh arginin vasopressin atau ADH yang dikenal pula sebagai
‘hormon anti diuretik’.Kelenjar endokrin adalah suatu kelenjar buntu yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis.Hipofisis ini menghasilkan 9 hormon
(Ellen, 2000).
Fungsi Utama Hormon ADH adalah mengendalikan konsentrasi
(osmolaritas) dan volume plasma (darah) melalui aktivitasnya sebagai
hormon antidiuretik. Hormon ADH juga merupakan zat vasokonstriktor
yang kuat dan membantu memelihara tekanan darah.
Rangsangan untuk pelepasan ADH adalah hiperosmolaritas ekstrasel
(atau penyusutan sel) dan penurunan pengisian di kedua atrium, serta
muntah, nyeri, stress, dan gairah (seksual). Sekresi ADH selanjutnya
dirangsang oleh angiotensin II, dopamine, dan beberapa obat atau toksin
(misal nikotin, morfin, barbiturat).
Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH)
merupakan penyebab utama hiponatremia euvolemik pada pasien-pasien
yang dirawat di rumah sakit.Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh
Schwartz dan kawan-kawan pada 2 pasien dengan karsinoma bronkogenik
pada tahun 1957.SIADH adalah manifestasi klinik dan biokimia akibat
banyak proses penyakit sehingga penyakit dasarnya harus ditelusuri.
Sindrom ini didefinisikan sebagai hiponatremia dan hipoosmolalitas yang
disebabkan oleh ketidaktepatan sekresi dan atau kerja hormon antidiuretik
(ADH) yang tidak normal atau peningkatan volume plasma yang
mengakibatkan gangguan eksresi air (Broker, 2008).
Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air
melalui rangsang haus dan pengeluarannya melalui urin, secara hormonal

4
halinidiaturolehargininvasopresin (AVP) sebagai ‘hormon anti diuretik’.
SIADH (Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) adalah
sindrom yang mekanismenya berlawanan dengan hal tersebut, karena
gagalnya keluaran air bebas melalui urin, kepekatan urin terganggu,
hiponatremia, hipoosmolalitas dan natriuresis. Dari pengertian diatas dapat
ditarik kesimpulan pengertian SIADH adalah suatu keadaan dengan kadar
natrium serum yang kurang dari 135 mEq/L.
Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang jarang,
survey NIH , AS) yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya
berefek pada kurang dari 200.000 penduduk AS. Walau jarang pada pasien
dewasa, pada anak sering menyertai kondisi pasien dengan hipotonik
normovolemia dan hiponatremia. Angka insiden yang pasti sulit diketahui,
karena penyakit ini bersifat sementara atau kronis. Pada kondisi lain
berhubungan dengan gejala efek samping obat atau lesi pada paru atau
sistem syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi
cenderung memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok
usia lanjut dengan hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan
antara SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis
yang kurang signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian SIADH
meningkat bila pasien menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3
nya pada anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan
perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada
pasien ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesembuhannya.Oleh
karena itu,melalui makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi kasus SIADH.

2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan konsep patologis penyakit SIADH dan
menjelaskan Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami SIADH

5
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui konsep anatomi dari kelenjar adrenal
b. Dapat mengetahui proses terjadinya dari SIADH
c. Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari SIADH

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. DISFUNGSI HORMON ANTIDIURETIK


Dua gangguan melibatkan disfungsi hormone antidiuretic (ADH).
Yang pertama adalah kelebihan ADH yang disebut sindrom ketidaktepatan
sekresi hormon antidiuretic (SIADH). Yang kedua, Diabetes insipidus
yang menyebabkan difisiensi ADH . Kedua gangguan ini dapat
menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat serta
menyebabkan perubahan neurologis merugikan. ADH disintesis oleh
hipotalamus dan disimpan di hipofisis posterior. ADH dilepaskan ketika
distimulus oleh kondisi spesifik dan menyebabkan tubulus ginjal
mereabsorsi lebih banyak air dan natrium.

1. Definisi SIADH (Sindrom Ketidaktepatan Sekresi Hormon


Antidiuretic)
SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon
antidiuretik atau yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome,
Schwartz-Bartter syndrome. SIADH dapat didefiisikan sebagai gangguan
produksi hormon antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau
hiponatremia. Ada pun definisi lain SIADH adalah produksi ADH yang
berlebihan menyebabkan reabsorbsi air bebas dengan jumlah yang
berlebihan sehingga terjadi hiponatremia (Robbins, 2008). SIADH aadalah
gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH
sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang
lebih ringan (Corwin, 2001).

2. Anatomi Fisiologi Kelenjar Hipofisis


Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang
terletak di dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak.  Sela tursika

7
melindungi hipofisa tetapi memberikan ruang yang sangat kecil untuk
mengembang (Watson,2004).
Jika hipofisa membesar, akan cenderung mendorong ke atas,
seringkali menekan daerah otak yang membawa sinyal dari mata dan
mungkin akan menyebabkan sakit kepala atau gangguan penglihatan.
Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar
endokrin lainnya. Hipofisa dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak
yang terletak tepat diatas hipofisa.  Hipofisa memiliki 2 bagian yang
berbeda, yaitu lobus anterior (depan) dan lobus posterior (belakang)
(Barbara, 2010).
Kelenjar Hipofisis terdapat di sela tursika bertulang yang berada di
bawah lapisan dura mater. Kelenjar ini terbagi menajdi tiga lobus, yaitu
lobus anterior, lobus inferior, dan lobus intermediat. Namun, lobus
intermediat ini rudimenter (tidak berkembang) pada manusia (Karch, 2010).

Gambar1. Kelenjar Hipofisis

sumber: www.viebhi.blogspot.com

8
Kelenjar Hipofisis dibagi menjadi tiga, yaitu Hipofisis anterior,pars
media dan posterior .

a. Lobus Anterior (Adenohipofisis)


Hormon yang menstimulasi dan menghambat hipofisis mengalir
dalam sistem porta pembuluh darah dari hypothalamus mengendalikan
hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Enam
hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior termasuk empat hormon
yang merangsang struktur endokrin lain (hormon tropik), yaitu:
1. Hormon Adenokortikotropik (ACTH)
2. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
3. Gonadotropine Hormone, yaitu Follicle Stimulating Hormone
4. (FSH) dan Lutienizing Hormone (LH)

Dan dua hormon sisanya bekerja pada jaringan lain, yaitu:


1. Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone)
2. Prolaktin

b. Lobus Pars Media


Jenis hormon serta fungsi hipofisis media ,MSH (Melanosit
Stimulating Hormon),fungsi: mempengaruhi warna kulit individu dengan
cara menyebarkan butir melamin,apabila hormon ini banyak dihasilkan
maka menyebabkan kulit menjadi hitam.

c. Lobus Posterior (Neurohipofisis)


Lobus posterior tidak menghasilkan hormon, tetapi menyimpan dan
menyekresi dua hormon, yaitu Antidiuretic Hormone dan Oksitosin.
Kedua hormon tersebut dihasilkan di hipothalamus dan mengalir dalam
serabut tangkai ke hipofisis posterior.Pelepasan hormon tersebut dari
hypothalamus dikendalikan oleh saraf dari hypothalamus (Brooker,2008)
Ada 2 jenis hormon:

9
a. Hormon Antidiuretik (Vasopresin) Mengatur kecepatan eksresi air
ke dalam urin dengan cara ini akan membantu mengatur konsentrasi
air dalam cairan tubuh. Dibentuk di nucleus supraoptikus dan
paraventrikular hipotalamus, dan ditransport ke lobus posterior
kelenjar hipofisis melalui akson neuron penghasil hormone. ADH
melalui reseptor V2 dan cAMP menyebabkan penggabungan kanal
air ke dalam membrane lumen sehingga meningkatkan reabsorsi air
pada tubulus distal dan duktus koligentes ginjal. ADH juga
merangsang absorsi Na+ dan urea ditubulus.
b. Hormon Oksitosin membantu menyalurkan air susu dari kelenjar
payudara ke puting susu selama pengisapan dan mungkin membantu
melahirkan bayi pada saat akhir masa kehamilan.
 

3. Etiologi
SIADH dapat disebabkan oleh kanker paru dan kanker lainnya.
Penyakit paru (pneumonia, TB) dan penyakit SSP (sistem saraf pusat)
seperti atrofi serebrum senilis, hidrosefalus, delifiumtremens, psilosis akut,
penyakit demielinisasi dan degenerative, penyakit peradangan,
trauma/cedera kepala/cerebrovaskular accident, pembedahan pada otak,
tumor (karsinuma bronkus, leukemia, limfoma, timoma, sarkoma) atau
infeksi otak (ensepalitis, meningitis) dapat menimbulkan SIADH melalui
stimulasi langsung kelenjar hipofisis. Beberapa obat (vasopressin,
desmopresin asetat, klorpropamid, klofibrat, karbamazepin, vinkristin,
fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat diuretic tiazida, dan lain-lain) dan
nikotin dapat terlibat terjadinya SIADH; zat-zat tersebut dapat menstimulasi
langsung kelenjar hipofisis atau meningkatkan sensitifitas tubulus renal
terhadap ADH yang beredar dalam darah (Grabe, Mark A. 2006).
SIADH sering muncul pada dari masalah nonendokrin. Dengan kata
lain sindrom tersebut dapat terjadi pada penderita karsinoma bronkogenik
tempat sel-sel paru yang ganas mensintesis dan melepaskan ADH. SIADH

10
juga bisa terjadi pada pneumonia berat, pneumotoraks dan penyakit paru
lainya. Kelainan pada sistem saraf pusat diperkirakan juga bisa
menimbulkan SIADH  melalui stimulus langsung kelenjar hipofisis seperti:
1) Cidera kepala
2) Pembedahan pada otak
3) Tumor
4) Infeksi otak
5) Beberapa obat (Vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat
diuretik tiazida dll) (Brunner & sudarth. 2003).
SIADH dapat terjadi akibat hipersekresi ADH dari sumber utamanya
di hipothalamus maupun dari sumber ektopik. Penyebabnya dapat
dikelompokkan ke dalam 4 kelompok besar yaitu gangguan sistem saraf,
neoplasma, penyakit pulmonal dan obat-obatan yang mengakibatkan
stimulasi pelepasan ADH, efek terhadap kerja ADH serta mekanisme lain
yang belum diketahui. Selain itu terdapat kelompok penyebab lain yang
tidak termasuk kelompok diatas.
Faktor Pencetus:
a. Trauma Kepala
b. Meningitis.
c. Ensefalitis.
d. Neoplasma.
e. Cedera Serebrovaskuler.
f. Pembedahan.
g. Penyakit Endokrin.

4. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering muncul (Sylvia,2005) adalah:
1. Mual dan muntah
2. Mobilisasi gastrointestinal menurun (Anorexia)
3. Takipnea
4. Retensi air yang berlebihan

11
5. Hiponatremi (penurunan kadar natrium )
6. Kelemahan
7. Letargi
8. Penurunan kesadaran (stupor) hingga koma
9. Pengeluaran dan produksi urin kurang karena osmolalitas urine
melebihi osmolaritas plasma
Menurut Sylvia ( 2005), tanda dan gejala yang dialami pasien
dengan SIADH tergantung pada derajat lamanya retensi air dan
hiponatremia yang terjadi, perlu dilakukan pemeriksaan tingkat osmolalitas
serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan tes kapasitas
pengisian cairan:
a. Na serum >125 mEq/L.
1) Anoreksia.
2) Gangguan penyerapan.
3) Kram otot.
b. Na serum = 115 – 120 mEq/L.
1) Sakit kepala, perubahan kepribadian.
2) Kelemahan dan letargia.
3) Mual dan muntah.
4) Kram abdomen.
c. Na serum < 1115 mEq/L.
1) Kejang dan koma.
2) Reflek tidak ada atau terbatas.
3) Tanda babinski.
4) Papiledema.

5. Patofisiologi
Terdapat beberapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan
tubuh dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang tidak normal. Tiga
mekanisme patofisiologi yang bertanggung jawab akan SIADH, yaitu:

12
1) Sekresi ADH yang abnormal dari sistem hipofisis. Mekanisme tersebut
disebabkan oleh kelainan sistem saraf pusat seperti trauma kepala,
stroke, meningitis, tumor, ensafalitis , sindrom guillain Barre. Pasien
yang mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat
tinggi, atau tidak adanya tekanan positif pernafasan juga akan
mengalami SIADH.
2) ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system
supraoptik – hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik (misalnya
pada infeksi).
3) Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan.
Bermacam-macam obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan
ADH. Obat-obat tersebut termasuk nikotin, transquilizer, barbiturate,
anestesi umum, suplemen kalium, diuretik tiazid, obat-obat
hipoglikemia, asetominofen, isoproterenol dan empat anti neoplastic:
sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin (Otto, Shirley E
2003).
Terjadinya SIADH ditandai dengan peningkatan pelepasan ADH
dari kelenjar hipofisis posterior tanpa adanya rangsangan normal untuk
melepaskan ADH. Pengeluaran ADH yang berlanjut menyebabkan retensi
air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkat
dengan ditandai hiponatremi. Kondisi hiponatremi dapat menekan renin dan
sekresi aldosteron yang menyebabkan penurunan Na diabsorbsi tubulus
proximal. Hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi air dalam urin
sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap, akibatnya urin menjadi
pekat.
Dalam keadaan normal ADH mengatur osmolalitas plasma, bila
osmolalitas menurun mekanisme feed back akan menyebabkan inhibisi
ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh
ginjal untuk meningkatkan osmolalitas plasma menjadi normal. Pada
SIADH osmolalitas plasma terus berkurang akibat ADH merangsang
reabsoprbsi air oleh ginjal (Ellen, Lee, dkk, 2000).

13
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes
ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang
direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan
ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume
dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi.

6. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan Natrium yang berfungsi untuk melihat fungsi ginjal, dalam
pemeriksaan tersebut didapatkan hasil serum menurun <15 M Eq/L.
2) Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau
tinggi.Osmolalitasurin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada
SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis
urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.
3) Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
4) Hematokrit (Ht dan Hb), tergantung pada keseimbangan
cairan,misalnya:kelebihan cairan melawan dehidrasi.
5) Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi
natrium,natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L.
6) Prosedur khusus :tes fungsi ginjal(nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen/BUN, atau kadang disebut sebagai urea) dan kreatinin).
7) Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah (dilakukan
pada pasien yang menjalani rawat inap dirumah sakit dan pemantauan
dilakukan untuk menghidari atau mencegah terjadinya hal yang
memperberat penyakit klien) (Sacher, Ronald A, 2004)

Kriteria diagnosis SIADH adalah sebagai berikut (Davey Patrick,


2005):
1) Penurunan osmolalitas < 270 mosmol/Kg H2O
2) Urine pekat > 100 mosmol/Kg H2O
3) Euvolemia

14
4) Peningkatan kadar Na+ urin
5) Tidak ada insufisiensi kelenjar adrenal, tiroid, ginjal atau diuretik
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis SIADH
diantaranya: (Medscape,2011)

1) RIA (radioimunoasay) untuk memeriksa kadar ADH plasma, namun


pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan.
2) CT Scan atau MRI kepala untuk menemukan penyebab yang berasal
dari SSP (misalnya tumor) dan edema serebral yang merupakan
komplikasi SIADH.
3) Foto rontgen thoraks untuk menemukan penyebab yang berasal dari
paru-paru.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
1) Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang
ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH,
misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan
adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
2) Mengurangi retensi cairan yang berlebihan. Pada kasus ringan retensi
cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan cairan. Pedoman
umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium
serum dapat dinormalkan dan gejala-gejala dapatdiatasi.Pada kasus
yang berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik dan furosemid
adalah terapi pilihan.
3) Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan
tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan
yang cermat masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
dan dukungan emosional.

Rencana non farmakologi

15
1) Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
2) Pembatasan sodium

Rencana farmakologi
1) Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah.
2) Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin.
3) Hiperosmolaritas, volume oedema menurun.
4) Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik saline
3 % secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan peningkatan
osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara
penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif.
5) Pengobatan khusus (prosedur pembedahan)
Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH bersal
dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk
menghilangkan tumor tersebut.
6) Pengunaan forced diuretik (furosemid dan manitol) berkolaborasi
dengan dokter.
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus
yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3%
tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi.
Terapi SIADH yang dianjurkan adalah menghilangkan penyebabnya
apabila memungkinkan. Pembatasan cairan yang jumlahnya terus dikurangi
dengan kadar natrium juga turut dikurangi, dengan atau tanpa penggantian
natrium biasanya cukup efektif dan dapat ditolerir. Demeklosiklin (yang
menghambat kerja ADH pada tubulus distal) dapat digunakan apabila
langkah-langkah tersebut tidak efektif.

Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain:

16
1) Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di
programkanuntuk membantu pasien merencanakan masukan cairan
yang diizinkan(menghemat cairan untuk situasi social dan rekreasi).
2) Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu,
gunakan diuretic secara kontinyu.
3) Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
4) Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah,
anoreksia segera lapor dokter.
5) Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial
efek samping.
6) Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.
7) Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala
sampai sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih
parah,maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH
di tubulus pengumpul.Kadang-kadang digunakan larutan natrium
klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium
plasma.Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik,maka terapi
untuk menghilangkan tumor tersebut.

8. Komplikasi
Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi
sampai kejang otot, koma dan kematian akibat hipotremia dan intaksikasi
air.
SIADH dapat mengakibatkan komplikasi sebagai berikut:
1) Edema serebral yang dapat terjadi jika penurunan osmolalitas plasma
terjadi terlalu cepat lebih dari 10 mOsm/kg/jam. Hal ini dapat mengarah
ke herniasi serebral.
2) Ketika tingkat-tingkat natrium dalam tubuh rendah, air cenderung
memasuki sel-sel, menyebabkan mereka membengkak pada tiga bagian
organ yaitu otak, jantung dan paru-paru.
3) Edema pulmo non kardiogenik

17
Edema paru nonkardiogenik adalah penimbunan cairan pada jaringan
interstisial paru dan alveolus paru yang disebabkan selain oleh kelainan
jantung (Wilson, 1995). Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari
transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam
ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain
kelainan pada jantung.
4) Central Pontine Myelinolysis (CPM) adalah komplikasi yang paling
fatal akibat koreksi hiponatremia yang terlalu cepat. Gejalanya berupa
quadriparesis spastik dan kelumpuhan pseudobulbar serta gangguan
kesadaran (konfusi sampai koma).
5) Overload tipe hipotonik
Lazim disebut “Keracunan Air”. Ketidakseimbangan cairan tubuh
dimana seluruh tubuh akan berada dalam keadaan hipotonik, disertai
dengan osmolaritas tubuh menurun. Sehingga didalam tubuh, cairan
ekstraseluler akan pindah ke kompartemen intraseluler. Terjadi expansi
air berlebihan diseluruh kompartemen cairan dan kadar elektrolit
berkurang karena dilusi (rendahnya elektrolit serum). Dalam kondisi
berpindahnya cairan seperti ini, tubuh sangat sulit mengkompensasinya.
Faktor penyebab tubuh menjadi overload hipotonik adalah SIADH
(kumpulan gejala karena malfungsi hormon antidiuretik)
6) Penurunan Osmolaritas (plasma)
Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 285+ 5
mOsm/L. Sementara penurunan osmolaritas plasma terjadi akibat
Kerja hormon ADH yang berlebihan dan gangguan pada ginjal dalam
meekskresikan cairan.Pada keadaan ini tertjadi perpindahan cairan dari
ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan
berat yang dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.

9. Prognosis

18
SIADH yang disertai hiponatremia, apalagi dengan derajat yang
makin berat dan ditambah terlambatnya penanganan akan sangat
berkontribusi terhadap berat ringannya angka mortalitas dan morbiditas
pasien.
1) Angka mortalitas pasien disertai hyponatremia 12.5% lebih tinggi
dibandingkan pasien tanpa hiponatremi. Angka mortalitas bertambah 2
x lipat (25%) bila pasien konsentrasi serum Na < 120 mmol/L
dibanding pasien degan hiponatremia ringan
2) Angka mortalitas pasien dewasa berkisar 5-50% bila terdapat
penurunan drastis serum Na secara akut, tergantung derajatnya.
Sementara pasien anak angka mortalitas hanya 8%. Bayi dalam
kandungan akan merespon edema yang terjadi diotak dengan lebih baik,
karena lebih luasnya volum kranium.

19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIADH
(Sindrom Ketidaktepatan Sekresi Hormon Antidiuretic)

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, TTL, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga Negara, bahasa
yang digunakan, alamat dan pekerjaan dan penanggung jawab yang
meliputi nama, alamat, dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama ialah : hal – hal yang membuat pasien datang berkunjung
kerumah sakit pada penderita SIADH biasanya mempunyai keluhan
kebingungan, sakit kepala dan koma, kedutan pada otot, kejang,.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami rasa haus, anoreksia, rasa mudah lelah dan muntah dan
kram usus akibat hiponatremia. Penurunan reflex, edema ,BB bertambah,
penurunan keluaran urine. Kegelisahan, kebingungan, iritabilitas,
penurunan refleks tendon.
d. Riwayat Kesehatan dahulu
Perawat harus mengetahui apakah klien pernah mengalami penyakit yang
dapat menjadi factor pencetus SIADH misalnya karsinoma oat cell pada
paru, yang menyekresikan ADH atau substansi mirip vasopresin secara
berlebihan. Penyakit neoplasma lain seperti kanker paru ( sel gandum ),
kanker duodenum dan pankreas, limfoma, timoma, dan mesotelioma
dapat memicu SIADH. Penyebab lainGangguan sistem saraf pusat, yang
meliputi tumor atau abses otak, stroke, cedera kepala, dan GBS
(Guillain–Barré syndrome) Peningkatan tekanan intracranial baik pada
proses infeksi maupun trauma pada otak.
a) Gangguan paru yang meliputui abses paru ,pneumonia, TB dan
bronkiektasis.

20
b) Obat-obatan yang bisa meningkatkan produksi atau potensi kerja
hormon antidiuretik, seperti obat-obat golongan anti depresan , anti
inflamasi nonsteroid, klorpopamid (Diabinese), vinkristin (Oncovin),
siklofosfamid (Cytoxan), karbamazepin (Tegretol), klofibrat
(Atromid-S), metoklopramid (Reglan, Primperan), dan morfin.
e. Pantau riwayat pekerjaan pasien.(keadaan lain, yang meliputi psikosis,
penyakit AIDS, stress fisiologis dan rasa nyeri)
f. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Kaji bagaimana adanya penyakit seperti riwayat keluarga TB dan
pneumonia.
g. Keadaan Psikologis
Stress dapat menjadi factor penyebab gangguan psikologis
h. Persepsi klien, pola pikir dan mekanisme koping.
i. Review Of System (ROS)
B1 (Breath) : SIADH mengakibatkan volume vaskular pada paru naik
sehingga terjadi perembesan ke dinding alveoli yang menyebabkan
alveoli penuh dengan cairan maka akan terjadi gangguan pertukaran gas
karena edema paru.
B2 (Blood) :ADH berfungsi sebagai vasokontriksi pembuluh darah,
saat ADH berlebih maka vosokontriksi vaskuler akan naik dan
meyebabkan pompa jantung ikut naik, hal ini akan berisiko terjadinya
gagal jantung.
B3 (Brain) : cairan darah vaskuler cerebri yang naik menyebabkan
ketidakseimbangan volume otak. Hal ini kan berdampak pada nyeri
kepala bahkan berisiko PTIK
B4 (Bladder) : mekanisme ADH melalui reseptor V2 (vassopresin) akan
meningkatkan permeabilitas air dalam duktus kolektivus sehingga
apabila ADH meningkat meyebabkan cairan dalam tubuh bertambah dan
sekresi urine berkurang.

21
B5 (Bowel) : volume vaskular yang naik akan berpengaruh pada sel-sel
sekitar sehingga sel lambung juga penuh dengan air, hal ini berakibat
respon mual dan muntah pada klien.
B6(Bone) : vasokontriksi vaskuler menyebabkan terhambatnya suplay
oksigen dan kalori pada otot serta sirkulasi pembuangan asam laktat,
sehingga menyebabkan penurunan kontraktilitas otot.
(Doenges, 2000)
j. Pemeriksaan Diagnostik
 Natrium serum menurun <15 M Eq/L.
Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L,menandakan konservasi ginjal
terhadap Na.Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
 Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat
Na dan Kalium sedikit.
 Klorida/bikarbonat serum:mungkin menurun,tergantung ion mana
yang hilang dengan DNA.
 Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada
SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum.
 Berat jenis urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.HT tergantung
pada keseimbangan cairan,misalnya:kelebihan cairan melawan
dehidrasi.
 Pemeriksaan darah yang mengatur peningkatan kadar ADH disertai
penurunan osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan
konsentrasi natrium,natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L).
 Prosedur khusus :tes fungsi ginjaladrenal,dan tiroid normal.
 Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.
 Pemeriksaan laboratorium: penurunan osmolalitas, serum,
hiponatremia, hipokalemia, peningkatan natrium urin.

22
2. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. Ds : SIADH Kelebihan volume cairan
- Klien mengeluh urine
sedikit dan pekat Sekresi ADH naik

DO : Activasi reseptor V2
- Terdapat edema di
beberapa bagian tubuh cAMP intraseluler
- BB klien meningkat naik
- Osmolalitas serum <
287 mOsm/kg Permeabilitas air naik
- Osmolalitas atau berat
jenis urine tinggi ( > Volume cairan tubuh naik
100 mOsm/kg) dengan

2. Ds: Hiponatremi Gangguan pola eliminasi


- Klien mengeluh pusing
hingga nyeri Menekan renin dan sekresi
- Do: aldosteron

- Penurunan
osmolalitas plasma Penurunan kadar Na
terjadi terlalu cepat
lebih dari 10 Penurunan konsentrasi air
mOsm/kg/jam dalam urin

Natrium urin tetap banyak


yg keluar

Urin Pekat

23
3. Ds : SIADH Ketidakseimbangan
- Klien mengalami nutrisi kurang dari
anoreksia Reabsorpsi cairan naik kebutuhan
- Klien mengalami mual
muntah Volume cairan tubuh naik
Do :
- BB pasien menurun Sel lambung penuh air
- Albumin klien < 3,2
mg/dL Mual muntah
- Klien mengalami
penurunan kesadaran

3. Diagnosa Keperawatan
1 Kelebihan volume cairan b.d sekresi ADH yang berlebihan secara
patologis
2 Gangguan pola eliminasi b.d urine sedikit
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d perubahan
cairan sel lambung, mual dan muntah.

24
4. Rencana Keperawatan (Nanda, NIC dan NOC)

NO Dx Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1 Kelebihan volume Tujuan: Setelah Aktivitas-Aktivitas
cairan b.d sekresi dilakukan tindakan
ADH yang Mandiri:
keperawatan selama
berlebihan secara 1. Pantau input dan
patologis proses keperawatan
output urine serta hitung
diharapakan terjadi
keseimbangan cairan.
keseimbangan cairan dan
tidak ada oedem pada
2. Pantau keadaan
tubuh serta pengeluaran
umum dan tanda-tanda
urin kembali normal.
vital pasien, perhatikan
Kriteria Hasil :
hipertensi, nadi kuat,
1. Output dan input
distensi vena leher.
cairan seimbang.(1-
2cc/kg BB/jam-
3. Pantau sakit kepala,
dewasa, anak-anak ½ -
kram otot, kacau mental
1 cc/kg BB/jam)
dan disorientasi.
2. Tekanan darah normal
4. Catat BB dan
(100-120/60-90
monitor tanda-tanda dan
mmHg)
gejala retensi urine.
3. Denyut nadi normal
(80-100x/menit).
Kolaborasi:
4. Denyut nadi teraba.
1. Berikan atau batasi
5. Tidak terjadi
cairan tergantung pada
acites/oedema pada
status volume cairan.
perut.
2. Awasi natrium
6. Masukan selama 24
serum.
jam seimbang.
3. Pemberian obat-
7. BB mengalami
obatan deuretik, cairan
penurunan.
hipertonik dan forosemid
8. Penegangan pada vena
pada kasus berat.

25
jugularis tidak teraba. 4. Kolaborasi
9. Hematokrit normal.(3 pemeriksaan
x Hb) laboratorium untuk kadar
10. Turgor kulit baik. elektrolit
2 Ketidakseimbanga Tujuan : setelah Aktivitas-aktivitas :
Mandiri:
n nutrisi kurang dilakukan tindakan
1. Timbang sesuai
dari kebutuhan b.d keperawatan selama
indikasi, bandingkan
perubahan cairan 3X24 jam diharapkan BB
perubahan status cairan,
sel lambung; mual stabil, pasien bebas dari
riwayat BB.
muntah tanda-tanda malnutrisi
2. Berikan perawatan
dan pasien dapat
mulut sebelum pasien
mengumpulkan energy
makan.
untuk beraktivitas
3. Tinkatkan
kembali.
kenyamanan, lingkungan
Kriteria Hasil :
yang santai termasuk
1. Asupan nutrisi
sosialisasi saat makan.
terpenuhi.
Anjurkan oarang
2. BB meningkat.
terdekat untuk membawa
3. Kekuatan dapat
makanan yang disukai
terkumpul kembali.
pasien.
4. Stamina adekuat.
4. Berikan makanan
5. Hasil laboratorium :
tinggi natrium, mis, susu,
albumin, Hb dalam
daging, telur, wortel, bit
rentang normal
dan seledri. Gunakan jus
buah da kaldu sebagai
pengganti air biasa.

5. Ajari pasien dan


keluarga tentang diet
yang harus diberikan.
6. Irigasi selang NG

26
(bila digunakan) dengan
normal salin sebagai
pengganti air.

Kolaborasi :
1. Konsultasi dengan
ahli gizi
2. Pantau pemeriksaan
lab, seperti albumin,
keadaan asam amino, zat
besi , elektrolit darah,
dll.
3. Berikan obat sesuai
indikasi:
a.Kalsium
b. Antiemetik
(proklorperazin /
compazine,
trimetobenzamid / tigan)
3 Gangguann pola Tujuan: Setelah Aktivitas-aktivitas :
eliminasi dilakukan tindakan
1. Kita catat frekuensi
berhubungan keperawatan selama 1X24
BAK
dengan tidak terdapat tanda
2. Kita catat volume
pengeluaran urin gangguan pengeluaran
BAK
terganggu urin
3. Pantau warna urin saat
BAK
Kriteria Hasil :
4. Kolaborasi pemberian
1. Pengeluaran BAK
obat untuk mengurangi
normal
2. Warna urin normal

27
BAB 4
PENUTUP

3. Kesimpulan
Peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis posterior merupakan
tanda dari SIADH.Peningkatan pengeluaran ADH biasanya terjadi sebagai
respon terhadap peningkatan osmolalitas plasma (penurunan konsentrasi
air plasma) atau penurunan tekanan darah.Penyebabnya adalah ,tumor-
tumor,pembedahan cedera, di sisi luar SSP terutama karsinoma
bronkogenik.Selain itu, SIADH dapat juga menjadi komplikasi.
4. Saran
Bagi penderita SIADH yang masih ringan,retriksi cairan cukup
dengan pembatasan cairan dan pembatasan sodium. Dan penderita
dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dan mengikuti prosedur
diit yang dianjurkan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bevelander, gerrit.2007. Dasar-dasar Histologi. Jakarta: Erlangga


Brooker. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 3. Jakarta: EGC.
Corwin, J. Elizabet.2001. Patofisiologi: Sistem Endokrin. Jakarta: EGC.
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10.
Jakarta: EGC
Ellen, Lee, dkk, 2000, Pathofisiology, Phiadelpia: W, B, Soundres
Grays, Linda Hager, et al .2006.Handbook of medical surgical-nursing 4th
ed.USA : Lippincot Williams & Wilkins
Grabe, Mark A dkk. 2006. Buku saku dokter keluarga. Jakarta: EGC.
Lee Ellen and Jacquelyn.(2000). Pathophysiology.Ed. 2. Philadelphia: W.B.
Sounders.
Price, Sylvia.2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta:EGC.
Robbins.2008.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7.Singapore :El Sevier
Sacher, Ronald A. 2004.Tinjauan kasus hasil pemeriksaan laboratorium. Jakarta:
EGC
Schrier, Robert W. 2007. Diseases of The Kidney & Urinary Tract 8th ed.USA :
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia
Tisdales, james E & Miller, Douglas A. 2010. Drugs Incuduced Diseases :
Prevention, Detection and Management 2nd. American Society of Health
System Pharmacists, Inc USA :heartside publishing.
Otto, shirley E. 2003.Buku saku keperawatan onkologi. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.

29
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2004. Brunner & Suddarth’s Textbook
of Medical Surgical Nursing 10th edition.Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins
Watson,Roger.2004.Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat edisi 10.Jakarta:
Penerbit buku Kedokteran EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai