Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui
rangsang haus dan pengeluarannya melalui urine, secara hormonal hali ini diatur
oleh arginin vasopressin (AVP) sebagai hormone ati diuretic. SIADH (
syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) adalah sindrom yang
mekanismenya berlawanan dengan hal tersebut, karena gagalnya pengeluaran air
bebas melalui urine, kepekatan urine terganggu, hyponatremia, hipoosmolalitas
dan natriuresis.
Syndrome ini sagat jarang, yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya
yang berefek pada kurang dari 200.000 penduduk AS. Walau jarang pada pasien
dewasa, pada anak sering menyertai kondisi pasien dengan hipotomik
normovolemia dan hyponatremia. Angka insiden yang pasti sulit diketahui,
karena penyakit ini bersifat sementara atau kronis. Pada kondisi lain
berhubungan dengan gejala efek samping obat atau lesi pada paru atau system
syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hyponatremia yang sedang direhabilitasi
cenderung memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia
lanjut dengan hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara
SIADH dan usia. Hyponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang
kurang signifikan. Walau bagaimanapun resiko kejadian SIADH meningkat bila
pasien terkena hyponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada anak yang
rawat inap dengan pneumonia, yang berkorelasi dengan perburukan penyakit
dan kesembuhannya. Mungkin retriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan
untuk meningkatkan kesembunhannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud penyakit SIADH?
2. Apa penyebab terjadinya penyakit SIADH?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya SIADH?
4. Bagaimana tanda dan gejala pada penyakit SIADH?
5. Bagaimana penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit SIADH?
6. Komplikasi apa yang terjadi pada SIADH?
7. Bagaimana prognosis untuk penderita SIADH?

1.3 TUJUAN
 Tujuan Umum
Mampu dalam memahami penyakit SIADH, diagnose, dan asuhan
keperawatan yang dilakukan untuk pasien dengan penyakit SIADH.
 Tujuan Khusus
1. untuk mengetahui definisi penyakit SIADH
2. Mengetahui penyebab terjadinya penyakit SIADH
3. Mengetahui patofisiologi terjadinya SIADH
4. Mengetahui tanda dan gejala pada penyakit SIADH
5. Mengetahui penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit SIADH
6. Mengetahui Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan SIADH
7. Mengetahui prognosis untuk penderita SIADH
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi SIADH ( Syndrome Of Inappropriate Antidiuretic Hormone


Secretion)

SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik


atau yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter
syndrome.SIADH dapat didefiisikan sebagaiGangguan produksi hormon
antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia.

SIADH adalah syndrome yang mempengaruhi keseimbangan air dan


mineral pada tubuh. SIADH adalah keadaan yang diakibatkan oleh kadar ADH
yang berlebihan. Kelebihan ADH akan menyebabkan peningkatan reabsorpsi air
dari tubulus ginjal, sehingga terjadi penahanan air dan hyponatremia (Arleen N.
Suryatenggara, 2012).

SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh
ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang
berasal dari hipofisis posterior.

SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran


ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang
lebih ringan. (Corwin, 2001)

SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon) adalah


gangguan pada hipofisis posterior yang ditandai dengan peningkatan pelepasan
ADH dari hipofisis posterior.(elizabet j.corwin, 2001)

2.2 Etiologi SIADH


SIADH disebabkan oleh tiga (3) penyebab utama, yaitu hasilan ADH ektopik oleh
sel kanker, SIADH terimbas obat (drug-induced SIADH), dan jejas di jaras
baroreseptor, terutama di sistem saraf pusat (SSP) dan paru. SIADH juga dapat
dijumpai di pasien AIDS, pengolah raga berat, dan pasien psikosis akut .
SIADH dapat terjadi sebagai akibat gejala endokrin paraneoplastik. Gejala
endokrin paraneoplastik terjadi ketika sel kanker menghasilkan hormon atau
peptida yang menyebabkan gangguan metabolik, dalam hal ini ADH. Sekresi ADH
ektopik diakibatkan oleh penunjukkan abnormal gen ADH, baik oleh sel tumor
primer maupun sel metastasis. Sekitar 75% SIADH paraneoplastik disebabkan oleh
kanker paru jenis sel kecil (small cell lung carcinoma–SCLC). Namun demikian,
SIADH dilaporkan juga terjadi di keganasan yang lain, seperti: karsinoma
duodenum dan pankreas, keganasan saluran kemih, mesotelioma, timoma, dan lain-
lain. Secara umum, terdapat hubungan yang kuat antara keganasan dengan SIADH,
sehingga apabila seseorang menderita SIADH dan menunjukkan gejala yang
mencurigakan seperti penurunan berat badan, harus diperiksa dengan seksama
terhadap kemungkinan keganasan lain.
Obat-obatan yang dapat menimbulkan SIADH tidak sedikit. Antidepresan
golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) adalah salah satunya.
Berbagai telitian menunjukkan bahwa hiponatremia berkaitan dengan pemberian
SSRI, dengan kejadian antara 0,5–32%. Faktor kebahayaan terjadi hiponatremia
adalah: usia lanjut, perempuan, pengguna diuretik, berat badan rendah, dan
kepekatan natrium di batas bawah. Obat lain yang dapat menimbulkan SIADH,
adalah: desmopresin, klorpromazin, quinolon, serta kemoterapi seperti:
siklofosfamid, vinkristin, cisplatin. Mekanisme terjadinya SIADH diduga karena
rangsangan sekresi ADH secara berlebihan, atau memperkuat pengaruh ADH di
ginjal.
Jejas di jaras baroreseptor juga dapat menimbulkan SIADH, karena baroreseptor
arkus aorta terletak di daerah dada. Perubahan tekanan yang ditemukan akan
diteruskan melalui saraf sensorik (nervus IX dan X) dan berakhir di otak. Persarafan
tersebut juga menyampaikan isyarat yang bersifat hambatan. Apabila terdapat jejas
di jaras tersebut, maka akan terjadi gangguan aliran isyarat hambatan, dan dapat
mengimbas sekresi ADH yang berlebihan. Keadaan ini dapat terjadi di kelainan
paru seperti radang parenkim paru (pneumonia) terutama yang disebabkan oleh
Legionella dan Mycoplasma, tuberkulosis, atau abses. SIADH dapat pula terjadi di
gangguan SSP seperti tumor, trauma, infeksi, serta perdarahan.

2.3 Patofisiologi SIADH

Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk
meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan
reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini
meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES).
Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan meningkatkan
konsentrasi urine yang diekskresi. Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan
retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat
dengan hiponatremi delusional.Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air
dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap,akibatnya urin menjadi
pekat.Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas
serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini
akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk
meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.

Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan
dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal . Tiga mekanisme patofisiologi
yang bertanggung jawab akan SIADH , yaitu

 Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini


disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis , sindrom
guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat
atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan positif pernafasan juga
akan mengalami SIADH.
 ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik
– hipofisis , yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).
 Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan .
bermacam-macam obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan
ADH . obat-obat tersebut termasuk nikotin , transquilizer, barbiturate,
anestesi umum, suplemen kalium, diuretic tiazid , obat-obat hipoglikemia,
asetominofen , isoproterenol dan empat anti neoplastic : sisplatin,
siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.

2.3 Manisfestasi Klinis SIADH

Gejala yang sering muncul adalah:

 Hiponatremi (penurunan kadar natrium )


 Mual, muntah, anorexia, diare
 Takhipnea
 Retensi air yang berlebihan
 Letargi
 Penurunan kesadaran sanpai koma.
 Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma , menyebabkan produksi urine
yang kurang terlarut.
 Ekskresi natrium melalui urine yangberkelanjutan
 Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselular

Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH tergantung pada derajat
lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu dilakukan pemeriksaan tingka
osmolalitas serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan tes kapasitas
pengisian cairan:
1. Na serum >125 mEq/L.

1. Anoreksia.

2. Gangguan penyerapan.

3. Kram otot.

2. Na serum = 115 – 120 mEq/L.

1. Sakit kepala, perubahan kepribadian.

2. Kelemahan dan letargia.

3. Mual dan muntah.

4. Kram abdomen.

3. Na serum < 1115 mEq/L.

1. Kejang dan koma.

2. Reflek tidak ada atau terbatas.

3. Tanda babinski.

4. Papiledema.

5. Edema diatas sternum.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik SADH


a. Natrium serum menurun <15 M Eq/L.

Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal terhadap


Na).

b. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.

Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan


Kalium sedikit.

c. Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun,tergantung ion mana yang hilang


dengan DNA.
d. Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.

Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH


dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis urin:meningkat
(< 1,020) bila ada SIADH.

 Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan,misalnya: kelebihan


cairan melawan dehidrasi.
 Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi
natrium,natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L.
 Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.
 Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.
 Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia,
hipokalemia, peningkatan natrium urin

2.6 Penatalaksanaan SIADH

Penatalaksanaan medik SIADH harus ditujukan untuk mengatasi keadaan patologis


yang mendasarinya. Keganasan SIADH, akan membaik dengan kemoterapi.
Hiponatremia yang terjadi karena metastasis dalam otak, dapat diatasi dengan
pemberian kortikosteroid dan pengobatan radiasi. Di samping itu, penting untuk
menghentikan penggunaan obat yang dapat memicu SIADH terjadi.

Pengobatan hiponatremia bergantung tingkat keparahan gejala yang timbul.


Pengobatan utama untuk hiponatremia ringan (kadar natrium serum >125 mEq/L)
adalah pembatasan cairan. Cairan NaCl 0,9% diberikan, dengan volume berkisar
antara 800–1200 ml per hari. Apabila cara ini tidak mampu memperbaiki
hiponatremia, maka dapat diberikan infus cairan hipertonis (NaCl 3% atau 5%)
disertai pemberian diuretik. Cara ini akan memperbaiki hiponatremia dalam waktu
3–10 hari. Walaupun demikian, pelaksanaan pembatasan cairan tidak praktis dan
relatif sulit terutama untuk pasien anak yang sebagian besar asupan dietnya berupa
cairan.
Apabila pembatasan cairan dan pemberian diuretik tidak berhasil, hiponatremia
dapat diatasi dengan pemberian obat seperti: demeklosiklin, litium, dan urea.
Demeklosiklin adalah derivat tetrasiklin. Walaupun bersifat meracuni ginjal
(nefrotoksik), obat ini digunakan sebagai pengobatan SIADH karena menyebabkan
diabetes insipidus pada 60% pasien yang menggunakannya. Diabetes insipidus juga
dapat diimbas dengan pemberian litium. Litium bekerja dengan men- downregulate
AQP2 pada 30% pasien. Akan tetapi obat ini tidak boleh digunakan dalam jangka
panjang karena mengakibatkan nefritis interstisial dan gagal ginjal terminal. Obat
lain yang dapat digunakan untuk mengatasi SIADH kronis adalah urea. Di beberapa
telitian ditemukan bahwa dengan pemberian urea lewat rongga mulut adalah tepat
guna dan aman, baik untuk anak maupun dewasa.

Saat ini tersedia obat yang bekerja selektif sebagai antagonis V2, yaitu golongan
vaptan. Vaptan menghalangi reabsorpsi air di tubulus ginjal tanpa mempengaruhi
pembuangan zat terlarut, sehingga disebut sebagai akuaretik. Beberapa jenis
antagonis V2 adalah: tolvaptan, lixivaptan, mozavaptan, dan satavaptan. Vaptan
sangat bermanfaat bagi pasien dengan SIADH kronis yang tidak dapat diatasi
dengan pembatasan cairan dan suplementasi garam.

Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:

a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan


untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal
dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi
tumor tersebut.
b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan . Pada kasus ringan retensi
cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan cairan. Pedoman umum
penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum
dapat dinormalkan dan gejala-gejala dapat diatasi. Pada kasus yang berat,
pemberian larutan normal cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi
pilihan.
c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat
kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat
masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan
emosional.
 Rencana non farmakologi

1. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)

2. Pembatasan sodium

 Rencana farmakologi
- Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
- Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
- Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
- Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik saline
3 % secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan peningkatan
osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara
penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif.
 Pengobatan khusus = prosedur pembedahan

Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH bersal


dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk menghilangkan
tumor tersebut.

Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain :

1) Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di programkan untuk


membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan(menghemat
cairan untuk situasi social dan rekreasi).
2) Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan diuretic
secara kontinyu.
3) Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
4) Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah, anoreksia
segera lapor dokter.
5) Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek
samping.
6) Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.
7) Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala sampai
sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih parah,maka diberikan
diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH di tubulus pengumpul.Kadang-
kadang digunakan larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan
konsentrasi natrium plasma.

2.7 Komplikasi Pada SIADH

Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi sampai
kejang otot, koma dan intoksikasi air.

2.8 Prognosis SIADH

Kecepatan dan durasi respon sangat bergantung pada penyebabnya . SIADH


biasanya berkurang dengan regresi tumor , tetapi dapat menetap walaupun tumor
primer telah terkontrol. Gangguan neurologis akibat intoksikasi air biasanya
bersifat reversibel dan tidak memerlukan rehabilitas jangka panjang.

SIADH yang disertai hiponatremia, apalagi dengan derajat yang makin berat dan
ditambah terlambatnya penanganan akan sangat berkontribusi terhadap berat
ringannya angka mortalitas dan morbiditas pasien.Angka mortalitas pasien disertai
hyponatremia 12.5% lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa hiponatremi. Angka
mortalitas bertambah 2 x lipat (25%) bila pasien konsentrasi serum Na < 120
mmol/L dibanding pasien degan hiponatremia ringanAngka mortalitas pasien
dewasa berkisar 5-50% bila terdapat penurunan drastis serum Na secara akut,
tergantung derajatnya. Sementara pasien anak angka mortalitas hanya 8%. Bayi
dalam kandungan akan merespon edema yang terjadi diotak dengan lebih baik,
karena lebih luasnya volum kranium. Hiponatremi paskaoperasi bisa menyebabkan
angka mortalitas dan mormeningkat pada kedua jenis kelamin, karena tidak
adekuatnya adaptasi otak dengan volum luas dan lambatnya berobat.
Pathway SIADH
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN (SIADH)

1. Pengkajian

1. Identitas pasien meliputi: nama, umur, pekerjaan, dan alamat,ras, dan


jangan lupa cantumkan nama penanggung jawab.
2. Keluhan Utama :
Biasanya pasien merasakan Mual, muntah, anorexia.
3. Riwayat penyakit dahulu:
adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien,serta
riwayat radiasi pada kepala.
4. Riwayat penyakit sekarang :
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala,
demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau
bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang sampai penanganan apa yang diberikan sebelum
pasien dibawa ke rumah sakit.
5. Riwayat penyakit keluarga:
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular,
atau dalam keluarga apakah ada yang mempunyai penyakit yang sama
dengan pasien saat ini.
6. Pantau status cairan dan elektrolit.
7. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan
segera lakukan tindakan untuk mengatasinya.
8. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg laporkan
pada dokter).
9. Periksa TTV : Meliputi pemeriksaan suhu, nadi,RR, tekanan darah.
2. Pemeriksaan Persistem

B1 (Breathing) :
 inspeksi apakah terdapat sekret pada hidung
 apakah terdapat pernafasan cuping hidung atau tidak
 apakah menggunakan otot bantu pernafasan
 Bagaimana Irama Pernafasanya
B2 (Blood) :
 Inspeksi : Apakah terdapat Distensi vena jugularis.
 Auskultasi : apakah terdapat takikardia
 Bagaimana suara jantung apakah terdapat suara tambahan atau tidak
 Apakah terdapat nyeri dada atau tidak
B3 ( Brain ) :
 Bagaimana kondisi mental klien apakah terdapat kekacauan mental
 Apakah terdapat kejang
 Apakah terdapa Sakit kepala ·
 Bagaimana reflek patologis
 Adakah gangguan penciuman,pendengaran,pandangan
B4 ( Bladder )
 Bagaimana kondisi kandung kemih apakah terdapat nyeri tekan atau tidak
 Apakah terdapat Penurunan volume urine
 Penurunan frekuensi berkemih
 Apakah klien terpasang kateter atau tidak
B5 ( Bowel ) ·
 Mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia). ·
 Mual dan muntah ·
 Apakah terdapat Peningkatan berat badan secara tiba-tiba
 Apakah terdapat penurunan berat badan
B6 ( Bone )
 Letargi ·
 Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
 Berapa kekuatan otot
 Bagaimana kekuatan sendi apakah terdapat kelemahan anggota gerak·

3. Diagnosa Keperawatan

1. Volume cairan berlebih berhubungan dengan sekresi ADH yang


berlebihan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan absorpsi nutrisi dan natrium.

4. Intervensi/Perencanaan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Volume cairan Setelah dilakukan 1) Pantau - Catatan masukan
berlebih tindakan masukan dan dan haluaran
berhubungan keperawatan selama keluaran cairan membantu
dengan sekresi 3 x 24 jam dan tanda – mendeteksi tanda
ADH yang diharapkan sekresi tanda dini
berlebihan. ADH kembali kelebihan ketidakseimbangan
normal dengan cairan setiap 1 cairan.
kriteria hasil: – 2 jam.
- Volume cairan 2) Pantau
dan elektrolit elektrolit atau
dapat kembali osmolaritas
pada batas serum resiko - Untuk mengetahui
normal. gangguan keadaan natrium
- Klien dapat signifikan bila serum.
mempertahankan serum Na
berat badan dan kurang dari
volume urine 125 mEq/L.
800 – 3) Batasi
2000ml/hari masukan
- Input sama cairan.
dengan output. 4) Monitor TTV.
- Tidak ada
edema.
- Mencegah
intoksikasi air.

- Tanda – tanda vital


menjadi indikasi
dari kondisi klien.
2. Perubahan Tujuan setelah 1) Timbang berat - Memberikan
nutrisi kurang dilakukan tindakan badan setiap informasi tentang
dari kebutuhan keperawatan selama hari. keadaan masukan
tubuh 3 x 24 jam, masalah 2) Buat pilihan diet atau
berhubungan gangguan nutrisi menu yang ada penentuan
dengan dapat teratasi dan izinkan kebutuhan nutrisi.
perubahan dengan kriteria pasien untuk
absorpsi nutrisi hasil: mengontrol - Untuk membuat
dan natrium - Berat badan pilihan klien
kembali normal. sebanyak meningkatkan
- Bebas dari tanda mungkin. kepercayaan
malnutrisi. 3) Kolaborasi dirinya dan merasa
pemberian mengontrol
cairan IV lingkungan lebih
hiperalimentasi suka menyediakan
dan lemak makanan untuk
sesuai indikasi. dimakan.

- Memenuhi
kebutuhan cairan
atau nutrisi sampai
masukan oral
dapat dimulai.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik atau


yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter
syndrome.SIADH dapat didefiisikan sebagaiGangguan produksi hormon
antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia.

Penyebabnya adalah cedera,pembedahan,tumor-tumor si luar SSP terutama


karsinoma bronkogenik.Tanda-tanda : Retensi urine,penurunan pengeluaran
urine,mual dan muntah yang semakin parah seiring dengan intoksikasi air.
DAFTAR PUSTAKA

Lorraoine, Sylvia. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Edisi 6. Jakarta: EGC.

Buzduga. 2011. Syndrome Of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion


Associated With Small Cells Lung Cancer With Bone Metastasis. Diakses pada 2
Desember 2019 di
http://www.jurnaluldechirurgie.ro/jurnal/docs/jurnal311/art%2019_vol%207_201
1_nr%203.pdf

Anda mungkin juga menyukai