ISOLASI SOSIAL
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mah Kuasa,berkat limpahan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL”.
Dalam penilisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan baik
dalam pembuatan makalah ini. Namun berkat bimbingan dan arahan serta bantuan berbagai pihak
atau teman – teman kelompok akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati kelompok menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Muriyati, S.Kep.,M.Kes Selaku Ketua Stikes Panrita Husada Bulukumba
2. Nurlina, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Jiwa
3. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan moril maupun material, sehingga
kami dapat menyelesaikan penusunan makalah ini
4. Rekan-rekan mahasiswa/i yang telah memberikan bantuan dalam rangka penyusunan
makalah ini.
Kelompok menyadari bahwa penulis makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kelompok
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Kelompok berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan tenaga keperawatan pada khususnya dalam
meningkatkan perawatan pada pasien.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 5
A. Pengertian Isolasi Sosial................................................................................ 5
B. Etiologi Isolasi Sosial.....................................................................................5
C. Patofisiologi Isolasi Sosial ...........................................................................6
D. Manifestasi Klinis Isolasi Sosial ..................................................................6
E. Penatalaksanaan Isolasi Sosial .....................................................................7
BAB III KASUS .....................................................................................................8
A. Pengkajian ....................................................................................................9
B. Diagnosa ......................................................................................................10
C. Intervensi .....................................................................................................11
BAB IV PENUTUP ................................................................................................12
A. Kesimpulan ..................................................................................................12
B. Saran .............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial,
bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari penyakit
serta kelemahan.
Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini
cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk
dunia diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini
biasanya terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1% diantaranya adalah gangguan jiwa
berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta
orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Salah satu
bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terjadi di seluruh dunia adalah gangguan jiwa
skizofrenia. Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan
status sosial atau budaya.
Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit
secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian
tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di
berbagai Negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan
26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi
gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai
264 per 1000 penduduk.
Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan bahwa sebanyak 0,46 per
mil masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Mereka adalah yang diketahui
mengidap skizofrenia dan mengalami gangguan psikotik berat (Depkes RI, 2007).
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta (24,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB
(10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008).
Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149 ayat (2)
mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum, termasuk
pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.
Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah
pasien meningkat 100 persen dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2008, RSJ
Sumut menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80
penderita untuk rawat jalan. Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita
per hari.
Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial
Menarik Diri meliputi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pada peran promotif,
perawat meningkatkan dan memelihara kesehatan mental melalui penyuluhan dan pendidikan
untuk klien dan keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan kesehatan mental dan
pencegahan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri. Sedangkan pada peran kuratif
perawat merencanakan dan melaksanakan rencana tindakan keperawatan untuk klien dan
keluarga. Kemudian peran rehabilitative berperan pada follow up perawat klien dengan
gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri melalui pelayanan di rumah atau home visite.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan isolasi sosial?
2. Apa saja etiologi dengan isolasi sosial?
3. Apa saja patofisiologi dengan isolasi sosial?
4. Apa saja manifestasi klinis isolasi sosial?
5. Apa saja penatalaksanaan medis isolasi sosial?
6. Bagaimana asuhan keperawatan isolasi sosial?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makala ini adalah :
1. Agar mahasiswa mampu memahami apa itu pengertian isolasi sosial
2. Agar mahasiswa mampu memahami apa saja penyebab isolasi sosial yang muncul.
3. Agar mahasiswa mampu memahami bagaimana patofisiologi isolasi sosial
4. Agar mahasiswa mengerti manifestasi klinis isolasi sosial
5. Agar mahasiswa mengerti penatalaksanaan medis isolasi sosial
6. Agar mahasiswa mengerti bagaimana asuhan keperawatan isolasi sosial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak
terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi.,
Akemat., dkk. 2007 ).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong
oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau mengancam (Nanda-1,2012).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan prilaku maladaktif dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2000 ).
Menarik diri adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan lingkungan
sosial atau orang lain, merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain dan tidak bisa berbagi
pikirannya dan perasaannya (Rawlins,1993).
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian
yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam
dirinya (Townsend, M.C, 1998 : 52).
Isolasi sosial menarik diri adalah suatu keadaan dimana individu tidak dapat berinteraksi
dengan orang lain dan cenderung menyendiri dan sulit untuk bersosialisasi dengan sesama yang
disebabkan adanya penolakan maupun sikap negatif dari lingkungan dan orang sekitar terhadap
dirinya.
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam
perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial
yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya.
3. Perilaku
Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih, afek
tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka
terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat
tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang
lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien
dengan gangguan social manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari
lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung pada orang lain.
4. Rentang Respon
Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons berhubungan adaktif samapai
maladaktif.
1) Respon Adaktif
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat di terima oleh
norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih dalam batas normal),
meliputi:
a) Menyendiri/solitude
Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosial
dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah berikutnya.
b) Otonomi
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan
dalam hubungan sosial.
c) Bekerja Sama
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan
menerima.
d) Saling Tergantung (interdependen)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
2) Respon Maladaktif
Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari norma-norma sosial dan
budaya lingkungannya, meliputi:
a) Manipulasi
Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan, bukan pada orang lain.
b) Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, dan
tidak dapaat diandalkan.
c) Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.
C. Patofisiologi
Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya
perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bias
dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan
dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan hubungan
dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam
aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitive antara lain
pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi
halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2009,Hal.10).
HARGA DIRI
RENDAH
KRONIS
ISOLASI DIRI
D. Manifestasi Klinis
a) Tanda dan Gejala
Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi social akan ditemukan data objektif
meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain, klien tampak
memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak bercakap-cakap
dengan klien lain atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih
sering menunduk, berdiam diri dikamar. Menolak berhubungan dengan orang lain, tidak
melakukan kegiatan sehari-hari, meniru posisi janin pada saat lahir, sedangkan untuk data
Subjektif sukar didapat, jika klien menolak komunikasi, beberapa data subjektif adalah
menjawab dengan singkat dengan kata-kata “tidak, “ya” dan tidak tahu”.
b) Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaktif menggunakan berbagai mekanisme
dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis
masalah hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2006).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain proyeksi,
splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan
kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.
c) Sumber koping
Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon social mal-
adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan
hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
misalnya kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami dkk,2009,Hal.10).
E. Penatalaksanaan Medis
Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :
a. Psikofarmakologi
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Obat yang digunakan
untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka = psikoterapika = phrenotropika.
Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan
psikofarmakoterapi = medikasi psikoterapi yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik
langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak/sistem saraf pusat. Obat
yang bekerjanya secara efektif pada SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktifitas
mental, serta mempunyai efek utama terhadp aktivitas mental dan perilaku, digunakan
untuk terapi gangguan psikiatri Psikofarmakakologi yang lazim digunakan pada gejala
isolasi sosial adalah obatobatan antipsikosis seperti:
1) Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja
memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbic
dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping penggunaan Chlorpromazine injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik.
2) Haloperidol
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik
diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham,
halusinasi.Mekanisme kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak
terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping sering
menimbulkan gejala ekstrapiramidal.
3) Triflouperazine
Indikasi gangguan mental dan emosi ringan, kondisi neurotik/psikosomatis, ansietas,
mual dan muntah. Efek samping sedasi dan inhibisi psikomotor.
b. Therapy
1) Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik
digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian
temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall
yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di
otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
2) Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa
adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,
bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
3) Terapi Okupasi
Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan
aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki,
memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
BAB III
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA
KASUS
Ny. L (56 tahun) di bawa ke RSJ A setelah selama dua minggu tidak mau keluar kamar, tidak
mau mandi, dan tidak mau bicara. Saat dilakukan pengkajian, Ny.L hanya diam, tidak mau
menatap mata perawat, dan sesekali mengembuskan napas dengan panjang lalu kembali tidur.
Keluarga mengatakan hal ini terjadi semenjak anaknya pergi dari rumah dan membawa seluruh
uang yang dimilikinya.
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. L (P)
Umur : 56 Tahun
Alamat : Jln. Abdul kadir Kasim No. 13
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
JenisKel. : Perempuan
No CM : 264146
II. ALASAN MASUK
a. Data Primer
Pasien mengatakan dibawa ke rumah sakit jiwa karena tidak mau keluar kamar, tidak mau
mandi, dan tidak mau bicara.
b. Data Sekunder
Dua minggu yang lalu pasien tidak mau keluar kamar dan tidak mau mandi. Hal ini terjadi
semenjak anaknya pergi dari rumah dan membawa seluruh uang yang dimilikinya
c. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian pasien hanya diam, tidak mau menatap mata perawat, dan
sesekali mengembuskan nafas panjang lalu kembali tidur.
Jelaskan:
Klien mengatakan tinggal serumah dengan suaminya dan tiga orang anaknya. Anaknya
terdiri atas 3 orang yaitu laki laki 1 orang dan perempuan 2 orang. Klien mengatakan tidak
percaya anaknya pergi dari rumah dan membawa seluruh uang yang dimilikinya.
DiagnosaKeperawatan : -
2. Konsep Diri
a. Citra tubuh:
Klien mengatakan tubuhnya kurus, ia merasa jelek, klien juga mengatakan matanya
belum rabun, jalannya masih lancar, dan rambut beruban
b. Identitas:
Klien mengatakan ia sudah menikah, dan mempunyai tiga orang anak, 1 laki-laki dan
2 perempuan
c. Peran:
Klien mengatakan ia seorang istri, klien mempunyai 3 orang anak dan bekerja sebagai
IRT
d. Ideal diri:
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakitnya dan segera pulang, karena
klien ingin bertemu dengan keluarganya
e. Harga diri:
Klien mengatakan ia merasa sedih karena jauh dari keluarganya, klien menyendiri di
kamar, dan tidak berinteraksi dengan orang lain
DiagnosaKeperawatan : Harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti/terdekat
Klien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah keluarganya. Keluarga
klien adalah orang yang mengerti dan memahami klien, tetapi anaknya
mengkhianatinya karena mengambil uangnya dan kabur dari rumah
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat dan hubungan sosial
Klien mengatakan bahwa ia tidak mengikuti tahlil dan kegiatan lainnya. Saat di
rumah sakit klien jarang mengikuti kegiatan seperti senam, bersih-bersih
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan ia malas berhubungan dengan orang lain, karena menurut klien
tidak ada hal yang perlu dibicarakan. Klien sering diam, jarang bercakap-cakap
dengan klien lain di ruangan.
Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan bahwa ia dimasukkan ke RSJ A setelah selama dua minggu tidak
mau keluar kamar, tidak mau mandi, dan tidak mau bicara
b. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sbelum masuk RSJ, klien jarang melakukan ibadah shalat lima
waktu. Begitu juga saat masuk RSJ klien tidak pernah sholat lima waktu
Diagnosa Keperawatan: -
V. PEMERIKSAAAN FISIK
1. Keadaan umum
Compos mentis
2. Kesadaran (Kuantitas) : GCS 4 5 6
3. Tanda vital:
TD : 110/70 mm/Hg
N : 86 x/menit
S : 36 CO
P : 23 x/menit
4. Ukur:
BB : 57 Kg
TB : 165 Cm
5. Keluhan fisik:
Jelaskan :
Klien mengatakan ia tidak memiliki keluhan fisik
DiagnosaKeperawatan : -
Jelaskan:
DiagnosaKeperawatan: Isolasi Sosial
4. Mood dan Afek
a. Mood
√ Depresi Khawatir
Ketakutan Anhedonia
Euforia Kesepian
Lain lain
Jelaskan
Klien depresi semenjak anaknya pergi dari rumah dan membawa seluruh uang yang
dimilikinya.
b. Afek
Sesuai Tidak sesuai
√ Tumpul/dangkal/datar Labil
Jelaskan:
Datar, karena selama interaksi klien banyak diam, menjawab pertanyaan seperlunya.
Terkadang klien langsung pergi ke kamar.
DiagnosaKeperawatan : -
5. Interaksi Selama Wawancara
Bermusuhan
Kontak mata kurang
√ Tidak kooperatif Defensif
Mudahtersinggung Curiga
Jelaskan:
Klien kurang kooperatif saat diwawancarai, tidak ada kontak mata. Klien berbicara hanya
saat diberi pertanyaan oleh perawat, setelah itu klien kembali diam.
DiagnosaKeperawatan : Kerusakan Interaksi Sosial
6. Persepsi Sensorik
a. Halusinasi
Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penciuman
b. Ilusi
Ada
√ Tidakada
Jelaskan:
DiagnosaKeperawatan
7. Proses Pikir
a. ArusPikir:
Koheren Inkoheren
Sirkumtansial Asosiasilonggar
√ tangensial Flight of Idea
Blocking Perseverasi
Logorhoe √ Neologisme
Clang Association Main kata kata
Afasia Lain lain…
Jelaskan:
Klien sering terlihat melamun, tidak suka memulai pembicaraan. Klien lebih suka
menyendiri. Saat interaksi selama wawancara kontak mata klien tidak fokus, sesekali
mengembuskan napas dengan panjang lalu kembali tidur.
b. Isi Pikir
√ Obsesif Fobia,sebutkan…………..
Ekstasi Waham:
Fantasi o Agama
Alienasi o Somatik/hipokondria
Pikiran bunuh diri o Kebesaran
Preokupasi o Kejar / curiga
√ Pikiran isolasi sosial o Nihilistik
Ide yang terkait o Dosa
Pikiran Rendah diri o Sisippikir
Pesimisme o Siar piker
Pikiran magis o Kontrolpikir
Pikiran curiga Lain lain :
Jelaskan:
Klien mengatakan Klien saat ini berpikir untuk pulang,
c. Bentuk pikir :
√ Realistik
Non realistik
Dereistik
Otistik
Jelaskan:
Klien sering melamun dan diam saat ditanya oleh perawat, ia memikirkan anaknya
yang membawa kabur semua uangnya
DiagnosaKeperawatan : gangguan proses pikir
8. Kesadaran
Orientasi (waktu, tempat, orang)
Jelaskan:
Klien dapat membedakan siang dan malam. Klien mengetahui letak kamar mandi,
kamar tidur. Klien dapat membedakan antara perawat dan pasien. Secara kuantitas
kesadaran compos mentis dengan GCS 4 5 6. Secara kualitas klien kurang mampu
membangun relasi/memulai pembicaraan. Klien mampu menentukan yang baik dan
yang tidak boleh dilakukan. Hubungan klien dengan pasien lain baik.
Meninggi
Menurun:
Kesadaranberubah
Hipnosa
Confusion
Sedasi
Stupor
Jelaskan:
Diagnosa Keperawatan:
9. Memori
√ Gangguan daya ingat jangka panjang ( > 1 bulan)
Gangguan daya ingat jangka menengah ( 24 jam - ≤ 1 bulan)
Gangguan daya ingat pendek (kurun waktu 10 detik sampai 15 menit)
Jelaskan:
Klien mampu mengingat kejadian yang telah lalu dan baru-baru terjadi. Klien masih
ingat jam berapa dia bangun tadi.
Diagnosa Keperawatan: -
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
a. Konsentrasi
Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Jelaskan:
Klien mampu berkonsentrasi saat ditanya. Tidak berpindah topic.
b. Berhitung
Jelaskan:
Klien mampu menjawab saat ditanya 100-7 = 93; 93-7 = 86. Walaupun agak lama
saat menjawab
Diagnosa Keperawatan: -
11. KemampuanPenilaian
√ Gangguan ringan
Gangguan bermakna
Jelaskan :
Klien dapat menilai yang baik dan yang buruk dan klien juga mengetahui bahwa sebelum
masuk ke RSJ klien tidak pernah mandi
Diagnosa Keperawatan: -
12. Daya Tilik Diri
√ Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan:
Klien mengaku dirinya berada di RSJ namun menyangkal bahwa klien disini menderita
gangguan jiwa.
DiagnosaKeperawatan: -
3) Makan
Jelaskan :
Klien mengatakan setiap kali makan mencuci tangan dan makan sendiri
tanpa bantuan orang lain. Klien mengatakan sering menghabiskan porsi
makanan yang disediakan
b. Nutrisi
Berapa frekwensi makan dan frekwensi kudapan dalam sehari.
Klien makan 3 kali sehari, dengan komposisi nasi, sayur dan lauk pauk
c. Tidur
1) Istirahat dan tidur
Tidur siang, lama : 13:00 s/d 15:00
Tidur malam, lama : 19:30 s/d 04:00
Aktifitas sebelum/sesudah tidur : mencuci kaki, mencuci muka
Jelaskan
Klien mengatakan jadwal tidur siang dan malam tidak menentu
2) Gangguantidur
Insomnia
Hipersomnia
Parasomnia
Lain lain
Jelaskan
Klien tidak mengalami gangguan tidur
DiagnosaKeperawatan:
3. Kemampuan lain lain
Mengantisipasi kebutuhan hidup
Klien mampu mengantisipasi kebutuhan sendiri
Membuat keputusan berdasarkan keinginannya
Klien mampu membuat keputusan berdasarkan keinginannya
Mengatur penggunaan obat dan melakukan pemeriksaan kesehatannya sendiri.
Klien tidak mampu mengatur pengguaan obat sendiri, perlu dibantu oleh perawat
DiagnosaKeperawatan: -
4. Sistem Pendukung Ya Tidak
Keluarga
Terapis √
Teman sejawat
Kelompok sosial
Jelaskan :
Klien hanya mempunyai system pendukung yaitu terapis
DiagnosaKeperawatan:
X. ASPEK PENGETAHUAN
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang tentang
suatu hal?
Jawaban : klien tidak mempunyai masalah yang berikatan dengan keluarga
Bagaimana pengetahuan klien/keluarga saat ini tentang penyakit/gangguan jiwa, perawatan
dan penatalaksanaanya faktor yang memperberat masalah (presipitasi), obat-obatan atau
lainnya.Apakah perlu diberikan tambahan pengetahuan yang berkaitan dengan spesifiknya
masalah tsb.
√ Penyakit/gangguanjiwa Penatalaksanaan
Sistem pendukung Lain-lain, jelaskan
Faktor presipitasi
Jelaskan :
Klien memahami pengetahuan tentang penyakit jiwa yang klien alami sekarang, klien
mengetahui cara pengobatan yang dilakukan, karena memahami pengetahuan itu cara klien
menyelesaikan masalah benar dan tepat.
DiagnosaKeperawatan: -
XI. ASPEK MEDIS
1. Diagnosis Medis :
Isolasi Sosial
2. Diagnosa Multi Axis
Axis I : Skizofrenia Hebefrenik berkelanjutam
Axis II : Gangguan Kepribadian Schizoid
Axis III : tidak ditemukan
Axis IV : masalah dengan anaknya
Axis V : GAF skala 40-31
3. Terapi Medis
- TabSeroquel 1 × 400mg (0-0-1-0)
- TabDepakote 2 × 250mg (1-0-1)
- TabKlobazam 1×10mg (0-0-0-1)
XII.ANALISA DATA
DIAGNOSA
NO DATA
KEPERAWATAN
1. DS: Isolasi Sosial
Klien mengatakan bingung dalam memulai
pembicaraan, menurut klien tidak ada bahan
bicaraan untuk berinteraksi
DO:
- Klien lebih banyak berdiam diri
- Kontak mata kurang
- Klien sering menyendiri
- Klien tidak pernah memulai pembicaraan,
maupun perkenalan
2. DS: Gangguan proses pikir
-Klien mengatakan kalau ia lebih suka
menyendiri
DO:
- Klien sering terlihat melamum
- Klien tidak suka memulai pembicaraan
- Kontak mata klien tidak fokus
3. DS: Kerusakan
Klien mengatakan bingung bila ingin Komunikasi verbal
memulai pembicaraan dengan seseorang
Klien mengatakan malas berbicara karena
menurut klien tidak ada hal yang perlu
dibicarakan.
DO:
- Klien tidak pernah memulai pembicaraan
kepada lawan bicara
- Klien menjawab pertanyaan seperlunya saja
4. DS: Defisit perawatan diri
Klien mengatakan dalam sehari ia tidak
pernah mandi, tapi semenjak di RSJ klien
mandi 1 kali sehari namun klien jarang sikat
gigi, sehingga giginya tampak kotor dan klien
tidak mencuci rambut dan sabunan.
DO:
- Gigi klien terlihat kotor
- Kulit klien kusam
- Rambut klien kusam
KELOMPOK 2
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
Edukasi
o Anjurkan berbicara
perlahan
o Ajarkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi
o Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis
3. Defisit - klien dapat Setelah 2 X interaksi Dukungan Perawatan Diri
Perawatan membina klien menunjukan Observasi
diri hubungan saling tanda- tanda percaya o Identifikasi kebiasaan
percaya kepada atau terhadap aktivitas perwatan diri
- klien perawat : sesuai usia
mengetahui - penyebab tidak o Molniktor tingkat
pentinganya merawat diri kemandirian
perawatan diri - manfaat menjaga o Identifikasi kebuituhan
perawatan diri alat bantu kebersihan diri,
- Tanda tanda bersih berpakaian, berhias, dan
dan rapi makan
- kerugian yang Terapeutik
dialami jika o Sediakan lingkungan yang
perawatan diri tidak terapeutik ( mis. suasana
diperhatikan hangat, rileks, privasi )
o Siapkan keperluan pribadi
( mis. parfum, sikat gigi,
dan sabun mandi )
o Damping dalam
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
o Fasilitasi untuk menerima
kadaan ketergantungan
o Fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
o Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
o Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahka sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain sekitarnya. Pasien
mungkin merasa di tolak, tidakl di terima, kesepian, dan tiudak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. Salah satu gangguan hubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial yang tidak di sebabkan oleh perasaan
yang tidak berharaga yang bisa di alami klien dengan latrar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.
B. Saran
Sebagai seorang perawat yang profesional kita harus bisa mengetahui tentang pasien
gangguan isolasi sosial dengan berbagai macam sikap, prilaku dan hal-hal lainnya yang
mengindikasikan bahwa pasien tersebut mengalami isolasi sosial, agar tercapainya
kesehatan jiwa yang optimal maka perawat juga harus bisa memberitahukan kepada
keluarga pasien untuk lebih sering menjalin hubungan yang baik dengan pasien demi
menunjang penyembuhan pasien dengan cepat, karena dengan adanya orang-orang
terdekat di sekitar pasien akan mempercepat proses penyembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Fadhilah Harif: (2017), Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Jakarta Selatan,
Kamis 15 April 2021, Jam 10:00
Fadhilah Harif: (2017), Buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta Selatan,
Kamis 15 April 2021, Jam 10.00
Fadhilah Harif: (2017), Buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis
15 April 2021, Jam 10:00
https://id.scribd.com/document/363968740/Asuhan-Keperawatan-Isolasi-Sosial
https://pdfcoffee.com/makalah-askep-isolasi-sosial-pdf-free.html
https://pdfcoffee.com/asuhan-keperawatan-isolasi-sosial-12-pdf-free.html