Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

GAGAL GINJAL

Ditulis untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah KMB II

TINGKAT III C

OLEH

KELOMPOK 1

1. NURUL HANIFAH
2. NURAINI KHAIRUNNISA
3. RESTIA SA’BANI
4. RISKA AISHA MAHARANI
5. SUKM ALFI YENITA
6. SURYA NINGSIH
7. SYAHRUL RAMADHAN
8. TANIA SEPTINA YARDIKA

Dosen Pembimbing; Ns.MIKE ASMARIA S,Kep.M,Kep

1
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

SUMATERA BARAT

TAHUN 2020

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWT yang telahmemberikan
karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul GAGAL GINJAL“.

Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ns.MIKE ASMARIA
S,Kep.M,Kep yang telah membantu dalam menyampaikan materi sehingga dapat
membantu penulis dalam mengerjakan makalah ini,penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna. Untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mebangun guna
sempurnanya makalah ini.

Bukittinggi,3 NOVEMBER 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................

3
BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GAGAL GINJAL................................................


B. ETIOLOGI.....................................................................................
C. PATOFISIOLOGI.........................................................................
D. PENATALAKSANAAN...............................................................
E. PATHWAY...................................................................................
F. ASKEP TEORITIS........................................................................

BAB III ASKEP TEORITIS

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................
B. Saran .............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

BAB I

4
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-
communicablediseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus,
dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga
dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasienmengalami
komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner,gagal ginjal, dan
penyakit pembuluh darah perifer.
Gagal ginjal atau acute kidney injury (AKI) yang dulu disebut injury acuterenal
failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah padafungsi
filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasikreatinin serum
atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN (blood Urea Nitrogen).Setelah cedera ginjal
terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya
kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-90%.Kematian
di dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3 mg/dL kreatinin serum
merupakan prognostik penting yang signifikan. Peningkatan kadar kreatinin juga bisa
disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dantrimehoprim) yang menghambat
sekresi tubular ginjal. Peningkatan nilai BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan
ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan steroid,
pemasukan protein. Oleh karena itudiperlukan pengkajian yang hati-hati dalam
menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak.
B. Tujuan
a. Tujuan umum

Mengetahui tentang konsep medis dan asuhan keperawatan pada klien dengan
Gagal Ginjal Akut dan Gagal Ginjal Kronik

b. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan GGA dan GGK
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan
3. Mahasiswa mampu membuat intervensi untuk klien GGA dan GGK

5
4. Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan yang telah dibuat

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Penyakit Gagal Ginjal Akut


1. Pengertian
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir
lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal dan disfungsi tubular dan glomerular. Ini
dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urin normal.
Gagal ginjal adalah Suatu syndroma klinis akibat kerusakan metabolik atau
patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yg nyata dan cepat
disertai terjadinya azotemia . Dapat disertai Oliguria(produksi urine <400 cc/hr atau
Non oliguria. Disebut Nekrosis Tubulus Akut (NTA) secara histologis padahal tidak
selalu ditemukan Nekrosis pada tubulus.. Istilah NTA bisa untuk membedakan bentuk
GGA reversibel yg disebabkan oleh faktor-faktor diluar ginjal ( prerenal / postrenal )
2. Etiologi
Sampe saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi Gagal Ginja Akut
dengan tiga katagori meliputi: pra renal, renal dan pasca renal. Tiga kategori utama
kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :
a. Kondisi Pra Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan
terjadinya hipoperfusi renal adalah :
1) Hipofolemik (perdarahan post partum, luka bakar, kehilangan cairan dari
gastro intestinal, pankreatitis, pemakaian diuritik berlebihan).
2) fasodilatasi (sepsis atau anfilaksis).
3) penurunan curah jantung (distritmia, infak miokardium, gagal jantung
konghesif, shok kardiogenik, emboli paru).
4) obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombopsis).
b. Kondisi Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau
tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

6
1) trauma langsung pada ginjal dan cedra akibat terbakar
2) iskemia (pemakaian NSAID, kondisi syok pasca bedah).
3) reaksi transpusi (DIC akibat transfusi tidak cocok).
4) penyakit glumerofaskular ginjal: glumerulunefritis, hipertensi maligna.
5) nefritis interstitial akut: infeksi berat, induksi obat-obat nefrotoksin.
c. Kondisi pascaRenal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-
kondisi sebagai berikut :
1) obstruksi muara pesika urinaria: hipertropi prostat, karsinoma.
2) obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan darah atau
sumabatan dari tumor.

Gambar 2.2: etiologi dari Gagal Ginjal Akut


3. Patofisiologi
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut sebagai berikut :
a. Periode Awal
Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b. Periode Oliguri
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh
ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk
pertama kalinya gejala uremik muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti
hiperkalemia terjadi.
c. Periode Diuresis

7
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda
perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya
menurun. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan
keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi
selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
d. Periode Penyembuhan
o Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan
o Nilai laboratorium akan kembali normal
o Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%

Gambar 2.3: Gagal Ginjal Akut

4. perjalanan klinis
Ada 3 stadium dalam perjalanan klinis pada gagal ginjal akut:
a. stadium Oliguria
b. stadium Diuresis
c. stadium Pemulihan

 Stadium Oliguria
Sering terjadi pada paska operasi biasanya timbul setelah 24-48 jam setelah trauma
oleh sebab nefrotoksik
 Stadium Diuresis
Dimana pengeluaran kemih >400 cc /hr – tidak melebihi 4liter/hr berlangsung 2-3
minggu .Penyebab diuresis adalah diuresis osmotik karena tingginya kadar urea
darah atau kegagalan tubulus utk mempertahankan garam dan air yg difiltrasi
 Stadium Penyembuhan

8
Berlangsung s/d setahun membaik sedkit demi sedikit
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urin
1) Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2) Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3) Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4) Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5) Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
7) Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
8) Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9) PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan
gagal ginjal kronik.
10) Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal,
dan ratio urine/serum sering 1:1.
11) Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN
dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12) Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal
tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13) Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14) SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
15) Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah
(1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA
biasanya ada proteinuria minimal.
16) Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular

9
ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis
glomular.
b. Darah :
1) Hb. : menurun pada adanya anemia.
2) Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
3) PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
4) BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5) Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
6) Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7) Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
8) Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9) Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10) Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan
sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologis dilakukan bila ada kecurigaan adanya sumbatan pada


saluran kemih. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam/basa Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan vena) dilakukan
jika diduga penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah.

Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan dan MRI. Jika
pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut,
maka dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis)

6. Pencegahan

Untuk mengurangi risiko gagal ginjal kronis, cobalah untuk:


a. Jika anda minum minuman beralkohol maka minumlah dengan tidak berlebihan
akan tetapi sebaiknya anda menghindarinya
b. Jika anda menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas. Ikuti petunjuk yang
ada pada kemasannya. Menggunakan obat dengan dosis yang terlalu tinggi dapat

10
merusak ginjal. Jika anda memiliki sejarah keluarga dengan penyakit ginjal,
tanyalah dokter anda obat apa yang aman bagi anda
c. Jaga berat badan sehat anda dengan berolahraga rutin.
d. Jangan merokok dan jangan memulai untuk merokok
e. Kontrol kondisi medis anda dengan bantuan dokter jika kondisi tersebut
meningkatkan risiko gagal ginjal.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus ditujukan kepada penyakit primer yang menyebabkan
gagal ginjal akut tersebut, dan berdasarkan keadaan klinis yang muncul.
a. Mempertahankan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada pengukuran berat


badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan
yang hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien.

Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung,
feses, drainase luka, dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk
terapi penggantian cairan.

b. Penanganan hiperkalemia :

Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan hal-hal berikut :

1)Glukosa, insulin, kalsium glukonat, natrium bikarbonat (sebagai tindakan darurat


sementara untuk menangani heperkalemia)

2)Natrium polistriren sulfonat (kayexalate) (terapi jangka pendek dan digunakan


bersamaan dengan tindakan jangka panjang lain)

3)Pembatasan diit kalium

4)Dialisis

c. Menurunkan laju metabolisme

1) Tirah baring

2) Demam dan infeksi harus dicegah atau ditangani secepatnya

d. Pertimbangan nutrisional

11
1) Diet protein dibatasi sampai 1 gram/kg selama fase oligurik.

2) Tinggi karbohidrat

3) Makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jus jeruk, kopi) dibatasi,
maksimal 2 gram/hari

4) Bila perlu nutrisi parenteral

e. Merawat kulit

1) Masase area tonjolan tulang

2) Alih baring dengan sering

3) Mandi dengan air dingin

f. Koreksi asidosis

1) Memantau gas darah arteri

2) Tindakan ventilasi yang tepat bila terjadi masalah pernafasan

3) Sodium bicarbonat, sodium laktat dan sodium asetat dapat diberikan untuk
mengurangi keasaman

g. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi gagal ginjal


akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia, menghilangkan kecenderungan perdarahan,
dan membantu penyembuhan luka.

Hal-hal berikut ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk segera


dilakukan dialisis :

Volume overload

1) Kalium > 6 mEq/L

2) Asidosis metabolik (serum bicarbonat kurang dari 15 mEq/L)

3) BUN > 120 mg/dl

12
4) Perubahan mental signifikan

B. Penyakit Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronis yang dikemukakan oleh beberapa
ahli meliputi yaitu :
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo,
1996).
Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa Gagal ginjal kronik adalah ginjal
sudah tidak mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan
kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang
umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun
dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang
berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang
berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit
2. Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan
menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut:
a. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
b. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
c. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
3. Etiologi
a. penyakit Hipertensi
b. Gout menyebabkan nefropati gout.
c. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
d. gangguan metabolisme

13
e. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
f. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
g. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
h. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit ginjal
genetik) / herediter
i. infeksi, penyakit hipersensitif
j. penyakit peradangan, lesi obstruksi pada traktus urinarius
k. nefropatik toksik dan neoropati obstruksi

Gambar 2.4: gagal ginjal kronik

4. Patofisiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronik biasanya dipengaruhi oleh penyakit sistemik
seperti diabetes melitus, glumerulonefritis, pielonefritis, hipertensi yang tidak
dikontrol, obtruksi traktus urinarius, penyakit ginjal polikistik, infeksi dan agen
toksik. fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
dieksresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh, semakin banyak yang timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berarti dan akan membaik setelah dialisis. Banyak
permasalahan yang muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan glomeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan clearens substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.
Perjalanan penyakitnya dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :

14
a Stadium I (Penurunan cadangan ginjal).

Fungsi ginjal antara 40 % - 75 %, pada stadiusm ini kreatinin serum dan kadar urea
dalam darah (BUN) normal, pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya
dapat terdeteksi dengan memberi kerja yang berat pda ginjal tersebut, seperti tes
pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes Glomerolus Filtrasi Rate
(GFR) yang teliti.

b Stadium II (Insufisiensi ginjal)

Fungsi ginjal antara 20 – 50 %, pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat
melebihi kadar normal. Timbul gejala – gejala nokturia (pengeluaran urine pada
waktu malam hari yang menetap samapai sebanyak 700 ml, dan poliuria
(peningkatan volume urine yang terus menerus). Poliuria pada gagal ginjal lebih
besar pada penyakit terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat
sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari.

c Stadium III (Uremi gagal ginjal).

Fungsi ginjal kurang dari 10 %, pada stadium akhir sekitar 90 % dari massa nefron
telah hancur, taua hanya sekitar 200.000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya
10 % dari keadaan normal, kreatinin sebesar 5 – 10 ml per menit atau kurang.
Gejala – gejala yang timbul cukup parah anatara lain mual, muntah, nafsu makan
berkurang, sesak nafas, pusing atau sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur,
kejang – kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Penderita
akan mengalami oliguria (pengeluaran urine kurang dari 500 ml) karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula – mula menyerang tubulus ginjal.

Patofisiologi menurut SmeltzerC, Suzanne, (2002 hal 1448) adalah:

a. Penurunan GFR

Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk


pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan
meningkat.

b. Gangguan klirens renal

15
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)

c. Retensi cairan dan natrium

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin


secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.

d. Anemia

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun
dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada
tulang dan penyakit tulang.

f. Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)

Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon

5. Manifestasi Klinik

a. Kardiovaskuler

a. Hipertensi

b. Pitting edema

c. Edema periorbital

d. Pembesaran vena leher

16
e. Friction rub perikardial

b. Pulmoner

a. KrekelS

b. Nafas dangkal

c. Kusmaul

d. Sputum kental dan liat

c. Gastrointestinal

a. Anoreksia, mual dan muntah

b. Perdarahan saluran GI

c. Ulserasi dan perdarahan pada mulut

d. Konstipasi / diare

e. Nafas berbau amonia

d. Muskuloskeletal

a. Kram otot

b. Kehilangan kekuatan otot

c. Fraktur tulang

d. Foot drop

e. Integumen

a. Warna kulit abu-abu mengkilat

b. Kulit kering, bersisik

c. Pruritus

d. Ekimosis

e. Kuku tipis dan rapuh

17
f. Rambut tipis dan kasar

f. Reproduksi

a. Amenore

b. Atrofi testis ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1450)

Pada sumber yang lain jg di jelaskan sebagai berikut:

a. Pada penurunan cadangan ginjal, tidak tampak gejala-gejala klinis.

b. Pada insufisiensi ginjal, dapat timbul poliuri (peningkatan pengeluaran urine)


karena ginjal tidak mampu memekatkan urine.

c. Pada gagal ginjal, pengeluaran urine turun akibat GFR yang sangat rendah. Hal ini
menyebabkan peningkatkan beban volume, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis
metabolik, azotemia dan uremia.

d. Pada penyakit ganjil stadium akhir, terjadi azotemia dan uremia berat.

Penatalaksanaan

Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan


penatalaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan
retriksi protein dan obat-obat anti hipertensi. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk
mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.ada penyakit ginjal tahap akhir,
terapi berupa dialysis atau tranplantasi ginjal. Pada semua stadium pencegahan infeksi
perlu dilakukan. Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan homeostasis selama mungkin.
6. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml,
maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
b.  Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak  cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c.  Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.

18
d. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume
intravaskuler.
e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak
memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau
dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini
memerlukan gejala.
f. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada
seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang –
kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
h. Dialisis.
i. Transplantasi ginjal.
7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan
dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat
diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
8. Penatalaksanaan Diet
a. Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
c. Lemak diberikan bebas.
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan
makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai
biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien gagal ginjal kronik untuk
mengetahui penyebab dan daerah yang terkena menurut Doenges (1999), Suzanne C.
Smeltzer (2001) adalah sebagai berikut :

19
a. Urine : Volume kurang dari 40 ml / 24 jam ( oliguria ), warna keruh, berat jenis
kurang dari 1.015, osmolalitas kurang dari 350 m.osn/kg, klirens kreatinin agak
menurun kurang 10 ml / menit, natrium lebih dari 40 mEq/L, proteinuria.
b. Darah : BUN/kreatinin meningkat lebih dari 10 mg/dl, Ht menurun, Hb kurang
dari  7 – 8 gr/dl, SDM waktu hidup menurun, AGD (pH menurun dan terjadi
asidosis metabolic (kurang dari 7.2), natrium serum rendah, kalium meningkat
6,5 mEq atau lebih besar, magnesium/fosfat meningkat, kalsium menurun,
protein khususnya albumin menurun.
c. Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 nOsm/kg, sering sama dengan urine.
d. KUB Foto : Menunjukkan ukuran finjal/ureter/kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu).
e. Elektrokardiografi (ECG) : Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel
kiri, tanda – tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia
dan hipokalsemia).
f. Ultrasonografi (USG) : Menilai bentuk dan besar ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan paremkim ginjal, ureter proximal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel, juga
menilai apakah proses sudah lanjut.
g. Foto polos abdomen : Sebaiknya tampa puasa, karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu atau obstruksi lain.
h. Pielografi Intravena (PIV) : Pada PIV, untuk CKD tak bermanfaat lagi olah
karena ginjal tidak dapat mengeluarkan kontras, saat ini sudah jarang dilakukan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd : Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang
reversibel.
j. Pemeriksaan Foto Dada : Dapat terlihat tanda – tanda bendungan paru akibat
kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
k. Pemerikasaan Kardiologi tulang : Mencari osteoditrofi (terutama tulang atau
jari) dan klasifikasi metast

20
21
8. Pathway Gagal Ginjal Akut

iskemia atau nefrotoksin

penurunan alliran kerusakan sel tubulus kerusakan


darah glumerulus

↑ pelepasan NaCL ke obstruksi tubulus kebocoran filtrasi ↓ultrafiltrasi


aliran darah↓ makula densa glumerulus

penurunan GFR

Gagal Ginjal respon psikologis


Akut
penurunan produksi urine kecemasan pemenuhan informasi

metaboli pd ajringan ↑ metabolik pada


retansi cairan deurisis ginjal ekskresi kalium ↓
otot↑ gastrointestinal

edema paru DX: defisit vol ketidak seimbangan keram otot↑ mual muntah
cairan elektrolit

DX: pola nafas tdk kelemahan fisik respon intake nutrisi td


PH pd cairan
efektif hiperkalemi nyeri kadekuat
serebro spinal
perfusi serebral
kerusakan hantaran perubahan kondisi nyeri gangguan
elektrikal jantung ADL DX: pemenuhan
impuls saraf
nutrisi ↓

defisit neurologik
risiko tinggi jantung DX: resiko DX:curah jantung ↓
DX: intoleransi
aritmia

Arif Muttaqin, dkk. (2011).

22
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas pasien : terdiri dari nama (inisial),
1) Usia / tanggal lahir: memang semua usia dapt terkena gagal ginjal, namun usia
pun penting kita ketahui. karena semakin lansia umumur seseorang, semakin
beresiko.
2) Jenis kelamin: pengkajian pada jenis kelamin, pria mungkin disebabkan oleh
hipertrofi prostat.pada wanita disebabkan, infeksi saluran kemih yanng
berulang yang dapat menyebabkan GGA, serta padaa wanita yang mengalami
perdarahan pasca melahirkan.,
3) Alamat suku / bangsa: penting kita ketahui, karena alamat juga mendukung
untuk dijadikan data, karena masih banyak daerah yang kekurang air.
4) Status pernikahan: disini perlu juga kita ketahui, tentang status perkawinan,
apakah pasangan memiliki riwayatn penyakit ISK, yang mampu menjadi akibat
gagal ginjal.
5) Agama/keyakinan: Disini perlu juga kita ketahui, karena masih banyak
masyarakat yang menganut kepercayaan-kepercayaan.
6) Pekerjaan/sumber penghasilan: penting juga kita ketahui, untuk mengetahui
sumber penghasilannya dari mana dan seberapa banyak, karena berpengaruh
juga terhadap pola hidup.
7) Diagnosa medik: setelah mendapatkan pemeriksaan maka diagnosa mediknya:
Gaagal Ginjal Akut
8) No. Rm, tanggal masuk: penting juga kita kethui, supaya perawat tidak salah
pasien, dan tanggal masuk masuk juga berperan untuk menadapatakan data
apakah sudah ada perubahan atau semakin parah.
b. Identitas Penanggung Jawab :
a. Terdiri dari Nama: penting kita ketahui untuk memudahkan perawat
membeikan infomasi terhadap klien.
b. Usia: penting juga kita ketahui, untuk kita mampu beradaptasi dengan keluarga
klien.
c. Jenis kelamin: juga perlu kita ketahui, untuk memudahkan perawat berkomunikasi
dalam memberikan informasi kepada keluarga klien.

23
d. Pekerjaan / sumber penghasilan: perlu juga kita ketahui dari mana sumber
penghasilan yang didapatkan oleh keluarga klien untuk membiayai klien itu
sendiri.
e. Hubungan dengan klien: penting juga kita ketahui untuk mengetahui hubungan
klien dengan penanggung jawab, apakah saudara, orang tua, suami/istri, anak/cucu.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien diantara keluhan yang dirasakan yang
didapatkan secara langsung dari pasien/ keluarga. yang dimana keluhan yang paling
dirasakan oleh klien itu sendiri adalah terjadi penurunan produksi miksi.
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama tidak bisa kencing, kencing sedikit, sering BAK pada malam
hari, kelemahan otot atau tanpa keluhan lainnya.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya penyakit infeksi, kronis atau penyakit predisposisi terjadinya GGA


serta kondisi pasca akut. Riwayat terpapar toksin, obat nefrotik dengan pengunan
berulang, riwayat tes diagnostik dengan kontras radiografik. Kondisi yang terjadi
bersamaan : tumor sal kemih; sepsis gram negatif, trauma/cidera, perdarahan, DM,
gagal jantung/hati.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius atau


yang lainnya.

4. Pola kebutuhan
a. Aktivitas dan istirahat
Gejala  : keletihan, kelemahan, malaise
Tanda  : Kelemahan otot, kehilanggan tonus
b. Sirkulasi
Tanda  : Hipotensi/hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi
orthostatik (hipovolemia), hipervolemia (nadi kuat), oedema jaringgan umum,
pucat, kecenderungan perdarahan
c. Eliminasi

24
Gejala  : Perubahan pola kemih : peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini)
atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu berkemih,
dorongan kurang, kemih tidak lampias, retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi),
abdomen kembung, diare atau konstipasi, Riwayat Hipertropi prostat, batu/kalkuli
Tanda  : Perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap, merah, coklat, berawan,
Oliguria (bisanya 12-21 hari); poliuria (2-6 l/hari)
d. Makanan/cairan
Gejala  : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi),
mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, riwayat penggunaan diuretik
Tanda  : Perubahan turgor kulit/kelembaban, edema
e. Neurosensorik
Gejala  : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom ‘kaki gelisah”
Tanda  : Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilanggan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbanggan elektrolit/asam/basa); kejang, aktivitas kejang
f. Nyeri/Kenyamanan
Gejala  : nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda  : Prilaku berhati-hati, distraksi, gelisah
g. Pernafasan
Gejala  : Nafas pendek
Tanda  : Tachipnea, dispnea, peninggkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
(kussmaul), nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda
(edema paru)
h. Keamanan
Gejala  : ada reakti tranfusi
Tanda  : Demam (sepsis, dehidrasi), ptechie, echimosis kulit, pruritus, kulit
kering.

5. Pengkajian fisik 

a. Penampilan / keadaan umum. 

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari c
ompos mentis sampai coma. 

b. Tanda-tanda vital. 

25
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan regu
ler.

c. Antropometri.

Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi 
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan

d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidun
g kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, 
bibir kering dan  pecah pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok. 
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher. 
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. 
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan 
pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pa
da  jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit. 
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus. 
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan C
apillary Refill lebih dari 1 detik.  
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, d
an terjadi perikarditid

B DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipervolemia berhubungan dengan Kelebihan asupan natrium ditandai dengan dispnea,


mengatakan pipis hanya sedikit ,mengeluh mengalami lemah, oliguria
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan Disfungsi ginjal ditandai dengan
klien mengeluh bak sedikit, oliguria, kongesti paru, tampak bengkak pada tangan kanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan ditandai dengan mengeluh sering lelah,
dispnea saat melakukan aktivitas, aktivitas klien ditempat tidur dibantu keluarga

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO SLKI SIKI

26
DX

1 kriteria hasil : Observasi


-periksa tanda dan gejala hypervolemia
-asupan cairan meningkat
-identifikasi penyebab hypervolemia
-keluaran urin meningkat
-monitor status hemodinamik
-kelembaban membrane mukosa -monitor intake dan output cairan
meningkat
-monitor tanda hemokonsentrasi

-dehidrasi menurun -monitor tanda peningkatan tekanan onkotik


plasma
-tekanan darah membaik
-monitor kecepatan infus secara ketat
-monitor efek samping duretik
Terapeutik
-timbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
-batasi asupan cairan dan garam
-tinggikan kepala tempat tidur 30-40derajat
Edukasi
-anjurkan melapor jika haluaran urin
<0,5Ml/kg/jam dalam 6 jam
2
-anjurkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
-ajarkan cara membatasi cairan
-anjurkan melapor jika BB bertambah >1kg
dalam sehari
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian diuretic
-kolaborasi penggantian kehilangan kalium
akibat diuretic
-kolaborasi pemberian continuous renal
replacement therapy,jika perlu

3 Manajemen cairan

27
Observasi
-monitor status dehidrasi
-monitor berat badan harian
dengan kriteria hasil :
-monitor berat badan sebelum dan sesudah
-asupan cairan meningkat dialysis
-monitor hasil pemeriksaan laboratorium
-keluaran urin meningkat
-monitor status hemodinamik
-kelembaban membrane mukosa
Terapeutik
meningkat
-catat intake output dan hitung balans cairan
-dehidrasi menurun 24 jam
-berikan asupan cairan,sesuai kebutuhan
-tekanan darah membaik
-berikan cairan intravena ,jika perlu
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian diuretic,jika perlu

Manajemen energy
Observasi
-identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil : mengkibatkan kelelahan
-frekuensi nadi meningkat -monitor kelelahan fisik dan emosional
-saturasi oksigen meningkat -monitor pola dan jam tidur
-kemudahan dalam melakukan -monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
aktivitas sehari-hari meningkat melakukan aktivitas
-kecepatan berjalan meningkat Terapeutik
-jarak berjalan meningkat -sediakan lingkungan yang rendah stimulus
-Kekuatan tubuh bagian atas dan nyaman
meningkat -lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
-kekuatan tubuh bagian bawah -berikan aktivitas distraksi yang
meningkat menenangkan
-keluhan lelah menurun -fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika

28
-dispnea saat aktivitas menurun tidak dapat berpindah atau berjalan
-perasaan lemah menurun Edukasi
-tekanan darah membaik -anjurkan tirah baring
-frekuensi nafas membaik -anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
-anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
-Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
-kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

Implementasi

Dalam hal ini perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai intervensi yang telah
di buat.

Evaluasi

S : Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan


dikemukakan klien.
O : Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A : Kedua jenis data tersebut, baik subjektif dinilai dan dianalisis, apakah berkembang
kearah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai
dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru
yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
P : Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis diatas yang
berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum
teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal Ginjal adalah suatu keadaan dimana ginjal tidak mampu mengangkut
sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Gagal ginjal akut adalah
hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi
renal dan disfungsi tubular dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria,
atau volume urin normal.
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir
lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal dan disfungsi tubular dan glomerular. Ini
dimanifestasikan dengan anuria, oliguria, atau volume urin normal. Gagal ginjal kronis
merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan karena
penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan
menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
B. Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan
masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang akan datang, diantaranya :
1. Bagi perawat dan tenaga medis
Askep Gagal Ginjal ini bisa sebagai acuan dalam melakukan peraktek pada rumah
sakit supaya hasilnya sesuai dengan harapan.
2. Bagi masyarakat
Dengan adanya Askep Gagal Ginjal ini masyarakat dapat mengetahui tindakan
hemodialisa.
3. Bagi mahasiswa

30
Dengan adanya Askep Gagal Ginjal ini dapat digunakan sebagai pembanding oleh
mahasisiwa kesehatan dalam pembuatan tugas.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Salemba Medika: Jakarta

Brunner and Suddarth, 2007, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jilid 2, EGC,

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC

Long, B C. (2008). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2016). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI

31

Anda mungkin juga menyukai