Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. Veteran Malang – 65145, JawaTimur –
http://fk.ub.ac.id/
LEMBAR PENGESAHAN
Pendidikan Profesi Ners Universitas Brawijaya Malang di Ruang CVCU Rumah Sakit
Malang,…………. 2019
Mahasiswa
……...………………………
………
NIM.
Mengetahui,
__________________ __________________
NIP. NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE DECOMPENSATION HEART FAILURE
(ADHF) dan TERPASANG VENTILATOR MEKANIK
1. Definisi
ADHF merupakan singkatan dari Akut Decompensated Heart Failure yang berarti
gagal jantung akut. Istilah ini sama dengan gagal jantung atau ”Dekompensasi Cordis”.
Decompensasi cordis secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk memompa
cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Dekompensasi kordis merupakan suatu
keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat
pada penurunan fungsi pompa jantung. Dari definisi di atas, diketahui bahwa kondisi
cardiac output (CO) yang tidak cukup terjadi karena kehilangan darah atau beberapa
proses yang terkait dengan kembalinya darah ke jantung. Suatu kondisi bila cadangan
jantung normal (peningkatan frekuensi jantung, dilatasi, hipertrophi, peningkatan isi
sekuncup) untuk berespon terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan
akibatnya gagal jantung.
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda –
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya,
atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure)
yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (Putra, 2012).
4. Etiologi
Penyebab umum ADHF biasaya berasal dari ventrikel kiri, disfungsi
diastolik, dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan abnormalitas
valvular. Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat Heart
Failure (HF) dan jatuh pada kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya yang
dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnosa HF sebelumnya (Joseph, 2009).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis
adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
yang menurunkan kontraktilitas miokardium.
Faktor presipitasi lainnya yang dapat memicu ADHF yaitu:
1) Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
2) Sindroma koroner akut
a. Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang
bertambah luas dan disfungsi sistemik
b. Komplikasi kronik IMA
c. Infark ventrikel kanan
3) Krisis Hipertensi
4) Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,
takikardia supraventrikuler, dll)
5) Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan
regurgitasi katup yang sudah ada
6) Stenosis katup aorta berat, Tamponade jantung, Diseksi aorta
7) Kardiomiopati pasca melahirkan
8) Faktor presipitasi non kardiovaskuler
a. Volume overload, Infeksi terutama pneumonia atau septikemia,
Severe brain insult
b. Pasca operasi besar
c. Penurunan fungsi ginjal
d. Asma
e. Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol
f. Feokromositoma
(Putra, 2012)
5. Faktor resiko
Menurut Hanafiah (2006), faktor resiko tinggi tekena penyakit ADHF yaitu:
a. Orang yang menderita riwayat hipertensi
b. Obesitas
c. Pernah mengalami riwayat gagal jantung
d. Perokok berat
e. Aktifitas sangat berlebihan dan mengkonsumsi alkohol
6. Manifestasi klinis
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang
sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat
disebabkan pleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang
diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal
termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit
untuk dibedakan secara klinis dengan gagal jantung (Lindenfeld,2010).
Manifestasi Klinis yang umum pada gagal jantung (Dickstein,2008).
Gambaran Klinis
Gejala Tanda
yang Dominan
Edema Perifer, peningkatan
vena jugularis, edema
Edema perifer/ Sesak napas,
pulmonal, hepatomegaly,
kongesti kelelahan, Anoreksia
asites, overload cairan
(kongesti), kaheksia
Crackles atau rales pada paru-
Sesak napas yang
Edema pulmonal paru bagian atas, efusi,
berat saat istirahat
Takikardia, takipnea
Perfusi perifer yang buruk,
Syok kardiogenik (low Konfusi, kelemahan,
Systolic Blood Pressure (SBP)
output syndrome) dingin pada perifer
< 90mmHg, anuria atau oliguria
Tekanan darah tinggi Biasanya terjadi peningkatan
(gagal jantung Sesak napas tekanan darah, hipertrofi
hipertensif) ventrikel kiri
Bukti disfungsi ventrikel kanan,
Sesak napas, peningkatan JVP, edema
Gagal jantung kanan
kelelahan perifer, hepatomegaly, kongesti
usus.
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated
Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute decompensated heart failure antara
lain tertera dalam tabel berikut:
Volume Overload
- Dispneu saat melakukan kegiatan
- Orthopnea
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
- Ronchi
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
- Distensi vena jugular
- Reflex hepatojugular
- Asites
- Edema perifer
Hipoperfusi
- Kelelahan
- Perubahan status mental
- Penyempitan tekanan nadi
- Hipotensi
- Ekstremitas dingin
- Perburukan fungsi ginjal
7. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal
jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat
juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung
sebelumnya.Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non
kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan
menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan
katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi
gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila
curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme
neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini
melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan
air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme
kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik
dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih
bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh.
Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini
akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel
yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia
miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk
memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan
akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark
di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal
ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan
peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan
meningkatkan bendungan darah di paru – paru. Bendungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran
gas di paru – paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh
akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA
untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh
tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan
memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin
angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak
diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses
dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada
oedema perifer.
PATHWAY (TERLAMPIR)
8. Pemerksaan diagnostik
a. Laboratorium
1. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
3. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT.
5. Gula darah
6. Kolesterol, trigliserida
7. Analisa Gas Darah
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
- Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
- Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
- Aritmia
- Perikarditis
c. Foto Rontgen Thorak, untuk melihat adanya :
- Edema alveolar
- Edema interstitiels
- Efusi pleura
- Pelebaran vena pulmonalis
- Pembesaran jantung
d. Echocardiogram
- Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
e. Radionuklir
- Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
- Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
f. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen), bertujuan
untuk :
- Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
- Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
- Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
- Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
- Mengetahui beratnya lesi katup jantung
- Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
- Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri)
- Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
9. Diagnosa
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan atau
tambahan. Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama,atau 1
kriteria utama disertai 2 kriteria tambahan
A. Kriteria utama (mayor):
1) Ortopneu
2) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
3) Kardiomegali
4) Gallop S3
5) Peningkatan JVP
6) Refleks hepatojuguler
7) Edema pulmonal, kongesti visceral, atau kardiomegali saat autopsy
B. Kriteria tambahan (minor):
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Dyspneu on effort
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Takhikardi (>120.menit)
.
Menilai gejala dan tanda
EKG abnormal?
BGA abnormal?
Tidak
Bendungan di X-ray?
10. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-
bahan farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik ,
diet dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau masalah medis
lainnya )
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun
bedah.
Terapi non farmakologis meliputi :
a. Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
b. Pembatasan cairan
c. Mengurangi berat badan
d. Menghindari alcohol
e. Manajemen stress
f. Pengaturan aktivitas fisik
Terapi farmakologis meliputi :
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan
darah. Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir (
afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
f. Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.
g. Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan
bersamaan.
Menurut Heart Failure Society of America tahun 2010, terapi untuk pasien ADHF dapat
berangkat dari goal treatment di bawah ini :
Terapi untuk pasien acute decompensated heart failure tidak berubah secara
signifikan selama 30 tahun. Algoritma terhadap acute decompensated heart failure
yang digunakan untuk mengevaluasi diagnostik dan prognostik pasien dengan ADHF
antara lain yaitu :
Algoritma untuk stabilisasi awal pada acute decompensated heart failure di
instalasi gawatdarurat.
Algoritma penatalaksanaan pada Acute decompensated heart failure.
Pilihan pengobatan pasien dengan acute decompensated heart failure
Penatalaksanaan
Pilih tipe dan mode bantuan ventilasi yang sesuai
Gunakan masker yang paling sesuai ukurannya sehingga kedap udara dan
penderita merasa nyaman. Pada awal pemasangan dapat diberikan tekanan 10 -
15 cmH2O yang kemudian disesuaikan dengan respon pasien (laju nafas,
derajat kelelahan, kenyamanan pasien serta hasil AGD
Expiratory pressure support biasanya berkisar sekitar 5-12cmH2O
Pada awalnyn penderita dengan Resplratory Distress biasanya tidak toleran
dengan cara ini. Diperlukan pengamatan yang ketat dan terus menerus untuk
membiasakan pasien memakai masker. Sementara itu kita terus mencari mode
support dan rasio I : E yang paling optimal.
Dosis rendah opiat (diamorfin 2.5mg) untuk menenangkan pasien tanpa
menyebabkan depresi nafas harus diberikan secara hati2.
Pada beberapa pasien setelah memakai masker yang melekat erat selama
beberapa hari dapat timbul gejala clautrophobia . Hal ini dapat diatasi dengan
jalan mengistirahatkan beberapa saat secara berkala.
Daerah yang mendapat tekanan seperti batang hidung harus dilindungi untuk
mencegah perlukaan.
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya
benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada,
adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji
adanya suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan.pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;
mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ; Takikardia
, Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior
ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna ;
kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik
dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba,
Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum atau
pitting , khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu
terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan
penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Interaksi sosial
a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. INTERVENSI
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dilaksanakan.
5. EVALUASI
Dx 1 : tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang)
Dx 2 : kepatenan jalan nafas pasien terjaga
Dx 3 : dapat mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat
Dx 4 : keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan
Dx 5 : terjadi peningkatan toleransi pada klien
DAFTAR PUSTAKA