Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

“ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE”


Makalah ini sebagai salah satu tugas dari Praktik Klinik Keperawatan Kritis
di RSUD Dr SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:
YUNI FITRIA
NIM 18650050

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2019

Acut Decompensated Heart


Failure 1
HALAMAN PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Oleh : YUNI FITRIA


Judul : LP ADHF
Telah disetujui dalam rangka mengikuti Praktek Klinik Keperawatan Kritis,
mahasiswa Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo pada tanggal 07 April – 12 April 2019 di RSUD Dr
SAIFUL ANWAR MALANG.

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

(...............................) (.................................)

Penyusun

(................................)

Acut Decompensated Heart


Failure 2
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE

1.1. PENGERTIAN ADHF


Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut
yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala
atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa
disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau
ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru
tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari
gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya.
ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh (Hanafiah, 2006).
Gagal jantung merupakan gejala-gejala dimana pasien memenuhi ciri
berikut: gejala-gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau
saat melakukan aktifitas, dan atau kelelahan; tanda-tanda retensi cairan seperti
kongestif pulmonal atau pembengkakan tungkai (Crouch MA, DiDomenico RJ,
Rodgers Jo E, 2006).

1.2. FAKTOR RESIKO TINGGI


Menurut Hanafiah (2006), faktor resiko tinggi tekena penyakit ADHF yaitu:
a. Orang yang menderita riwayat hipertensi
b. Obesitas
c. Pernah mengalami riwayat gagal jantung
d. Perokok berat
e. Aktivitas sangat berlebihan dan mengkonsumsi alkohol

1.3. ETIOLOGI
Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang
paling umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau
hilangnya otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler

Acut Decompensated Heart


Failure 3
dengan hipertensi, atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).
Penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi
penyebab gagal jantung pada 70% dari pasien gagal jantung. Penyakit katup
sekitar 10% dan kardiomiopati sebanyak 10% (Dickstein K, Cohen SA, Filippatos
G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 2011).
Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung
secara struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal dengan ketiadaan penyakit
jantung koroner, hipertensi, penyakit katup, atau penyakit jantung kongenital
lainnya] yang berperan terjadinya abormalitas miokard (Dickstein K, Cohen SA,
Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al, 2008).
Tabel 1 Penyebab Umum Gagal Jantung Oleh Karena Penyakit Otot Jantung
Penyakit Jantung Koroner Banyak Manifestasi
Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi
ventrikel kanan dan fraks injeksi
Kardiomiopati Faktor genetic dan non-genetic
(termasuk yang didapat seperti
myocarditis)
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM),
restrictive (RCM), arrhythmogenic
right ventricular (ARVC), yang tidak
terklasifikasikan
Obat-obatan Β-Blocker, calcium antagonists,
antiarrhythmics, cytotoxic agent
Toksin Alkohol, cocaine, trace elements
(mercury, cobalt, arsenik)
Endokrin Diabetes mellitus, hypo/
hyperthyroidism, Cushing syndrome,
adrenal insufficiency, excessive growth
hormone, phaeochromocytoma
Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium,
carnitine, obesitas, kaheksia
Infiltrative Sarcoidosis, amyloidosis,
haemochromatosis, penyakit jaringan

Acut Decompensated Heart


Failure 4
ikat
Lainnya Penyakit Chagas, infeksi HIV,
peripartum cardiomyopathy, gagal
ginjal tahap akhir
Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P,
Atar D et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008. European Journal of Heart Failure.

Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC)


dan American Heart Association (AHA) 2008:
1. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung
struktural atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini
termasuk mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik,
penyakit aterosklerosis atau obesitas.
2. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling,
fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup
jantung asimptomatik.
3. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal
jantung saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung
struktural, dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
4. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat
muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien
memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional yaitu:
1. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
2. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien
merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue,
palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa.
3. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien
merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue,
palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa ringan.

Acut Decompensated Heart


Failure 5
4. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan
aktivitas fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

1.4. PATOFISIOLOGI
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal
jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga
terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya.
Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler.
Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan
atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung (Price, 2005).
Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme
neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini
melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan
air. Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi
akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana
jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa
dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi
bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang
terkena sehingga muncul ADHF (Price, 2005).
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi
miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan
menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah
jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi
infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel
kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan
peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan
meningkatkan bendungan darah di paru-paru. B endungan ini akan menimbulkan
transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru.
Acut Decompensated Heart
Failure 6
Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru-paru
(Price, 2005).
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh
akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA
untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh
tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan
memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin
angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak
diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi,
sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer
(Price, 2005).
Sedangkan menurut Mc.Bride BF, White M, dalam Acute Decompensated
Heart Failure: Pathophysiology tahun 2010 patofisiologi ADHF yakni
Ketidakmampuan dan kegagalan jantung memompa darah secara langsung
menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan
arterial underfilling. Selain itu respon terhadap faktor-faktor neurohormonal
(seperti sistem saraf simpatis, renin-angiotensin-aldosterone system, arginine
vasopressin dan endotelin menjadi teraktivasi untuk mempertahankan euvolemia
yang menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Pada pasien
tanpa gagal jantung, respon ini untuk mengakhiri volume cairan yang telah
dipertahakan (Mc.Bride BF, White M, 2010).
Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi
dan mediator-mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan
imunomodulator yang diamati pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan
perburukan gejala gagal jantung dan perburukan prognosis pasien . Pada pasien
dengan gagal jantung, aktivasi sistem saraf simpatik mencegah terjadinya arterial
underfilling yang meningkatkan cardiac output sampai toleransi berkembang
dengan dua mekanisme. Pertama, myocardial 1-receptor terpisah dari second
messenger protein, yang mengurangi jumlah cyclic adenosine 5-monophosphate
(cAMP) yang dibentuk untuk sejumlah interaksi reseptor ligan tertentu. Kedua,

Acut Decompensated Heart


Failure 7
mekanisme dephosphorylation menginternalisasi 1-reseptor dalam vesikula
sitoplasma di miosit tersebut.
Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi., peningkatan marker akut
pada katekolamin diamati di antara pasien dengan ADHF masih mengangkat
cAMP miokard, meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat
metabolisme anaerobik. Hal ini dapat meningkatkan risiko tachyarrhythmias
ventrikel dan kematian sel terprogram. Selain itu, overdrive simbol-menyedihkan
menyebabkan ditingkatkan 1-reseptor rangsangan tidak mengakibatkan toleransi
dan meningkatkan derajat vasokonstriksi sistemik, meningkatkan stres dinding
miokard. Selanjutnya, peningkatan vasokonstriksi sistemik mengurangi tingkat
filtrasi glomerulus, sehingga memberikan kontribusi bagi aktivasi sistem renin
angiotensin aldosterone (Mc.Bride BF, White M, 2010).

1.5. MANIFESTASI KLINIK


Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan
yang sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala-gejala ini juga
dapat disebabkan pleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung,
komplikasi yang diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk
penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli
pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal
jantung (Lindenfeld J, 2010).
Gambaran Klinis yang Gejala Tanda
Dominan
Edema perifer/ kongesti Sesak napas, kelelahan, Edema Perifer,
Anoreksia peningkatan vena
jugularis, edema
pulmonal, hepatomegaly,
asites, overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang berat Crackles atau rales pada
saat istirahat paru-paru bagian atas,
efusi, Takikardia,
takipnea
Acut Decompensated Heart
Failure 8
Syok kardiogenik (low Konfusi, kelemahan, Perfusi perifer yang
output syndrome) dingin pada perifer buruk, Systolic Blood
Pressure (SBP) <90
mmHg, anuria atau
oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi
(gagal jantung peningkatan tekanan
hipertensif) darah, hipertrofi ventrikel
kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi ventrikel
kanan, peningkatan JVP,
edema perifer,
hepatomegaly, kongesti
usus.
Sumber : Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P,
Atar D et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008. European Journal of Heart Failure
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute

decompensated heart failure antara lain tertera dalam tabel berikut.

Volume Overload
a. Dspneu saat melakukan kegiatan
b. Orthopnea
c. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
d. Ronchi
e. Cepat kenyang
f. Mual dan muntah
g. Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly
h. Distensi vena jugular
i. Reflex hepatojugular
j. Asites
k. Edema perifer
Hipoperfusi
a. Kelelahan
Acut Decompensated Heart
Failure 9
b. Perubahan status mental
c. Penyempitan tekanan nadi
d. Hipotensi
e. Ekstremitas dingin
f. Perburukan fungsi ginjal

1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):
1. Laboratorium : (1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit. (2) Elektrolit : K, Na,
Cl, Mg. (3) Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH). (3) Gangguan
fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT. (4)
Gula darah. (5) Kolesterol, trigliserida. (6) Analisa Gas Darah

2. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : (1) Penyakit jantung koroner :


iskemik, infark. (2) Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular
Hypertrophy). (3) Aritmia. (4) Perikarditis.

3. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : (1) Edema alveolar. (2)
Edema interstitials. (3) Efusi pleura. (4) Pelebaran vena pulmonalis. (5)
Pembesaran jantung. (6) Echocardiogram menggambarkan ruang-ruang
dan katup jantung. (7) Radionuklir. (8)Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
(9) Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard

4. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)


bertujuan untuk : (1) Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan
paru. (2) Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung. (3) Biopsi
endomiokarditis pada kelainan otot jantung. (4) Meneliti elektrofisiologis
pada aritmia ventrikel berat recurrent. (5) Mengetahui beratnya lesi katup
jantung. (6) Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner. (7) Angiografi
ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri). (8) Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri
koroner
Acut Decompensated Heart
Failure 10
5. Echocardiogram - Menggambarkan ruang-ruang dan katup jantung

1.7. PENATALAKSANAAN
Terapi untuk pasien acute decompensated heart failure tidak berubah
secara signifikan selama 30 tahun. Algoritma terhadap acute decompensated heart
failure yang digunakan untuk mengevaluasi diagnostik dan prognostik pasien
dengan ADHF antara lain yaitu:

Acut Decompensated Heart


Failure 11
Gambar 1. Algoritma untuk stabilisasi awal pada acute decompensated heart
failure di instalasi gawatdarurat dalam Kirk JD. Acute Decompensated Hheart
Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand Treatment. Philadelphia:
Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2004

Acut Decompensated Heart


Failure 12
Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan pada Acute decompensated heart failure.
ADHF, acute decompensated heart failure; AJR, abdominal jugular
reflex; BiPAP,bi-level positive airway pressure; BNP, B-type
natriuretic peptide; CI, cardiac index; CPAP, continuous
positive airway pressure; DOE, dyspnea on exertion;
HJR, hepatojugular reflex; JVD, jugular venous
distention; PCWP, pulmonary capillary
wedge pressure; PND, paroxysmal nocturnal dyspnea; SBP, systolic
blood pressure; SCr, serum creatinine; SOB, shortness of breath;
SVR, systemic vascular resistance.7

BP Blood pressure; D5W Dextrose 5% in water; ECG Electrocardiogram; IV


Intravenous; SBP Systolic blood pressure
Gambar 4. Pilihan pengobatan pasien dengan acute decompensated heart failure
dalam Cclassification Aand Treatment. Philadelphia : Departement of
Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2004

Acut Decompensated Heart


Failure 13
Penatalaksanan untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006):
1. Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-
bahan farmakologis.
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretik , diet dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau masalah medis
lainnya).
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun
bedah.
2. Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I : Non farmakologi.
b. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi
diuretik, digitalis.
c. FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
3. Terapi non farmakologis meliputi :
1) Diet rendah garam (pembatasan natrium)
2) Pembatasan cairan
3) Mengurangi berat badan
4) Menghindari alkohol
5) Manajemen stress
6) Pengaturan aktivitas fisik

4. Terapi farmakologis meliputi :


a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide (lasix).

Acut Decompensated Heart


Failure 14
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen
yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan
tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal (preload) dan beban
akhir (afterload). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,
dll.
e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
1) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung
dan produksi urine pada syok kardiogenik.
2) Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga
meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi
sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan
dobutamin sering digunakan bersamaan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ADHF

2.1. PENGKAJIAN

 Pengkajian Primer

 Airway :

Acut Decompensated Heart


Failure 15
batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen, dll

 Breathing :

Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa


bantal

 Circulation :

Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung,


anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama
jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer
berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna kulit,
kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada
pembesaran, bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema

 Pengkajian Sekunder

 Aktifitas/istirahat

Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat


istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah
saat beraktifitas.

 Integritas ego

Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung.

 Eliminasi

Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada


malam hari, diare / konstipasi.

 Makanan/cairan

Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB


signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam
penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll.

 Hygiene
Acut Decompensated Heart
Failure 16
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.

 Neurosensori

Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah


tersinggung.

 Nyeri/kenyamanan

Nyeri dada akut-kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah.

 Interaksi social

Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.

2.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Pola nafas tidak efektif
4. Penurunan curah jantung
5. Kelebihan volume cairan
6. Intoleransi aktivitas
7. Nyeri Akut
8. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh
9. Kerusakan integritas kulit
10. Ansietas
11. Deficit self care

Acut Decompensated Heart


Failure 17
2.3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif NOC:


berhubungan dengan:  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
- Infeksi, disfungsi neuromuskular,  Respiratory status : Airway  Berikan O2 ……l/mnt, metode………
hiperplasia dinding bronkus, alergi patency  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
jalan nafas, asma, trauma  Aspiration Control  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan Setelah dilakukan tindakan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas, sekresi tertahan, banyaknya keperawatan selama …………..pasien  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mukus, adanya jalan nafas buatan, menunjukkan keefektifan jalan nafas  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
sekresi bronkus, adanya eksudat di dibuktikan dengan kriteria hasil :  Berikan bronkodilator :
alveolus, adanya benda asing di jalan  Mendemonstrasikan batuk efektif - ………………………
nafas. dan suara nafas yang bersih, tidak - ……………………….
DS: ada sianosis dan dyspneu - ………………………
(mampu mengeluarkan sputum,  Monitor status hemodinamik
- Dispneu
bernafas dengan mudah, tidak
DO:  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
ada pursed lips)
- Penurunan suara nafas  Berikan antibiotik :
- Orthopneu  Menunjukkan jalan nafas yang …………………….
- Cyanosis paten (klien tidak merasa tercekik, …………………….
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing) irama nafas, frekuensi pernafasan  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Kesulitan berbicara dalam rentang normal, tidak ada
 Monitor respirasi dan status O2
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada suara nafas abnormal)
 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan
- Produksi sputum  Mampu mengidentifikasikan dan
sekret
- Gelisah mencegah faktor yang penyebab.
 Saturasi O2 dalam batas normal  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan
- Perubahan frekuensi dan irama nafas peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
 Foto thorak dalam batas normal

Acut Decompensated Heart Failure18


2. Gangguan pertukaran gas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :


Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas exchange  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi  Keseimbangan asam Basa,  Pasang mayo bila perlu
è perubahan membran kapiler-alveolar Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
DS:  Respiratory Status : ventilation  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
è sakit kepala ketika bangun  Vital Sign Status  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
è Dyspnoe Setelah dilakukan tindakan  Berikan bronkodilator ;
è Gangguan penglihatan keperawatan selama …. Gangguan -………………….
DO: pertukaran pasien teratasi dengan -………………….
kriteria hasi:
è Penurunan CO2  Barikan pelembab udara
 Mendemonstrasikan peningkatan
è Takikardi  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
ventilasi dan oksigenasi yang
è Hiperkapnia adekuat  Monitor respirasi dan status O2
è Keletihan  Memelihara kebersihan paru paru  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
è Iritabilitas dan bebas dari tanda tanda otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
è Hypoxia distress pernafasan  Monitor suara nafas, seperti dengkur
è kebingungan  Mendemonstrasikan batuk efektif  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
è sianosis dan suara nafas yang bersih, tidak hiperventilasi, cheyne stokes, biot
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) ada sianosis dan dyspneu (mampu  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
è Hipoksemia mengeluarkan sputum, mampu adanya ventilasi dan suara tambahan
è hiperkarbia bernafas dengan mudah, tidak ada  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
è AGD abnormal pursed lips)  Observasi sianosis khususnya membran mukosa
è pH arteri abnormal  Tanda tanda vital dalam rentang  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
normal tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
èfrekuensi dan kedalaman nafas
 AGD dalam batas normal Suction, Inhalasi)
abnormal  Status neurologis dalam batas  Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
normal

Acut Decompensated Heart Failure19


3. Pola nafas tidak efektif
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif berhubungan NOC: NIC:


dengan :  Respiratory status : Ventilation  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Hiperventilasi  Respiratory status : Airway patency  Pasang mayo bila perlu
- Penurunan energi/kelelahan  Vital sign Status  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Perusakan/pelemahan muskulo-  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
skeletal Setelah dilakukan tindakan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Kelelahan otot pernafasan keperawatan selama ………..pasien  Berikan bronkodilator :
- Hipoventilasi sindrom menunjukkan keefektifan pola nafas, -…………………..
- Nyeri dibuktikan dengan kriteria hasil: …………………….
- Kecemasan  Mendemonstrasikan batuk efektif
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Disfungsi Neuromuskuler dan suara nafas yang bersih, tidak
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Obesitas ada sianosis dan dyspneu (mampu
- Injuri tulang belakang mengeluarkan sputum, mampu  Monitor respirasi dan status O2
bernafas dg mudah, tidakada  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
DS: pursed lips)  Pertahankan jalan nafas yang paten
 Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Dyspnea  Menunjukkan jalan nafas yang  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
- Nafas pendek paten (klien tidak merasa tercekik,
DO:  Monitor vital sign
irama nafas, frekuensi pernafasan  Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi dalam rentang normal, tidak ada
- Penurunan pertukaran udara per menit relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
suara nafas abnormal)  Ajarkan bagaimana batuk efektif
- Menggunakan otot pernafasan  Tanda Tanda vital dalam rentang
tambahan  Monitor pola nafas
normal (tekanan darah, nadi,
- Orthopnea pernafasan)
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat
lama
- Penurunan kapasitas vital
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt

Acut Decompensated Heart Failure20


4. Penurunan curah jantung
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :


gangguan irama jantung, stroke volume,  Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
pre load dan afterload, kontraktilitas  Circulation Status  Catat adanya disritmia jantung
jantung.  Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
 Tissue perfusion: perifer  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
DO/DS: Setelah dilakukan asuhan jantung
- Aritmia, takikardia, bradikardia selama………penurunan kardiak  Monitor balance cairan
- Palpitasi, oedem output klien teratasi dengan kriteria  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
- Kelelahan hasil: antiaritmia
- Peningkatan/penurunan JVP  Tanda Vital dalam rentang normal  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
- Distensi vena jugularis (Tekanan darah, Nadi, respirasi) kelelahan
- Kulit dingin dan lembab  Dapat mentoleransi aktivitas,  Monitor toleransi aktivitas pasien
- Penurunan denyut nadi perifer tidak ada kelelahan  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
- Oliguria, kaplari refill lambat  Tidak ada edema paru, perifer,  Anjurkan untuk menurunkan stress
- Nafas pendek/ sesak nafas dan tidak ada asites  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Perubahan warna kulit  Tidak ada penurunan kesadaran  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Batuk, bunyi jantung S3/S4  AGD dalam batas normal  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Kecemasan  Tidak ada distensi vena leher  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
 Warna kulit normal aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi stress

Acut Decompensated Heart Failure21


5. Kelebihan volume cairan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Electrolit and acid base  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Mekanisme pengaturan melemah balance
- Asupan cairan berlebihan  Fluid balance  Pasang urin kateter jika diperlukan
DO/DS :  Hydration  Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
- Berat badan meningkat pada Setelah dilakukan tindakan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
waktu yang singkat keperawatan selama …. Kelebihan  Monitor vital sign
- Asupan berlebihan dibanding volume cairan teratasi dengan kriteria:
 Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
output  Terbebas dari edema, efusi,
CVP , edema, distensi vena leher, asites)
- Distensi vena jugularis anaskara
- Perubahan pada pola nafas,  Bunyi nafas bersih, tidak ada  Kaji lokasi dan luas edema
dyspnoe/sesak nafas, dyspneu/ortopneu  Monitor masukan makanan / cairan
orthopnoe, suara nafas  Terbebas dari distensi vena  Monitor status nutrisi
abnormal (Rales atau jugularis,
crakles), , pleural effusion  Memelihara tekanan vena  Berikan diuretik sesuai interuksi
- Oliguria, azotemia sentral, tekanan kapiler paru,  Kolaborasi pemberian obat:
- Perubahan status mental, output jantung dan vital sign ....................................
kegelisahan, kecemasan DBN  Monitor berat badan
 Terbebas dari kelelahan,  Monitor elektrolit
kecemasan atau bingung  Monitor tanda dan gejala dari odema

Acut Decompensated Heart Failure22


6. Intoleransi aktivitas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
 Tirah Baring atau imobilisasi  Toleransi aktivitas aktivitas
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi eneergi  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Ketidakseimbangan antara suplei Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
oksigen dengan kebutuhan selama …. Pasien bertoleransi terhadap  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
Gaya hidup yang dipertahankan. aktivitas dengan Kriteria Hasil : secara berlebihan
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
DS: tanpa disertai peningkatan tekanan (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
 Melaporkan secara verbal adanya darah, nadi dan RR perubahan hemodinamik)
kelelahan atau kelemahan.  Mampu melakukan aktivitas sehari  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
 Adanya dyspneu atau hari (ADLs) secara mandiri  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
ketidaknyamanan saat beraktivitas.  Keseimbangan aktivitas dan dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
DO : istirahat  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Respon abnormal dari tekanan  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
darah atau nadi terhadap aktifitas dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

Acut Decompensated Heart Failure23


7. Nyeri akut
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 comfort level presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal keperawatan selama …. Pasien tidak  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO: mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Tingkah laku berhati-hati penyebab nyeri, mampu suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk mengurangi  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
menyeringai) nyeri, mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
- Fokus menyempit (penurunan dengan menggunakan manajemen  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
persepsi waktu, kerusakan proses nyeri  Tingkatkan istirahat
berpikir, penurunan interaksi dengan  Mampu mengenali nyeri (skala,  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
orang dan lingkungan) intensitas, frekuensi dan tanda berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- nyeri) ketidaknyamanan dari prosedur
jalan, menemui orang lain dan/atau  Menyatakan rasa nyaman setelah  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) nyeri berkurang analgesik pertama kali
- Respon autonom (seperti diaphoresis,  Tanda vital dalam rentang normal
perubahan tekanan darah, perubahan  Tidak mengalami gangguan tidur
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

Acut Decompensated Heart Failure24


8. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC:  Kaji adanya alergi makanan


dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Adequacy of  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
Berhubungan dengan : nutrient dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk memasukkan b. Nutritional Status : food and Fluid  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
atau mencerna nutrisi oleh karena faktor Intake mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau ekonomi. c. Weight Control  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
DS: Setelah dilakukan tindakan harian.
- Nyeri abdomen keperawatan selama….nutrisi kurang  Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Muntah teratasi dengan indikator:  Monitor lingkungan selama makan
- Kejang perut  Albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
- Rasa penuh tiba-tiba setelah makan  Pre albumin serum makan
DO:  Hematokrit  Monitor turgor kulit
- Diare  Hemoglobin  Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan
- Rontok rambut yang berlebih  Total iron binding capacity kadar Ht
- Kurang nafsu makan  Jumlah limfosit  Monitor mual dan muntah
- Bising usus berlebih  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
- Konjungtiva pucat konjungtiva
- Denyut nadi lemah  Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat
nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oval

Acut Decompensated Heart Failure25


9. Kerusakan integritas kulit
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kerusakan integritas kulit berhubungan NOC : NIC : Pressure Management


dengan : Tissue Integrity : Skin and Mucous  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Eksternal : Membranes longgar
- Hipertermia atau hipotermia Wound Healing : primer dan sekunder  Hindari kerutan pada tempat tidur
- Substansi kimia Setelah dilakukan tindakan  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Kelembaban keperawatan selama….. kerusakan  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang integritas kulit pasien teratasi dengan sekali
dapat menimbulkan luka, tekanan, kriteria hasil:  Monitor kulit akan adanya kemerahan
restraint)  Integritas kulit yang baik bisa  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
- Immobilitas fisik dipertahankan (sensasi, tertekan
- Radiasi elastisitas, temperatur, hidrasi,  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Usia yang ekstrim pigmentasi)  Monitor status nutrisi pasien
- Kelembaban kulit  Tidak ada luka/lesi pada kulit  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Obat-obatan  Perfusi jaringan baik  Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
Internal :  Menunjukkan pemahaman  Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
- Perubahan status metabolik dalam proses perbaikan kulit karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Tonjolan tulang dan mencegah terjadinya tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Defisit imunologi sedera berulang  Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Berhubungan dengan dengan  Mampu melindungi kulit dan  Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
perkembangan mempertahankan kelembaban  Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan sensasi kulit dan perawatan alami  Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
- Perubahan status nutrisi (obesitas,  Menunjukkan terjadinya proses  Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
kekurusan) penyembuhan luka
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
DO:
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit

Acut Decompensated Heart Failure26


10. Ansietas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kecemasan berhubungan dengan NOC : NIC :


Faktor keturunan, Krisis situasional, - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Stress, perubahan status kesehatan, - Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
ancaman kematian, perubahan konsep Setelah dilakukan asuhan selama  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi ……………klien kecemasan teratasi pasien
dgn kriteria hasil:  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
DO/DS:  Klien mampu mengidentifikasi selama prosedur
- Insomnia dan mengungkapkan gejala  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
- Kontak mata kurang cemas mengurangi takut
- Kurang istirahat  Mengidentifikasi,  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
- Berfokus pada diri sendiri mengungkapkan dan prognosis
- Iritabilitas menunjukkan tehnik untuk  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Takut mengontol cemas
 Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Nyeri perut  Vital sign dalam batas normal
relaksasi
- Penurunan TD dan denyut nadi  Postur tubuh, ekspresi wajah,
 Dengarkan dengan penuh perhatian
- Diare, mual, kelelahan bahasa tubuh dan tingkat
- Gangguan tidur aktivitas menunjukkan  Identifikasi tingkat kecemasan
- Gemetar berkurangnya kecemasan  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Anoreksia, mulut kering kecemasan
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Kesulitan bernafas ketakutan, persepsi
- Bingung  Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

Acut Decompensated Heart Failure27


11. Deficit self care
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kurang Pengetahuan NOC: NIC :


Berhubungan dengan : keterbatasan  Kowlwdge : disease process  Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
kognitif, interpretasi terhadap informasi  Kowledge : health Behavior  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal
yang salah, kurangnya keinginan untuk Setelah dilakukan tindakan ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan
mencari informasi, tidak mengetahui keperawatan selama …. pasien cara yang tepat.
sumber-sumber informasi. menunjukkan pengetahuan tentang  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
proses penyakit dengan kriteria hasil: penyakit, dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga menyatakan  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
DS: Menyatakan secara verbal adanya pemahaman tentang penyakit,  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang
masalah kondisi, prognosis dan program tepat
DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, pengobatan  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan
perilaku tidak sesuai  Pasien dan keluarga mampu cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang
 Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan
dijelaskan secara benar
pasien dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
lainnya second opinion dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat

Acut Decompensated Heart Failure28


Pathway ADHF

Acut Decompensated Heart Failure29


DIURETIK

a. Definisi diuretic
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air (Ganiswarna, 1995). Diuretik
juga bisa diartikan sebagai obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan
meningkatnya aliran urin. Obat-obat ini menghambat transport ion yang
menurunkan reabsorpsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya
Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam jumlah lebih banyak
dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air yang mengangkut secara
pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik (Pamela dkk., 1995).

b. Pembentukan urin
Cara pengeluaran air seni yang paling utama adalah melalui ginjal.
Pengeluaran ini sebagian tidak dapat dihindari dan sebagian lagi dikendalikan oleh
hormon antidiuretik (ADH). Peningkatan pembuangan air melalui ginjal ini bisa
dipengaruhi oleh obat atau tanaman obat yang bersifat diuretik (Permadi, 2006).
Sedangkan fungsi utama dari ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan
jalan mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah.
Untuk itu, darah mengalami filtrasi dimana semua komponennya melintasi
saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel darah (Tjay dan Rahardja, 2002).
Proses diuresis dimulai dengan mengalirkan darah ke dalam glomeruli
(gumpalan kapiler), yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli
inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,
garam-garam, dan glukosa. Ultrafiltrat, yang diperoleh dari filtrasi dan berisi
banyak air serta elektrolit, akan ditampung di wadah yang mengelilingi setiap
glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa
kecil. Tubuli ini terdiri dari bagian proksimal dan distal, yang letaknya
masingmasing dekat dan jauh dari glomerulus. Kedua bagian ini dihubungkan
oleh sebuah lengkungan (Henle’s loop) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan
garam-garam, antara lain ion Na+ dikembalikan pada darah melalui kapiler yang
mengelilingi tubuli. Sisanya yang tak berguna seperti ampas perombakan
metabolisme protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali. Lalu,
filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus colligens),
dimana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat disalurkan ke
kandung kemih dan ditimbun disini sebagai urin (Tjay dan Rahardja, 2002).

c. Mekanisme kerja diuretik


Diuretik menghasilkan peningkatan aliran urin (diuresis) dengan
menghambat reabsorpsi natrium dan air dari tubulus ginjal. Kebanyakan
reabsorpsi natrium dan air terjadi di sepanjang segmen-segmen tubulus ginjal
(proksimal, ansa Henle dan distal) (Kee dan Hayes, 1996).
1). Tubuli proksimal
Garam direabsorpsi secara aktif (70%), antara lain Na+ dan air, begitu pula
glukosa dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung proporsional, maka susunan
filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmosis
(manitol, sorbitol) bekerja disini dengan merintangi reabsorpsi air dan natrium
(Tjay dan Rahardja, 2002).
2). Lengkungan Henle
Di bagian menaik lengkungan Henle ini, 25 % dari semua Cl - yang telah
difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na + dan
K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan
(furosemida, bumetamida, etakrinat) bekerja dengan merintangi transport Cl-, dan
demikian reabsorpsi Na+, pengeluaran K+, dan air diperbanyak (Tjay dan
Rahardja, 2002).
3). Tubuli distal
Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorpsi secara aktif tanpa air hingga
filtrat menjadi lebih cair dan hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja
di tempat ini (Tjay dan Rahardja, 2002).
Di bagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau, proses
ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron
(spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bekerja
disini (Tjay dan Rahardja, 2002).
4). Saluran pengumpul
Hormon antidiuretik vasopresin dari hipofise bekerja di saluran pengumpul
dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dan sel-sel saluran ini (Tjay
dan Rahardja, 2002).

d. Penggolongan diuretik
1) Penggolongan diuretik berdasarkan efek yang dihasilkan dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
a) Diuretik yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak
mempengaruhi kadar elektrolit tubuh.
b) Diuretik yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (Natriuretik).
c) Diuretik yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (Saluretik).

2) Penggolongan diuretik secara umum dibagi dalam beberapa kelompok:


a) Diuretik osmosis
Diuretik osmosis adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin
dengan mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosa. Diuretik
osmosis mempunyai berat molekul yang rendah, dalam tubuh tidak mengalami
metabolisme, secara pasif disaring melalui kapsula Bowman ginjal, dan tidak
dapat direabsorpsi kembali oleh tubulus renalis. Bila diberikan dalam dosis
besar atau larutan pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus renalis yang
disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosa sehingga terjadi diuresis
(Siswandono dan Sukardjo, 1995).
Diuretik osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium
dan air. Efek samping diuretika osmotik antara lain adalah gangguan
keseimbangan elektrolit, dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia.
Contoh diuretik osmosis: manitol, glukosa, sukrosa dan urea (Siswandono dan
Sukardjo, 2000).
b) Diuretik pembentuk asam
Diuretik pembentuk asam adalah senyawa organik yang dapat menyebabkan
urin bersifat asam dan mempunyai efek diuretik. Senyawa golongan ini efek
diuretiknya lemah dan menimbulkan asidosis hiperklomerik sistemik. Efek
samping yang ditimbulkan antara lain iritasi lambung, penurunan nafsu makan,
mual, asidosis dan ketidaknormalan fungsi ginjal. Contoh diuretik pembentuk
asam: ammonium klorida, ammonium nitrit dan kalsium klorida (Siswandono
dan Soekardjo, 2000).
c) Diuretik merkuri organik
Diuretik merkuri organik adalah saluretika karena dapat menghambat
absorpsi kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Absorpsi pada saluran cerna rendah
dan menimbulkan iritasi lambung sehingga pada umumnya diberikan secara
parenteral (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Dibanding obat diuretik lain, penggunaan diuretik merkuri organik
mempunyai beberapa keuntungan, antara lain tidak menimbulkan hipokalemi,
tidak mengubah keseimbangan elektrolit dan tidak mempengaruhi metabolisme
karbohidrat dan asam urat. Efek iritasi setempat besar dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Diuretik merkuri organik menimbulkan reaksi sistemik yang
berat sehingga sekarang jarang digunakan sebagai diuretik. Contoh diuretik
merkuri organik adalah meralurid, merkurofilin, klormerodrin (Siswandono
dan Soekardjo, 2000).
d) Diuretik penghambat karbonik anhidrase
Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretik, digunakan secara
luas untuk pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum diketemukan
diuretik turunan tiazida. Efek samping yang ditimbulkan golongan ini antara
lain adalah gangguan saluran cerna, menurunnya nafsu makan, parestisia,
asidosis sistemik, alkalinisasi urin dan hipokalemi. Adanya efek asidosis
sistemik dan alkalinisasi urin dapat mengubah secara bermakna perbandingan
bentuk terionisasi dan yang tak terionisasi dari obat-obat lain dalam cairan
tubuh, sehingga mempengaruhi pengangkutan, penyimpanan, metabolisme,
ekskresi dan aktivitas obat-obat tersebut (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Penggunaan diuretik penghambat karbonik anhidrase terbatas karena cepat
menimbulkan toleransi. Sekarang diuretik penghambat karbonik anhidrase
lebih banyak digunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan glaukoma,
dikombinasikan dengan miotik, seperti pilokarpin, karena dapat menekan
pembentukan aqueus humour dan menurunkan tekanan dalam mata. Contoh
diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah asetazolamid, metazolamid,
etokzolamid, diklorfenamid (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
e) Diuretik turunan tiazida
Diuretik turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan absorpsi
kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi ion-
ion K+, Mg++ dan HCO3- dan menurunkan eksresi asam urat (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).
Diuretik turunan tiazida terutama digunakan untuk pengobatan udem pada
keadaan dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan
hipertensi karena dapat mengurangi volume darah dan secara langsung
menyebabkan relaksasi otot polos arteriola. Turunan ini dalam sediaan sering
dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti reserpin dan hidralazin,
untuk pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi (Siswandono
dan Soekardjo, 2000).
Diuretik turunan tiazida menimbulkan efek samping hipokalemi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit pirai yang akut
(Siswandono dan Soekardjo, 2000). Diuretik turunan tiazida mengandung
gugus sulfamil sehingga menghambat enzim karbonik anhidrase. Juga
diketahui bahwa efek saluretik terjadi karena adanya pemblokkan proses
pengangkutan aktif ion klorida dan absorpsi kembali ion yang menyertainya
pada lengkungan Henle, dengan mekanisme yang belum jelas kemungkinan
karena peran dari prostaglandin. Turunan tiazida juga menghambat enzim
karbonik anhidrase di tubulus distalis tetapi efeknya relatif lemah. Contohnya
adalah Hidroklorotiazid (HCT), bendroflumetiazid (naturetin), xipamid
(diurexan), indapamid (natrilix), klopamid, klortalidon (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).
f) Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas
natriuretik ringan dan dapat menurunkan sekresi ion H + dan K+. Senyawa
tersebut bekerja pada tubulus distalis dengan cara memblok penukaran ion Na +
dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan sekresi
ion Na+ dan air (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya diberikan bersama-sama
dengan diuretik tiazida. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat
mengurangi sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan
menimbulkan efek aditif. Obat golongan ini menimbulkan efek samping
hiperkalemi, dapat memperberat penyakit diabetes dan pirai, serta
menyebabkan gangguan pada saluran cerna (Siswandono dan Soekardjo,
2000).
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah
kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi
kembali ion Na+ dan ekskresi ion K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+
dan Cl dalam urin. Diuretik hemat kalium dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
diuretika dengan efek langsung, contohnya adalah amilorid dan triamteren, dan
diuretika antagonis aldosteron, contohnya adalah spironolakton (Siswandono
dan Soekardjo, 2000).
g) Diuretik lengkung Henle
Diuretik lengkung Henle merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat,
aktivitasnya jauh lebih besar dibanding turunan tiazida dan senyawa saluretik
lain. Turunan ini dapat memblok pengangkutan aktif NaCl pada lengkung
Henle sehingga menurunkan absorpsi kembali NaCl dan meningkatkan
ekskresi NaCl lebih dari 25% (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Diuretik lengkung Henle menimbulkan efek samping yang cukup serius,
seperti hiperurisemi, hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik
alkalosis, kelainan hematologis dan dehidrasi. Biasanya digunakan untuk
pengobatan udem paru yang akut, udem karena kelainan jantung, ginjal atau
hati, udem karena keracunan kehamilan, udem otak dan untuk pengobatan
hipertensi ringan. Untuk pengobatan hipertensi yang sedang dan berat biasanya
dikombinasikan dengan obat antihipertensi (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Tempat kerja diuretik pada tubulus ginjal dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tempat Kerja Diuretik pada Tubulus Ginjal (Ganiswarna, 1995)

e. Efek samping diuretik


Menurut Tjay dan Rahardja (2002) diuretik mempunyai efek samping
diantaranya:
1). Hipokalemia, yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika yang
bekerja dibagian distal ujung memperbesar ekskresi ion-ion K + dan H+ karena
ditukarkan dengan ion Na+ yang kadarnya dalam ultrafiltrat telah dipekatkan,
sehingga mengakibatkan kadar kalium plasma turun. Gejala-gejalanya berupa
kelemahan otot, kejang-kejang, anoreksia, obstipasi, kadang-kadang juga
aritmia jantung tetapi tidak selalu menjadi nyata. Terutama tiazida
menyebabkan hipokalemia, tetapi jarang sekali menimbulkan komplikasi.
2). Retensi asam urat dapat terjadi pada semua diuretik terkecuali amilorida,
karena adanya saingan antara diuretik dengan asam urat pada transportnya di
tubuli. Terutama klortalidon memberikan risiko yang lebih tinggi untuk retensi
urat dan serangan encok. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian obat
encok alopurinol atau zat penghalau urat probenesid.
3). Mengurangi metabolisme glukosa, dapat terjadi diabetes yang disebabkan
karena sekresi insulin ditekan. Efek antidiabetik oral dapat diperlemah dengan
adanya tiazid.
4). Mempertinggi kadar kolesterol dan trigliserida dengan masing-masing lebih
kurang 6% dan 15%. Kadar HDL-Kolesterol yang dianggap sebagai faktor
pelindung terhadap penyakit jantung justru diturunkan, terutama oleh
klortalidon. Pengecualian adalah indapamida yang praktis tidak
mempengaruhi kadar lipida tersebut.
5). Hiponatremia dan alkalosis. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat, oleh
adanya diuretik lengkungan, maka kadar natrium dari plasma dapat menurun
keras dan terjadilah hiponatremia. Gejala-gejalanya ialah gelisah,
kejangkejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk), dan kolaps. Terutama bagi
orang-orang lanjut usia yang peka terhadap dehidrasi, maka sebaiknya
diberikan dosis permulaan yang rendah yang berangsur-angsur dipertinggi,
atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu. Dengan
bertambahnya pengeluaran natrium dan kalium dapat pula terjadi hipotensi dan
alkalosis terutama pada furosemid dan etakrinat. Lain-lain: gangguan-
gangguan lambung-usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala beserta
pusing-pusing dan jarang terjadi reaksi-reaksi kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in


the Management of acute decompensated heart failure. California : 41st
ASHP Midyear Clinical Meeting; 2006 [diakses: 2015 Mei 30].
Available.fromwww.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios
_06.pdf.
Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated
Heart Failure. Journal of Cardiac Failure [serial on the internet]. 2010 Jun
[diakses 2015 Mei 31]; 16 (6): [about 23 p]. Available
from http://www.heartfailureguideline.org/assets/document/2010_heart_f
ailure_guideline_sec_12.pdf.
Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al.
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008. European Journal of Heart Failure [serial on the
internet]. 2008 Aug [diakses 2015 Mei 30]. Available
fromhttp://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page=
1&view=FitH.
Mc.Bride BF, White M. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology.
5Journal of Medicine [serial on the internet]. 2010 [diakes 2015 Mei
300]. Available fromhttp://www.medscape.com/viewarticle/459179_3
Hanafiah, A. 2006. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Hollander JE. Current Diagnosis of Patients With Acute Decompensated Heart
Failure. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of
Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2001 [diakes 2015 Mei
30]. Available from www.emcreg.org.
Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure.
[monograph on the internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003
[diakes 2015 Mei 30]. Available
fromhttp://www.fac.org.ar/tcvc/llave/c038/bourge.PDF
Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To
Cclassification Aand Treatment. [monograph on the internet].
Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of
Pennsylvania; 2004 [diakses 2015 Mei 30]. Available
from www.emcreg.org.
Price A.S Wilson L.M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit-edisi 6.
2005. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai