Oleh:
YUNI FITRIA
NIM 18650050
(...............................) (.................................)
Penyusun
(................................)
1.3. ETIOLOGI
Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang
paling umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau
hilangnya otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler
1.4. PATOFISIOLOGI
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal
jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga
terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya.
Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler.
Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan
atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung (Price, 2005).
Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme
neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini
melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan
air. Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi
akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana
jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa
dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi
bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang
terkena sehingga muncul ADHF (Price, 2005).
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi
miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan
menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah
jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi
infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel
kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan
peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan
meningkatkan bendungan darah di paru-paru. B endungan ini akan menimbulkan
transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru.
Acut Decompensated Heart
Failure 6
Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru-paru
(Price, 2005).
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh
akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA
untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh
tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan
memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin
angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak
diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi,
sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer
(Price, 2005).
Sedangkan menurut Mc.Bride BF, White M, dalam Acute Decompensated
Heart Failure: Pathophysiology tahun 2010 patofisiologi ADHF yakni
Ketidakmampuan dan kegagalan jantung memompa darah secara langsung
menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan
arterial underfilling. Selain itu respon terhadap faktor-faktor neurohormonal
(seperti sistem saraf simpatis, renin-angiotensin-aldosterone system, arginine
vasopressin dan endotelin menjadi teraktivasi untuk mempertahankan euvolemia
yang menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Pada pasien
tanpa gagal jantung, respon ini untuk mengakhiri volume cairan yang telah
dipertahakan (Mc.Bride BF, White M, 2010).
Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi
dan mediator-mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan
imunomodulator yang diamati pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan
perburukan gejala gagal jantung dan perburukan prognosis pasien . Pada pasien
dengan gagal jantung, aktivasi sistem saraf simpatik mencegah terjadinya arterial
underfilling yang meningkatkan cardiac output sampai toleransi berkembang
dengan dua mekanisme. Pertama, myocardial 1-receptor terpisah dari second
messenger protein, yang mengurangi jumlah cyclic adenosine 5-monophosphate
(cAMP) yang dibentuk untuk sejumlah interaksi reseptor ligan tertentu. Kedua,
Volume Overload
a. Dspneu saat melakukan kegiatan
b. Orthopnea
c. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
d. Ronchi
e. Cepat kenyang
f. Mual dan muntah
g. Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegaly
h. Distensi vena jugular
i. Reflex hepatojugular
j. Asites
k. Edema perifer
Hipoperfusi
a. Kelelahan
Acut Decompensated Heart
Failure 9
b. Perubahan status mental
c. Penyempitan tekanan nadi
d. Hipotensi
e. Ekstremitas dingin
f. Perburukan fungsi ginjal
3. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : (1) Edema alveolar. (2)
Edema interstitials. (3) Efusi pleura. (4) Pelebaran vena pulmonalis. (5)
Pembesaran jantung. (6) Echocardiogram menggambarkan ruang-ruang
dan katup jantung. (7) Radionuklir. (8)Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
(9) Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
1.7. PENATALAKSANAAN
Terapi untuk pasien acute decompensated heart failure tidak berubah
secara signifikan selama 30 tahun. Algoritma terhadap acute decompensated heart
failure yang digunakan untuk mengevaluasi diagnostik dan prognostik pasien
dengan ADHF antara lain yaitu:
2.1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
Airway :
Breathing :
Circulation :
Pengkajian Sekunder
Aktifitas/istirahat
Integritas ego
Eliminasi
Makanan/cairan
Hygiene
Acut Decompensated Heart
Failure 16
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
Neurosensori
Nyeri/kenyamanan
Interaksi social
a. Definisi diuretic
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air (Ganiswarna, 1995). Diuretik
juga bisa diartikan sebagai obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan
meningkatnya aliran urin. Obat-obat ini menghambat transport ion yang
menurunkan reabsorpsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya
Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam jumlah lebih banyak
dibandingkan bila keadaan normal bersama-sama air yang mengangkut secara
pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik (Pamela dkk., 1995).
b. Pembentukan urin
Cara pengeluaran air seni yang paling utama adalah melalui ginjal.
Pengeluaran ini sebagian tidak dapat dihindari dan sebagian lagi dikendalikan oleh
hormon antidiuretik (ADH). Peningkatan pembuangan air melalui ginjal ini bisa
dipengaruhi oleh obat atau tanaman obat yang bersifat diuretik (Permadi, 2006).
Sedangkan fungsi utama dari ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan
jalan mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah.
Untuk itu, darah mengalami filtrasi dimana semua komponennya melintasi
saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel darah (Tjay dan Rahardja, 2002).
Proses diuresis dimulai dengan mengalirkan darah ke dalam glomeruli
(gumpalan kapiler), yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli
inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,
garam-garam, dan glukosa. Ultrafiltrat, yang diperoleh dari filtrasi dan berisi
banyak air serta elektrolit, akan ditampung di wadah yang mengelilingi setiap
glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa
kecil. Tubuli ini terdiri dari bagian proksimal dan distal, yang letaknya
masingmasing dekat dan jauh dari glomerulus. Kedua bagian ini dihubungkan
oleh sebuah lengkungan (Henle’s loop) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan
garam-garam, antara lain ion Na+ dikembalikan pada darah melalui kapiler yang
mengelilingi tubuli. Sisanya yang tak berguna seperti ampas perombakan
metabolisme protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali. Lalu,
filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus colligens),
dimana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat disalurkan ke
kandung kemih dan ditimbun disini sebagai urin (Tjay dan Rahardja, 2002).
d. Penggolongan diuretik
1) Penggolongan diuretik berdasarkan efek yang dihasilkan dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
a) Diuretik yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak
mempengaruhi kadar elektrolit tubuh.
b) Diuretik yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (Natriuretik).
c) Diuretik yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (Saluretik).