Anda di halaman 1dari 8

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan membahas beberapa hasil penerapan praktek profesi
stase manajemen yang dilakukan di Ruang Mina.
1. Metode Asuhan Keperawatan
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan
oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan professional. Dengan
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan
tuntutan perkembangan IPTEK, maka metode asuhan system pemberian asuhan
keperawatan harus efektif dan efisien. Dari beberapa metode yang ada,
institusi pelayanan perlu mempertimbangkan kesesuaian metode dengan
ketenagaan, sarana-prasarana dan kebijakan rumah sakit.
Saat ini metode pemberian asuhan keperawatan professional yang
diterapkan di Ruang Mina masih menggunakan metode fungsional. Metode ini
digunakan dengan mempertimbangkan jumlah perawat yang ada serta tingginya
beban perawat dalam hal pemberian asuhan keperawatan. Meskipun pada
dasarnya, metode fungsional memiliki beberapa kekurangan seperti tingginya
kesalahan intervensi yang diberikan, kurangnya kepuasan pasien terhadap
pelayanan dan proses pelayanan keperawatan yang kurang menyeluruh. Hal
ini lah yang harus menjadi catatan penting bagi Kepala Ruang untuk
mengevaluasi metode asuhan keperawatan yang harus diterapkan di
Ruang Mina.
Setelah dilakukan proses analisis dan diskusi dengan beberapa pihak
serta mempertimbangan beberapa hal terkait ketenagaan dan banyaknya jumlah
pasien diruangan didapatkan bahwa metode asuhan keperawatan yang cocok
diterapkan di Ruang Mina adalah metode modifikasi Tim - Fungsional dengan
pembagian metode Tim dilaksanakan pada shift pagi dan metode Fungsional
dilakukan pada shift siang dan malam. Beberapa kelebihan metode Tim
adalah dapat mengurangi beban kerja perawat, dan memungkinkan pelayanan
keperawatan yang menyeluruh sehingga mampu meningkatkan kepuasan
pasien pada layanan keperawatan. Menurut Hidayah (2014) dalam jurnal
penelitiannya yang berjudul “Manajemen Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) Tim dalam Peningkatan Kepuasan Pasien di Rumah
1
Sakit” didapatkan hasil bahwa Model Asuhan Keperawatan Profesional
(MAKP) berbanding lurus dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan serta
kepuasan pasien di Rumah Sakit. Dalam pelaksanaan Model Asuhan
Keperawatan Profesional Tim, kegiatan yang mutlak dan harus dilakukan serta
diterapkan dengan baik di Rumah Sakit yakni, supervisi, timbang terima,
sentralisasi obat, dan dokumentasi keperawatan yang baik. Semakin baik
pelaksanaan ke empat kegiatan tersebut, maka semakin baik pula
pelaksanaan MAKP Tim dan tentunya akan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan serta memberikan kepuasan pada pasien dalam pelayanan
keperawatan di Rumah Sakit.

2. Pre-Post Conference
Pelaksanaan pre-post conference di Ruang Mina belum terlaksana sampai
saat ini. Menurut Seniwati, Werna Nontji, dan Bahar (2014) dalam jurnal
penelitian yang berjudul “Evaluasi operan, Pre Post Conference, Supervisi, dan
Kinerja Perawat Di RSU Haji Makassar” didapatkan hasil bahwa kinerja
perawat pelaksana yang kurang menerapkan pre-conference dalam pemenuhan
asuhan keperawatan pasien berdampak pada kinerja perawat pelaksana yang
kurang. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketika pelaksanaan
post conference tidak dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab maka akan
mempengaruhi kinerja perawat tersebut dalam menyelesaikan tindakan
pemberian asuhan keperawatan. Sehingga pre dan post conference perlu
dilakukan untuk meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan tugas.
Sejatinya pre-conference adalah komunikasi perawat primer dan perawat
pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut
yang dipimpin oleh perawat primer atau penanggung jawab perawatan. Jika
yang dinas pada shift tersebut hanya satu orang, maka pre-conference
ditiadakan, isi pre-conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian)
dan tambahan rencana dari perawat primer. Post-conference dilaksanakan
setelah berinteraksi dengan pasien yang selanjutnya hasil dari post-conference
ini akan ditimbangterimakan ke shift selanjutnya yang berguna dalam proses
pemberian asuhan keperawatan untuk pasien dalam perencanaan asuhan
keperawatan selanjutnya.

2
3. Timbang Terima Keperawatan
Pelaksanaan timbang terima di Ruang Mina sudah dilaksanakan dengan
kategori baik. Setelah dilakukan timbang terima oleh mahasiswa profesi ners
stase manajemen, timbang terima dilakukan dapat dipertahankan dengan baik.
Menurut Manopo (2013) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Hubungan
Antara Penerapan Timbang Terima Pasien Dengan Keselamatan Pasien Oleh
Perawat Pelaksana di RSU GMIM Kalooran Amurang” mendapatkan hasil
penelitian bahwa ada hubungan antara penerapan timbang terima pasien dengan
keselamatan pasien. Timbang terima yang efektif dapat diciptakan salah
satunya dengan menumbuhkan proses komunikasi yang efektif pula antar
tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainnya. Menurut Fadilah dan
Yusianto (2016) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Perbedaan
Pelaksanaan Timbang Terima Pasien Sebelum Dan Sesudah Menggunakan
Komunikasi SBAR Terhadap Penerapan Patient Safety Oleh Perawat
Pelaksana di RS Siti Khodijah Sepanjang Sidoarjo Jawa Timur” menunjukkan
hasil bahwa pelaksanaan timbang terima (handover) dengan komunikasi SBAR
secara signifikan meningkatkan penerapan keselamatan pasien (patient safety).

4. Supervisi Keperawatan
Pelaksanaan supervisi keperawatan di Ruang Mina telah terjadwal namun
dalam pelaksanaannya masih belum optimal. Setelah dilakukan supervisi
keperawatan didapatkan hasil supervisi dalam kategori baik. Supervisi
keperawatan terlaksana dikarenakan adanya mahasiswa profesi ners stase
manajemen. Menurut Goziyan dan Elsa (2012) dalam artikel penelitiannya
yang berjudul “Efektivitas Penerapan Supervisi Kepala Ruang Terhadap
Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul” didapatkan hasil bahwa supervisi
kepala ruang secara statistik terbukti efektif terhadap pelaksanaan dokumentasi
asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Bantul. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Koagouw (2004) dimana didapatkan kelengkapan pengisian rekam medis di
RSU Pancaran Kasih GMIM Manado sebelum dilakukan supervisi adalah
sebesar 64,38%. Namun setelah dilakukan supervisi terjadinya peningkatan
3
terhadap kelengkapan pengisian rekam medis menjadi 83,53%. Dengan
demikian supervisi sangat berhubungan dengan kinerja perawat. Sehingga
untuk meningkatkan kinerja perawat supervisi sebaiknya tetap dilakukan.
Kegiatan supervisi perlu dilakukan untuk menilai dan memantau kinerja
perawat.

5. Pengelolaan Obat (Sentralisasi Obat)


Pelaksanaan pengelolaan obat di ruang Mina sudah berjalan dengan baik,
dimana pada ruangan ini obat-obatan sudah dikelola pada rak obat yang
berdampingan dengan ruang Nurse Station. Pada saat pasien masuk, keluarga
akan dijelaskan oleh perawat mengenai pengelolaan obat yaitu dikontrol
penuh oleh perawat kecuali obat-obatan yang diberikan per oral seperti sirup.
Akan tetapi dalam hal ini pada saat edukasi keluarga pasien tidak diberikan
leaflet. Menurut Supardi, Ondri Dwi Sampurno, dan Mulyono Notosiswoyo
(2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Metode Ceramah dan
Leaflet Terhadap Perilaku Pengobatan Sendiri yang Sesuai Dengan Aturan”
mendapatkan hasil adanya peningkatan pengetahuan tentang pengobatan sendiri
yang sesuai dengan aturan pada responden yang mendapat pendidikan
kesehatan obat dengan metode ceramah dan media leaflet lebih tinggi secara
bermakna daripada peningkatan pengetahuan responden yang tidak mendapat
pendidikan kesehatan, adanya peningkatan sikap terhadap pengobatan sendiri
yang sesuai dengan aturan pada responden yang mendapat pendidikan
kesehatan obat dengan metode ceramah dan media leaflet lebih positif secara
bermakna daripada peningkatan sikap responden yang tidak mendapat
pendidikan kesehatan, adanya peningkatan tindakan pengobatan sendiri yang
sesuai dengan aturan pada responden yang mendapat pendidikan kesehatan obat
dengan metode ceramah dan media leaflet lebih tinggi secara bermakna dari
pada peningkatan tindakan responden yang tidak mendapat pendidikan
kesehatan.
Sehingga perlu adanya pengadaan leaflet sebagai sarana edukasi bagi pasien
atau keluarga mengenai cara penggunaan obat-obatan yang aman dan efektif.
Karena sebetulnya leaflet adalah sarana dalam pemberian edukasi sesuai yang
tertera pada rekam medik pasien.

4
6. Discharge Planning
Pelaksanaan Discharge Planning di Ruang Mina sudah terlaksana dengan
baik, namun ada beberapa point yang belum terlaksana seperti pemberian
pendidikan kesehatan dan pembagian leaflet pendidikan kesehatan kepada
keluarga pasien yang pulang. Mahasiswa profesi ners stase manajemen
melakukan Discharge Planning kepada pasien pulang. Discharge Planning
tersebut dilakukan dengan lengkap dan serta memberikan pendidikan
kesehatan dan pemberian leaflet. Menurut Hardivianty (2017) Discharge
Planning yang belum optimal menimbulkan dampak bagi pasien. Dampak
tersebut adalah meningkatnya angka rawat ulang dan pada akhirnya pasien akan
menanggung pembiayaan untuk biaya rawat inap di rumah sakit. Kondisi
kekambuhan pasien atau rawat ulang pasien tentunya sangat merugikan pasien
beserta keluarga dan juga rumah sakit. Perencanaan pulang sangat membantu
pasien dan keluarga dalam mempersiapkan pulang. Pasien dan keluarga
terbantu dengan adanya media pembelajaran Discharge Planning.
Perencanaan pulang merupakan proses profesional perawatan kesehatan
pasien, dan keluarga serta melibatkan interaksi dari multi disiplin ilmu.
Perencanaan harus berpusat pada masalah pasien, meliputi tindakan
pencegahan, terapeutik, rehabilitatif, dan perawatan biasa termasuk
kebutuhan non medis. Perencanaan pulang berfokus pada proses
mempersiapkan pasien untuk meninggalkan fasilitas kesehatan/rumah sakit.
Perencanaan pulang yang baik diharapkan meminimalkan dampak dari suatu
keadaan kesehatan misalnya penyakit dengan perawatan yang kontinyu (terus
menerus) dan untuk meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga terhadap
sistem pelayanan kesehatan. Sehingga pelaksanaan Discharge Planning
sangat penting dilakukan untuk persiapan pasien pulang.

7. Pendidikan Kesehatan
Dari hasil pengkajian ruangan awal ditemukan 10 penyakit terbesar dan
salah satunya DHF dan CVA. Dalam hal ini pendidikan kesehatan tentang cuci
tangan pakai sabun diberikan kepada keluarga pasien. Selain pendidikan
kesehatan cuci tangan dan perawatan pasien stroke dirumah serta pencegahan
stroke berulang. Menurut Pohan (2007) kepuasan pasien dipengaruhi oleh
5
faktor internal yaitu karakteristik individual pasien dan faktor ksternal yaitu
pelayanan kesehatan yang berasal dari rumah sakit termasuk pelayanan
keperawatan. Pelayanan keperawatan yang dimaksud adalah pemberian
pendidikan kesehatan. Menurut Waluyo (2010) dalam tesisnya yang berjudul
“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat
Inap RSUD Kota Madiun” dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya
pengaruh pemberian program pendidikan kesehatan terhadap kepuasan pasien.
Dengan demikian diharapkan program pendidikan kesehatan ini akan dijadikan
contoh untuk melaksanakan pendidikan kesehatan bagi perawat yang bertugas
di rawat inap dan sebagai gambaran pelaksanaan pendidikan kesehatan di area
rawat jalan. Penerapan model ini akan mampu meningkatkan kepuasan pasien,
yang berarti pula mampu meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
sehingga dapat dijadikan alat pemasaran untuk dapat meningkatkan BOR rumah
sakit melalui metode “word of mouth”. Pendidikan kesehatan masyarakat
adalah upaya memberdayakan individu, kelompok dan masyarakat untuk
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan, melalui peningkatan
pengetahuan, kesadaran dan kemampuan, serta mengembangkan iklim yang
mendukung, yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat, sesuai dengan
sosial budaya dan kondisi setempat. Sehingga Pendidikan kesehatan penting
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam mencegah dan
mengatasi penyakit yang diderita oleh anaknya.

8. Ronde Keperawatan
Pelaksanaan ronde keperawatan di Ruang Mina belum dilakukan, setelah
dilakukan ronde keperawatan didapatkan hasil dalam kategori baik. Ronde
keperawatan terlaksana dikarenakan adanya mahasiswa praktik profesi ners
stase manajemen. Menurut Simamora et al (2017) dalam jurnal penelitiannya
yang berjudul “Penguatan Kinerja Perawat Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Melalui Pelatihan Ronde Keperawatan di Rumah Sakit Royal
Prima Medan” didapatkan hasil bahwa pelatihan ronde keperawatan telah
memberikan implikasi terhadap peningkatan motivasi, maupun keterampilan
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga intervensi atau
pelatihan ronde keperawatan menghasilkan kinerja perawat yang semakin baik
dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat yang mengikuti pelatihan ronde
6
keperawatan dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada pasien. Kemampuan tersebut mencakup pemahaman
tentang tugas yang menjadi tanggung jawabnya, menguasai bidang tugasnya
dengan baik, mampu mengambil keputusan dalam keadaan darurat,
kemampuan dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan pasien, sesama
perawat maupun atasannya dan juga kemampuan dalam menganalisis masalah
serta pemecahan masalah sesuai dengan program pelatihan yang telah
didapatkan.
Ronde keperawatan berfungsi untuk mengatasi masalah keperawatan pasien
yang dilaksanakan disamping pasien dengan keluarga membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat primer,
kepala ruang, perawat asosiate yang melibatkan seluruh anggota. Sehingga
ronde keperawatan perlu dilakukan selain untuk meingkatkan kinerja perawat
juga untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yang belum teratasi.
9. Mutu Pelayanan
Penilaian mutu pelayanan dinilai melalui pembagian kuesioner yang
dibagikan saat pasien pulang. Dalam hal ini kuesioner dibagikan kepada
pasien kelolaan mahasiswa profesi ners dan pasien non kelolaan. Kuesioner
dibagikan mulai tanggal 22 Mei sampai dengan 23 Juni 2019 dan didapatkan
hasil pasien kelolan sebanyak 49 dengan tingkat kepuasan 90%, dan
menyatakan tidak puas sebanyak yaitu 10%. Sedangkan dari pasien non
kelolaan sebanyak 72 pasien didapatkan hasil tingkat kepuasan sebesar 72%
dan tidak puas sebanyak 28%. Hal tersebut membuktikan bahwa antara pasien
kelolaan dan non kelolaan merasa puas dengan mutu pelayanan rumah
sakit RSU Aisyiyah Ponorogo. Menurut Munawaroh (2011) dalam
penelitiannya yang berjudul “Analisis Karateristik dan Kepuasan Pasien dengan
Loyalitas Pasien di RSUA dr. Soetomo Ponorogo” mendapatkan hasil
penelitian bahwa loyalitas tidak tergantung kepuasan dan karakteristik pasien
namun kemungkinan bisa juga disebabkan oleh faktor lain sepeti dukungan
keluarga, sosial ekonomi. Puas tidaknya pengalaman seseorang mendapatkan
perawatan di rumah sakit sangat menentukan apakah seseorang akan
menggunakan rumah sakit itu lagi atau tidak. Bila pelanggan merasa puas
setelah dirawat maka perlu upaya mempertahankan agar pelanggan tersebut
menjadi pelanggan rumah sakit dan tidak beralih ke rumah sakit lain.
7
Sehingga penilaian mutu pelayanan sangat perlu dilakukan untuk menilai
kinerja perawat dalam suatu ruangan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai