Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN DESIMINASI AWAL

DI UNIT PELAYANANAN TERPADU


PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA MAGETAN

Disusun Oleh:
Mahasiswa Profesi Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2019
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lingkup, Peran dan Tanggung Jawab Keperawatan Gerontik


Lingkup Askep Gerontik meliputi :
1 Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat prosesn penuaan
2 Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses
penuaan
3 Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi kebutuhan akibat proses
penuaan
Beberapa pendapat menyatakan bahwa masyarakat dan anggotanya
membawa tanggung jawab khusus untuk menanggapi kebutuhan populasi
yang rentan. Menurut salah satu pendapat suatu kewajiban untuk melindungi
seseorang dibawah ancaman bahaya diterapkan tidak hanya untuk
kesejahteraan material yang berbahaya , tetapi terhadap perasaan , citra diri,
atau kehormatan diri terutama yang rentan terhadap cedera. Berkembangnya
argumentasi ini pada pelayanan kesehatan, bisa menjadikan anggapan bahwa
perawat dan para tenaga kesehatan , lainnya mempunyai kewajiban lebih kuat
terhadap pasien lansia. Mengingat semua pasien rentan karena penyakit
mereka, pasien lansia berada pada resiko ganda. Mereka mudah terkena
serangan tidak hanya berdasarkan keadaan sakit, tetapi juga kerena menjadi
lebih tua didalam suatu masyarakat yang mengevaluasikan dan
mendiskriminasikan lansia. Perempuan lansia bahkan lebih peka karena
stereotip negatif penuaan, penuaan, mungkin lebih kasar berlaku untuk
mereka dan mungkin lebih berbahaya kerika diterapkan. Keadaan pasien
seperti itu didasarkan kepada diskriminasi dalam masyarakat yang lebih besar
dan dalam lingkungan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan pertimbanagn tersebut beberapa pakar menghimbau
bebrapa perawat gerontik dan tenaga kesehatan lain yang memberiakan
pelayanan keperawatan kepada pasien lansia mempunyai tanggung jawab
untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Menentang mitos dan pandangan steoreotif dihubungkan dengan
penuaan.
b. Membedakan suatu ciri proses penuaan yang sehat dari penyakit.
c. Memeriksa faktor psikologis, sosial, dan biologis yagn mempengaruhi
penuaan yang sehat.
d. Mengembangkan setrategi untuk melindungi, meningkatkan dan
memlihara kesehatan wanita lanjut usia.
e. Memurnikan suatu konsep kesehatan fungsional dengan menegtahui
pribadi, juga sumberdaya lingkungan dan menekankan potensi
pertumbuhan pernuaan wanita pada semua tingkat kesehatan.
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh oranglain
oleh seorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi
oleh keadaan sosial, baik dari dalam maupun dari luar dan sifat stabil. Peran
adalah bentuk dari perilkau yagn diharapkan dari seseorang pada situasi sosial
tertentu (Khozier Barbara, 1995).
Peran perawat yang dimaksuyd adalah cara untuk menyatakan aktifitas
perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya
yang diakui dan diberi kewenangan oleh perintah untuk menjalankan tugas
dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik
keperawatan. Dimana setiap peran yag dinyatakan sebagi ciri terpisah demi
untuk kejelasan dalam praktiknya keperawatan gerontik meliputi peran dan
fungsinya sebagai berikut :
1. Sebagi care giver atau pemberi asuhan langsung
Sebagi perilaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat
memberikan pelayanan secara lansung dan tidak langsung kepada
klien, menggunakan pendekan prosen keperawatan yang meliputi :
pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yag benar,
menegakkan diagnosa keperawaatan berdasarkan hasil analisa data,
merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi
masalah yagn muncuk dan membuat lankah atau cara pemecahan
masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
yang ada dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien
mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan.
Proses penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu,
sekalipun pemberi keterampilan tindakan yag meningkatkan kesehatan
fisik merupakan hal penting bagi pemberi asuhan. Perawat
memfokuskan asuhan pada kebutuhan klien secara holistik meliputi
daya mengembalikan kesehatan emosional , spiritual dan sosial.
Pemeberi asuhan memberikan bantuan bagi klien dan keluarga dalam
menetapkan tujuan dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan
energi dan waktu yang minimal.
2. Sebagai pendidik Klien Lansia
Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberi pengetahuan yang terkait dengan
tindakan medik yagn diterima sehingga klien atau keluarga dapat
menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yag diketahuinya. Sebagai
pendidik, perawat juga dapat memebriakan pendidikan kesehatan
kepada klien lansia yang beresiko tinggi, kader kesehatan, dan lain
sebagainya.
Perawat menjalankan peran, sebagai pendidik ketika klien, keluarga
atau kelompok masyarakat dianggap memerlukan pengajaran.
Hubungan pengajar-orang yang belajar adalah tingkat lebih lanjut dari
hubungan pertolongan perawatan.didalam hubungan ketergantungan
ini akan terbangun suatu kepercayaan. Perawat membangun rasa
percaya tersebut dengan berbagai pandangan objektif klien.
Peran ini, dapat dalam bentuk penyuluhan kesehatan, mauoun bentuk
desiminasi ilmu kepda klien.
3. Sebagai Komunikasi
Setiap perawat berkeinginan menjadi perawat yang memberikan
perawatan secara efektif, hal pertama yang harus dipelajari adalah cara
berkomunikasi. Komunikasi yang baik menjadikan perawat
mengetahui tentang klien mereka yang akhirnya mampu mendiagnosa
dan menentukan hal-hal yang mereka butuhkan selama proses
perawatan.
4. Sebagai pemberi bimbingan konseling klien ( Counseler )
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi
klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya pola interaksi ini
merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan
kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling kepada klien
keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas.
Konseling diberikan kepada individu dalam mengintregasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu, pemecahan
masalah difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah perilaku
hidup kearah perilaku hidup sehat.
5. Sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber-sumber potensi
klien ( Coordinator )
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada,
baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga
tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.
Dalam menjalankan peran sebagai koordinator, perawat dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Mengkoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
b. Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
mengembangkan sistem pelayanan keperawatan
c. Mengembangkan sistem pelayanan keperawatan
d. Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan
pelayanan keperawatan pada sarana kesehatan
6. Rehabilitator
Rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali ke tingkat
fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang
menimbulkan ketidakberdayaaan laiinya. Seeringkali klien mengalami
gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan mereka dan
perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan
keadaan tersebut. Rentang aktivitas rehabilitasi dan restriaktif mulai
dari mengajar klien berjalan dengan menggunakan kruk yang berkaitan
dengan penyakit kronis.
7. Pembuat keputusan klinik ( Collabolator)
Untuk memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan
keahliannya berfikir secara kritis melalui proses keperawatan. Perawat
membuat keputusan ini sendiri atau berkolaborasi dengan klien dan
keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja sama dan
berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan profesional lainnya
( Kelling dan Ramos, 1995
8. Sebagai Caring
Tanggung jawab etis seorang perawat secara umum telah diuraikan
dalam kaitannya dengan caring dan perlindungan. Reverby melacak
sejarah keperawatan Amerika pada awal abad ke 19. Selama waktu
tersebut, hampir tiap-tiap perempuan menghabiskan sebagai dari
hidupnya untuk memperhatikan macam-macam penyakit dan
kelemahan teman-teman dan sanak keluarga. Pada saat keperawatan di
kenal sebagai suatu pekerjaan profesional dan tempat dalam merawat
dipindahkan dari rumah sakit, tugas merawat ditafsirkan berarti
ketaatan terhadap perintah dokter. Menurut reverby caring
keperawatan baru-baru ini telah mengalami suatu perubahan bentuk.
Berbeda dari sebelumnya , sekarang akan ditemui perawat menuntut
hak untuk menentukan bagaimana bagaimana tugas merawat
didapatkan. Sekarang perawat menginginkan suatu model caring yang
menyertakan hak-hak terhadap otonom dengan nilai-nilai ideal
tradisional mengenai hubungan dan azaz mengutamakan orang lain.
Pada teori ini perawat modern yang melanjutkan untuk mngedintifikasi
caring sebagai sebagai hal yang utama untuk merawat juga
menekankan bahwa teori ilmu keperawatan itu harus dibangun dari
praktik keperawatan dibandinbgkaan dengan gambaran ideal dalam
keperawatan . benner dan vrubel sebagai contoh mengemvbangkan
penafsiran teori caring keperawatan dari pengamatan empiris dalam
praktik keperawatan. Mereka mendefinisikan caring sebagai suatu
perhatian kepada orang lain, peristiwa, pekerjaan, dan hal-hal lain.
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa caring memungkinkan untuk
keperawatan karena memadukan pemikiran, perasaan dan tindakan
serta memberikan arah dan motivasi untuk perawat.
Swanson juga menggemukan suatu model induktif caring. Menurut
model ini, caring memberikan bantuan dengan suatu cara yang
memelihara martabat manusia, mempertahankan kemanusiaan, dan
menghindari penurunan status moral seseorang. Caring, melibatkan
lima komponen:
a. Mengetahui atau berusaha keras untuk memahami suatu peristiwa
sebagai sesuatu yang mempunyai arti dalam hidup orang lain.
b. Mendukung atau menunjukkan keberadaan secara emosional
kepada yang lain.
c. Mengurus atau melakukan sehingga orang lain akan melakukan
untyuk dirinya jikia itu mungkin.
d. Memungkinkan atau memudahkan orang lain melalui pergantian
hidup dan peristiwa yang lazim.
e. Mempertahankan kepercayaan yang mengisyaratkan kepercayaan
dalam kepastian lain untuk melalui suatu pergantian atau peristiwa
untuk menghadapi masa depan yang terpenuhi.
Walaupun sebagai keperawatan sering dihubungkan dengan fungsi
pelayanan, baik dokter maupun perawat peduli tentang dan untuk pasien dan
caring adalah pusat tujuan pelayanan kesehatan yang etis. Selain itu, karena
ketrampilan untuk perawat secara medis dan secara teknis kompleks. Praktek
keperawatan telah meningkat dari keperawatan domestik yang lebih sederhana di
dalam rumah menjadi pembedahan dan anastesi didalam unit perawatan intensif
(UFI) yang modem. Akhirnya charing dan tidak hanya meliputi membantu orang
lain, tapi juga menahan diri dari menggunakan berbagai bentuk terapi dan
pengobatan.
9. Sebagai Advoka
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara
klien dengan tim kesehatan laindalam upaya pemenuhan kebutuhan klien,
membela kepentingan klien dan klien memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional
maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat
bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan
keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam
menjalankan peran sebagai advokat (pembela klien) perawat harusdapat
melindungi dan menfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan
keperawatan.
Bertentangan dengan beberapa ahli yang memandang caring sebagai
pusat keperawatan. Anas membantah bahwa suatu kiasan baru mengenai
keperawatan sebagai advokasi harus menggantikan model tradisional
sedangkan model keperawatan menekankan tanggapan untuk memberikan
respon terhadap rasa sakit dan penderitaan, advokasi, menekankan rasa
hormat pada pasien dan mempertahankan hak hukum pasien. Pada model ini,
perawat secara ideal memiliki pengetahuan tentang hak-hak pasien dan
bersiap untuk meredam perselisihan dengan maksud untuk perlindungan dan
melindungi pasien terhdap penyalahgunaan hak-hak. Secara khusus, hak-hak
yang harus dilindungi oleh perawat meliputi hal-hal yang dilindungi oleh
perawat meliputi hal-hal yang termaksud dalam american hospital
ascociation bill of right yang dinyatakanpada tahun 1973.
Hak-hak pasien :
a. Pasien mempunyai hak untuk mendapat perhatian dan pelayanan yang
terhormat
b. Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang lengkap yang
berdasarkan hasil diagnosis, pengobatan dan prognosis dari dokternya
sehingga pasien paham
c. Pasien mempunyai hak untuk menerima informasi yang diperlukan dari
dokternya untuk persetujuan tindakan sebelum memulai segala prosedur
dan pengobatan
d. Pasien mempunyai hak untuk menolak perawatan yang diberikan secara
huku, dan untuk diberitahukan konsekuensi medis dari tindakan tersebut
e. Pasien mempunyai hak untuk setiap pertimbangan privasinya mengenai
program perawatan medic sendiri
f. Pasien mempunyai hak untuk mengharapkan bahwa semua percakapan
dan catatan yang menyangkut perawatan dirinya harus dijaga
kerahasiaannya
g. Pasien mempunyai hak untuk mengharapkan bahwa pihak rumah sakit di
dalam kapasitasnya mampu memberikan tanggapan yang beralasan
terhadap permintaan pasien untuk jasa pelayan yang diperlukan
h. Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi seperti hubungan
rumah sakit terhadap pelayanan kesehatan lain dan institusi pendidikan
sepanjang perawatannya diperhatikan
i. Pasien mempunyai hak untuk diberikan pertimbangan jika rumah sakit
mengusulkan untuk mengikut sertakan dalam percobaan manusia yang
mempengaruhi perawatan atau pengobatan
j. Pasien mempunyai hak untuk mengharapkan perawatan yang
erkesinambungan
k. Pasien mempunyai hak untuk memeriksa dan menerima suatu penjelasan
secara terperincimenegani jumlah tagihan rekening yang harus dibayar
l. Pasien mempunyai hak untuk mengetahui peraturan rumah sakit yang
berlaku berkaitan dengan kedudukannya sebagai seorang pasien
Sesuai dengan model perawat sebagai advokat pasien, terdapat revisi
dalam international council of nurss code of eric yang menekankan
tanggungjawab perawat yang utama kepada orang yang memerlukan asuhan
keperawatan.
Pengkajian terbaru mengenai advokasi perawatan untuk masa
sekarang lebih dikonsentrasikan terhadap kebutuhan untuk meninjau kembali
status hukum untuk mendukung advokasi perawat dan kebutuhan untuk
memeprluas pendidikan yang memungkinkan perawa untuk menyelesaikan
suatu peran advokasi itu harus ditafsirkan dalam arti untuk membantu orang
lain untuk melatih kebebasan untuk benar-benar menentukan nasibnya
sendiri. Maka dapat dipahami advokasi berbeda dari kedu-duanya baik
praktek paternalisti yang membatasi kebebasan individu maupun dari
perlindungan konsumen, yang menyiratkan nasehat hanya secara teknis untuk
memberikan infromasi yang diperlukan untuk pemilihan pasien diantara
berbagai macam tindakan yang tersedia.
Tugas perawat antara lain:
a. Tugas perawat dalam teori biologi
Perawatan yang memperhatikan kesehatan objektif, kebutuhan kejadian-
kejadian yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik
pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang bisa dicapai dan
dikembangkan, penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum pada klien dapat dibagi
atas bagian yakni:
1) Klien lansia yang masih aktif, dimana keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk
kebtuhannya sehari-hari masih mampu melakukannya sendiri
2) Klien lansia yang pasif atau tidak mau bangun, dimanakeadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit
Perawat harus mengetahu dasar perawatan lansia ini terutama hal-
hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting
dalam usaha mencegah timbulnya panyakit atau peradangan sumber
infeksi dapat timbul bila keberihan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisifisik akibat proses penuaan dapat
mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap penuaan dapat mempengaruhi
ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar.
Untuk klien lansia yang aktif dapat diberikan bimbingan mengenai
kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan kuku
dan rambut, kebersihan tempat tidur serta posisinya, hal makan, cara
meminum oibat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau
sebaliknya. Komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah
memperhatikan dan membantu para klien lansia untuk bernafas dengan
lancer, makan, (termasuk memilih dan menentukan makanan), minum
melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk,
merubah, posisi tidur, beristirahat, kebersihan tubuh, mnemakai dan
menukar pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dari
kecelakaan.
b. Tugas perawat dalam teori sosial
Perawat sebaiknya memfasilitasi sosialisasi antar lansia dengan
mengadakan diskusi dan tukar pikiran serta bercerita sebagai salah satu
upaya pendekatan social. Memberi kesempatan uluk sosial makhntuk
berkumpul bersama berarti menciptakan sosialisasi antar manusia, yang
menjadi pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah
makhluk social yang membutuhkan orang lain. Hubungan yang tercipta
adalah hubungan social antara werda maupun werda dengan perawat
sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para werda
untuk mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi seperti jalan pagi,
menonton film atau hiburan-hiburan lain karena mereka perlu
dorangsang untuk menetahui dunia luar. Dapat disadari bahwa
pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dalam
pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para
klien lansia.
Menurut drs. H. Manan dalam bukunya komunikasi dalam perawatan
mengatakan : tidak sedikit klien tidak bisa tidur karena stress. Stress
memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah, sehingga
menimbulkan kekecewaan, rasa ketakutan atau kekhawatiran, rasa
kecemasan dan sebagainya. Untuk menghilangkan rasa jemu dan
menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya perlu diberikan
kesempatan kepada mereka untuk antara lain untuk menikmati keadaan
luar, agar mereka merasa masih ada hubungan dengan dunia luar. Tidak
jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara mereka (terutama
bagi yang tinggal dipanti werda), hal ini dapat diatasi dengan berbagai
usaha, antara lain selalau mengadakan kontak sesame mereka, makan,
dan duduk bersama, menananmkan rasa kesatuan dan persatuan, senasib
dan sepenanggungan, mengenai hak dan kewajibab bersama. Dengan
demikian perawat tetrap mempunyai hubungan komunikasi baik sesame
mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan
pelayan klien lansia di panti werda.
c. Tugas perawat dalam teori psikologi
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lansia, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interprener terhadap segala sesuatu yang asing sebagai penampung
rahaasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketlitian dalam meberikan
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai
bentuk keluhan agar mereka merasa puas. Pada dasarnyan klien lansia
membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungannya termasuk
perawat yang memberikaan perawatan. Untuk itu perawat harus
menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka
melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobby yang
dimilikinya. Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi
klien lansia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa
rendah diri, rasa keterbatasan, sebagai akibat dari ketidakmamouan fidik
dan kelainan yang dideritanya, hal ini perlu dilakukan karena : perubahan
psikologi
Tanggung jawab perawat gerontik:
a. Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal
b. Membantu klien lansia untuk memelihara kesehatannya
c. Membantu klien lansia menerima kondisinya
d. Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara
manusiawi sampai meninggal
e. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya
telah lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan
f. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau
semangat hidup klien usia lanjut
g. Menolong dan merawat klien usian lanjut yang menderita penyakit atau
mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut)
h. mencari upaya semaksimalmungkin, agar para klien lanjut usiayang
menderita suatu penyakt atau gangguan, masih dapat mempeertahankan
kebebasan yang maksimal tanpa prlu suatu pertolongan (memelihara
kemandirian secara maksimal).

2.2 Sifat Layanan Keperawatan Gerontik

1. Independen (layanan tidak tergantung pada profesi lain / mandiri)


Merupakan fungsimandiri dan tidak tergantung pada orang lain,
dimanaperawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secarasendiri
dengan keputusn sendiri dalam melakukan tindakan dalam
rangkamemenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan
kebutuhan fisiologi (pemenuhan kebutuhan oksigen, pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit,pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai,
pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
Independent atau mandiri artinya asuhan keperawatan dilakukan
secara mandiri oleh profesi keperawatan dalam membantu lanjut usia
dalam pemenuhan kebutuhan dasar lanjut usia.
Tipe kepribadian mandiri (independent personality), pada tipe ini
ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada
masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan
otonomipada dirinya.
2. Interdependent
Fungsi ini dilakukan dalam klompok tim yang bersifat saling
ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya. Fuungsi ini dapat
terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam
pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan kepeerawatan
pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak
dapat diatasi dengan timpeerawat saja melainkan juga dari dokter
ataupun lainnya, seperti dokter dalam membereikan tindakan
pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi
obatyang telah diberikan. Independen atau kolaboratif artinya saling
menunjang dengan disiplin lain dalam mengatasi masalah kesehatan
lanjut usia.
3. Humanistik (secara manusiawi)
Humanistik artinya didasarjan nilai-nilai kemanusiaan dlam
memberikan asuhan keperawatan terhadap lansia. Orang humanis
meyakini kebaikan dan nilai-nilai manusia sebagai suatu komitmen
dalam bekerja untuk kemanusiaan. Contoh perilaku yang manusiawai
adalah empati, simpati, terharu, dan menghargai kehidupan.
Humanisme ini mendapat tempat yang khusus dalam keperawatan.
Dalam keperawatan, humanisme merupakan suatu sikap dan
pendekatan yang memperlakukan pasien sebagai manusia yang
mempunyaikebutuhan lebih dari sekedar nomor tempat tidur atau
sebagai seorangberpenyakit tertentu, perawat yang menggunakan
pendekatan humanistik dalam praktiknya memperhitungkan semua
yang diketaahuinya tentang pasien yang meliputi pikiran, perasaan,
nilai-nilai, pengalaman kesukaan dan bahasa tubuh.
Pendekatan humanistik ini adalah aspek keperawatan tradisional
dari caring yang diwujudnyatakan dalam pengertian dan tindakan.
Pengrtian membutuhkan kemampuan mendengarkan orang lain secara
aktif dan arif serta menerima perasaan-perasaan orang lain. Persyaratan
bertindak adalah mampu bereaksiterhadap kebutuhan orang lain dengan
keikhlasan, kehangatan untuk meningkatkan kesejahteraan yang
optimal.
4. Holistik (secara keseluruhan)
Holistik lanjut usia merupakan bagian masyarakat dan keluarga
sehingga asuhan keperawatan gerontik harus memperhatikan aspek
soaial budaya keluarga dan masyarakat.
Holistik merupakan salah satu konsep yang mendasari tindakan
keperawatan yang meliputi dimensi fisiologis, psikologis, sosio
kultural, dan spirotual. Dimensi tersebut merupakan suatu kesatuan
yang utuh. Apabila satu dimensi teerganggu akan memoengaruhi
dimensi lainnya. Holistik terkait dengan kesejahteraan (wellnes). Untuk
mencapai kesejahteraan terdapat lima dimensi yang saling
mempengaruhi yaitu : fisik, emosional, intelektual, soaial dan spiritual.
Untuk mencapai kesejahteraan tersebut, salah satu aspek yang harus
dimiliki individu adalah kemampuan beradaptasi terhadap stimulus
teori adaptasi sister callista roy dapat digunakan.
Teori ini menggunakan pendekatan yang dinamis, dimana peran perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan dengan memfasilitasi kemamouanklien
untuk melakukanadap tasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya.
Tindakan direncanakan dengan tujuan mengubahsetimulusdan difokuskan
padakemampuan individu dalam beradaptasi terhadap setimulus. Sedangkan
evaluasi yang dilakukan dengan melihat kemampuan klien dalam beradaptasi dan
mencegah timbulnya kembali masalah yang pernah dialami. Kemampuan adaptasi
ini meliputi seluruh aspek baik biologis, psikologis maupun sosial (holistik).
Sebagai pemberi asuhan kepeerawaan, konsep holistikdan adaptasiini merupakan
konsep yang harus dipahami oleh perawat agar dapat memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas kepada klien.
2.3 Model Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional Pada Lansia
Dengan semakin besarnya kebutuhan untuk pemberian perawatan
kesehatan bagi lansiajuga menimbulkan pertanyaan, “Bagaimana kita dapat
menyediakan asuhan keperawatan berkualitas untuk populasi ini ?” Lesage
menyatakan bahwa “ perawat harus mengidentifikasi bukti-bukti ilmiah tentang
hubungan antara proses perawatan dengan hasilnya”. Implementasi dan
komunikashasil pengukuran seperti itu akan meningkatkan kontribusi perawat
terhadap kualitas perawatan. Dengan cara ini, lansia akan menyadari bahwa hasil
positif yang mereka rasakan sringkalimerupakan hasil dari asuhan keperawatan
secara sepesifik, terutama perawatan yang diberikan atau diarahkan oleh perawat-
perawat profesional.
Praktik dapat digunakan sebagaipetunjuk untuk mengidentifikasi sebagai
respon yang jelas tentanggambaran seorang peerawat dalam situasi yang spesifik.
Standar tersebut merupakan kerangka kerja yang memberikan gambaran tentang
perawat geerontik, apa yang dapat mereka lakukan, dan apakontribusi unik
mereka
Standar praktik berfokus pada isi praktik tersebut. “ standart praktik
memberikan orientasi yang berharga tentang hal yang penting atau esensial untuk
praktikyang akan dinilai dengan tingkat kwalitas teertentu, seperti aman, baik,
sangat baik.” Beckman” mengatakan bahwa standar adalah petunjuk yang sangat
berguna bagi perawat dari tingkat pemula sampai setidaknya pada tingkat mahir
menguasai praktik keoerawatan seperti yang dijelaskan oleh Banner. Sebagian
besar perawat yang berpengalaman dapat secara sadar merujuk pada standar
tertulis hanya sebagai perubahan praktik yang terpantul dari dalam diri mereka
karena mereka sudah menginternalissasikan standdar tersebut.
Standart keperawatan dapatdigunakan untuk membantu perawatdalam
mengevaluasi dalam meningkatkan praktikmereka sendiri, memuji perawat ketika
mereka memberikan asuhan keperawatan yang sangat baik, memberikan kriteria
objektif untuk mengkji penampilan perawat, menentukan kebutuhan staf dalam
satu unit klinik, mengidentifikasi kebutuhan dan isi orientasi dan progrm
pengembangan staf. Menggambarkan isi kurukulum dan kriteria evaluasi untuk
mahasiswa, meningkatkan pemberian perawatan dan mengidentifikasi fokus
penelitian.
Setiap standar akan digambarkan lebih lanjut dengan struktur, proses, dan
kriteria hasil. Deckhman mengatakan, Standar struktur menggambarkan kondisi
yang diinginkan yang memungkinkan atau memberikan kuwalitas keperawatan.
Standar hasil menggambarkan hasil akhir yang diharapkan, yaitu berupa : status
kesehatan, pengetahuan, penampilan, atau karakteristik lain dari klien yang
diharapkan sebagai hasil perawatan yang telah dilakukan. Dalam model
kepeerawatan kepada lansia dapat dibagi menjadi 3 model keperawatan :
a. Model medis, model ini lebih memfokuskan pada pendekatan aspek medis,
seperti pengobatan pada penyakit dan kecelakaan yang dialami oleh lansia.
Peran dokter dan paara medis sangatdominan dalam model ini. Pusat medis dan
rehabilitasi menjaditempat dilaksanakannya model ini.
b. Model sosial, pendekatan menyeluruh merupakan ciri dari model sosial.
Pendekatan medis diyakini sebagai salah satu salah dari keseluruhan sistem
dukungan kepada lansia.disamping terapi kesehatan digunakan juga pendkatan
psikologis dan lansia diupayakan sedappat mungkin masih berada didalam
keluarga dan masyarakatnya. Pada profesional lintasdisiplin banyak
terlibatseperti : dokter, perawat,konselor, pekerj sosia, dll.
c. Model promosi/ dukungan kesehatan, lebih menekankan pada pencegahan dan
perawatan diri atau individu,pencegahan melalui perubahn gaya hidup,
peningkatan pengetahuan tingkah laku/sikap hidup sehat dan perbaikan
lingkungan. Banyak pihak termasuk lembaga dan yayasan keperawatan lansia
maasih secara parsial menggunakan modeltersebut. Padahal di negara-negara
maju, kolaborasi dari ketiga model tersebut sudah diterapkan.hal ini penting
untuk mencapai hasil optimal dari pelayanan perawatan kepada lansia.
Pelayanan keperawatan lansia akan semakin dibutuhkan pada masyarakat
dengan tingkat kesakitan tinggi, norma, kelurga dan masyarakat yang sudah
bergeser pada jaminan pada lansia. Keadaan ini tentu cukup menjadi gambaran
sebuah tantangan keperluan panti pelayanan – keperawatan bagi lansia yang
memadai dalam masyarakat. Demikian pul pemerintah Indonesia dengan UU
No.13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia mengharapkan peran keluarga dan
masyarakat masih menjadi yang utama.
BAB 3
PENGKAJIAN DAN ANALISA DATA

3.1 Gambaran Umum


UPT PSTW Magetan adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial
Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan,
penyantunan, rehabilitasi serta penyaluran lanjut usia terlantar. Pada tahun
1983 UPT PSTW didirikan di desa milangsari, kecamatan Panekan,
kabupaten Magetan. Tanggal 2 september 1984 di resmikan dengan nama
Sasana Trisna Werda Bahagia berdasarkan SK Mensos RI No :
32/HUK/KEP/V/1982. Tahun 2000 dengan adanya kebijakan ekonomi
daerah menjadi UPT Dinas Sosial Prov. JATIM sesuai WERDA No.
12/2000/YO, kep. Gub. No.41/2001 YO Perda 14/2002 dengan nama PSTW
Bahagia Magetan Tahun 2008, sesuai PerGub 109/2008 diubah namanya
menjadi UPT PSLU. Tahun 2017 sesuai Pergub Jatim no. 73 thn. 2012
diubah menjadi UPT PSTW Magetan, yang memiliki cabang di ponorogo
dan pacitan.
3.2 Visi UPT PSLU Magetan
Terwujudnya peningkatan taraf kesejahteraan social lanjut usia yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3.3 Misi
a. Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi social bagi lanjut usia terlantar
dalam upaya memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani sehingga mereka
dapat menikmati hari tua yang meliputi kebahagiaan dan ketentraman
lahir batin.
b. Mengembangkan potensi lanjut usia terlantar sehingga dapat mandiri dan
dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar.
c. Mendorong peran serta masyarakat dalam penanganan lanjut usia
terlantar
3.4 Struktur Organisasi
3.1 Grafik struktur organisasi UPT Panti Sosial Tresna Werdha

KEPALA UPT
SUHARSONO, S.Sos
PenataTk.I
NIP. 19610824 198910 1 001

Drs. SETYO BUDI, MM


NIP : 19600728 199403 1 003

KA.SUB.BAG TATA USAHA


AGUS TRIMUALIM, AKs
NIP : 19640613 198910 1 001

HARDI, SE

NIP :19620902 199203 1 004


KASI BINJUT KASI PELAYANAN SOSIAL
WIWIN SRI MIARSIH Dra. NENTI SARJANTI, M.M
NIP : 19660512 198903 2 013 NIP. 19681217 199403 2 010

DYAH ASTUTI NUR WAHYUNI, SH

NIP : 19570614 198303 2 007 Dra.NENTI SARJANTI .MM

NIP : 19681217 199403 2 010


Profil Pegawai
Jumlah pegawai di Panti Sosial Tresna Werdha “Bahagia” adalah 51 orang
yang terdiri dari 34 PNS, 1 CPNS dan 10 orang PTT (Pegawai tidak tetap) dan 6
tenaga kasar. Berikut ini daftar tabel pegawai di UPT Tresna Werdha Magetan:
No Nama Jabatan
1 Suharsono, S.Sos Kepala UPT
2 Agus Trimualim, AKs Kepala Bagian TU
3 Dra. Nenti Sarjanti, MM Kasi Pelayanan Sosial
4 Wiwin Sri Miarsih Kasi Bimbingan Sosial
5 Sunaryanto, S.Si Pengelola Sarana dan prasarana kantor
6 M.M Kamilah Pengelola Sarana dan prasarana kantor
7 Tarmini, S.Sos Bendahara Pengeluaran Pembantu
8 Sudaryanto Pengolah data pelayanan
9 Titik Setyo Rahayu Pengadministrasi kepegawaian
10 Lestari Pengadministrasi Keuangan
11 Fadjar Hery Arianto Pengadministrasi umum
12 Sri Astutik Pengelola bimbingan sosial
13 Saniyah Pengelola Rehabilitasi dan pelayanan sosial
14 Roni Puspitaningsih Pengelola Rencana Sosial dan kesehatan
15 Daroini Pengelola Rencana Sosial dan kesehatan
16 Jaroni Pengelola Rencana Sosial dan kesehatan
17 Parno Pengelola Rencana Sosial dan kesehatan
18 Rumini Pengelola Rencana Sosial dan kesehatan
19 Abdul Nashir Pengelola Rencana Sosial dan kesehatan
20 Nurhadi Pengelola Rencana Sosial dan kesehatan
21 Sihati Pengelola Rencana Sosial dan kesehatan
22 Didik Rudiono, S.Sos Pengelola Rencana Sosial dan kesehatan
23 Sri Emik Wahyuni Pengelola Pelayanan Kesehatan
24 Agus Subagyo Pengelola Pelayanan Kesehatan
25 Supri Kusman Petugas Keamanan
26 Juantoro Petugas Keamanan
27 Ali Mustofa Petugas Keamanan
28 Agung Winarno Petugas Keamanan
29 Sukadi Petugas Keamanan
30 Doni Wibowo Pengemudi
31 Rukayah Pengolah makanan
32 Suti Pengolah makanan
33 Zen Habibi Pramubakti
34 Harianto Pramubakti
PTT
1 Nita Eka Purnamasari, S.Si Pengadministrasi umum
2 Didik Rudiyono, S.Sos Pengelola Rencana sosial dan kesehatan
3 Milada Fariyusadha, Pengelola pelayanan kesehatan
Amd,Kep
4 Wahyu Galih S, Amd. Kep Pengelola pelayanan kesehatan
5 Januar Putra P, Amd. Kep Pengelola pelayanan kesehatan
6 Dindin Setyandini, Amd. Kep Pengelola pelayanan kesehatan
7 Mahfud Efendi Petugas keamanan
8 Ryva Budtaryono Petugas keamanan
9 Narmi Wahyu Lestari Pramubhakti
10 Atik Susanti Pengolah makanan
TENAGA KASAR
1 Romsiyah
2 Lilis Setyaningsih
3 Alex Cahyo Utomo
4 Elin Susanti
5 Sogiran
6 Dessy Natalia
3.5 Tugas Pokok Dan Fungsi
a. Kepala UPT
Mempunyai tugas memimpin, mengkoordanisakan, mengawasi dan
mengendalikan penyelenggaraan administrasi umum, pelayanan social
lanjut usia terlantar, ketatausahaan dan pelayanan
b. Sub Bag Tata Usaha
1. Menyediakan dan menyusun data merencanakan dan melaporkan
kegiatan UPT
2. Menyusun rencana kerja sub bag TU
3. Membagi tugas dan memantau pelaksanaan tugas bawahan
4. Melaksanakan kegiatan surat menyurat, tata naskah, kearsipan,
kehumasan dan kerumah tanggaan
5. Menyiapkan berkas usulan kenaikan pangkat, karsi/karsu, taspen,
pensiaun, pengusulan gaji berkala, pemrosesan ijin cuti, dan askes
6. Melaksanakan tugas pembinaan dan pengembangan kualitas SDM serta
karir pegawai
7. Melaksanakan penyusunan rencana penggunaan, pengelolaan dan
melaporkan anggaran
8. Melaksanakan pengelolaan administrasi, pemeliharaan dan pengamanan
asset
9. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala UPT
c. Seksi Pelayanan Sosial
1. Menyusun rencana kerja seksi pelayanan social
2. Melaksanakan pelayanan penempatan dalam asrama, pengasuhan,
penyusuanan daftar piket kebersihan lingkungan dan menyediakan
kebutuhan klien
3. Menginvetarisir dan menyediakan kebutuhan pakaian klien
4. Menyususn jadwal dan melaksanakan peemriksaan kesehatan,
menyediakan obat dan melaksanakan rujukan
5. Menyusun daftar menu, menyiapkan dan pengolahan bahan makanan
serta penyajian makanan
6. Melaksanakan kegiatan rekreatif
7. Melaksanakan administrasi pelayanan social
8. Melaksanakan tugas lain yang diberika oleh kepala UPT
d. Seksi Bimbingan dan Pembinaan Lanjut
1. Menyusun rencana kerja seksi bimbingan dan pembinaan lanjut
2. Melaksanakan kegiatan sosialisasi program pelayanan, penjaringan,
seleksi serta penerimaan dan registrasi calon klien
3. Menempatkan klien dalam program pelayanan
4. Menyusun kurikulum pelayanan
5. Menyediakan sarana dan prasarana pengungkapan dan pemahaman
masalah klien, pembahasan kasus, bimbingan fisik, mental keagamaan,
social, bimbingan ketrampilan pengisi waktu luang dan resosialisasi
6. Melaksanakan penyaluran atau pengembalian klien kepada keluarga
atau lembaga pelayanan social lainnya dan masyarakat
7. Melaksanakan pemakaman klien
8. Melaksanakan administrasi bimbingan dan pembinaan lanjut
9. Melaksanakan pengaakhiran pelayanan
10. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala UPT
e. Tujuan
Meningkatnya kualitas hidup atau kesejahteraan social lanjut usia
sehingga dapat menikmati hari tuanya dengan tenteram lahir batin
f. Motto
“Diusia tua tetap bahagia dan berkualitas”

3.6 Sarana dan Prasarana Panti Sosial Tresna Werdha Magetan


3.2 Daftar Tabel fasilitas bangunan UPT Tresna Werdha Magetan
No Nama Magetan
1 Kantor 1
2 Wisma 7
3 Pos Jaga 1
4 Aula 1
5 Poliklinik 1
6 Ruang PK (perawatan khusus) 1
7 Ruang isolasi 1
8 Mushola 1
9 Ruang Ketrampilan 1
10 Dapur 1
11 Gudang 1
12 Garasi 1
13 Ruang Bimbingan 1
14 Rumah dinas 4
15 Pemakaman 1
16 Kolam dan taman 1
17 Ruang data 1
18 Tempat jemur pakaian 8
19 Tempat parker 1
20 Green house 1
21 Show room 1
22 Tempat pemandian mayat 1

3.7 Daftar Klien Panti Sosial Tresna Werdha


Panti sosial Tresna Werda Magetan memiliki daya tampung
sebanyak 87 klien yang tersebar di 8 Wisma. Wisma Pandu, Rama,
Srikandi, Kunthi dan Sinta yang merupakan wisma untuk Mbah Putri.
Sementara wisma Bima, Arimbi dan Arjuna merupakan wisma untuk
Mbah Kakung. Selain itu, terdapat ruang PK (Perawatan Khusus)
yang terisi oleh 20 klien dengan keadaan yang sudah tidak mampu
berjalan.
1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

38

49

Gambar 2.1 Diagram distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin


Berdasarkan gambar 2.1 menunjukkann bahwa sebagian besar
berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 49 jiwa dari 87 jiwa.

2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Usia

9 3
39 Young Old (60-69)
middle old (70-79)
36 old (80-89)
very old >90

Gambar 2.2 Diagram distribusi frekuensi berdasarkan usia


Berdasarkan gambar 2.2 menunjukkann bahwa sebagian besar
berusia 60-69 tahun (young old) dengan jumlah 39 jiwa dari 87 jiwa.
3.8 Pengkajian
1. Wisma Rama
Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah
Kriteria Frekuensi Prosentase
Hipertensi 2 25%
Tidak hipertensi 6 75%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.3 sebagian besar penghuni wisma Rama tidak mengalami
hipertensi yaitu sebanyak 6 orang (75%).

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan keluhan saat ini


Keluhan Frekuensi Prosentase
Lemas kaki 1 12,5%
Nyeri Linu 2 25%
Sesak 1 12,5%
Batuk 1 12,5%
Tidak ada keluhan 3 37,5%
Total 8 100%
Berdasarakan tabel 3.4 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mengatakan
tidak ada keluhan, dengan jumlah 3 orang (37,5%).

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan kesehatan kronis


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Tidak ada/ Ringan 6 25%
Sedang 2 75%
Berat 0 0
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.5 sebagian besar penghuni wisma Rama tidak mengalami
penyakit kronis yaitu sebanyak 6 orang (75%).
Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Intelektual (SPMSQ)
Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Utuh 6 75%
Ringan 1 12,5%
Sedang 0 0
Berat 1 12,5%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.6 sebagian besar penghuni wisma Rama memiliki fungsi
intelektual utuh yaitu sebanyak 6 orang (75%).

Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Normal 4 50%
Ringan/ sedang 3 37,5%
Berat 1 12,5%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.7 sebagian besar penghuni wisma Rama memiliki fungsi
intelektual utuh yaitu sebanyak 4 orang (50%).

Tabel 3.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Ketergantungan


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Mandiri 4 50%
Sebagian 4 50%
Total 0 0%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.8 separuh penghuni rama memiliki tingkat
ketergantungan mandiri yaitu sejumlah 4 orang (50%) dan 4 orang memiliki
tingkat ketergantungan sebagian.
Tabel 3.9Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Spiritual
Kriteria Frekuensi Prosentase
Sholat di masjid 2 25%
Sholat di wisma 4 50%
Tidak sholat 2 25%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.9 sebagian besar penghuni wisma Rama melakukan
sholat dimasjid yaitu sebanyak 4 orang (50%).

Tabel 3.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kehadiran Kegiatan


Keterampilan
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mengikuti Kegiatan Keterampilan 0 0%
Tidak mengikuti 8 100%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.10 seluruh penghuni wisma Rama tidak mengikuti
keterampilan yaitu sebanyak 8 orang (100%).

2. Wisma Bima
Tabel 3.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah
Kriteria Frekuensi Prosentase
Hipertensi 1 10%
Tidak hipertensi 9 90%
Total 10 100%
Berdasarkan tabel 3.11 sebagian besar penghuni wisma Bima tidak
mengalami hipertensi yaitu sebanyak 9 orang (90 %)
Tabel 3.12 Distribusi Frekuensi Berdasarkan keluhan saat ini
Keluhan Frekuensi Prosentase
Batuk 1 10%
Pusing 1 10%
Nyeri linu 1 10%
Tidak ada keluhan 7 70%
Total 10 100%
Berdasarakan tabel 3.12 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mengatakan
tidak ada keluhan, dengan jumlah 7 orang (70%).

Tabel 3.13 Distribusi Frekuensi Berdasarkan kesehatan kronis


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Tidak ada/ Ringan 10 100%
Sedang 0 0%
Berat 0 0
Total 10 100%
Berdasarkan tabel 3.13 hampir semua penghuni wisma Bima tidak mengalami
penyakit kronis yaitu sebanyak 10 orang (100%).

Tabel 3.14 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Intelektual (SPMSQ)


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Utuh 4 40%
Ringan 2 20%
Sedang 2 20%
Berat 2 20%
Total 10 100%
Berdasarkan tabel 3.14 sebagian besar penghuni wisma Bima memiliki fungsi
intelektual utuh yaitu sebanyak 4orang (40%).
Tabel 3.15 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi
Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Normal 4 40%
Ringan/ sedang 4 40%
Berat 2 20%
Total 10 100%
Berdasarkan tabel 3.15 sebagian kecil penghuni wisma Bima memiliki fungsi
intelektual berat yaitu sebanyak 4 orang (20%).

Tabel 3.16 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Ketergantungan


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Mandiri 6 60%
Sebagian 4 40%
Total 0 0%
Total 10 100%
Berdasarkan tabel 3.16 sebagian besar penghuni rama memiliki tingkat
ketergantungan mandiri yaitu sejumlah 6 orang (60%).

Tabel 3.17 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Spiritual


Kriteria Frekuensi Prosentase
Sholat di masjid 4 40%
Sholat di wisma 2 20%
Tidak sholat 4 40%
Total 10 100%
Berdasarkan tabel 3.17 sebagian besar penghuni wisma Bima tidak
melakukan sholat yaitu sebanyak 4 orang (40%).
Tabel 3.18 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kehadiran Kegiatan
Keterampilan
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mengikuti Kegiatan Keterampilan 2 20%
Tidak mengikuti 8 80%
Total 10 100%
Berdasarkan tabel 3.18 sebagian besar penghuni wisma Srikandi tidak
mengikuti keterampilan yaitu sebanyak 8 orang (80%).

3. Wisma Sintha
Tabel 3.19 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah
Kriteria Frekuensi Prosentase
Hipertensi 7 63,6%
Tidak hipertensi 4 36,3%
Total 11 100%
Berdasarkan tabel 3.19 sebagian besar penghuni wisma sinta mengalami
hipertensi yaitu sebanyak 7 orang (63,6 %)

Tabel 3.20 Distribusi Frekuensi Berdasarkan keluhan saat ini


Keluhan Frekuensi Prosentase
Linu 9 81,8%
Gatal 1 9,0%
Pusing 1 9,0%
Total 11 100%
Berdasarakan tabel 3.20 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
penghuni wisma shinta mengeluh linu, dengan jumlah 9 orang (81,8%).
Tabel 3.21 Distribusi Frekuensi Berdasarkan kesehatan kronis
Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Tidak ada/ Ringan 5 45,4%
Sedang 3 27,2%
Berat 3 27,2%
Total 11 100%
Berdasarkan tabel 3.21 hampir semua penghuni wisma shinta tidak
mengalami penyakit kronis yaitu sebanyak 5 orang (45,4%).

Tabel 3.22 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Intelektual (SPMSQ)


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Utuh 1 9,0%
Ringan 5 45,4%
Sedang 4 36,3%
Berat 1 45,4%
Total 11 100%
Berdasarkan tabel 3.22 sebagian besar penghuni wisma Shinta memiliki
fungsi intelektual ringan yaitu sebanyak 5 orang (45,4%).

Tabel 3.23 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Normal 4 36,3%
Ringan/ sedang 7 63,6%
Berat 0 0%
Total 11 100%
Berdasarkan tabel 3.23 sebagian kecil penghuni wisma Shinta memiliki
fungsi intelektual berat yaitu sebanyak 7 orang (63,6%).
Tabel 3.24 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Ketergantungan
Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Mandiri 7 36,3%
Sebagian 4 63,6%
Total 0 0%
Total 11 100%
Berdasarkan tabel 3.24 sebagian besar penghuni wisma Shinta memiliki
tingkat ketergantungan mandiri yaitu sejumlah 7 orang (63,6%).

Tabel 3.25 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Spiritual


Kriteria Frekuensi Prosentase
Sholat di masjid 1 9,1%
Sholat di wisma 4 36,4%
Tidak sholat 6 54,5%
Total 11 100%
Berdasarkan tabel 3.25 sebagian besar penghuni wisma Shinta tidak
melakukan sholat yaitu sebanyak 6 orang (54,5%).

Tabel 3.26 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kehadiran Kegiatan


Keterampilan
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mengikuti Kegiatan Keterampilan 0 0%
Tidak mengikuti 11 100 %
Total 11 100%
Berdasarkan tabel 3.26 sebagian besar penghuni wisma Shinta tidak
mengikuti keterampilan yaitu sebanyak 11 orang (100%).
4. Wisma Srikandi
Tabel 3.27 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah
Kriteria Frekuensi Prosentase
Hipertensi 6 75%
Tidak hipertensi 2 25%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.27 sebagian besar penghuni wisma Srikandi
mengalami hipertensi yaitu sebanyak 6 orang (75 %)

Tabel 3.28 Distribusi Frekuensi Berdasarkan keluhan saat ini


Keluhan Frekuensi Prosentase
Nyeri sendi 6 75%
Tidak bisa tidur 1 12,5%
Nyeri abdomen 1 12,5%
Total 8 100%
Berdasarakan tabel 3.28 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
penghuni wisma Srikandi mengeluh nyeri sendi, dengan jumlah 6 orang (75%).

Tabel 3.29 Distribusi Frekuensi Berdasarkan kesehatan kronis


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Tidak ada/ Ringan 6 75%
Sedang 2 25%
Berat 0 0%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.29 hampir semua penghuni wisma Srikandi tidak
mengalami penyakit kronis yaitu sebanyak 5 orang (45,4%).
Tabel 3.30 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Intelektual (SPMSQ)
Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Utuh 1 12,5%
Ringan 1 12,5%
Sedang 5 62,5%
Berat 1 12,5%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.30 sebagian besar penghuni wisma Srikandi memiliki
fungsi intelektual ringan yaitu sebanyak 5 orang (62,5%).

Tabel 3.31 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Normal 3 37,5%
Ringan/ sedang 5 62,5%
Berat 0 0%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.31 sebagian kecil penghuni wisma Srikandi memiliki
fungsi intelektual tingkat sedang yaitu sebanyak 5 orang (62,5%).

Tabel 3.32 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Ketergantungan


Kesehatan Kronis Frekuensi Prosentase
Mandiri 3 37,5%
Sebagian 5 62,5%
Total 0 0%
Total 11 100%
Berdasarkan tabel 3.32 sebagian besar penghuni wisma Srikandi memiliki
tingkat ketergantungan sebagian yaitu sejumlah 5 orang (62,5%)
Tabel 3.33 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Spiritual
Kriteria Frekuensi Prosentase
Sholat di masjid 1 12,5%
Sholat di wisma 2 25%
Tidak sholat 5 62,5%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.33 sebagian besar penghuni wisma Srikandi tidak
melakukan sholat yaitu sebanyak 5 orang (62,5%).

Tabel 3.34 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kehadiran Kegiatan


Keterampilan
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mengikuti Kegiatan Keterampilan 1 12,5%
Tidak mengikuti 7 87,5%
Total 8 100%
Berdasarkan tabel 3.34 sebagian besar penghuni wisma Srikandi tidak
mengikuti keterampilan yaitu sebanyak 7 orang (87,5%).

5. Ruang Pandu
Tabel 3.35 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah
Kriteria Frekuensi Prosentase
Hipertensi 2 50%
Tidak Hipertensi 2 50%
Jumlah 4 100%
Berdasarkan tabel 3.35 separoh lansia penghuni di wisma Pandu
menderita Hipertensi 2 (50%) dan separuhnya tidak menderita hipertensi 2
(50%)
Tabel 3.36 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Saat ini
Kriteria Frekuensi Prosentase
Nyeri lutut 3 75%
Pusing 1 25%
Jumlah 4 100%
Berdasarkan tabel 3.36 sebagian besar lansia penghuni di wisma Pandu
memiliki keluhan nyeri lutut sebanyak 3 (75%) dan sebagian kecil memiliki
keluhan pusing sebanyak 1 (25%)

Tabel 3.37 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kesehatan Kronis


Kriteria Frekuensi Prosentase
Tidak Ada/ringan 3 75%
Sedang 1 25%
Berat 0 0%
Jumlah 4 100%
Berdasarkan tabel 3.37 sebagian besar lansia penghuni di wisma Pandu
tidak memiliki penyakit kronis sebanyak 3 (75%) dan sebagian kecil saat ini
memiliki penyakit kronis sedang sebanyak 1 (25%)

Tabel 3.38 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Intelektual (SPMSQ)


Kriteria Frekuensi Prosentase
Utuh 3 75%
Ringan 1 25%
Sedang 0 0%
Berat 0 0%
Jumlah 4 100%
Berdasarkan tabel 3.38 sebagian besar lansia penghuni di wisma Pandu
memiliki fungsi intelektual utuh sebanyak 3 (75%) dan sebagian kecil memiliki
tingkat fungsi intelektual ringan sebanyak 1 (25%)
Tabel 3.39 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi
Kriteria Frekuensi Prosentase
Normal 1 75%
Ringan-Sedang 3 25%
Berat 0 0%
Jumlah 4 100%
Berdasarkan tabel 3.39 sebagian besar lansia penghuni di wisma Pandu
memiliki tingkat depresi ringan-sedang sebanyak 3 (75%)

Tabel 3.40 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Ketergantungan


(Indeks Barthel)
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mandiri 2 50%
Sebagian 2 50%
Total 0 0%
Jumlah 4 100%
Berdasarkan tabel 3.40 separuh lansia penghuni di wisma Pandu
memiliki tingkat ketergantungan sebagian sebanyak 2 (50%) dan separuhnya
mandiri sebanyak 2 (50%)

Tabel 3.41 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Spiritual


Kriteria Frekuensi Prosentase
Sholat di masjid 2 50%
Sholat di wisma 2 50%
Tidak sholat 0 0
Total 4 100%
Berdasarkan tabel 3.41 semua penghuni wisma Pandu melakukan sholat yaitu
sebanyak 4 orang (100%).
Tabel 3.42 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kehadiran Kegiatan
Keterampilan
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mengikuti Kegiatan Keterampilan 2 50%
Tidak mengikuti 2 50%
Total 4 100%
Berdasarkan tabel 3.42 sebagian penghuni wisma Pandu tidak mengikuti
keterampilan yaitu sebanyak 2 orang (50%).

6. Wisma Arimbi
Tabel 3.43 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah
Kriteria Frekuensi Prosentase
Hipertensi 6 40%
Tidak Hipertensi 9 60%
Jumlah 15 100%
Berdasarkan tabel 3.43 separoh lansia penghuni di wisma Arimbi
menderita Tidak Hipertensi 9 (60%)

Tabel 3.44 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Saat ini


Kriteria Frekuensi Prosentase
Tidak ada 1 6.5%
Nyeri lutut 7 47%
Pusing 4 27%
Flu 1 6.5%
Mata Kabur 2 13%
Jumlah 15 100%
Berdasarkan tabel 3.44 sebagian besar lansia penghuni di wisma
Arimbi memiliki keluhan nyeri lutut sebanyak 7 orang (47%)
Tabel 3.45 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kesehatan Kronis
Kriteria Frekuensi Prosentase
Tidak Ada/ringan 9 60%
Sedang 6 40%
Berat 0 0%
Jumlah 15 100%
Berdasarkan tabel 3.45 sebagian besar lansia penghuni di wisma
Arimbi tidak memiliki penyakit kronis sebanyak 9 (60%)

Tabel 3.46 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Intelektual (SPMSQ)


Kriteria Frekuensi Prosentase
Utuh 11 73%
Ringan 1 7%
Sedang 2 13%
Berat 1 7%
Jumlah 15 100%
Berdasarkan tabel 3.46 sebagian besar lansia penghuni di wisma
Arimbi memiliki fungsi intelektual utuh sebanyak 11 (73%)

Tabel 3.47 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi


Kriteria Frekuensi Prosentase
Normal 1 7%
Ringan-Sedang 13 86%
Berat 1 7%
Jumlah 15 100%
Berdasarkan tabel 3.47 sebagian besar lansia penghuni di wisma
Arimbi memiliki tingkat depresi ringan-sedang sebanyak 13 (86%)
Tabel 3.48 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Ketergantungan (Indeks
Barthel)
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mandiri 14 93%
Sebagian 1 7%
Total 0 0%
Jumlah 15 100%
Berdasarkan tabel 3.48 sebagian besar lansia penghuni di wisma
Arimbi memiliki tingkat ketergantungan sebagian sebanyak 14 (93%)

Tabel 3.49 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Spiritual


Kriteria Frekuensi Prosentase
Sholat di masjid 1 6,6%
Sholat di wisma 5 33,4%
Tidak sholat 9 60%
Total 15 100%
Berdasarkan tabel 3.49 sebagian besar penghuni wisma Arimbi tidak
melakukan sholat yaitu sebanyak 9 orang (60%).

Tabel 3.50 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kehadiran Kegiatan


Keterampilan
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mengikuti Kegiatan Keterampilan 3 20%
Tidak mengikuti 12 80%
Total 15 100%
Berdasarkan tabel 3.50 sebagian besar penghuni wisma Arimbi tidak
mengikuti keterampilan yaitu sebanyak 12 orang (80%).
7. Wisma Arjuna
Tabel 3.51 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah
Kriteria Frekuensi Prosentase
Hipertensi 0 0%
Tidak Hipertensi 10 100%
Jumlah 10 100%
Berdasarkan tabel 3.51 sebagian besarlansia penghuni di wisma Arjuna
tidak menderita hipertensi sebanyak 10 (100%)

Tabel 3.52 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Saat ini


Kriteria Frekuensi Prosentase
Nyeri lutut 7 70%
Pusing 1 10%
Gatal 1 10%
Sesak 1 10%
Jumlah 10 100%
Berdasarkan tabel 3.52 sebagian besar lansia penghuni di wisma Arjuna
memiliki keluhan nyeri lutut sebanyak 7 (70%)

Tabel 3.53 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kesehatan Kronis


Kriteria Frekuensi Prosentase
Tidak Ada/ringan 5 50%
Sedang 5 50%
Berat 0 0%
Jumlah 10 100%
Berdasarkan tabel 3.53 separuh lansia penghuni di wisma Arjuna
memiliki penyakit kronis sebanyak 5 (50%) dan separuhnya sebagian memiliki
penyakit kronis sedang sebanyak 5 orang (50%)
Tabel 3.54 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Intelektual (SPMSQ)
Kriteria Frekuensi Prosentase
Utuh 3 30%
Ringan 3 30%
Sedang 2 20%
Berat 2 20%
Jumlah 10 100%
Berdasarkan tabel 3.54 sebagian besar lansia penghuni di wisma Arjuna
memiliki fungsi intelektual utuh dan ringansebanyak 3 (30%)

Tabel 3.55 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi


Kriteria Frekuensi Prosentase
Normal 0 0%
Ringan-Sedang 5 50%
Berat 5 50%
Jumlah 10 100%
Berdasarkan tabel 3.55 separuh lansia penghuni di wisma Arjuna
memiliki tingkat depresi ringan-sedang sebanyak 5 (50%) dan separuhnya
memiliki tingkat depresi berat sebanyak 5 (50%)

Tabel 3.56 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Ketergantungan


(Indeks Barthel)
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mandiri 7 70%
Sebagian 3 30%
Total 0 0%
Jumlah 10 100%
Berdasarkan tabel 3.56 sebagian besar lansia penghuni di wisma Arjuna
dapat melakukan aktivitas secara mandiri sebanyak 7 orang (70%).
Tabel 3.57 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Spiritual
Kriteria Frekuensi Prosentase
Sholat di masjid 1 10%
Sholat di wisma 4 40%
Tidak sholat 5 50%
Total 10 100%
Berdasarkan tabel 3.57 sebagian besar penghuni wisma Arjuna tidak
melakukan sholat yaitu sebanyak 5 orang (50%).

Tabel 3.58 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kehadiran Kegiatan


Keterampilan
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mengikuti Kegiatan Keterampilan 6 60%
Tidak mengikuti 4 40%
Total 10 100%
Berdasarkan tabel 3.58 sebagian besar penghuni wisma Arjuna mengikuti
keterampilan yaitu sebanyak 60 orang (80%).

8. PK (Perawatan Khusus)
Tabel 3.59 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah
Kriteria Frekuensi Prosentase
Hipertensi 9 45%
Tidak Hipertensi 11 55%
Jumlah 20 100%
Berdasarkan tabel 3.59 sebagian besarlansia penghuni di PK tidak
menderita hipertensi sebanyak 11 (55%)
Tabel 3.60 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Saat ini
Kriteria Frekuensi Prosentase
Lemas kaki 8 40%
Pusing 6 30%
Nyeri sendi 4 20%
Batuk 2 10%
Jumlah 20 100%
Berdasarkan tabel 3.60 sebagian besar lansia penghuni di PK memiliki
keluhan lemas kaki sebanyak 8 (40%)

Tabel 3.61 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kesehatan Kronis


Kriteria Frekuensi Prosentase
Tidak Ada/ringan 0 0%
Sedang 6 30%
Berat 14 70%
Jumlah 20 100%
Berdasarkan tabel 3.61 sebagian besar lansia penghuni di PK memiliki
kesehatan kronis beratsebanyak 14 (70%)

Tabel 3.62 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Intelektual (SPMSQ)


Kriteria Frekuensi Prosentase
Utuh 0 0%
Ringan 0 0%
Sedang 11 55%
Berat 9 45%
Jumlah 20 100%
Berdasarkan tabel 3.62 sebagian besar lansia penghuni di PK memiliki
fungsi intelektual sedang sebanyak 11 (55%)
Tabel 3.63 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi
Kriteria Frekuensi Prosentase
Normal 0 0%
Ringan-Sedang 19 95%
Berat 1 5%
Jumlah 20 100%
Berdasarkan tabel 3.63 sebagian besar lansia penghuni di PK memiliki
tingkat depresi ringan-sedang sebanyak 19 orang(95%)

Tabel 3.64 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Ketergantungan (Indeks


Barthel)
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mandiri 0 0%
Sebagian 4 20%
Total 16 80%
Jumlah 20 100%
Berdasarkan tabel 3.64 sebagian besar lansia penghuni di Pk memiliki
ketergantungan total sebanyak 16 orang (80%)

Tabel 3.65 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Spiritual


Kriteria Frekuensi Prosentase
Sholat di masjid 0 0%
Sholat di wisma 0 0%
Tidak sholat 20 100%
Total 20 100%
Berdasarkan tabel 3.65 sebagian besar penghuni Ruang PK tidak melakukan
sholat yaitu sebanyak 20 orang (100%).
Tabel 3.66 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kehadiran Kegiatan
Keterampilan
Kriteria Frekuensi Prosentase
Mengikuti Kegiatan Keterampilan 0 0%
Tidak mengikuti 20 100%
Total 20 100%
Berdasarkan tabel 3.66 sebagian besar penghuni PK tidak mengikuti
keterampilan yaitu sebanyak 20 orang (100%).
ANALISA DATA
No Data Subyektif Data Objektif Masalah
1 Beberapa lansia di 7 wisma Terdapat 47 lansia Hipertensi
dan ruang PK di PSTW (54%) yang memiliki
magetan mengatakan tekanan darah lebih dari
memiliki riwayat hipertensi, 140/ 90 mmHg
dan mengeluh pusing
2 Beberapa lansia di 7 wisma Terdapat 39 lansia Nyeri
dan ruang PK di PSTW (45%) yang mengeluh
Magetan mengatakan linu atau nyeri sendi
memiliki keluhan utama
linu-linu
3 Beberapa lansia mengeluh Berdasarkan hasil Risiko gangguan
sering lupa mengenai pengkajian SPMSQ, proses fikir
beberapa hal (seperti: nama, terdapat 17 lansia
hari, tanggal, orientasi (19,5%) yang memiliki
tempat) kerusakan intelektual
yang berat, dan
sejumlah 26 lansia
(30%) memiliki
keruskan intelektual
sedang.
4 a Beberapa lansia di 7 Berdasarkan hasil Hambatan
wisma dan PK pengkajian tingkat interaksi sosial
mengatakan kurang depresi, terdapat 59
berinteraksi dengan lansia (67,8%) memiliki
lansia di wisma tingkat depresi ringan/
lainnya. sedang, dan 10 orang
b Beberapa lansia di 7 lansia (11,,4%) memiliki
wisma dan PK tingkat depresi berat
mengatakan tidak
mengikuti kegiatan
keterampilan dengan
alasan lelah, tidak bisa
melakukan
keterampilan.
5 Beberapa lansia di 7 wisma Berdasarkan hasil Distress spiritual
dan PK mengatakan tidak pengkajian didapatkan
pernah ke masjid dengan 12 lansia (11%)
alasan jalannya terlalu jauh, melakukan sholat
kalau malam gelap, kaki dimasjid, dan 51 lansia
terasa nyeri jika berjalan (58%) tidak melakukan
jauh sholat lima waktu

Diagnosa:
1. Hipertensi berhubungan dengan peningkatan curah jantung
2. Nyeri berhubungan dengan masalah muskuloskeletal
3. Resiko gangguan proses pikir berhubungan dengan gangguan neurologis
4. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan psikologis
5. Distress spiritual berhubungan dengan perubahan hidup
BAB 4
PERENCANAAN

4.1 Perencanaan
Proses perencanaan ini meliputi mengumpulkan lansia kemudian
menjelaskan masalah kesehatan apa saja yang ditemukan selama proses
pengkajian kemudia bersama dengan mahasiswa lansia memprioritaskan
masalah yang akan diselesaikan terlebih dulu. Perencanaan disusun oleh
mahasiswa bersama-sama dengan lansia serta staf PSTW Magetan
berdasarkan masalah yang ditemukan setelah diprioritaskan.
PLAN OF ACTION POKJA SOSIAL
Seksi Kesehatan
No Masalah Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Jumlah PJ
Lansia
1. Hipertensi Pemeriksaan 1. Meningkatkan Lansia di UPT Senin, 8 Juli Ruang Sutini
Kesehatan status Tresna 2019 bimbingan
kesehatan Werdha konsultasi
lansia Jam 09.00-
Magetan
2. Meningkatkan 10.00
interaksi antar
sesama lansia
2, Nyeri Senam Lansia 1. Meningkatkan Lansia di UPT Kamis, 11 Juli Lapangan Tria
status Tresna 2019 depan poli +Rossely
kesehatan Werdha klinik
lansia Jam 08.00-
Magetan
2. Meningkatkan 09.00
interaksi antar
sesama lansia
3. Hipertensi Penyuluhan Meningkatkan Lansia di UPT Jumat, 12 juli Aula UPT Ratna +
Hipertensi + status kesehatan Tresna 2019 PSTW Alifda
Senam lansia Werdha Magetan
Jam 08.00-
Hipertensi Magetan
selesai
Seksi Rekreatif
No Masalah Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Jumlah PJ
Lansia
1 Gangguan Interaksi Membersihkan Meningkatkan Lansia di UPT Minggu, 7 Makam UPT Liyon
Sosial makam interaksi Tresna Juli 2019- PSTW
Werdha Jam Magetan
Magetan 08.00-
09.00
Pentas Seni Meningkatkan Lansia di UPT Rabu, 17 Aula PSTW Arta+Eko
interaksi antar Tresna Juli 2019 Magetan
lansia Werdha Jam
Magetan 08.00-
selesai
PLAN OF ACTION POKJA SPIRITUAL

No Masalah Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Jumlah PJ


Lansia
1. Distress Memberikan Memberikan Lansia di UPT Setiap hari Mushola Dimas
Spiritual Kultum pengetahuan tentang Tresna Werdha setelah Khusnul Anugerah
pentingnya Magetan sholat Khotimah UPT P.
ibadah/keagamaan Dzuhur PSTW Magetan
dan subuh
Mengajarkan Meningkatkan Lansia di UPT Setiap hari Wisma Indra
mengaji dan kemampuan lansia Tresna Werdha Nurviadhat
membaca doa dalam membaca Magetan ul M.
doa/mengaji
Hafalan surat Meningkatkan Lansia di UPT Setiap hari Mushola Anis
pendek kemampuan lansia Tresna Werdha jum’at Khusnul Rahmawati
dalam membaca doa Magetan Khotimah UPT
PSTW Magetan
Belajar Tata Meningkatkan Lansia di UPT Setiap hari Mushola Muhaimin
cara sholat dan kemampuan lansia Tresna Werdha jum’at Khusnul
Wudhu dalam kesempurnaan Magetan Khotimah UPT
beribadah Sholat PSTW Magetan
PLAN OF ACTION PSIKOLOGIS

No Masalah Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Jumlah PJ


Lansia
1 Gangguan TAK orientasi Mampu Lansia di Rabu, 10 Aula UPT Farid
proses berpikir realita mengenali UPT PSTW Juli 2019 PSTW Fatkurroji
orang, tempat Magetan Magetan
Jam 09.00
dan waktu
WIB
sesuai
kenyataan
Hambatan Pendampingan Menyelesaikan Lansia di Senin, 8 Juli Ruang Yuni
interaksi sosial Bimbingan permasalahan UPT PSTW 2019 Bimbingan
Konseling lansia Magetan Konseling
Jam 08.00-
selesai
Hortikultura Meningkatkan Lansia di Minggu, 14 Di Wisma Ana
rasa percaya UPT PSTW Juli 2019 masing-
diri dan Magetan masing
Jam 08.00-
kemandirian
selesai
lansia
PLAN OF ACTION KETRAMPILAN

No Masalah Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Tempat Jumlah PJ


lansia
1 Hambatan Jahe Instan Meningkatkan Lansia di Selasa, 9 Juni Ruang Nindar O
interaksi sosial kreatifitas dan UPT 2019 Ketrampilan
sosialisasi PSTW UPT PSTW
Pukul 09.00-
antar lansia Magetan Magetan
selesai
Botol Meningkatkan Lansia di Selasa, 16 Juni Ruang Nefri A. D
Bekas kreatifitas dan UPT 2019 Ketrampilan
sosialisasi PSTW UPT PSTW
antar lansia Magetan Magetan
Pukul 09.00-
selesai
Pembuatan Meningkatkan Lansia di Sabtu, 13 Juni Ruang Rizki A. F
Tasbih dari kreatifitas dan UPT 2019 Ketrampilan
manik- sosialisasi PSTW UPT PSTW
Pukul 09.00-
manik antar lansia Magetan Magetan
selesai

Anda mungkin juga menyukai