Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jantung pada keadaan normal menerima darah pada tekanan pengisian rendah
selama diastol dan kemudian mendorong ke depan pada tekanan yang lebih tinggi
saat sistol. Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme pada tubuh (forward
failure), atau mampu melakukannya hanya jika terjadi peninggian tekanan pengisian
jantung secara abnormal (backward failure), atau keduanya. Namun, beberapa
keadaan di luar jantung bisa juga menyebabkan definisi ini harus dipenuhi melalui
perfusi jaringan yang tidak baik (seperti pada keadaan pendarahan yang berat) atau
peningkatan kebutuhan metabolik (seperti pada keadaan hipertiroid).

Gagal jantung bisa menjadi manifestasi akhir dan paling berat dari semua
bentuk penyakit jantung, termasuk aterosklerosis, infark miokard, penyakit katup,
hipertensi, penyakit jantung kongenital, dan kardiomiopati. Lebih dari 500.000 kasus
baru di diagnosis setiap tahunnya di Amerika Serikat, di mana prevalensi kejadiannya
adalah sekitar 5 juta. Gagal jantung juga merupakan penyebab peningkatan
morbiditas dan mortalitas pasien jantung, diperkirakan hamper lima persen dari
pasien yang dirawat di Rumah Sakit, 4.7% wanita dan 5.1% laki-laki. Insiden gagal
jantung dalam setahun diperkirakan 2.33.7 per seribu penderita per tahun. Jumlah
pasien dengan gagal jantung akan meningkat di masa depan karena semakin
bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark
miokard yang mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan
fungsi jantung. Sebagai hasilnya, gagal jantung kini mengisi lebih dari 12 juta
kunjungan Rumah Sakit setiap tahunnya dan merupakan diagnosis yang paling umum
dari pasien rawat inap, terutama yang berusia 65 tahun atau lebih tua. Gagal jantung
kebanyakan terjadi akibat kondisi berupa gangguan fungsi ventrikel kiri.

1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi

Gagal jantung merupakan suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi


jantung di mana jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme pada tubuh (forward failure), atau mampu
melakukannya hanya jika terjadi peninggian tekanan pengisian jantung secara
abnormal (backward failure), atau keduanya.

Gagal jantung merupakan sindroma klinis akibat kelainan struktur atau fungsi
jantung yang ditandai dengan sesak napas atau lelah bila beraktifitas dan pada kondisi
berat dapat muncul saat istirahat.

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks di mana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa : Gejala gagal jantung (napas pendek yang tipikal
saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak disertai kelelahan); tanda
retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari
gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.

2.2 Epidemiologi

Di Eropa angka kejadian gagal jantung berkisar 0.4% - 2% dan meningkat pada
usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung
akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi
pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnose ditegakkan dan
pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun
pertama.

2
2.3 Etiologi

Penyebab dari gagal jantung antara lain dijabarkan dalam tabel berikut ini.

Heart Failure-Reduced Ejection Fraction (<40%)


Penyakit arteri koroner Non-iskemik kardiomiopati dilatasi
Infark miokard Penyakit familial/genetic
Iskemia miokard Penyakit infiltratif
Overload tekanan kronis Kerusakan akibat toksin atau obat
Hipertensi Penyakit metabolik
Penyakit katup obstruktif Viral
Overload volume kronis Penyakit Chagas
Penyakit katup regurgitasi Kelainan ritme dan frekuensi jantung
Shunt intrakardiak (kiri ke kanan) Bradiaritmia kronis
Shunt ekstrakardiak Takiaritmia kronis
Heart Failure-Reduced Ejection Fraction (>40-50%)
Hipertrofi patologis Kardiomiopati restriktif
Primer (kardiomiopati hipertrofi) Penyakit infiltrative (amioloidosis,
Sekunder (hipertensi) sarkoidosis)
Storage disease (hemokromatosis)
Penuaan (aging) Kelainan endomiokardial
Fibrosis jantung Kebutuhan aliran darah yang
Penyakit jantung pulmonal berlebihan
Kor pulmonal Shunt arteriovena sistemik
Penyakit vaskular pulmonal Anemia kronis
Kondisi High-Output
Kelainan metabolik
Tirotoksikosis
Kelainan nutrisi (beri-beri)
Tabel 1.Etiologi gagal jantung

2.4 Klasifikasi

3
Klasifikasi derajat gagal jantung dapat dibagi berdasarkan kelainan struktural
jantung yang dikategorikan berdasarkan kriteria American College of Cardiology /
American Heart Association (ACC/AHA) atau berdasarkan gejala yang berkaitan
dengan kapasitas fungsional dapat dikategorikan berdasarkan kriteria New York Heart
Association (NYHA).

Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapasitas


struktural jantung (ACC/AHA) fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki resiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam melakukan
menjadi gagal jantung. aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
Tidak terdapat gangguan struktural atau tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi
fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau sesak nafas.
atau gejala.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
yang berhubungan dengan perkembangan terdapat keluhan saat istirahat, namun
gagal jantung, tidak terdapat tanda atau aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
gejala. kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak
berhubungan dengan penyakit struktural terdapat keluhan saat istirahat, namun
jantung yang mendasari. aktifitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung structural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa
gejala gagal jantung yang sangat bermakna keluhan. Terdapat gejala saat istirahat.
saat istirahat walaupun sudah mendapat Keluhan meningkat saat melakukan
terapi medis maksimal (refrakter). aktifitas.
Tabel 2.Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA

2.5 Patofisiologi

4
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu gangguan kontraktilitas
ventrikel, meningkatnya afterload, atau gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena
gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik, sedangkan
gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau pengisian
ventrikel disebut disfungsi diastolik.

Gambar 1.Keadaan-keadaan yang menyebabkan gagal jantung kiri akibat disfungsi


sistolik atau disfungsi diastolik

Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal
jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume,
gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal jantung
sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh

5
secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik dikarenakan meningkatnya
kekakuan pada dinding ventrikel.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-
keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi
aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana
terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan
infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal
jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme
fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang
memicu terjadinya gagal jantung.
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup
dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan
edema.
Jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kekuatan kontraksi,
meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi ginjal untuk
mengambil natrium dan air. Penggunaan sistem secara berlebihan untuk
mengkompensasi tersebut menyebabkan kerusakkan pada ventrikel dan terjadi
remodeling.
Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norepinefrin, angiotensin II,
aldosteron, endotelin, dan vasopresin. Semuanya ini adalah faktor neurohormonal

6
yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang menyebabkan retensi
natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang ketiga terjadi kelelahan, nafas
pendek, dan retensi air. Nafas pendek (dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat
istirahat (orthopnea) atau pada malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air
terjadi pada paru-paru (kongesti) atau odema periferal.
Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung untuk
membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan darah
ke organ-organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-Straling, (2)
neurohormonal, dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.

Gambar 2.Mekanisme kompensasi pada gagal jantung

1) MekanismeFrank-Starling
Meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume
ventricular end-diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik, berarti
ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filamen
aktin dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi
berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme Frank-Starling mencocokan
output dari dua ventrikel.
Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung
cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal
jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume
ventricular end-diastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini

7
menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan
serat otot mengalami peregangan yang berlebihan.
Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah
ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan
menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan
dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah
akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia
dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi jantung.
2) Neurohormonal
a. Sistem saraf adrenergic
Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung dikenali oleh
baro reseptor di sinus caroticus dan arcus aorta, kemudian dihantarkan
ke medulla melalui nervus IX dan X, kemudian mengaktivasi sistem saraf
simpatis, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan menaikkankadar norepinefrin
(NE). Hal ini akan meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan
kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan vena sistemik.
b. Sistem renin angiotensin aldosteron
Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi system renin-
angiotensin aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai
macula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal,
memicu peningkatan pelepasan renin dari apparatus juxta glomerular.
Renin memecah empat asam amino dari angiotensinogen I, dan
Angiotensin-converting enzyme akan melepaskan dua asam amino dari
angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II berikatan dengan 2
protein G menjadi angiotensin tipe 1, aktivasi reseptor angiotensin I akan
mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan
pelepasan katekolamin, sementara AT2 akan menyebabkan vasodilatasi,
inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.
c. Stres oksidatif
Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen species
(ROS). Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan
miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensinII, aldosteron, agonisalfa
adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis factor,

8
interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi miosit,
proliferasi fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan mempengaruhi
sirkulasi perifer dengan cara menurunkan bioavailabilitas NO.
Gambar 3.Mekanisme kompensasi stimulasi neurohormonal

3) Remodelling dan hipertrofi ventricular


Model neurohormonal yang telah dijelaskan diatas gagal menjelaskan
progresivitasgagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang progresif

berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan ventrikel


kiri dikemudian hari. Proses remodeling mempunyai efek penting pada miosit
jantung, perubahan volume miosit dan komponen non miosit pada
miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel kiri. Remodeling
berawal dari adanya beban jantung yang mengakibatkan meningkatkan
rangsangan pada otot jantung. Keadaan jantung yang overload dengan tekanan
yang tinggi, misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta, mengakibatkan

9
peningkatan tekanan sistolik yang secara parallel menigkatkan tekanan
pada sarkomer dan pelebaran pada miosit jantung, yang menghasilkan
hipertrofi konsentrik. Jika beban jantung di dominasi dengan peningkatan
volume ventrikel, sehingga meningkatkan tekanan pada diastolik, yang
kemudian secara seri pada sarkomer dan kemudian terjadi pemanjangan
pada miosit jantung dan dilatasi ventrikel kiri yang mengakibatkan
hipertrofi eksentrik. Homeostasis kalsium merupakan hal yang penting dalam
perkembangan gagal jantung. Hal ini diperlukan dalam kontraksi dan
relaksasi jantung.

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada gagal jantung baik pada gagal
jantung kiri maupun gagal jantung kanan adalah sebagai berikut.

Gejala Temuan fisik


Sisi kiri
Dyspnea Diaforesis
Orthopnea Takikardi, Takipnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea Pulmonary rales
Fatigue Loud P2
S3 gallop (disfungsi sistolik)
S4 gallop (disfungsi diastolik)
Sisi kanan
Edema perifer Peningkatan TVJ
Right upper quadrant discomfort (karena Hepatomegali
hepatomegali) Edema perifer
Tabel 3.Gejala dan temuan fisik yang sering ditemukan pada gagal jantung

2.7 Diagnosis

10
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan kriteria klinis menggunakan
kriteria klasik Framingham bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua
kriteria minor atau bila terdapat 2 kriteria mayor.

Kriteria Mayor Kriteria Minor


Paroxysmal nocturnal dyspnea / Edema ekstremitas
Orthopnea Batuk malam
Distensi vena-vena leher Sesak saat aktifitas (Dyspneu de effort)
Peningkatan vena jugularis Hepatomegali
Ronki basah halus Efusi pleura
Kardiomegali Kapasitas vital paru berkurang 1/3 dari
Edema paru akut normal
Gallop bunyi jantung III Takikardi (>120 kali/menit)
Refleks hepatojugular positif
Tabel 4. Klasifikasi derajat gagal jantung berdasarkan kriteria klasik Framingham

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis


gagal jantung adalah sebagai berikut.

1) Laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap, elektrolit, kreatinin, glukosa, tes fungsi hati dan
urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai dengan
tampilan klinis.
2) Elektrokardiografi
Pada gagal jantung, interpretasi EKG yang perlu dicari adalah ritme,
ada / tidaknya hipertrofi ventrikel kiri, serta ada / tidaknya infark (riwayat atau
sedang berlangsung). Meskipun tidak spesifik, EKG yang normal dapat
mengeksklusi disfungsi diastolik.
3) Foto toraks
Foto toraks merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal
jantung. Foto toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi
pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan
atau memperberat sesak nafas.

11
4) Pemeriksaan troponin I atau T
Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma coroner akut. Peningkatan ringan kadar
troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode
dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
5) Ekokardiografi
Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan atau disfungsi jantung dengan
pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada
pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk
membedakan antara pasien disfungsi sistolik dan pasien dengan fungsi sistolik
normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 50%).
6) Pemeriksaan biomarker
Brain natriuretic peptide (BNP) dan pro-BNP sensitif untuk
mendeteksi gagal jantung. Dikatakan gagal jantung bila nilai BNP 100
pg/mL atau NT pro-BNP 300 pg/mL. BNP bermanfaat untuk
meminimalisasi diagnosis negative palsu, bila tidak tersedia ekokardiografi.

12
Gambar 4. Algoritma diagnostik gagal jantung

2.8 Penatalaksanaan

a) Non-farmakologi
- Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setiap hari. Jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikkan dosis
diuretik atas pertimbangan dokter.
- Asupan cairan
Restriksi cairan 1.5 - 2 L/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.

- Pengurangan berat badan

13
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
- Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantuk kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan
di Rumah Sakit atau di rumah.
- Oksigen
Meningkatkan oksigenasi dan menurunkan konsumsi oksigen melalui
istirahat atau pembatasan aktifitas.
- Diet rendah garam
Diet rendah garam bertujuan untuk menurunkan beban jantung.
b) Farmakologi
- Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Indikasi:
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%, dengan atau tanpa gejala.
Kontraindikasi:
Riwayat angioedema
Stenosis renal bilateral
Kadar kalium serum > 5 mmol/L
Serum kreatinin > 2.5 mg/dL
Stenosis aorta berat.
- -blocker
Indikasi:
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah
diberikan
Pasien stabil secara klinis
Kontraindikasi:
Asma
Blok AV derajat 2 atau 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 kali/menit)
- Antagonis Aldosteron
Indikasi:
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%
Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III-IV NYHA)
Dosis optimal blocker dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI
dan ARB)

14
Kontraindikasi:
Konsentrasi serum kalium > 5 mmol/L
Serum kreatinin > 2.5 mg/dL
Bersamaan dengan diuretic hemat kalium atau suplemen kalium
Kombinasi ACEI dan ARB
- Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Indikasi:
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%
Sebagai pilihan alternative pada pasien dengan gejala ringan
sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA) yang intoleran ACEI
ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia
dan hipotensi simtomatik sama seperti ACEI, tetapi ARB tidak
menyebabkan batuk
Kontraindikasi:
Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB
digunakan bersama ACEI
- Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
Indikasi:
Pengganti ACEI dan ARB di mana keduanya tidak dapat
ditoleransi
Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron
tidak dapat ditoleransi
Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
blocker dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi:
Hipotensi simtomatik
Sindroma lupus
Gagal ginjal berat
- Digoksin
Indikasi:
Fibrilasi atrial, dengan irama ventrikular saat istirahat > 80
kali/menit atau saat aktifitas > 110 kali/menit
Irama sinus, dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%; gejala
ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA); dosis optimal

15
ACEI dan/atau ARB, blocker dan antagonis aldosteron jika ada
indikasi
Kontraindikasi:
Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap)
Sindroma pre eksitasi
Riwayat intoleransi digoksin
- Diuretik

Dosis awal (mg) Dosis target (mg)


ACEI
Captopril 6.25 (x kali/hari) 50-100 (3 kali/hari)
Enalapril 2.5 (2 kali/hari) 10-20 (2 kali/hari)
Lisinopril 2.5 5 (1 kali/hari) 20-40 (1 kali/hari)
Ramipril 2.5 (1 kali/hari) 5 (2 kali/hari)
Perindopril 2 (1 kali/hari) 8 (1 kali/hari)
ARB
Candesartan 4 / 8 (1 kali/hari) 32 (1 kali/hari)
Valsartan 40 (2 kali/hari) 160 (2 kali/hari)
Antagonis aldosteron
Eplerenon 25 (1 kali/hari) 50 (1 kali/hari)
Spironolakton 25 (1 kali/hari) 25 50 (1 kali/hari)
blocker
Bisoprolol 1.25 (1 kali/hari) 10 (1 kali/hari)
Carvedilol 3.125 (2 kali/hari) 25 50 (2 kali/hari)
Metoprolol 12.5 / 25 (1 kali/hari) 200 (1 kali/hari)
H-ISDN
Hydralazine dan ISDN 12.5 dan 10 (2-3 50 dan 20 (3-4 kali/hari)
kali/hari)
Digoksin 0.25 (1 kali/hari)
Pada usia lanjut dan
gangguan fungsi ginjal,

16
dosis diturunkan menjadi
0.125 atau 0.0625 (1
kali/hari)
Diuretik
- Diuretik Loop
Furosemide 20 - 40 40 240
Bumetanide 0.5 1.0 15
Torasemide 5 10 10 20
- Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12.5 100
Metolazone 2.5 2.5 10
Indapamide 2.5 2.5 5
- Diuretik hemat
kalium (+ACEI/ARB) 12.5 25 (+ACEI/ARB) 50
Spironolakton (- ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB) 100
200
Tabel 5.Dosis obat yang umumnya digunakan pada gagal jantung

2.9 Prognosis

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat


berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun
bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada
pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai
dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan
kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit),
insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.
Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark
miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah
akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami

17
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat.

CLASS SYMPTOMS 1-YEAR


MORTALITY*
I None, asymptomatic left ventricular dysfunction 5%
II Dyspnoea or fatigue on moderate physical exertion 10 %
III Dyspneoea or fatigue on normal daily activities 10 % - 20 %
IV Dyspnoea or fatigue at rest 40 % - 50 %.
Tabel 6.Angka mortalitas gagal jantung berdasarkan NYHA

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
- Gagal jantung merupakan suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung di mana jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme pada tubuh (forward failure),
atau mampu melakukannya hanya jika terjadi peninggian tekanan pengisian
jantung secara abnormal (backward failure), atau keduanya.
- Seseorang dapat dicurigai menderita gagal jantung jika terdapat kumpulan gejala
yang kompleks di mana harus memiliki tampilan berupa gejala gagal jantung
(napas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai /
tidak disertai kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema
pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi
jantung saat istirahat.
- Klasifikasi derajat gagal jantung dapat dibagi berdasarkan kelainan struktural
jantung yang dikategorikan berdasarkan kriteria American College of Cardiology
/ American Heart Association (ACC/AHA) atau berdasarkan gejala yang
berkaitan dengan kapasitas fungsional dapat dikategorikan berdasarkan kriteria
New York Heart Association (NYHA).
- Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan kriteria klinis menggunakan
kriteria klasik Framingham bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan
dua kriteria minor atau bila terdapat 2 kriteria mayor. Diikuti dengan
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium rutin, elektrokardiografi, foto
toraks, pemeriksaan troponin I atau T, ekokardiografi serta pemeriksaan
biomarker.
- Penatalaksaan pada gagal jantung terdiri dari non-farmakologi dan farmakologi.

19

Anda mungkin juga menyukai