Pendahuluan
1
(penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada berbeda, antara
lain dermatitis. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk
membuat makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada anak
dengan Dermatitis Atopik (Eksim)”.
2
Bab II
2.1 Pengertian
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan
berlebihan limfosit T dan sel Mast. Histamin dari sel Mast menyebabkan
rasa gatal dan eritema, (Corwin, 2009).
Dermatitis atopik adalah suatu dermatitis yang bersifat kronik residif yang
dapat terjadi pada bayi, anak dan dewasa dengan riwayat atopi pada
penderita atau keluarga (Dharmadji, 2006).
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronis dan residitif yang sering
disertai oleh kelainan atopik lain, seperti rhinitis alergika dan asma,
manifestasi klinis dermatitis atopik bervariasi menurut usia (Bieber, 2008).
2.2 Sinonim
Banyak istilah lain dipakai sebagai sinonim dermatitis atopik ialah ekzema
atopik, ekzemakonstitusional, ekzemafleksural, neurodermitis diseminata,
prurigo Besnier. Tetapi yang paling sering digunakan ialah dermatitis atopik.
2.3 Etiologi
Terbagi 2, yaitu :
a. Faktor Endogen
1) Sawar Kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering baik
didaerah lesi maupun nonlesi, dengan mekanisme yang kompleks
danterkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Disebabkan karena
hilangnya ceramide yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat
air di ruang ekstra seluler stratum korneun. Kelainan fungsi sawar
kulit mengakibatkan peningkatan transepidermal water lost
(TEWL), kulit akan makin kering dan merupakan port d’entry untuk
terjadinya penetrasi alergen, iritasi, bakteri dan virus.
3
2) Genetik
Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu
terdapat DA dalam keluarga. Jumlah penderita dikeluarga meningkat
50% apabila salah satu orang tuanya DA, 75% bila kedua orang
tuanya menderita DA.
3) Hipersensitivitas
Berbagai hasilpenelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan
kadar IgE dalam serum dan IgE dipermukaan sel Langerhans
epidermis. Pasien DA bereaksi positif terhadap berbagai alergen,
misalnya terhadap alergen makanan 40-96% DA bereaksi positif
(pada food challenge test).
4) Faktor Psikis
Didapatkan antara 22-80% penderita DA menyatakan lesi DA
bertambah buruk akibat stres emosi.
b. Faktor Eksogen
a) Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan,
antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagi
obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari dan pakaian wol
(Boediardja, 2006).
b) Alergen
Penderita DA mudah mengalami terutama terhadap beberapa
alergen,anatra lain:
2.1 Alergen hirup, yaitu debu rumah.
2.2 Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usis kurang
dari 1 tahun (mungkin karna usus yang belum bekerja
sempurna).
2.3 Infeksi: infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90%
lesi DA.
4
c) Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada
kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen
dioksida, sulfur dioksida), suhu yang panas, kelembaban dan
keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan DA.
2.4 Patofisiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti. Gambaran klinis yang muncul
diakibatkan oleh kerja sama berbagai faktor konstitusional dan faktor
pencetus.
Sekitar 70% penderita ditemukan riwayat stigmata atopi (herediter) berupa
asma bronchial, rinitis alergik, konjungtivitis alergik dan dermatitis atopik
dalam keluarganya. Keadaan atopi ini diturunkan, mungkin tidak di
ekspresikan oleh gen tunggal, tetapi oleh banyak gen (polygenic). Pada
penderita dermatitis atopik, ditemukan peningkatan jumlah IgE di dalam
serum. Antigen akan ditangkap oleh fagosit kemudian akan dipresentasikan
ke sel T2 Helper (Sel Th2) . Sel Th2 akan memproduksi Sitokin kemudian
mengaktifkan seL-sel B untuk tumbuh dan berdiferensiasi sehingga
menghasilkan Antibodi IgE. IgE menempel di sel mast, lalu melepaskan
mediator kimia berupa Histamin. Histamin dianggap sebagai zat penting
yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat
kemotaksis dan menekan produksi sel T sehingga terjadi peningkatan IgE
yang akan menyebabkan pruritus (rasa gatal) pada penderita. Sel mast akan
meningkat pada lesi dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai
kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri tidak dapat
menyebabkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut menyebabkan
pruritus dan eritema, mungkin karena garukan akibat gatal menimbulkan
lesi ekzematosa. Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk
menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetik.
5
Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe
lambat juga akan menurun pada 80% penderita dermatitis atopik, akibat
menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T
sitolitik (CD8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) meningkat sehingga
berakibat meningkatnya kerawanan (suseptibilitas) terhadap infeksi virus,
bakteri dan jamur, lalu menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1)
Rasa gatal (pruritus) dan reaktivitas kulit yang kuat merupakan tanda
penting pada dermatitis atopik. Pruritus dapat timbul karena faktor intrinsik
kulit, yaitu ambang gatal yang rendah. Eksaserbasi pruritus timbul
disebabkan oleh berbagai macam faktor pencetus yang akan memperburuk
dermatitis atopik, antara lain :
Makanan, inhalan berbagai alergen lain (seperti debu, kapuk, bulu
binatang, serbuk sari, karpet, boneka berbulu). Anak dengan bawaan
atopi lebih mudah bereaksi terhadap alergen tsb dan menimbulkan
sensitisasi terhadap reaksi hipersensitivitas tipe 1
Kelembaban rendah sehingga menyebabkan kulit menjadi kering karena
ada penurunan kapasitas pengikatan air, kehilangan air yang tinggi di
transepidermal, dan penurunan isi air. Pada bagian kehilangan air
mengalami kekeringan yang lebih lanjut dan peretakan dari kulit,
menjadi lebih gatal.
Keringat berlebih, disebabkan lingkungan yang bersuhu panas/dingin
dan kelembaban tinggi atau rendah, sinar matahari.
Penggunaan bahan iritan, seperti wol, sabun, deterjen, dll akan memicu
terjadinya pruritus pada kulit.
Faktor psikologik juga berpengaruh pada dermatitis atopik. Factor
psikologik ini juga merupakan factor pencetus yang dapat
memperburuk dermatitis atopik. Misalnya saja seseorang yang stress
emosional, dapat menimbulkan respons gatal sehingga menyebabkan
terjadinya infeksi sekunder. Karena stress, tubuh penderita akan
terpajan oleh alergen yang sama. Kemudian timbul sensitisasi terhadap
reaksi hipersensitivitas tipe 1, sehingga terjadi peningkatan IgE dalam
6
jumlah yang lebih besar. Maka dari itulah akan timbul infeksi sekunder
yang dapat memperburuk dermatitis atopik.
WOC
7
b. DA Anak (2 tahun – 10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA Infatil ataupun timbul sendiri
(denovo). Lokasi lesi di lipatan siku/ lutut, bagian fleksor pergelangan
tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit
skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA berat
yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat menganggu pertumbuhan
8
c. Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai
fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu
bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen.
Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo.
Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam
ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar
ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk
menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test
tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar
sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan
uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang
penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah
satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan
menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang.
Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel
sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji
tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang
umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert
group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat
perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil
yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila
gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang
hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif
maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus
hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga
berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis
misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan
oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang
itu. Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi
makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan
9
hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum
bernilai diagnosis.
10
Ditambah 2 atau lebih tanda lain :
Adanya penyakit atopic (asma bronchial, rinitis alergik, dermatitis
atopik) pada penderita atau anggota keluarganya.
Tes kulit tipe cepat yang reaktif
Dermografisme putih atau timbul kepucatan pada tes dengan zat
kolinergic
Katarak subkapsular anterior.
11
walaupun kemungkinan alergi terhadap susu kedelai masih ada.
60% penderita DA di bawah usia 2 tahun memberikan reaksi positif
pada uji kulit terhadap telur, susu, ayam, dan gandum. Reaksi
positif ini akan menghilang dengan bertambahnya usia. Walaupun
pada uji kulit positif terhadap antigen makanan tersebut di atas,
belum tentu mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula hasil
uji provokasi, sehingga membatasi makanan anak tidak selalu
berhasil untuk mengatasi penyakitnya. Pengobatan bayi dan anak
dengan dermatitis atopik harus secara individual dan didasarkan
pada keparahan penyakit. Sebaiknya strategi terapeutik dibagi
menjadi strategi yang ditujukan untuk pengobatan ruam dan
strategi untuk pencegahan penyakit yang akan datang. Orangtua
cenderung lebih berfokus pada identifikasi penyebab. Namun,
mengetahui salah satu atau beberapa faktor lingkungan yang bila
dihilangkan akan memberikan harapan penyembuhan jarang
terjadi. Sebaliknya, sebaiknya pikirkan keadaan tersebut sebagai
salah satu sensivitas kulit yang diwariskan. Pada sensitivitas
tersebut, berbagai faktor yang mempercepat, seperti kulit kering
(xerosis), panas, infeksi, alergen spesifik, iritan lokal atau keadaan
psikkologis, dapat menyebabkan berbagai tingkat kekambuhan
penyakit. (Abraham M. Rudolph, dkk, 2006)
2. Farmakologi
1) Pemberian antihistamin untuk mengontrol rasa gatal
2) Steroid topikal dosis rendah untuk mengurangi peradangan dan
memungkinkan penyembuhan
3) Krim emollient
4) Cuci dengan larutan garam faal atau koloid “oatmeal”.
2.9 Komplikasi
1. Pada anak penderita Dermatitis atopik, 75% akan disertai penyakit
alergi lain di kemudian hari. Penderita Dermatitis atopik mempunyai
kecenderungan untuk mudah mendapat infeksi virus maupun bakteri
12
(impetigo, folikulitis, abses, vaksinia. Molluscum contagiosum dan
herpes).
2. Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia
dan disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema
vaksinatum ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian
vaksin varisela, baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes
simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga.
Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk
krusta, kemudian terjadi penyebaran ke daerah kulit normal
3. Penderita Dermatitis atopik, mempunyai kecenderungan meningkatnya
jumlah koloni Staphylococcus aureus.
13
Bab III
1. Pengkajian
ADL :
Nutrisi : kaji diet yang berhubungan dengan eksaserbasi
penyakit.
14
Biasanya anak-anak mengalami gangguan tumbuh kembang
akibat dari pemasukan nutrisi yang tidak adekuat.
Ketidaknyamanan dari adanya lesi membuat anak rewel
sehingga menyebabkan gangguan pemasukan nutrisi (makanan
maupun minuman).
Eliminasi : biasanya tidak ditemukan masalah
Hygiene : kebersihan diri pada awalnya harus dikaji, karena
kebersihan diri yang kurang juga sebagai salah satu predisposisi
untuk dermatitis atopik.
Aktivitas : dapat tergantung pada distribusi lesi yang ada.
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan persistem
1) B1 (Breathing): pneumonia.
2) B2 (Blood): septikemi, hipotermia, dekompensasi kordis,
trombophlebitis.
3) B3 (Brain): nyeri (pruritus).
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel): diare.
6) B6 (Bone): pruritus, kulit kering, pitriasis, ruam, eritema,
eksim/krusta, hiperpigmentasi.
2. Diagnosa
15
3. Perencanaan
16
Ansietas klien dapat istirahat Observasi reaksi NV dr ketidak
Perubahan pola tidur dan tidur nyamanan.
Menarik diri bila Gunakan teknik komunikasi
disentuh terapeutik untuk mengetahui
Mual dan muntah pengalaman nyeri klien sebelumnya
Gambaran kurus Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
Kolaborasi pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Monitor TTV
17
mencegah timbulnya infeksi
infeksi Berikan perawatan pada kulit area
Jumlah leukosit epidema
dalam batas normal Inspeksi kulit dan membran
Menunjukkan mukosa terhdap kemerahan, panas,
perilaku hidup sehat drainase
Ajarkan cara menghindari inspeksi
18
Bab IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Semoga makalah ini berguna bagi pembaca sehingga bisa menerapkan
tindakan-tindakan sederhana jika anak terkena dermatitis atopik.
19
Daftar Pustaka
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Jogjakarta : Mediaction
Jogjakarta
https://sehati11022012.blogspot.co.id/2013/11/askep-pada-pasien-dermatitis-
atopik_7362.html
http://dokumen.tips/download/link/pathway-dermatitis-kontak-iritan
http://eprints.undip.ac.id/44524/3/DanisaDiandra_22010110130163_BAB_II.pdf
https://www.academia.edu/11892806/Askep_Dermatitis_Atopik
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35350/4/Chapter%20ll.pdf
20