Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

SOP PENGGUNAAN KEMOTERAPI & SOP PEMBERIAN DESFERAL

OLEH :
KELOMPOK 5
1. BELIA KUSUMA NINGSIH
2. LULUK YUNIANI
3. ELSA KARUNIATI
4. ESY RISKAYANA PUTRI
5. FAUZIAH
6. BAIHAKI
7. ERIK ADITYA PRATAMA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Assamu’alaikum,War.Wab

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, serat hidayah-Nya Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelessaikan tugas dengan baik, tepat waktunya yang berjudul“SOP
PENGGUNAAN KEMOTERAPI & SOP PEMBERIAN DESFERAL”. Makalah
ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak II. Dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Ibu Fitri Romadhonika.,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pengampuh mata
kuliah Keperawatan Anak II
2. Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penulisan, bahasa ataupun penyusunannya. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari
dosen pengampuh mata kuliah Keperawatan Anak II menjadi acuan dalam bekal
pengalaman bagi kami untuk lebih baik dimasa yang akan datang.

Mataram, 18 November 2019

Penyusun

Kelompok 5
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................
A. Latar Belakang ...................................................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................
A. Kemoterapi ..........................................................................................................
1. Definisi Kemoterapi ................................................................................
2. Tujuan Penggunaan ...............................................................................
3. Cara Pemberian Kemoterapi .................................................................
4. Cara Kerja Kemoterapi .........................................................................
5. Efek Samping Kemoterapi .....................................................................
6. SOP Penggunaan Kemoterapi ...............................................................
B. Desferal ................................................................................................................
1. Definisi .....................................................................................................
2. Tujuan Pemberian ..................................................................................
3. Indikasi dan Kontraindikasi ..................................................................
4. Cara Kerja ...............................................................................................
5. Efek Samping ..........................................................................................
6. SOP Pemberian Desferal ........................................................................
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................
A. Kesimpulan .........................................................................................................
B. Saran ...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kanker ialah suatu penyakit sel dengan ciri gangguan atau kegagalan
mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostasis lainnya pada
organisme multiseluler. Sifatumum dari kanker ialah sebagai berikut :
a) Pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor.
b) Gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan sehingga mirip jaringan
mudigah.
c) Bersifat invasif, mampu tumbuh di jaringan sekitarnya (perbedaan pokok
denganjaringan normal).
d) Bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain dan menyebabkan
pertumbuhanbaru.
e) Memiliki hereditas bawaan (acquired heredity) yaitu turunan sel kanker
jugadapat menimbulkan kanker.
f) Pergeseran metabolisme ke arah pembentukan makromolekul dari
nukleosida dan asam amino serta peningkatan katabolisme karbohidrat
untuk energi sel.
Sel kanker mengganggu tuan rumah karena menyebabkan :
a) Desakan akibat pertumbuhan tumor.
b) Penghancuran jaringan tempat tumor berkembang atau bermetastasis.
c) Gangguan sistemik lain akibat sekunder dari pertumbuhan sel kanker.

Umumnya keganasan pada anak dapat disembuhkan.Tetapi penatalaksanaankeganasan


kesulitan memahami mekanisme transformasi molekuler sel, resistensi
terhadap pengobatan, kurangnya pilihan terapi yang tersedia untuk sel
malignan dan non-malignan dan toksisitas.Terapi lokal dengan
pembedahan dan / atau radiasi merupakan komponen penting terapi untuk
kebanyakan tumor padat, tapi kemoterapi multiagen sistemik kadang
diperlukan pada kasus dengan metastasis.Demikian pula, kemoterapi
sendirian biasanya tidak cukup untuk melenyapkan tumor sisa yang
besar.Sehingga kadang pada anak dengan tumor ganas, diperlukan ketiga
terapi.Sayangnya, kebanyakan kemoterapiefektif punya indeks terapeutik
yang sempit (rasio kemanjuran terhadap toksisitas), sehingga toksisitas
akut dan kronis dapat diminimalkan.
2. Rumusan Masalah
a. Kemoterapi
1. Definisi Kemoterapi
2. Tujuan Penggunaan
3. Cara Pemberian Kemoterapi
4. Cara Kerja Kemoterapi
5. Efek Samping Kemoterapi
6. SOP Penggunaan Kemoterapi
b. Desferal
1. Definisi
2. Tujuan Pemberian
3. Indikasi dan Kontraindikasi
4. Cara Kerja
5. Efek Samping
6. SOP Pemberian Desferal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemoterapi
1. Definisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker.
Tidak seperti radiasi atau operasi yang bersifat local, kemoterapi
merupakan terapi sistemik, yang berarti obat menyebar keseluruh
tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau
metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007)
Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal
(active single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena
dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker.Selain
itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif
terhadap obat lainnya.
2. Tujuan Penggunaan Kemoterapi
a. Terapi adjuvant :
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau
bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel
yang telah bermetastase
b. Terapi neodjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk
mengecilkan massa tumor, biasanya dikombinasi dengan
radioterapi.
c. Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang
kemungkinan kecil untuk diobati, dan kemoterapi digunakan
hanya untuk mengotrol gejalanya.
d. Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi
berikutnya
e. Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi (Rasjidi, 2007)
3. Cara Pemberian Kemoterapi
a. Pemberian per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian
peroral, diantaranya adalah chlorambucil dan etoposide (vp-16)
b. Pemberian secara intra – muskulus
Pemberian dengan cara ini relative lebih mudah dan sebaiknya
suntikan tidak diberikan pada lokasi yang sama dengan
pemberikan dua-tiga kali berturut turut yang dapat diberikan
secara intra-muskulus antara lain bleomicin dan methotrexate.
c. Pemberian secara intravena
Pemberian secara intravena dapat dengan bolus perlahan-lahan
atau diberikan secara infuse (drip). Cara ini merupakan cara
pemberian kemoterapi yang paling umum dan banyak
digunakan
d. Pemberian secara intra-arteri
Pemberian intra-arteri jarang dilakukan karena membutuhkan
sarana yang cukup banyak antara lain alat radiologi diagnostic,
mesin, atau alat filter, serta memerlukan keterampilan
tersendiri.

d) Cara kerja kemoterapi


Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel
yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel
baru dan sel yang lama akan mati. Sel yang abnormal akan membelah
diri dan berkembang secara tidak terkontrol, yang pada akhirnya akan
terjadi suatu masa yang dikenal sebagai tumor (Rasjidi, 2007)
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
a. Fase G0, dikenal juga sebagai fase istirahat ketika ada sinyal
untuk berkembang, sel ini akan memasuki fase G1
b. Fase G1, pada fase ini sel siap untuk membelah diri yang
diperantarai oleh beberapa protein penting untuk berproduksi.
Fase ini berlangsung 18-30 jam
c. Fase S, disebut sebagai fase sintesis. Pada fase ini DNA sel
akan di kopi. Fase ini berlangsung selama 18-20 jam.
d. Fase G2, sintesis protein terus berlanjut. Fase ini berlangsung
selama 2-10 jam
e. Fase M, sel dibagi menjadi 2 sel baru. Fase ini berlangsung 30-
60 menit

Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi


mempunyai target dan efek merusak yang berbeda bergantung pada
siklus selnya. Obat kemoterapi aktif pada saat sel sedang berproduksi
(bukan pada fase G0), sehingga sel tumor yang aktif merupakan target
utama dari kemoterapi, namun oleh karena itu sel yang sehat juga
berproduksi, maka tidak tertutup kemungkinan mereka juga akan
terpengaruh oleh kemoterapi, yang akan muncul sebagai efek samping
obat (Rasjidi, 2007)

e) Efek samping kemoterapi


a. Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul
dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
b. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya
netripenia dan stomatitis.
c. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang
timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya
neuropati perifer, neuropati.
d. Effek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang
timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan
sekunder.

Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis


pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek
samping yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun
dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga
mempunyai pengaruh bermakna.
a. Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala
gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala
gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare,
konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah
biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika
dab berlangsung tidak melebihi 24 jam.
b. Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan
jumlahsel darah putih (leukopenia), sel trombosit(trombositopenia),
dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang
akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian,
pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar
leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14,
setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar
laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi
kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-
tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan
kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai
mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat
menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan
perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada
traktus gastrointestinal.
c. Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai
pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak
kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru,
kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis,
gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang
dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.
d. Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit
diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”,
fibrosis paru umumnya iireversibel, kelainan hati terjadi biasanya
menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak
diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit,
saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah
diatasi.
6. SOP Penggunaan Kemoterapi
I. Persiapan
Sebelum pengobatan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan yang meliputi:
a. Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.
b. Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
c. Fungsi ginjal: Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance
Test bila serum creatinin meningkat.
d. Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)
e. EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
II. Syarat
a. Keadaan umum cukup baik.
b. Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan
terjadi, informed concent.
c. Faal ginjal dan hati baik.
d. Diagnosis patologik
e. Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap
kemoterapi.
f. Riwayatpengobatan(radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
g. Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10
gram %, leukosit > 5000 /mm³, trombosit > 150
000/mm³.

III. Prosedur
1. Persiapan
a) Sebelum diberikan kemoterapi maka harus dipersiapkan
ukuran TB, BB, luas badan, darah lengkap, fungsi
ginjal, fungsi liver, gula darah, urin lengkap, EKG, foto
thorax AP/lateral, Ekokardiografi, BMP.
b) Periksa protokol dan program terapi yang digunakan,
serta waktu pemberian obat sebelumnya.
c) Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara
pemberian obat.
d) Periksa adanya inform concernt baik dari penderita
maupun keluarga.
e) Siapkan obat sitostatika
f) Siapkan cairan NaCl 0,9 %, D5% atau intralit.
g) Pengalas plastik, dengan kertas absorbsi atau kain
diatasnya
h) Gaun lengan panjang, masker, topi, kaca mata, sarung
tangan, sepatu
i) Spuit disposible 5cc, 10cc, 20 cc, 50 cc.
j) Infus set dan vena kateter kecil
k) Alkohol 70 % dengan kapas steril
l) Bak spuit besar
m) Label obat
n) Plastik tempat pembuangan bekas
o) Kardex (catatan khusus)
2. Cara kerja
Semua obat dicampur oleh staf farmasi yang ahli dibagian
farmasi dengan memakai alat “biosafety laminary airflow”
kemudian dikirim ke bangsal perawatan dalam tempat
khusus tertutup. Diterima oleh perawat dengan catatan nama
pasien, jenis obat, dosis obat dan jam pencampuran. Bila
tidak mempunyai biosafety laminary airflow maka,
pencampuran dilakukan diruangan khusus yang tertutup
dengan cara :
a. Meja dialasi dengan pengalas plastik diatasnya ada
kertas penyerap atau kain
b. Pakai gaun lengan panjang, topi, masker, kaca mata,
sepatu.
c. Ambil obat sitostatika sesuai program, larutkan
dengan NaCl 0,9%, D5% atau intralit.
d. Sebelum membuka ampul pastikan bahwa cairan
tersebut tidak berada pada puncak ampul. Gunakan
kasa waktu membuka ampul agar tidak terjadi luka
dan terkontaminasi dengan kulit. Pastikan bahwa obat
yang diambil sudah cukup, dengan tidak mengambil 2
kali
e. Keluarkan udara yang masih berada dalam spuit
dengan menutupkan kapas atau kasa steril diujung
jarum spuit.
f. Masukkan perlahan-lahan obat kedalam flabot NaCl
0,9 % atau D5% dengan volume cairan yang telah
ditentukan
g. Jangan tumpah aat mencampur, menyiapkan dan saat
memasukkan obat kedalam flabot atau botol infus.
h. Buat label, nama pasien, jenis obat, tanggal, jam
pemberian serta akhir pemberian atau dengan syringe
pump.
i. Masukkan kedalam kontainer yang telah disediakan.
j. Masukkan sampah langsung ke kantong plastik, ikat
dan beri tanda atau jarum bekas dimasukkan ke dalam
tempat khusus untuk menghindari tusukan.
3. Prosedur cara pemberian kemoterapi
a. Periksa pasien, jenis obat, dosis obat, jenis cairan,
volume cairan, cara pemberian, waktu pemberian dan
akhir pemberian.
b. Pakai proteksi : gaun lengan panjang, topi, masker,
kaca mata, sarung tangan dan sepatu.
c. Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik
d. Pasang pengalas plastik yang dilapisi kertas absorbsi
dibawah daerah tusukan infus
e. Berikan anti mual ½ jam sebelum pemberian anti
neoplastik (primperan, zofran, kitril secara intra vena)
f. Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9 %
g. Beri obat kanker secara perlahn-lahan (kalau perlu
dengan syringe pump) sesuai program
h. Bila selesai bilas kembali dengan NaCl 0,9%
i. Semua alat yang sudah dipakai dimasukkan kedalam
kantong plastik dan diikat serta diberi etiket.
j. Buka gaun, topi, asker, kaca mata kemudian rendam
dengan deterjen. Bila disposible masukkkan dalam
kantong plasrtik kemudian diikat dan diberi etiket,
kirim ke incinerator / bakaran.
k. Catat semua prosedur
l. Awasi keadaan umum pasien, monitor tensi, nadi, RR
tiap setengah jam dan awasi adanya tanda-tanda
ekstravasasi.

B. DESFRAL
1. DEFINISI TERAPI DESFERAL
Terapi desferal merupakan salah satu penatalaksanaan dari penyakit
thelesemia. Penyakit thelesemia sendiri adalah penyakit kelainan darah yang
diakibatkan oleh factor genetic dan menyebabkan protein yang ada di dalam
seldarah merah (hemoglobin) tidak berfungsi secara normal. Zatbesi yang
diperoleh tubuh dari makanan digunakan oleh sumsum tulang untuk
menghasilkan hemoglobin. Penderitathalasemiamemilikikadar hemoglobin
yang rendah, oleh karena itu tingkat oksigen dalam tubuh penderita thalasemia
juga lebih rendah. Satuhal yang penting untuk diperhatikan pada orang
dengan thalasemia adalah adanya risiko penumpukan zat besi dalam tubuh.
Penumpukan zat besi yang signifikan dapat terjadi akibat transfusidarah.
Terapi desferal merupakan pemberian obat untuk kondisi kelebihan zat
besi. Pada saat ini yang paling sering digunakan yaitu desferrioxamine, yang
umumnya digunakan untuk menangani kelebihan kadar zat besi pada darah,
yang dapat disebabkan oleh transfuse darah berulang, kelainan darah seperti
thalassemia, atau keracunan zat besi.
Deferoxamine termasuk golongan obat iron chelators. Deferoxamine
adalah obat yang bekerja dengan mengikat zat besi berlebih pada tubuh dan
membantu ginjal dan kandung empedu membuang kelebihan zat besi. Obat ini
tidak dianjurkan pada anak-anak dibawah 3 tahun. Obat ini juga dapat
digunakan untuk mengatasi kadar aluminum yang tinggi pada pasien dialysis
dan pasien dengan keracunan aluminum.
Desferoxamine merupakan produk Streptomyces pilosis, mempunyai
berat molekul yang rendah dan mengandung asam hidroksamik yang
berikatan dengan besi untuk menghasilkan ikatan yang lebih kuat dan stabil
dibandingkan dengan ikatan antara besi dan transferrin. Akibatnya akan
dibentuk feroxamine yang selanjutnya diekskresikan ke urin dan empedu.
Desferoxamin merupakan kelator besi yang telah banyak diliti dan
terbukti menunjukkan efek yang dramatis dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas pasien thalassemia. Bioavailabilitas oralnya buruk sehingga harus
diberikan secara subkutan, intravena, atau terkadang intramuskular. DFO juga
memiliki waktu paruh yang pendek (30 menit) sehingga diberikan dalam
durasi 8-12 jam per hari, 5-7 kali per minggu.

2. TUJUAN PEMBERIAN TERAPI DESEFERAL


Tujuan diberikannya terapi ini adalah untuk detoksifikasi kelebihan
besi yaitu mengikat besi yang tidak terikat transferin di plasma dan
mengeluarkan besi daritubuh serta menurunkan/mencegah penumpukan Fe
dalam tubuh baik itu hemochromatosis (penumpukan Fe di bawahkulit) atau
pun hemosiderosis (penumpukan Fe dalam organ).

3. Indikasi & Kontraindikasi :


Indikasi :
a. Dilakukan pada klien dengan thalasemia yang mendapatkan
transfusi darah secara rutin (berulang)
b. Kadar Fe ≥ 1000 mg/ml

c. Dilakukan 4 - 7 kali dalam seminggu post transfuse

Kontraindikasi :

Tidak dilakukan pada klien dengan gagal ginjal

4. Cara Kerja Terapi Desferal


Kelebihan besi dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang di
berbagai sistem organ. Pemberian terapi kelasi besi dapat mencegah
komplikasi kelebihan besi dan menurunkan angka kematian pada pasien
thalassemia. Indikasi kelasi besi. Kelasi dimulai setelah timbunan besi dalam
tubuh pasien signifikan, yang dapat dinilai dari beberapa parameter seperti
jumlah darah yang telah ditransfusikan, kadar feritin serum, saturasi
transferin, dan kadar besi hati/ liver iron concentration – LIC (biopsi, MRI,
atau feritometer).
Desferal (deferoxamine) merupakan obat cair yang pemberiannya
dilakukan dengan suntikan k eotot, vena, atau di bawah kulit dengan cara sub
cutan yang diberikan melalui alat infus pump/portable pump dalam waktu 8-
12 jam. Pemberian kelasi besi dimulai bila kadar feritin serum darah sudah
mencapai 1000 ng/mL, atau saturasi transferin>70%, atau apabila transfuse
sudah diberikan sebanyak 10-20 kali atausekitar 3-5 liter. (Level of evidence
IIIa) Kelasi besi kombinasi diberikan jika kadar feritin serum >2500 ng/mL
yang menetap minimal 3 bulan, apabila sudah terjadi kardiomiopati, atau telah
terjadi hemosiderosis jantung pada pemeriksaan MRI T2* (<20 ms). (Level of
evidence IIa)
Desferoksamin diberikan dengan dosis 30–60 mg/kg per kali, dengan
kecepatan maksimal 15 mg/kg/jam dan total dosis per hari tidak melebihi 4-6
gram. Jarum dipasang di paha atau perut hingga mencapai dermis dan
dihubungkan dengan syringe pump. Jika pump tidak tersedia maka DFO dapat
diberikan secara drip intravena, dalam NaCl 0,9% 500 mL. Asamas korbat
(vitamin C) dapat meningkatkan ekskresi besi jika diberikan bersamaan
dengan desferoksamin, sehingga vitamin C dikonsumsi per oral dengan dosis
2-4 mg/kg/hari (100-250 mg) segera setelah infuse desferoksamin dimulai.
Desferoksamin tidak disarankan pada pasien anak di bawah usia 2
tahun karena risiko toksisitas yang lebih tinggi pada usia lebih muda dan pada
pasien dengan timbunan besi minimal. Desferoksamin dengan dosis lebih
tinggi yaitu 60-100 mg/kg berat badan per hari, 24 jam per hari, 7 hari per
minggu, secara intravena, diindikasikan pada pasien dengan hemosiderosis
berat dan disfungsi organ vital misalnya kardiomiopati atau gagal jantung

Pemberian terapi desferal pada anak:


1. Dosis DFO yang diberikan pada anak ≤ 3 tahun 20-30 mg/kg bb/hari
dengan monitoring ketat (ES : Gangguan pertumbuhan)
2. Anak> 3 tahun mendapat dosis 40-60 mg/kg bb/hari dan bila mengalami
gangguan jantung mendapatkan dosis 100 mg/kg bb/hari.
3. Rute pemberian injeksi subkutan menggunakan syringe pump selama 8-12
jam/1 x hari sebanyak 5-7 kali pemberian/minggu.
4. Jika mendapat dosis 60-100 mg/kg bb/hari maka diberikan via infuse
selama 24 jam berturut-turut setiap hari (1 VIAL = 500 mg dilarutkan
dengan 250 ml NaCl 0.9 %) selama 8-12 jam/1 x hari .

Cara pemberian terapi desferal:


1. Dilakukan pada klien dengan thalasemia yang mendapatkan transfuse
darah secara rutin (berulang)
2. Kadar Fe ³ 1000 mg/ml
3. Dilakukan 5 – 7 kali dalam seminggu post transfuse
4. Tidak dilakukan pada klien dengan gagal ginjal

TempatPenyuntikanDeferoksamin

5. Efek Samping Dari Terapi Desferal


Deferoxamine adalah obat yang dapat menyebabkan efek samping.
Efek samping umumnya meliputi nyeri dan pembengkakan pada area yang
disuntik atau pandangan yang kabur, gatal-gatal, kesulitan bernapas,
pembengkakan wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan.
Hentikan penggunaan Deferoxamine dan segera hubungi dokter jika
Anda mengalami efek samping seriuss eperti:
1. Batuk, napas tersengal atau permasalahan pernapasan lainnya
2. Jarang buang air kecil atau tidak sama sekali
3. Mengantuk, pusing, perubahan mood, meningkatnya rasa haus,
kehilangan napsu makan, mual dan muntah
4. Pembengkakan, naiknya berat badan, sesak napas
5. Mual, sakit pada lambung atas, gatal-gatal, kehilangan napsu makan, urin
keruh, tinja berwarna pekat, sakit kuning
6. Masalah pendengaran
7. Pandangan kabur, sakit mata, atau melihat lingkaran pada cahaya
8. Kejang (convulsions)
9. Jantung berdetak cepat
10. Bibir, kulit, kuku yang kebiruan
11. Diare parah, berair dan berdarah disertai kram
12. Hidung tersumbat, demam, kemerahan atau pembengkakan di sekitar
hidung dan mata, koreng pada bagian dalam hidung
13. Nyeri pada lambung atau punggung, batuk darah
14. Mudah memar ataup erdarahan, kelemahan
15. Kram kaki, masalah pada tulang atau perubahan pertumbuhan (pada anak)

Efek samping yang tidak terlalu serius dapat meliputi pemakaian


deferoxamine adalah:
1. Pusing
2. Flushing (hangat, kemerahan dan perasaan geli pada wajah)
3. Gatal atau ruam pada kulit
4. Mati rasa atau perih pada tubuh
5. Diare ringan, mual atau sakit perut
6. Urin kemerahan
7. Adanyan yeri, perih, bengkak, kemerahan, iritasi atau benjolan keras di
area suntikan.
6. Standar Operasional Prosedur

1. PENGKAJIAN
Menyampaikan salam kepada klien/keluarganya
Melakukan pengkajian kondisi klien meliputi : usia,
tingkat hemocromatosis & hemosiderosis (kadar Fe)

PERSIAPAN
1. Mencuci tangan
2. Menyusun alat-alat yang diperlukan dengan memperhatikan
teknik aseptic dan antiseptik
Steril :
 Syringe 10 cc
 Wing needle
Tidak Steril :
 Alas
 Bengkok
 Kapas alkohol pada tempat tertutup
 Infusa pump
 Obat yang diperlukan (desferal)
 Pengencer (aquadest steril) dalam botol
 Perban gulung/kantong infusa pump
 Plester
 Gunting plester
3. Mempersiapkan obat desferal sesuai kebutuhan
 Melakukan cek ulang obat yang akan diberikan sesuai
perencanaan
 Mengkalkulasi dosis sesuai kebutuhan
klien Usia > 5 tahun = 1 gram (2 vial)
Usia < 5 tahun = 0,5 gram (1 vial)
 Mengencerkan obat dengan tepat :
(catatan : 1 vial (0,5 gram) obat desferal dioplous dengan
aquadest 4-5 cc)
Membersihkan bagian atas botol aquadest dengan kapas
alkohol dan menarik cairan aquadest dari botol secukupnya
dengan menggunakan syringe/spuit 10 cc, kapas buang ke
bengkok
 Membersihkan bagian atas botol vial desferal dengan kapas
alkohol dan membiarkan kering sendiri, membuang kapas
alkohol ke bengkok
 Memasukkan jarum syringe 10 cc yang berisi aquadest
melalui karet penutup botol ke dalam botol

 Kocok vial obat sampai mencampur rata


 Memegang botol dengan tangan yang tidak dominan dan
tarik obat sejumlah yang diperlukan

 Memeriksa adanya udara dalam syringe/spuit, bila ada


keluarkan dengan posisi tepat
 Mengecek ulang volume obat dengan tepat
 Menyambungkan syringe/spuit dengan wing needle

 Memeriksa kembali adanya udara dalam syringe/spuit &


wing
 needle, bila ada keluarkan dengan posisi yang tepat
 Menyiapkan infusa pump

a b
4. Membawa peralatan ke dekat klien
3. MELAKUKAN PEMASANGAN DESFERAL
1. Mencuci tangan
Menggunakan sarung tangan bila pada pasien yang menderita
penyakit menular (AIDS, Hepatitis B)

2. Menjaga privacy dan mengatur kenyamanan klien


 Mendekati dan mengidentifikasi klien
 Jelaskan prosedur kepada klien dengan bahasa yang jelas
 Memasang sampiran (bila perlu)
3. Memperhatikan teknik aseptic &
antiseptik Mempersiapkan alat dan klien
:
 Menyiapkan plester untuk fiksasi
 Memasang alas/perlak
 Mendekatkan bengkok pada klien
4. Menyuntikkan desferal dengan teknik steril
 Bersihkan lokasi injeksi dengan alkohol dengan teknik
sirkuler atau atas ke bawah sekali hapus

 Membuang kapas alkohol ke dalam bengkok


 Membiarkan lokasi kering sendiri
 Menyuntikkan obat dengan tepat (subkutan : area m.deltoid)

 Memfiksasi wing needle dengan plester


5. Mengatur obat desferal pada alat infusa pump

a b

Memfiksasi infusa pump dengan menggunakan perban gulung (a)


atau kantong infusa pump (b dan c)

b c

6. Mencuci tangan
4. EVALUASI
1. Melihat kondisi klien
2. Memperhatikan respon klien selama tindakan dilakukan
3. Menanyakan perasaan klien setelah tindakan dilakukan

5. MENDOKUMENTASIKAN TINDAKAN
1. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon klien
selama tindakan dan kondisi setelah tindakan
2. Mencatat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai
nama jelas
3. Tulisan yang salah tidak dihapus tetapi dicoret dengan disertai paraf
4. Catatan dibuat dengan menggunak ballpoint atau tinta.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak
seperti radiasi atau operasi yang bersifat local, kemoterapi merupakan terapi
sistemik, yang berarti obat menyebar keseluruh tubuh dan dapat mencapai sel
kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi,
2007) Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active
single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker.Selain itu sel-sel yang
resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya.
Pemasangan Desferal dilakukan pada anak dengan penyakit
Thalasemia, dimana kadar feritinnya > 1000 mg/dl, sehingga pemasangan
desferal ini dimaksudkan untuk menurunkan kadar besi yang menumpuk
pada pasien Thalasemia baik pada kulit maupun organ, dengan
menghambat absorpsi Fe. Pemasangan ini diberikan sebanyak 4-7 kali per
minggu pasca transfuse darah.
DAFTAR PUSTAKA
Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and Treatment,
first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los Angeles
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC,
Jakarta
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung T
enggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
Gale Daniele, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta, 2000
Instalasi Diklat RS. Kanker Darmais, 2003, Kumpulan Makalah Pelatihan Perawatan Kanker
Dengan Kemoterapi Di RS Kanker Darmais, RS. Kanker Darmais, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai