Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DASAR-DASAR PEMERIKSA DIAGNOSTIK

“PEMERIKSAN DIAGNOSIS SISTEM PERSYARAFAN”

OLEH

KELOMPOK 3

1. AMRIANI SAMAD
2. IMPRIYANTI
3. AINAYYA AL FATIMA
4. RESTI ALFRIDHA
5. RISKA
6. NUR AMIRAH
7. MEGA YESI MAGRAPI P
8. RAHMA KUMALASARI
9. APRIR SABANA
10. BETRICKS DIANSARX MARAK
11. DYTIA KHOIRUNNISA
12. FITRIANINGSIH
13. JIAN RISMAYANTI
14. SARA ARLIAN
15. YUL DEVYA OKTAVIA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN D-III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................................ 1

Daftar Isi ..................................................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 3


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 4

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian sistem saraf....................................................................................... 5


2.2 struktur syaraf ................................................................................................... 5
2.3 fungsi sistem saraf ............................................................................................. 6
2.4 klasifikasi saraf ................................................................................................. 7
2.5 Pemeriksaan diagnosis sistem saraf ................................................................... 9

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................ 16
B. Saran .......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf merupakan suatu struktur yang paling sempurna yang dimiliki
oleh manusia. Sistem saraf dapat diibaratkan seperti halnya jalan darat yang ada di
suatu kota. Dimulai dari jalan utama, jalan-jalan kecil, dan jalan-jalan layang, serta
jembatan penyebrangan yang merupakan pengubung antara jalan-jalan ini,
keseluruhan ini membentuk suatu sistem yang rumit ditambah lagi dengan kemacetan
yang padat. Kendatipun semua kerumitan tersebut memiliki titik awal dan akhir yang
mengarah ke suatu tujuan. Demikian pula struktur saraf utama kita yang terdiri dari
triliunan sel saraf (neuron) yang saling berhubungan.

Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap
organ lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu sistem protektif dari
rangsangan yang membahayakan, dapat menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke
sel saraf lainnya untuk menghasilkan respon tubuh dan sebagai sistem komunikasi
untuk mengirimkan informasi ke otak. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu
proses yang dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan
neurologis pasien. Pemeriksaan ini membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang
terdiri dari sejumlah pemeriksaan yang spesifik.

Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat riwayat


penyakit pasien dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis tidak dapat dilihat,
diiperkusi, dipalpasi ataupun diauskultasi seperti sistem lainnya dalam tubuh. Agar
pemeriksaan neurologis dapat memberikan informasi yang akurat, maka perlu di
usahakan kerja sama yang baik antara pemeriksa dan pasien dan pasien diminta untuk
kooperatif (Brunner, 2001).Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis,
rangkuman gejala pasien, dan pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada
anggota keluarga pasien, akan memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan
pemeriksaan fisik dan menjadi kunci pemeriksaan diagnostik. Hubungan erat antara
gejala neurologik dan gejala penyakit medis lainnya memerlukan evaluasi medis yang
lengkap dan akurat. Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting dalam
mengikuti suatu urutan pemeriksaan tertentu sehingga tenaga medis dapat
mengevaluasi informasi yang ada dan langsung memeriksa segmen selanjutnya yang
belum diperiksa (Price dan Wilson, 2006)

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari sistem saraf?


2. Apa saja struktur yang menyusun sistem saraf, fungsi dan klasifikasi sistem
saraf?
3. Apa saja pemeriksaan diagnostik sistem persayarafan?

3
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari sistem saraf?


2. Untuk mengetahui struktur yang menyusun sistem saraf, fungsi dan klasifikasi
sistem saraf?
3. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik sistem persayarafan?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Saraf

Tubuh manusia dilengkapi dengan dua perangkat pengatur seluruh kegiatan


tubuh. Kedua perangkat ini sering dikenal dengan sistem koordinasi. Sistem
koordinasi ini terdiri dari sistem saraf, sistem indra dan sistem hormon. Berbeda
dengan sistem hormon yang bekerja lebih lambat, sistem saraf bekerja dengan cepat
dalam menanggapi perubahan lingkungannya, selain itu pengaturannya dilakukan
oleh benang-benang saraf (Pratiwi, 2004:158).

Menurut Campbell (2004:201) “sistem saraf merupakan suatu kombinasi-


kombinasi sinyal listrik dan kimiawi yang dapat membuat sel-sel saraf (neuron)
mampu berkomunikasi antara satu sama lain” (Campbell, 2004:201). Jadi, sistem
saraf adalah salah satu sistem koordinasi yang berfungsi untuk menyampaikan
rangsangan secara cepat dari reseptor yang akan dideteksi dan direspon oleh tubuh.

2.2 Struktur Saraf

Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf yang sering disebut dengan neuron.
Neuron dikhususkan untuk menghantarkan dan mengirimkan pesan (impuls) yang
berupa rangsangan atau tanggapan. Setiap satu sel saraf (neuron) terdiri atas bagian
utama berupa badan sel saraf, dendrit, dan akson.

Gambar 1. Neuron

Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar. Didalamnya terdapat
nukleus dan sitoplasma. Di dalam sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi
membangkitkan energi untuk membawa rangsangan. Dendrit ialah serabut-serabut
saraf yang pendek, biasanya bercabang-cabang seperti pohon dengan bentuk dan

5
ukuran yang berbeda-beda. Dendrit berfungsi untuk menerima impuls (rangsang)
yang datang dari ujung akson neuron lain. Kemudian impuls dibawa ke badan sel
saraf. Akson atau neurit merupakan serabut yang panjang dan umumnya tidak
bercabang. Akson berfungsi meneruskan rangsangan yang berasal dari badan sel saraf
ke kelenjar dan serabut-serabut otot. Jumlah akson biasanya hanya satu pada
setiap neuron. Di dalamnya terdapat benang-benang halus yang disebut neurofibril.
Di bagian ujung yang jauh dari badan sel saraf terdapat cabang-cabang yang
berhubungan dengan dendrit dari sel saraf yang lain. Akson terbungkus oleh beberapa
lapis selaput mielin yang banyak mengandung lemak. Selaput mielin disusun oleh Sel
Schwann. Lapisan mielin yang paling luar disebut neurilema. Lapisan tersebut
berfungsi untuk melindungi akson dari kerusakan. Sel Schwann membentuk jaringan
yang membantu menyediakan makanan untuk neurit dan membantu regenerasi neurit.
Selubung mielin bersegmen-segmen. Lekukan diantara dua segmen disebut nodus
ranvier. Nodus ranvier berfungsi mempercepat transmisi impuls saraf. Adanya nodus
ranvier memungkinkan saraf untuk meloncat dari satu nodus ke nodus yang lain,
sehingga impuls lebih cepat sampai pada tujuan.

2.3 Fungsi sistem saraf

Secara umum, sistem saraf memiliki 3 fungsi pokok yang saling tumpang
tindih, yaitu input sensoris, integrasi, dan output motoris. Input ialah penghantaran
atau konduksi sinyal dari reseptor sensoris, misalnya sel-sel pendeteksi cahaya di
mata, ke pusat integrasi. Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal
dari stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan
respon yang sesuai. Output motorik adalah penghantaran sinyal dari pusat integrasi,
yaitu Sistem Saraf Pusat ke sel-sel efektor, sel-sel otot, atau sel kelenjar yang
mengaktualisasikan respon tubuh terhadap stimulus tersebut (Campbell, 2004:201).

Gambar 3. input sensoris, integrasi, dan output motoris

6
Selain ketiga fungsi diatas berikut ini merupakan fungsi lainnya dari sistem saraf:

1. Menerima berbagai sensasi dari dari dalam dan luar tubuh.


2. Bereaksi pada sensasi tersebut, menghadapinya secara otomatis atau merasakan
dan memikirkannya.
3. Menyimpan memori atau melepaskannya bila dibutuhkan.
4. Mengekspresikan emosi.
5. Mengirimkan pesan untuk otot, kelenjar endokrin dan organ lainnya.
6. Mengontrol tubuh dengan mempertahankan kesehatan, menghindari atau
menghadapi bahaya, dan meningkatkan aktivitas yang menyenangkan.

2.4 Klasifikasi Saraf

Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat (SSP atau Central
Nervous System, CNS) dan sistem saraf tepi (SST atau PeripheralNervous System,
PNS). Sistem saraf pusat (SPP) meliputi otak dan sumsum tulang belakang.

1. Sistem Saraf Pusat

a. Otak

Otak merupakan pusat koordinasi dalam tubuh, yang terletak di dalam tulang
tengkorak dan diselubungi oleh jaringan yang disebut selaput meninges. Selaput
meninges dibedakan menjadi tiga, yaitu lapisan keluar yang melekat pada
tulang (duramater), lapisan tengah yang berbentuk saraf laba-laba (arachnoid), dan
lapisan dalam yang melekat pada permukaan otak (piamater). Diantaraarachnoid dan
piamater terdapat ruang yang cairan yang merupakan pelindung otak jika terjadi
benturan. Otak dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Otak depan (Prosensefalon)


2. Otak Tengah (Mesensefalon)
3. Otak belakang (rombensefalon)

7
b. Sumsum tulang belakang

Sumsum tulang belakang memiliki 2 fungsi utama, yaitu sebagai penghubung


impuls yang berasal dari otak serta sebagai pusat gerak refleks. Sumsum tulang
belakang menempati rongga tulang belakang dan berbentuk memanjang. Selaput
pembungkusnya sama seperti otak, terdiri dari durameter, arachnoid, dan piameter.

. 2. Sistem Saraf Tepi (SST)


Menurut asal dan hubunganya, sistem saraf tepi dibedakan menjadi saraf
otak dan saraf sumsum tulang belakang. Saraf otak adalah saraf yang keluar dari
otak menuju alat-alat indra, misalnya mata, telinga, hidung, atau menuju otot-otot dan
kelenjar tertentu. Saraf otak terdiri atas 12 pasang. Saraf sumsum
tulang belakang adalah saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang menuju alat-
alat gerak tubuh, seperti lengan dan kaki, serta otot tubuh lain seperti otot dada dan
leher. Saraf ini terdiri atas 31 pasang.

Selain kedua saraf tersebut, pada sistem saraf tepi juga terdapat saraf tak sadar
(saraf otonom) yang berfungsi mengatur kegitan organ tubuh yang bekerja diluar
kesadaran. Saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik. Sistem kerja keduanya saling berlawanan.

8
2.5 Pemeriksaan diagnostik sistem persyarafan

Test Diagnostik Sistem Neurologi


A. Lumbal Pungsi

1. Pengertian
Adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi pada daerah
lumbal
2. Tujuan
Mengambil caurancerebrospinaluntuk kepentingan pemeriksaan/diagnostik
maupun kepentingan therapi

3. Indikasi

a. Untuk diagnostik

- kecurigaan meningitis

- Kecurigaan perdarahan sub arachnoid

- Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi

- Evaluasi hasil pengobatan

b. Untuk Therapi

- Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal

- Pemberian anesthesispinal

- Mengurangi atau menurunkan tekanan CSF

4. Persiapan

a. Persiapan pasien

- Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi


meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan
dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk
mengurangi hal-hal tersebut

- Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir kesediaan


dilakukan tindakan lumbal pungsi.

9
- Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan

b. Persiapan Alat

- Bak streil berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, sarung tangan, kassa
dan lidi kapas, botol kecil (bila akan dilakukan pemeriksaan bakteriologis),
dan duk bolong.

- Tabung reaksi tiga buah

- Bengkok

- Pengalas

- Desinfektan (jodium dan alkohol) pada tempatnya

- Plester dan gunting

- Manometer

- Lidokain/Xilocain

- Masker. Gaun, tutup kepala

5. Prosedur pelaksanaan

a. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir tempat


tidur. Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen, leher fleksi kedepan
dagunya menepel pada dada (posisi kneechest)
b. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosusvertebraldibawah L2 dapat
digunakan pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista
iliaca berada dibidang prosessusspinosus L4). Beri tanda pada celah
interspinosus yang telah ditentukan.

c. Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan gaun
steril.

d. Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan
duk penutup.

e. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan lebih


dapam hingga ligamen longitudinal dan periosteum

10
f. Tusukkan jarum spinal dengan stiletdidalamnya kedalam jaringan subkutis.
Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus terhadap aksis
panjang vertebra.

g. Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-lahan,


sampai terasa lepas. Ini pertanda ligamentumflavum telah ditembus. Lepaskan
stilet untuk memeriksa aliran cairan serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan
CSF putar jarumnya karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap
tidak keluar. Masukkan lagi stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam. Cabut
stiletnya pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran cairan CSF.
Ulangi cara ini sampai keluar cairan.

h. Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal dengan


manometer pemantau tekanan, normalnya 60 – 180 mmHg dengan posisi
pasien berrbaring lateral recumbent. Sebelum mengukur tekanan, tungkai dan
kepala pasien harus diluruskan. Bantu pasien meluruskan kakinya perlahan-
lahan.

i. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan mengedan.

j. Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau tidak, petugas


dapat melakukan testqueckenstedt dengan cara mengoklusi salah satu vena
jugularis selama I\10 detik. Bila terdapat obstruksi medullaspinalis maka
tekanan tersebut tidak naik tetapi apabila tidak terdapat obstruksi pada
medullaspinalis maka setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut
akan naik dan turun dalam waktu 30 detik.

k. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut dalam 3


tabung steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung diisi 1 ml cairan
CSF. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan hitung jenis dan hitung sel,
biakan dan pewarnaan gram, protein dan glukosa. Untuk pemeriksaan none-
apelt prinsipnya adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5 jam pada
larutan asam sulfat. Cara pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi
masukkan reagen 0,7 ml dengan menggunakan pipet, kemudian masukkan
cairan CSF 0,5 . diamkan selama 2 – 3 menit perhatikan apakah terbentuk
endapan putih.

Cara penilainnya adalah sebagai berikut:

( - ) Cincin putih tidak dijumpai

11
( + ) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan bila
dikocok tetap putih

( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi opolecement
(berkabut)

( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh

( ++++ )Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi sangat
keruh

Untuk testpandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin


dan albumin, prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol
dalam air. cAranya adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen
pandi kemudian teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang terjadi
apakah ada kekeruhan.

l. Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor pada pasien
dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan dikeluarkan adalah 100 cc.

m. Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan kembali stilet


jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang balutan pada bekas
tusukan.

6. Setelah Prosedur

a. Klien tidur terletang tanpa bantal selama 2 – 4 jam


b. Observasi tempat pungsi terhadap kemungkinan pengeluaran cairan CSF
c. Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan tekhnik
relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit kepala
hilang.

7. Komplikasi

a. HerniasiTonsiler
b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural
c. Sakit pinggang
d. Infeksi
e. Kista epidermoidintraspinal
f. Kerusakan diskus intervertebralis

12
B. ComputerizedAxialTomografi (CT Scan)Otak

1. Pengertian

CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari
berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.

2. pemeriksaan ini mendeteksi :

a. gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses


b. perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark
c. braincontusion, brain atrofi, hydrocephalus
d. inflamasi

3. Hal-hal yang diperhatikan sebelum pemeriksaan

 berat badan klien dibawah 145 Kg ( pertimbangan tingkat kekuatan scanner)


 Kesanggupan klien untuk tidak mengadakan perubahan selama 20-45 meni
(berkaitan dg lamanya pemeriksaan)
 Kaji kemungkinan klien alergi terhadap iodine, sebab akan disuntik dg zat
kontras berupa iodinebasedcontras material sebanyak 30 ml

4. Prinsip kerja

Film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan alat detektor yang dapat mencatat
semua sinar secara berdipensiasi. Pencatatan ini dilakukan dengan mengkombinasikan
tiga pesawat detektor, dua diantaranya menerima sinar yang telah menmbus tubuh
dan yang satunya berfungsi sebagai detektor aferen yang mengukur intensitas sinar
rontgen yang telah menembus tubuh dan penyinaran dilakukan menurut proteksi dari
tiga titik, menurut posisi jam 12, 10 dan jam 02 dengan memakai waktu 4,5 menit.

5. Penatalaksanaan

Persiapan pasien

Pasien harus diberitahu sebaiknya dengan keluarga. Pasien diberi gambaran tentang
alat yang akan digunakan. Bila perlu berikan gambaran dengan menggunakan kaset
video atau poster, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian pada pasien
dengan demikian mengurangi stress sebelum waktu prosedur dilaukuan. Test awal
yang dilakukan meliputi: kekuatan untuk diam ditempat (dimejascanner) selama 45
detik; melakukan pernafasan dengan aba-aba ( untuk keperluan bila ada permintaan

13
untuk melakukannya) saat dilakukan pemeriksaan.; mengikuti aturan untuk
memudahkan injeksi zat kontras.

Penjelasan kepada klien bahwa setelah penyuntikan zat kontras wajah akan nampak
merah dan terasa agak panas pada seluruh badan. Hal ini merupakan hal yang normal
dari reaksi obat tersebut. Perhatikan keadaan klinik klien apakah pasien mengalami
alergi terhadap iodine. Apabila pasien merasakan adanya rasa sakit berikan analgetik
dan bila pasien merasa cemas dapat diberikan minor transqualizer. Bersihkan rambut
pasien dari jelli dan obat-obatan. Rambut tidak boleh dikelabang dan tidak memakai
wig.

6. Prosedur

a. Posisi terlentang dengan tangan terkendali


b. Meja elektronik masuk kedalam meja scanner
c. Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar dari
beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan.
d. Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut selama 20-45 menit
e. Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi dengan pengaturan
komputer.
f. Selama prosedur berlangsung perawat harus menemani pasien dari luar
dengan memakai protektif leadapproan.
g. Sesudah pengambilan gambarpasiendirapihkan.

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan

a. observasi keadaan alergi terhadap zat kontras yang disuntikkan. Bila terjadi
alergi dapat diberikan benadryl 50 mg

b. mobilisasi secepatnya karena pasien mungkin akan kelelahan selama


prosedur berlangsung

c. ukur intake dan output. Hal ini merupakan tindak lanjut setelah pemberian
zat kontras yang eliminasinya selama 24 jam. Oliguri merupakan gejala
gangguan fungsi ginjal. Memerlukan koreksi yang cepat oleh seorang perawat
dan dokter

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ
lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi
tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Tujuan
Pemeriksaan fisik yaitu Mengetahui sistem persarafan, Mengetahui status kesehatan
neurologis pasien, Sebagai alat untuk menegakkan diagnosa. Anamnese, Inspeksi,
Pemeriksaan bahasa dan bicara, Pemeriksaan status dan fungsi mental, Pemeriksaan
GCS, Pemeriksaan Tonus Otot, Pemeriksaan Motorik, Pemeriksaan Tanda Meningeal,
Pemeriksaan Refleks.

B. Saran
Sistem saraf sangat berpengaruh terhadap segala sistem yang ada dalam tubuh
manusia. Hapir semua penyakit berhubungan dengan sistem saraf, oleh karena itu
disarankan bagi para pembaca untuk mendeteksi secara dini kondisi kesehatanya dan
dilakukan pemeriksaan fisik khususnya neurologik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Pratiwi, D.A. 2004. Buku Penuntun Biologi. Jakarta: Erlangga.

DoengesMarilyn E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai