Anda di halaman 1dari 20

SISTEM ENDOKRIN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTIROID & HIPERPARATIROID

Dosen Pengampuh : Sr. Anita Sampe SJMJ

Disusun Oleh :

1. Dewi Admaser Isak Tato (2114201056)

2. Dwi Anugrah (2114201059)

3. Elania Anje (2114201060)

4. Estika (2114201061)

5. Federiko Woda Sado (2114201063)

6. Felisita Yola (2114201064)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN & PROFESI NERS

STIK STELLA MARIS MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nyalah Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah
yang berjudal “asuhan keperawatan hipertiroid dan hiperparatiroid,ini dalam rangka
untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah sistem.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan- kekurangan. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan kami terima dengan senang hati demi
perbaikan makalah lebih lanjut.

Makalah ini dapat diselesaikan berkat adanya kerjasama dari anggota kelompok.
Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak.

Makassar,20 februari 2023

Kelompok 2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................................................

B. Rumusan masalah .............................................................................................................

C. Tujuan ...............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Hipertiroid .......................................................................................................................

B. Hiperparatiroid ...............................................................................................................

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Sistem Endokrin dan Metabolisme............................................................


B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................................
C. Intervensi ..........................................................................................................................
D. Evaluasi .............................................................................................................................

Daftar pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertiroidisme adalah konsentrasi hormon tiroid yang berlebihan dalam jaringan
yang disebabkan oleh peningkatan sintesis hormon tiroid, pelepasan hormon tiroid yang
terbentuk sebelumnya secara berlebihan, atau sumber ekstratiroid endogen atau eksogen.
Penyebab paling umum dari produksi hormon tiroid yang berlebihan adalah penyakit
Graves, gondok multinodular toksik, dan adenoma toksik. Penyebab paling umum dari
pelepasan hormon tiroid yang berlebihan adalah tiroiditis tanpa rasa sakit (silent),
meskipun presentasi klinisnya sama dengan penyebab lainnya.

Hiperparatiroid yang terjadi akibat produksi berlebihan hormon paratiroid oleh


kelenjar paratiroid ditandai dengan deklafsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal
yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme primer adalah kelainan endokrin umum
dari metabolisme kalsium yang ditandai dengan hiperkalsemia dan peningkatan atau
konsentrasi hormon paratiroid yang tidak tepat. Hampir selalu, hiperparatiroidisme
primer disebabkan oleh pertumbuhan jaringan paratiroid yang jinak baik sebagai kelenjar
tunggal (80% kasus) atau sebagai kelainan kelenjar multipel (15-20% kasus).
Hiperparatiroidisme primer umumnya ditemukan tanpa gejala tetapi penyakit ini selalu
berpotensi menjadi gejala, mengakibatkan keropos tulang dan batu ginjal. Di negara-
negara di mana tes skrining biokimia tidak umum, gejala hiperparatiroidisme primer
cenderung mendominasi.

B. Rumusan Masalah

1. Hipertiroid

2. Hiperparatiroid

C. Tujuan Makalah
1. Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit hipertiroid
2. Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit hiperparatiroid
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertiroid
1. Definisi
Hiperparatiroidisme adalah penyakit endokrin yang dapat dicegah. Seperti kondisi
tiroid lainnya, penyakit ini sebagian besar terjadi pada perempuan (dengan rasio
perempuan : laki-laki = 4:1) khususnya pada perempuan usia 20-40 tahun.
Hipertiroidisme merupakan keadaan atau sindrom klinis karena adanya kelainan-
kelainan atau perubahan-perubahan fisiologis dan biokimia yang komplek dari
jaringan, sebagai akibat kenaikan kadar hormon tiroid dalam sirkulasi.
Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dianggap sinonim, padahal kedua istilah
tersebut agak berbeda dalam kondisi tertentu. Hipertiroidisme menunjukkan aktivitas
kelenjar tiroid yang berlebihan dalam menyintesis hormon tiroid, sehingga
meningkatkan metabolisme di jaringan perifer. Sementara istilah tirotoksikois
merujuk pada beberapa pengaruh dari hormon tiroid bebas, dengan atau tanpa
kelenjar tiroid sebagai sumbernya (Mansjoer, A., dkk., 2001; Firdaus, I, 2007).
Dalam keadaan normal, hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme jaringan,
proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan, dan sintesis protein. Hormon-hormon
tiroid ini berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh melalui mekanisme
transpor asam amino dan elektrolit dari cairan ekstraselular ke dalam sel,
aktivasi/sintesis protein enzim dalam sel dan peningkatan proses-proses intraselular
(Hermawan, G., 2014).
Hipertiroidisme adalah gangguan endokrin kedua yang paling sering terjadi, dan
penyakit Graves adalah jenis yang paling banyak dijumpai. Kondisi ini terjadi akibat
pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan yang disebabkan oleh abnormalitas
stimulasi kelenjar tiroid oleh imunoglobulin sirkulasi. Gangguan ini delapan kali
lebih sering dialami oleh wanita dibandingkan pria dan mencapai puncak antara
dekade kedua dan keempat kehidupan. Kondisi ini dapat muncul setelah syok
emosional, stres, atau infeksi, tetapi signifikansi pasti dari hubungan ini tidak
dipahami. Penyebab umum lainnya mencakup tiroiditis dan kelebihan mengonsumsi
hormon tiroid (mis., dari terapi hipotiroidisme).
Hipertiroid merupakan kelainan yang relatif sering ditemukan. Kelainan ini harus
dibedakan dengan tirotoksikosis. Tirotoksikosis merupakan kondisi di mana
didapatkan peningkatan kadar hormon tiroksin (T) dan/atau triiodotironin (T3) oleh
karena sebab apapun. Sedangkan hipertiroid adalah kondisi tirotoksikosis yang
dikarenakan peningkatan aktifitas dari kelenjar tiroid oleh penyebab apapun sehingga
terjadi kenaikan produksi hormon tiroid.
2. Etiologi
Penyebab hipertiroid yang paling sering adalah penyakit autoimun pada tiroid,
seperti ; penyakit Graves, penyakit Toxic Multinodular Goiter, dan Toxic Adenoma.
a. Penyakit Graves
Merupakan kelainan autoimun dimana autoantibodi yang teraktivasi akan
berikatan dengan reseptor dari TSH sehingga menyebabkan rangsangan produksi
dan sekresi hormon tiroid secara terus menerus disamping juga menyebabkan
penambahan ukuran dari kelenjar tiroid. Manifestasi ekstra tiroid yang dapat
dilihat adalah opthalmopathy (proptosis, edema periorbital, disfungsi otot-otot
ekstraokuli, dan neuropati optik), dermopati (miksedema pretibial) dan thyroid
acropachy (jari tabuh dan edema).
b. Penyakit Toxic Multinodular Goiter
Dasar kelainan ini adalah goiter multinodular dalam jangka lama yang kemudian
dalam perjalanannya ada beberapa nodul yang berubah fungsi menjadi otonom
dan menyekresikan hormon tiroid secara independen tanpa adanya rangsangan
dari TSH. Hal ini disebabkan oleh karena mutasi somatik pada gen tertentu yang
menyebabkan adanya aktivasi konstitutif dari guanine (G) nucleotide yang
berikatan dengan protein reseptor TSi (TSH-R) selain bisa juga pada alfa-subunit
dari protein G.
c. Penyait Toxic Adenoma
Kelainan ini dikenal juga dengan istilah Autonomously Functioning Thyroid
Nodules yang awalnya merupakan nodul tiroid jinak, kemudian mengalami
hiperfungsi secara otonom tanpa pengaruh dari TSH. Mekanismenya mirip
dengan yang terjadi pada toxic multinodular goiter.

Ketiga kelainan diatas dikelompokkan sebagai hipertiroid primer dalam artian bahwa
kelainan berasal dari kelenjar tiroid. Selain dari ketiga hal diatas, penyebab
hipertiroid lainnya adalah adenoma pituitari yang menyekresikan SH. Stimulasi
reseptor TSH juga dipicu oleh kadar human chorionic nadotropin (HCG) yang tinggi
(sering dijumpai pada pasien dengan riokarsinoma), maupun struma Ovari (adanya
kelenjar tiroid ektopik). Penyebab lainnya adalah tiroiditis dan adanya asupan
hormon tiroid eksternal yang berlebihan.

3. Patofisiologi
Hipertirodisim ditandai dengan hilangnya pengaturan normal dari sekresi TH. Oleh
karena aksi TH bagi tubuh adalah stimulasi, hipermetabolisme terjadi, dengan
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Jumlah berlebih dari TH menstimulasi
sistem kardiologi dan meningkatkan jumlah reseptor beta adrenergik penyebab
takikardi, peningkatan curah jantung, volume sekuncup, respons adrenergik, dan
aliran darah perifer. Metabolisme meningkat tajam menyebabkan keseimbangan
negatif nitrogen, deplesi lipid, dan defisiensi status nutrisi serta kehilangan berat
badan.
Hipertiroidisme juga menghasilkan gangguan sekresi metabolisme hormon
hipotalamus, hipofisis, dan gonat. Jika terjadi sebelum pubertas, pertumbuhan organ
seksual akan terlambat pada kedua jenis kelamin. Jika terjadi setelah pubertas, akan
menghasilkan penurunan libido pada laki-laki atau perempuan. Perempuan bisa
mengalami ketidakteraturan menstruasi dan penurunan fertilitas.
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Pengkajian perlu dilakukan untuk mendapatkan tanda & gejala yang spesifik.
Pengkajian pada pasien hipertiroidisme akan didapati beberapa gejala berbeda pada
setiap sistem. Berikut adalah gejala-gejala yang di maksud.
a. Sistem Neurologi
Pada hipertiroidisme akan didapati gejala tremor, insomnia, labilitas emosi,
diplopia, retleks tendon profunda cepat, kelelahan berat, bicara cepat dan parau,
konfusi, gelisah. peka rangsang (hipereksitabilitas), mudah merasa
khawatir/gelisah, hilang ingatan, mudah terdistraksi, eksoftalmus (mata menonjol
seperti orang terkejut), dan perilaku manik. Sementara pada krisis tiroid gejalanya
berupa kegelisahan yang ekstrem, kontusi/disorientasi, psikosis, apatis,
stupor/delirium, dan koma. Gejala pada mata berupa iritasi pada konjungtiva,
mata besar dan menonjol (eksoftalmus), edema preorbital, tremor kelopak mata,
kelemahan/paralisis otot ekstraokuler, dan fotofobia.
b. Sistem Cardiovascular
Pada hipertiroidisme akan didapati gejala palpitasi, nadi cepat dan kuat
peningkatan nadi disertai dekompensasi kordis, tekanan nadi lebar, nadi tidak
teratur/disritmia, nyeri dada, murmur jantung sistolik, edema, irama gallop,
sirkulasi kolaps. Kemudian pada krisis tiroid akan didapati diaforesis/keringat
berlebihan, takikardia, fibrilasi atrium, nadi lemah, dan hipotensi.
c. Sistem Pernapasan
Pada hipertiroidisme gejalanya berupa dispnea, peningkatan kedalaman, dan
kecepatan pernapasan. Sementara pada krisis tiroid bisa terjadi edema paru.
d. Sistem Muskuloskeletal
Edema non-pitting terutama daerah pretibial, atrofi otot, osteoporosis dan fraktur,
serta kelemahan otot.
e. Sistem Gastrointestinal
Gejalanya berupa peningkatan nafsu makan tetapi BB turun, diare, konstipasi
bising usus hiperaktif, urine dalam jumlah banyak, kehausan, mual, dan muntah.
f. Sistem Metabolik
Berkeringat berlebihan, sensitivitas terhadap panas/tidak tahan panas suhu
meningkat di atas 37-40°C, peningkatan toleransi terhadap dingin, pembesaran
kelenjar tiroid, dan bruit di leher.
g. Sistem Integumen
Pada kulit akan didapati gejala berupa kulit yang teraba halus, hangat, lembap,
bercahaya, kemerahan, hiperpigmentasi telapak tangan, dan pruritus. Pada rambut
akan terjadi rambut menipis, halus, lurus, dan kepala berminyak. Pemisahan kuku
dari bantalan kuku.
h. Sistem Reproduksi/seksual
Oligomenore, amenore, libido berkurang, fertilitas menurun, ginekomastia pada
pria, impotensi merupakan gejala-gejala yang sering muncul pada sistem
reproduksi.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan kecurigaan hipertiroid maka diperlukan pemeriksaan penunjang
untuk melakukan konfirmasi dan identifikasi etiologinya sebelum terapi.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan utama adalah TSH, T4, dan T3. TSH merupakan indikator yang
sensitif jika terdapat kelainan tiroid. Peningkatan hormon tiroid menyebabkan
terjadinya umpan balik negatif pada kelenjar pituitari sehingga kadar TSH turun,
namun dengan pemeriksaan TSH saja belum cukup sehingga tetap harus diperiksa
ketiganya.
Pemeriksaan Nilai Normal (pada Dewasa)

TSH 0,5 - 5 mlU/L

T4 serum 4,5 - 11,5 ug/dl (58,5 - 150 nmol/L)

T3 serum 70 - 220 ng/dl (1,15 - 3,10 nmol/L)

TSH T3 T4 Interpretasi

N N N Normal

N N Hipertiroid
subklinis

Hipertiroid

N N Hipotiroid
subklinis

Hipotiroid

Pemeriksaan tes fungsi tiroid dan interpretasinya sangat diperlukan untuk dapat
membuat diagnosis pada kelainan tiroid dengan tepat. Pemeriksaan ini meliputi :
 Tirotropin (TSH) adalah pemeriksaan penyaring yang terbaik dan paling
sensitif untuk mendeteksi kelainan pada tiroid. Jika TSH abnormal maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan FT4. Jika TSH rendah namun FT4 normal
maka lanjutkan dengan pemeriksaan T3 total atau FT3 untuk menyingkirkan
kemungkinan dari T3 tirotoksikosis. Pemeriksaan FT3 atau T3 total bukanlah
pemeriksaan rutin yang harus selalu dilakukan.
 Free thyroxine (FT4) adalah pemeriksaan untuk mengukur kadar hormon
thyroid bebas sehingga dapat ditentukan kuantitatif kekurangan ataupun
kelebihan dari hormon tiroid.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radioactive iodine uptake (RAIU) 24 jam dapat dipakai untuk
membedakan antara hipertiroid dengan thyrotoxicosis factitia dan thyroiditis di
mana pada tiroid yang hiperaktif akan didapatkan peningkatan ambilan iodine
sedangkan pada thyrotoxicosis factitia dan thyroiditis akan menunjukkan hasil
yang normal. Pemeriksaan RAIU juga dapat membedakan etiologi dari hipertiroid
di mana pada penyakit Grave akan didapatkan gambaran peningkatan ambilan
yang homogen, sedangkan pada multinodular goiter akan didapatkan peningkatan
ambilan yang heterogen sedangkan pada adenoma toksik akan ada fokus tunggal
yang menunjukkan adanya peningkatan ambilan.
c. Pemeriksaan diagnostic lainnya, antara lain ; EKG, reflekst tendon Achilles,
kolesterol, LDH, SGPT dan SGOT, serta kreatin kinase.
7. Penatalaksanaan Medis
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memulai pengobatan, antara lain :
 Pastikan diagnosis sebelum memulai terapi
 Berikan edukasi pada pasien terkait perjalanan penyakit, kemungkinan kambuh
kembali, komplikasi yang dapat terjadi dari pengobatan serta kemungkinan
pengobatannya dalam jangka panjang
 Lakukan pemantauan terhadap komplikasi kardiovaskular

Gangguan kelenjar tiroid berupa hipertiroidisme dapat diobati dengan beberapa cara,
antara lain :

a. Terapi Definitif
1) Obat Anti Tiroid
a) Sasaran farmakoterapi adalah untuk menghambat sintesis hormon atau
pelepasan dan pengurangan jumlah jaringan tiroid.
b) Medikasi yang paling sering digunakan adalah propiltiourasil (Propacil,
PTU) dan metimazol (Tapazol) sampai pasien mencapai status eutiroid.
c) Dosis rumatan ditetapkan, dilanjutkan penghentian medikasi secara
bertahap dalam beberapa bulan ke depan.
d) Obat-obatan antitiroid dikontraindikasikan pada akhir masa kehamilan
karena berisiko menyebabkan gondok dan kretinisme pada janin.
e) Hormon tiroid dapat diberikan untuk mengistirahatkan tiroid.
f) Carbimazole, menurunkan sistesis hormon tiroid. Dosis awal 40-60
mg/hari, kemudian dikurangi sampai tercapai dosis pemeliharaan.
Dosisnya dititrasikan sesuai dengan fungsi tiroid dan dilanjutkan selama
18 bulan. Pendekatan alternative adalah memberikan hipotiroid (technic
block and replace). Carbimazole menyebabkan agranulositosis. Pada
0,1% kasus harus segera dihentikan apabila muncul sakit tenggorokan
atau demam.
2) Terapi Radioaktif dengan Menggunakan Iodine
Diberikan untuk menghancurkan sel-sel tiroid yang hiperaktif (terapi yang
paling sering dilakukan pada lansia). Terapi ini dikontraindikasikan pada ibu
hamil dan ibu menyusui karena radioiodin melintasi plasenta dan disekresikan
ke dalam ASI. Indikasi untuk pasien umur 35 tahun/lebih, hipertiroidisme
yang kambuh setelah operasi, goiter multinodular toksik, dan tidak
mampu/tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid.
3) Pembedahan
Tiroidektomi untuk trauma multidonular, adenoma toxic, atau relaps penyakit
Graves setelah terapi antitiroid. Risikonya kecil tetapi termasuk kelumpuhan
pita suara, hipotiroid, dan hipoparatiroid.
Tiroidektomi (mengangkat kelenjar tiroid) dapat dilakukan sebagian atau total.
Tiroidektomi total dilakukan untuk mengangkat kanker tiroid. Klien yang
mengalami prosedur ini harus mengonsumsi hormon tiroid secara permanen.
Tiroidektomi subtotalis dilakukan untuk mengoreksi hipertiroidisme dan
kasus ekstrem atau goiter biasa. Sekitar 5/6 kelenjar direseksi, tersisa 1/6,
fungsi kelenjar berfungsi baik, sehingga terapi hormon pengganti mungkin
tidak diperlukan.
b. Terapi Suportif
1) Beta bloker untuk mengurangi gejala dan keluhan terkait peningkatan kinerja
sistem saraf simpatis.
2) Lugol pada kondisi yang memerlukan penanganan cepat, misal pada keadaan
krisis tiroid.
8. Pendidikan Kesehatan
B. Hiperparatiroid
1. Definisi
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid. Hormon paratiroid meningkatkan resorpsi tulang, sehingga hipersekresi
hormon tersebut menyebabkan hiperkalsemia serta hipofosfatemia. Peningkatan kadar
kalsium yang berlebih (hiperkalsemia) sangat berbahaya bagi tubuh, karena akan
menurunkan potensial eksitasi jaringan sarat dan otot. Akibatnya absorpsi kalsium
melalui ginjal dan traktus GI akan meningkat sehingga terbentuk batu ginjal yang
mengandung kalsium.
Pada hiperparatiroid primer terjadi pelepasan PTH yang berlebihan. Aktivitas PTH
meningkatkan kadar kalsium sehingga menyebabkan hiperkalsemia (peningkatan
kadar kalsium darah). Hiperkalsemia dan kelebihan PTH menyebabkan tanda dan
gejala yang serius (pada gambar). Hiperparatiroid jangka panjang menyebabkan
perlunakan dan demineralisasi tulang, disebut osteomalacia pada populasi dewasa dan
rickets pada anak-anak. Tanda dan gejala penyakit tersebut dapat dilihat pada gambar.

Hiperparatiroid primer merupakan kelainan endokrin yang relatif sering terjadi


(sekitar 1 dari 1000 populası), dan terutama terjadi pada wanita postmenopause.
Penyebab utamanya, yakni :
a. Adenoma kelenjar paratiroid (80%)
b. Hiperplasia kelenjar paratiroid difus (15%)

Keganasan chief cell tidak dihambat oleh kalsium yang tinggi, dan sebagai akibatnya
sekresi PTH tidak teregulası. Tumor ganas kelenjar paratiroid sangat jarang terjadi,
namun keganasan ini dapat diasosiasikan dengan tumor endokrin lainnya dalam
sindrom multiple endocrine neoplasia (MEN).
Hiperparatiroidisme, penyakit yang disebabkan oleh aktivitas berlebih satu atau lebih
kelenjar paratiroid. Terbagi atas primer, sekunder, atau tersier. Keadaan ini terjadi
pada usia lebih dari 60 tahun dan mengenai perempuan dua kali lebih banyak
daripada laki-laki, serta penderita dengan gagal ginjal. Insiden hiperparatiroidisme
adalah 27 kasus per 100.000.

2. Klasifikasi & Etiologi


a. Hiperparatirlidisme Primer
Hiperparatiroidisme primer merupakan tipe yang paling umum. Terjadi bila satu
atau lebih kelenjar paratiroid membesar serta meningkatkan sekresi paratiroid dan
kadar kalsium serum sehingga terjadi hiperkalsemia. Keadaan ini terjadi pada
85%, dengan penyebab paling sering adalah adenoma pada satu kelenjar
paratiroid. Kebanyakan pasien dengan hiperparatiroidisme primer adalah wanita
pascamenopause. Insiden meningkat dengan usia, dan usia rata-rata saat diagnosis
adalah 55 tahun. Pasien yang imobilisasi juga dapat mengalami hiperkalsemia.
Pada 10-20% pasien, hiperparatiroidisme primer disebabkan karena hiperfungsi
kelenjar paratiroid multipel yang diturunkan (genetik), pasien-pasien ini
cenderung didiagnosis pada usia muda.
Obat-obatan seperti diuretik tiazid (thiazide diuretic) dan litium juga dapat
mengubah homeostasis kalsium. Tiazid dapat mengurangi ekskresi kalsium urine
sehingga menimbulkan hiperkalsemia ringan. Litium menurunkan sensitivitas
kalsium untuk merasakan reseptor kalsium dan menggeser set point kurva
kalsium-PTH, sehingga lebih banyak lagi konsentrasi kalsium yang diperlukan
untuk menekan sekresi PTH. Selanjutnya, hal ini memicu peningkatan kalsium
dan PTH. Litium juga menyebabkan adenoma paratiroid atau memicu hiperplasia
kelenjar paratiroid bila digunakan dalam jangka lama.
b. Hiperparatiroidisme Sekunder
Beberapa penyakit dapat menyebabkan hipokalsemia (misalnya gagal ginjal
kronis), yang akan menstimulasi PTH sebagai respons kompensasi. Jika
hipokalsemia terjadi dalam jangka panjang, maka kelenjar akan membesar
melalui proses hiperplasia untuk menyekresi PTH yang berlebih. Fenomena ini
disebut hiperparatiroid sekunder, yang ditandai dengan peningkatan PTH dengan
kalsium serum yang normal atau rendah.
Hipokalsemia dapat disebabkan oleh :
1) Gagal Ginjal Kronis
2) Defisiensi atau malabsorbsi vitamin D
Pada penyakit ginjal kronis, ginjal tidak mampu mereabsorbsi kalsium. Renal
osteodistrophy adalah komplikasi penyakit ginjal kronis yang ditandai dengan :
1) Hiperparatiroid Sekunder
2) Osteomalacia
3) Defisiensi Vitamin D
Fenomena ini disebabkan oleh :

1) Gangguan akitivitas la-hydroxylase pada ginjal. Hal ini menyebabkan


penurunan aktivasi vitamin D dan penurunan reabsorbsi kalsium, yang
kemudian akan meningkatkan produksi PTH.
2) Gangguan bersihan fosfat oleh ginjal. Hiperfosfatemia menurunkan jumlah
kalsium terionisasi, kemudian akan meningkatkan produksi PTH.
3) Reabsorbsi kalsium dari tulang yang diinduksi PTH, kemudian menyebabkan
fibrosis dan disebut osteitis fibrosa cystica.
c. Hiperparatiroidisme Tersier
Hiperparatiroid tersier adalah komplikasi dari hiperparatiroid sekunder dan sering
terjadi pada pasien gagal ginjal. Jika hiperparatiroid sekunder berlangsung terus
menerus, kadar kalsium yang diperlukan untuk menghambat produksi PTH oleh
kelenjar paratiroid akan di-reset ke level yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan
aktivitas otonom kelenjar paratiroid dan hiperkalsemia.
3. Patofisiologi
Overproduksi hormon paratiroid oleh tumor atau jaringan yang mengalami
hiperplasia akan meningkatkan absorpsi kalsium dalam usus, mengurangi klirens
kalsium melalui ginjal dan meningkatkan pelepasan kalsium dari tulang. Respons
terhadap keadaan yang berlebihan ini bervariasi pada setiap pasien karena alasan
yang tidak diketahui. Hipofosfatemia akan terjadi ketika hormon paratiroid alasan
yang tidak diketahui. Hipofosfatemia akan terjadi ketika hormon paratiroid yang
berlebihan menghambat reabsorpsi fosfat dalam tubulus renal. Hipofosfatemia akan
memperburuk keadaan hiperkalsemia dengan meningkatkan sensitivitas tulang
terhadap hormon paratiroid.
Dampak peningkatan kadar kalsium adalah hipotonisitas atau melemahnya otot:
pelepasan kalsium dari tulang menyebabkan demineralisasi tulang, fraktur patologis,
dan nyeri tulang ; peningkatan kadar kalsium serum/darah membuat tubular ginjal
mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi hiperkalsiuria (tingginya
kalsium urine), yang akan meningkatkan risiko nefrolitiasis (batu ginjal), menurunkan
klirens kreatinin, dan terjadi gagal ginjal. Jika kadar kalsium meningkat lebih dari 15
mg/dl maka akan terjadi krisis hiperkalsemia.
4. Pathway
5. Penatalaksanaan Medik
Selalu tanyakan kepada pasien tentang obat-obatan yang selama ini rutin dikonsumsi,
sebab beberapa terapi (misalnya lithium dan thiazide diuretic) bisa menyebabkan
hiperkalsemia. Terdapat 3 pilar terapi pada kasus hiperparatiroid primer, yaitu :
a. Terapi nonfarmakologis, dengan retriksi kalsium (sekitar 1000 mg/hari) dan
vitamin D pada menu diet dan meningkatkan asupan cairan yang cukup.
b. Medikamentosa diberikan terutama pada pasien yang tidak memenuhi kriteria
indikasi bedah, terdiri atas :
1) Calcitonin
2) Biphosphonat, dapat diberikan alendronate 10 mg/hari per oral
3) Kalsimimetik, misalnya dengan cinacalcet dengan dosis awal 30 mg/12 jam
per oral, dan dapat ditingkatkan tiap 2-4 minggu hingga 90 mg/6-8 jam bila
diperlukan untul normalisasi kalsium serum
4) Terapi pengganti hormon estrogen atau raloxifene, dapat diberikan 60 mg/hari
per oral
c. Paratiroidektomi (pengangkatan kelenjar paratiroid yang abnormal) merupakan
terapi definitif pada hipertiroidisme primer. Keberhasilan tindakan adalah 90-95%
dan dengan komplikasi rendah. Pada pasien yang asimtomatik disertai kenaikan
kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal, maka paratiroidektomi
dapat ditunda. Namun, keadaan pasien harus dipantau dengan cermat untuk
mengetahui kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, perburukan kondisi
tulang, gangguan ginjal, dan pembentukan batu ginjal. Manajemen pascaoperatif
segera, berfokus pada keberhasilan operasi dan monitor komplikasi pasien seperti
hipokalsemia, perdarahan, paralisis pita suara, laringospasme. Kadar hormon PTH
akan normal dalam 30 jam. Pasien harus mendapat diet rendah kalsium sampai
konsentrasi kalsium serum normal.
Indikasi terapi bedah antara lain: pasien berusia di bawah 50 tahun, memiliki
kalsium serum > 3.00 mmol/L (beberapa pedoman menyebutkan 1 mg/dL di atas
batas atas normal), pasien yang tidak memungkinkan atau menginginkan follow
up dengan terapi medikamentosa, hiperkalsiuria (> 400 mg ekskresi per hari),
penurunan bone mineral density pada tulang manapun dengan T score kurang dari
-2.5, dan penurunan klirens kreatinin hingga 70%. Kontraindikasi
paratiroidektomi adalah familial hypocalciurichypercalcaemia.
Penatalaksanaan hiperparatiroidisme sekunder dan primer. Apabila memungkinkan,
maka penyebab yang mendasarinya harus dihilangkan. Tujuan dari manajemen medis
adalah menormalkan kadar kalsium. Suplemen vitamin D dan kalsium dibutuhkan.
Pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir (end-stage renal disease) membutuhkan
preparat pengikat fosfat untuk menurunkan kadar hiperfosfatemia. Paratiroidektomi
mungkin diperlukan pada pasien yang berkembang menjadi hiperparatiroidisme
tersier dan penyakit metabolik tulang berat.
6. Pendidikan Kesehatan
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Sistem Endokrin dan Metabolisme


Tanda dan gejala hiperparatiroidisme primerterjadi karena Hiperkalsemia dan secara khas
terdapat pada beberapa sistem tubuh titik tanda dan gejala tersebut dapat meliputi :
a. Poliuria, nefrokasinosis, nokturia, polidipsia, dehidrasi, gejala uremia, kolik renal,
nefrolitiasis ( pembentukan batu ginjal terjadi karena peningkatan ekskresi kalsium
dan fosfor), serta insufisiensi renal. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium
fosfat dalam pelvis dan parenkim ginjal.
b. Nyeri dan rasa pegal yang tidak jelas, artralgia ,serta pembengkakan lokal.
c. Nyeri punggung bawah yang kronis dan keadaan mudah fraktur akibat degenerasi dan
d mineralisasi tulang, nyeri tekan pada tulang, kondrokalsinosis (penurunan massa
tulang), osteopenia serta osteoporosis, khususnya pada tulang vertebra erosi
permukaan juksta-artikular (sendi yang berhubungan), fraktur subkondrium sinopsis
traumatik dan pseudogout (sistem skeletal dan artikular).
d. Pankreatitis yang menyebabkan nyeri epigastrium yang berat serta menetap dan
menjalar hingga daerah punggung, ulkus peptikum yang menyebabkan nyeri
abdomen, anoreksia, mual, dan muntah.
e. Gangguan psikomotor dan kepribadian, ketidakstabilan emosi, depresi, daya pikir
yang lambat, letargi, ataxia, psikosis yang nyata dan mungkin pula koma. Manifestasi
psikologis ini dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis
hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta
sistem saraf (peningkatan kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf).
f. Pruritus yang disebabkan oleh klasifikasi ektopik pada kulit.
g. Nekrosis kulit, katarak, mikrotropus kalsium pada paru-paru serta pankreas anemia,
dan klasifikasi subkutan.
h. Pasien dengan hiperparatiroid primer berat dapat mengalami hipertrofi ventrikel kiri,
kalsifikasi jantung, abnormalitas konduktivitas jantung, difusi endotelial, dan
pemendekan interval QT. namun, tidak ada penjelasan yang detail bagaimana
hubungan antara hiperparatiroid primer dengan perkembangan penyakit
kardiovaskular.

Hiperparatiroid sekunder dapat menghasilkan gambaran ketidakseimbangan kalsium yang


sama dengan deformitas skeletal pada tulang panjang dan gejala penyakit yang mendasari
titik disertai pula manifestasi yang serupa terjadi pada pasien gagal ginjal kronis dan
terjadi rakitis ginjal akibat retensi fosfor yang meningkatkan stimulasi pada kelenjar
paratiroid.

Sementara itu, akibat hipofasfatemia dapat muncul manifestasi seperti gelisah, kelemahan,
parastesia, kejang dan koma. Kadar 2,3-DPG yang rendah mengurangi pengiriman
oksigen ke jaringan perifer, mengakibatkan anoksia jaringan. Hipoksia mengarah pada
peningkatan frekuensi pernapasan dan alkalosis respiratorik. Kerusakan otot, kelemahan,
dan nyeri otot dapat terjadi karena menurunnya kadar ATP dalam jaringan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan hipertiroid ataupun
hiperparatiroid, antara lain :
a. Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif b.d. Disfungsi Ginjal
b. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan afterload, perubahan
frekuensi jantung, perubahan preload.
c. Intoleransi Aktivitas b. d. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Kelelahan b. d. Fisiologis ; Status Penyakit (hiperparatiroidisme), Peningkatan
kelelahan fisik.
e. Mual b.d. Biofisik ; Gangguan Biokimia.
f. Nyeri Akut b. d. Agen Pencedera Biologis.
g. Konstipasi b. d. Penurunan Traktus Gastrointestinal.
h. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit dengan faktor risiko muntah.
i. Gangguan Citra Tubuh b. d. Penyakit Hiperparatiroidisme
j. Gangguan Eliminasi Urine b. d. Hiperkalsemia dan Hiperfosfaturia.
k. Ketidakseimbangan Nutrisi
l. Ketidakefektifan Koping b. d. Iritabilitas, Hipereksitabilitas, Kecemasan/Ketakutan,
dan Instabilitas Emosional.
m. Harga Diri Rendah b. d. Perubahan Penampilan, Kelebihan Nafsu Makan, dan
Penurunan Berat Badan.
n. Perubahan Suhu Tubuh.
C. Intervensi
a. Meningkatkan Status Nutrisi
b. Meningkatkan Upaya Koping
c. Meningkatkan Harga Diri
d. Mempertahankan Suhu Tubuh Normal
e. Memantau dan Menangani Komplikasi Potensial
f. Meningkatkan Asuhan di Rumah dan Komunitas :
a) Mengajarkan pasien tentang perawatan diri
b) Melanjutkan asuhan
D. Evaluasi
Hasil akhir yang diharapkan untuk pasien, yakni :
a. Menunjukkan perbaikan nutrisi.
b. Mendemonstrasikan metode koping yang efektif dalam menghadapi keluarga, teman,
dan rekan kerja.
c. Harga diri meningkat.
d. Mempertahankan suhu tubuh normal.
e. Bebas dari komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Appleton, dkk. 2019. Sistem Endokrin, Metabolisme, dan Nutrisi. Malang : Elsevier

Joyce, Jane. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia : Elseiver

Nur, Ledy. 2016. Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin dengan Pendekatan NANDA
NIC NOC. Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai