Oleh:
Adaptasi LN
Konsulen Pembimbing
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian KARDIOLOGI
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
2
LEMBAR PENILAIAN
Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Dengan Nilai pembacaan Laporan
Kasus/ Pembacaan Textbook …………………
3
PENDAHULUAN
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan saat
terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal
jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun
didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium,
pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika,
disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat
infark miokard yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul
hipertensi dan diabetes. 1, 2
EPIDEMIOLOGI
Di Eropa (2005) prevalensi gagal jantung sebesar 2-2,5% pada semua umur, dan pada
usia diatas 80 tahun prevalensi gagal jantung >10%.
Di London (1999) sekitar 1,3 per 1.000 penduduk pada semua umur mengalami gagal
jantung dan 7,4 per 1.000 penduduk pada usia 75 ke atas.
Di Indonesia pada tahun 2007 jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan sebanyak 38.438
orang dengan proporsi 9,88% dan kunjungan rawat inap sebanyak 18.585 orang dengan
proporsi 18,23% sedangkan Case Fatality Rate (CFR) 13.420 per 100.000.
DEFINISI
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis, foto
thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah
jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan
gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal
jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%.
Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe
restriktif.
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup
dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular
sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A –V, beri-beri, dan Penyakit
Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan
paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau
kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan
edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia
gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung
yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis,
trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba
menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
5
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang
terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah
masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir selalu disertai
peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure), karena ventrikel
yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan
peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik
akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif
mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung.2
ETIOLOGI
• Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu :
• Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left to
right shunt, dan transfusi berlebihan
6
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup mitral
atau aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit miokardium primer. Penyebab
tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan
peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai
gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor
polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid.2
• aktivasi dari sistem saraf simpatis dengan peningkatan kadar nor-epinefrin serum
PATOFISIOLOGI
7
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka kemampuan
pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua efek utama
penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan
vena jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu dalam
upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas
adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan
curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan
pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin
kurang efektif.
8
Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
3. Hipertrofi ventrikel
9
Gambar 2. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan
fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat
beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan
semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem
organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah
gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala yang
tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan
seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan
10
ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan
oksigen.
Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti
vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea
juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari
gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi
sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan
kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu
oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik
dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari gagal
jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya
gravitasi.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi
vena.
Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik.
Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami
bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama
inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan
aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan
kongesti hati dan usus.
11
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-
mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat
terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga
berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun
gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap
terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan
sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang
nyata.
Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan
merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.3-5
DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan penemuan
klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi,
pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Major :
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
12
6. Gallop S3
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.
KLASIFIKASI 1,4
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman untuk
pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara
lain:
NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta
tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau
berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak
mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,
sesak napas atau nyeri dada.
13
NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti yang tersebut di atas.
NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.2,6,7
Stage A
Memiliki risiko tinggi mengembangkan gagal jantung.
kelainan struktural (-)
kelainan fungsional (-)
tanda/gejala gagal jantung (+)
Stage B
kelainan struktural jantung (+)
kelainan fungsional (-)
tanda/gejala gagal jantung. (-)
Stage C
kelainan struktural jantung. (+)
tanda/gejala gagal jantung (+) meredah dengan istirahat
Stage D
kelaiinan struktural (+) berat
kelainan fungsional (+)
tanda/gejala gagal jantung (+) tidak meredah dengan istirahat
PEMERIKSAAN PENUNJANG1,4
14
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan penunjang sebaiknya
dilakukan.
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum,
enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG) :
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk
menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau
tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi
diastolik pada LV.
3. Radiologi :
4. Penilaian fungsi LV :
15
pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (55%-60%), fungsi sistolik biasanya
adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).1,4
5. Ekokardiografi 1
Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart failure with preserved
ejection fraction)
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi
ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
Ekokardiografi transesofagus
Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi disfungsi ventrikel
yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau
akinesis berat
16
Fraksi ejeksi Menurun (< 40 %) Disfungsi sistolik
ventrikel kiri
miokardits
(End-diastolik
diameter = EDD)
(End-systolic sistolik
diameter = ESD)
pengisian, disfungsi
atrial
kiri aorta,
kardiomiopati hipertrofi
17
dan insufsiensi mitral) jantung, nilai gradien
nilai konsekuensi
hemodinamik,
pertimbangkan operasi
mekanismenya
pulmonal
penyakit sistemik,
kronik,perikarditis
konstriktif
atrium kanan,disfungsi
ventrikel kanan
Kongesti hepatik
PENATALAKSANAAN
18
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non
farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik
ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan
secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
Non –farmakologi :
a. Anjuran Umum
-
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
-
Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.
-
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
-
Vaksinasi terhadap infeksi influenza dan pneumokokus bila mampu.
-
Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan hormone
dosis rendah masih dapat dianjurkan.
b. Tindakan Umum
-
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada
gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada
gagal jantung ringan).
-
Hentikan rokok
-
Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.
-
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
-
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
Farmakologi
19
-
Diuretic : kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretic
regular dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan
menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic atau tiazid. Bila respom
tidak cukup baik, dosis dapat dinaikan, berikan diuretic intravena atau kombinasi loop
diuretic dengan tiazid. Diuretic hemat kalium, spironolakton dengan dosis 25-50 mg/hari
dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas
fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
-
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
-
Beta blocker bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan dosis
kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal
jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional
II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metoprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretic.
-
Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan
penghambat ACE.
-
Antagonis Aldosteron kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron
dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan
gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.
-
Indikasi pemberian antagonis aldosteron, Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, Gejala
sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA), Dosis optimal penyekat β dan
ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
-
Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran
dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.
20
-
Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretic,
penghambat ACE, penyekat beta.
-
Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral
pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan
perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli, thrombosis
dan transient ischemis attack, thrombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
-
Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia
ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindarkan kecuali pada aritmia
yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
-
Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati
angina atau hipertensi pada gagal jantung.4,6
21
Gambar 3. Guidelines Management HF PERKI.
22
PROGNOSIS
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang, tetapi
prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien
stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif.
Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%),
gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10
ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang
meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard
akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung
progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut
dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat. 6
23
DAFTAR PUSTAKA
2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1514-7.
3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1638-45.
5. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th
Edition. Mc Graw Hill. h. 464-8.
24