Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

ILMU KESEHATAN MATA

GLAUKOMA SEKUNDER

Pembimbing
Dr. Trisna Rini, Sp.M

1. Dina Nazilatul Hikmah 2017.04.2.00228


2. Edgar Noya Cosa A 2017.04.2.00232
3. Febriana Isnaeni Wulandari 2017.04.2.00246

UNIVERSITAS HANG TUAH


RSAL DR RAMELAN
SURABAYA
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
ILMU KESEHATAN MATA

Judul Referat ”GLAUKOMA SEKUNDER” telah diperiksa dan disetujui sebagai


salah satu tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda
di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSAL dr. Ramelan Surabaya

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Trisna Rini, Sp. M

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “IGLAUKOMA SEKUNDER”
dengan baik dan tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini merupakan salah satu
tugas yang harus dilaksanakan sebagai bagian dari kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Mata di RSAL Surabaya.
Tak lupa ucapan terima kasih kami ucapkan pada semua pihak yang telah
membantu penyusunan referat ini, terutama kepada dr. Trisna Rini, Sp.M yang
membimbing penyusunan referat ini.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kami mengharapkan saran dari semua pihak demi kesempurnaannya. Semoga
referat ini dapat berguna bagi para pembaca.

Surabaya, 25 Mei 2018

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan suatu neuropati optic kronik yang ditandai oleh pencekungan
(capping) discus opticus dan pengecilan lampang pandang , biasanya disertai dengan
peningkatan intraocular . pada sebagian besar kasus, glaucoma tidak disertai oleh penyakit
lainnya.
Glaukoma merupakan masalah kesehatan mata yang penting di Indonesia. Distribusi
penyakit glaukoma di Indonesia sebesar 13,4%. Prevalensi kebutaan akibat penyakit
glaukoma sebesar 0,2% (Depkes, 1997). Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor dua
terbesar di Indonesia setelah katarak dan seringkali mengenai orang berusia lanjut.1
Di amerika serikat diperkirakan 3 juta penduduk amerika serikat terkena glaucoma,
dan diantara kasus-kasus tersebut sekitar 50% tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang
mengalami kebutaan akibat glaucoma, termasuk 100.000 penduduk amerika, menjadikan
penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah.
Mekanisme peningkatan tekanan intraocular pada glaucoma adalah gangguan aliran
keluar aqueous humor akibat kelainan system drainase sudut bilik mata depan (glaucoma
sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke system drainase (glaucoma sudut
tertutup).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Humor akueus atau cairan aquos adalah cairan jernih yang mengisi bilik
mata depan dan belakang. Volumenya sekitar 250 μL dan kecepatan
pembentukannya yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 μL/mnt. Cairan aquous
diproduksi di badan siliar dan berjalan antara lensa dan iris, dan melalui pupil.
Cairan aquous membawa oksigen, glukosa dan beberapa nutrisi penting lainnya.
Cairan ini masuk di bilik anterior dan mengalirkannya melalui sudut drainase
(trabecullar meshwork). Jalinan/jala trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan
kolagen dan elastic yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk
saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis
Schelmm.3
Terdapat dua jalur utama keluarnya cairan akuous yaitu 4,5 :

1. Aliran keluar konvensional menyediakan mayoritas drainase akuous menuju


Trabecullar meshwork. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam
jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga
kecepatan drainase cairan aquos juga meningkat. Aliran cairan aquos ke dalam
kanalis Schelmm tergantung pada permukaan saluran-saluran transelular siklik
di lapisan endotel. Saluran eferan dari kanalis Schelmm (sekitar 30 saluran
pengumpul dan 12 vena akueus).

2. Aliran keluar non konvensional atau aliran keluar uveoskleral, menyediakan


sisa drainase aliran keluar akuous dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat
sela-sela sklera. Drainase aquos melawan tahanan jadi tekanan intraokular
dijaga agar tetap lebih tinggi dibanding tekanan udara namun lebih rendah
dibanding tekanan darah.

5
Gambar 2.1. Aliran Aqueos Humor Normal

B. Definisi

Glaukoma berasal dari kata Yunani ”Glaukos” yang berarti hijau kebiruan
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
merupakan penyebab kebutaan pertama yang irreversibel (Ilyas, 2004). Glaukoma
adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan tekanan intraokuli,
penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus optikus.5,6
Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama
tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu, penggaungan dan
atrofi papil saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. Di dalam bola mata
(intraokular) terdapat cairan bola mata atau humor akuos yang setiap saat mengalir
dari tempat pembuatannya sampai berakhir disaluran keluar. Bila dalam
pengalirannya mengalami hambatan, maka akan terjadi peningkatan tekanan bola
mata sehingga menganggu saraf penglihatan dan terjadi kerusakan lapang pandang
mulai ringan sampai berat sesuai tinggi dan lamanya tekanan tersebut mengenai saraf
mata. 7

6
C. Epidemiologi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah


katarak. Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Etnis Afrika
dibandingkan etnis kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer adalah 4:1.
Glaukoma berpigmen terutama pada etnis Kaukasus. Pada orang Asia lebih sering
dijumpai glaukoma sudut tertutup 3

D. Faktor Risiko

Faktor risiko glaukoma meliputi hipermetropi (glaukoma sudut tertutup),


miopi (glaukoma sudut terbuka), usia > 45 tahun, keturunan (riwayat glaukoma
dalam keluarga), dan ras (Asia lebih berisiko). Faktor risiko lainnya adalah
migrain, hipertensi, hipotensi, diabetes melitus, peredaran darah dan regulasinya
(darah yang kurang akan menambah kerusakan), fenomena autoimun, degenerasi
primer sel ganglion, dan pascabedah dengan hifema / infeksi.4
Hal yang memperberat resiko glaukoma 5:

• Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat


• Makin tua makin berat, makin bertambah resiko
• Resiko kulit hitam 7 kali dibanding kulit putih
• Hipertensi, risiko 6 kali lebih sering
• Kerja las, risiko 4 kali lebih sering
• Miopia, risiko 2 kali lebih sering
• Diabetes melitus, risiko 2 kali lebih sering.

7
E. Patogenesis

Penyebab glaukoma tidak diketahui secara pasti, bisa juga karena


trauma/benturan, atau karena penyakit mata lain seperti katarak yang sudah pecah
(katarak hipermatur), uveitis dan pengaruh obat-obatan.
Tiga faktor sehingga terjadinya peningkatan tekanan intraokuler yang
akhirnya menyebabkan terjadinya glaukoma adalah :
1. Produksi berlebih humor akuous pada corpus siliaris
2. Adanya resistensi dan aliran akuous pada sistem trabekular maupun kanal
Schlemm.
3. Peningkatan tekanan vena episklera.

Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut
humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di dalam bilik
posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu mengalir dari mata
melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena
penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan
terjadi peningkatan tekanan sehingga merusak serabut saraf mata. Perlu diketahui,
saraf mata berfungsi meneruskan bayangan yang dilihat ke otak. Di otak, bayangan
tersebut akan bergabung di pusat penglihatan dan membentuk suatu benda (vision).
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus
dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus
berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata atau
menimbulkan skotoma (kehilangan lapangan pandang). Bila seluruh serabut saraf
rusak dan tidak diobati, glaukoma pada akhirnya akan menimbulkan kebutaan
total.Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang
pandang sentral. Pada penderita glaukoma, yang terjadi adalah kerusakan serabut
saraf mata sehingga menyebabkan blind spot.6

8
Faktor-faktor penyebab penggaungan dan degenerasi papil saraf optik 7:

1. Gangguan pendarahan pada papil yang disebabkan oleh peninggian tekanan


intraokuler.
2. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
3. Penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kanan dan mata kiri.

Gambar 2.2. Kerusakan Saraf Optikus pada Glaukoma

F. Klasifikasi

Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut 6:


1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka (simpleks)
Penyebab glaukoma ini belum pasti , mula timbulnya gejala simpleks ini
agak lambat yang kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya
berlanjut dengan kebutaan. Umumnya ditemukan pada pasien usia lebih
dari 40 tahun. Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka
adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan
bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis
Schelmm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya adalah
penurunan drainase cairan aquos yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular.

9
b. Glaukoma sudut tertutup, terdiri atas :
Akut
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris
bombe yang menyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD)
oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran cairan aquos dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat. Glaukoma sudut tertutup terjadi
pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik BMD.

Sub akut
Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO
berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik
secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut BMD
berupa pembentukan sinekia anterior perifer.

Kronik
Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak
pernah mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami
sinekia anterior perifer yang semakin meluas disertai peningkatan
bertahap dari TIO.

2. Glaukoma kongenital : primer atau infantile dan disertai kelainan kongenital


lainnya.
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit
mata yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainya, seperti:
a. Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma
fakolitik dan fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis / sindrom
eksfoliasi).
b. Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
c. Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang
disertai prolaps iris)
d. Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya pembentukan
bilik mata depan post-operasi katarak, blok pupil post operasi katarak).
e. Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu
yang lama.
10
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolute terlihat kornea keruh, bilik
mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti
batu dengan rasa sakit.

Gambar 2.3. Klasifikasi Glaukoma

G. Patofisiologi Glaukoma Sekunder


Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular baik disebabkan oleh
mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup pada glaukoma sekunder, sesuai
dengan bentuk kelainan klinis yang menjadi penyebabnya. Efek peningkatan
tekanan intraokuler didalam mata dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar
peningkatan intraokuler.8
Kerusakan saraf optik berupa penggaungan dan degenerasi papil saraf optik
diduga disebabkan oleh :

11
1. Gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut
saraf pada pupil saraf optik.
2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik.
3. Ekskavasio papil saraf optik

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel


ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam
retina dan berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik, disertai
pembesaran cekungan optikus, iris dan korpus siliaris juga. 5

H. Glaukoma sekunder akibat perubahan lensa


Kelainan ini dapat berupa mekanik yaitu lensanya dan kimiawi yaitu fokolitik
atau fokotoksik. Dislokasi lensa dapat berupa subluksasi ke depan atau ke belakang.
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa., antara lain. 5,6
• Glaukoma pada subluksasi ke depan :
Subluksasi lensa ke depan dapat menyebabkan glaukoma karena terjadinya
hambatan pupil sehingga aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik mata
depansehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan mata depan.
Subluksasi ini juga dapat mendorong iris ke depan sehingga menyebabkan
penutupan sudut bilik mata depan dan perlengketan di sudut tersebut yang kedua-
duanya dapat menyebabkan glaucoma.

• Glaukoma pada subluksasi ke belakang :


Pada subluksasi ke belakang dapat terjadi rangsangan yang menahun pada badan
siliar akibat tarikan-tarikan zonula Zin atau geseran lensa pada badan
siliar.Rangsangan ini menyebabkan produksi aqueous yang berlebihan yang dapat
menimbulkan glaukoma.

• Glaukoma pada luksasi ke depan :


Pada luksais ke depan lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini
menutup jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

• Glaukoma pada luksasi ke belakang :


Dalam keadaan ini lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini menutup
jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

12
Kelainan kimiawi dapat terjadi pada katarak hipermatur dimana protein lensa
dan makrofag menutup sudut bilik mata depan, hal ini disebut glaukoma fakolitik.
Protein lensa yang terlepas dari kapsulnya dapat menyebabkan iridosiklitis, hai ini
disebut glaukoma fakotoksik.

Pengobatan
• Dapat diberikan obat-obat anti glaukoma
• Bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi perifer
• Operasi pengeluaran lensa merupakan cara untuk menghilangkan penyebab
utamanya dan hal ini merupakan pengobatan yang paling berhasil.

I. Glaukoma sekunder akibat uveitis anterior


Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor akuos)
yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Adanya peradangan diiris dan
badan siliaris, maka timbul hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar,
pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder.
Di sudut KOA, cairan melalui trabekulum masuk ke dalam kanal Schlemn
untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih
seimbang, maka tekanan mata masih dalam batas-batas normal 15-20 mmHg. Jika
banyak sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut KOA, sehingga aliran
cairan KOA keluar terhambat dan menimbulkan glaukoma sekunder.9
Elemen-elemen radang mengandung fibrin, yang menempel pada pupil, dapat
juga mengalami jaringan organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa.
Perlekatan ini disebut sinekhia posterior. Bila seluruh pinggir iris melekat pada lensa,
disebut seklusio pupil, sehingga cairan dari KOP, tidak dapat melalui pupil untuk
masuk ke KOA, iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut KOA sempit dan
timbullah glaukoma sekunder. Perlekatan-perlekatan iris pada lensa, menyebabkan
pupil bentuknya tak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang dan fibrin, yang
kemudian mengalami jaringan organisasi dan terbentuklah oklusi pupil sehingga akan
menghambat aliran humor akuos dan dapat menyebabkan glaukoma sekunder.

13
Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan glaukoma sekunder yang dapat terjadi
pada stadium dini dan juga stadium lanjut. Pada stadium dini terjadi peradangan uvea
anterior, timbul hiperemi yang menimbulkan bertambahnya produk humor akuos,
juga ikut keluarnya sel-sel radang dengan fibrinnya akibat gangguan permeabilitas
dari pembuluh darah dan menyebabkan meningginya tekanan intraokuler. Pada
stadium lanjut adanya seklusio pupil, oklusi pupil, sinekhia perifer dapat
menimbulkan iris bombe yang menyebabkan sudut iridokornealis sempit dan
menimbulkan gangguan aliran keluar dari humor akuos sehingga tekanan intraokuler
meningkat yang pada akhirnya dapat menyebabkan glaukoma sekunder.
Glaukoma sekunder akibat uveitis anterior itu sendiri dikelompokkan menjadi
glaukoma sekunder sudut terbuka dan glaukoma sekunder sudut tertutup.8

1. Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior

Gambar 2. Glaukoma sekunder sudut terbuka akibat uveitis anterior

Pada tahap awal glaukoma sekunder akibat uveitis anterior, banyak berhubungan
dengan glaukoma sudut terbuka seperti yang terlihat pada gambar. Hambatan aliran
humor akuos berhubungan dengan menumpuknya sel-sel inflamasi dan serat fibrin
ditrabekulum (T). Pada tahap lanjut, sinekhia perifer (P) dapat muncul dan sudut
iridokornealis akan terbuka kurang dari 50% jika sudut tertutup oleh sinekhia perifer.
Terapi pada glaukoma sudut terbuka ini lebih banyak dengan medikamentosa.

14
Pada tahap yang lebih lanjut dari penyakit ini, pada banyak kasus, dapat
terjadi glaukoma sudut tertutup sebagai efek sekunder dari sinekhia perifer atau efek
sekunder blok pupil dari produk hasil inflamasi dipupil. Ini dapat juga karena pada
awalnya terjadi sebagai serangan berulang ringan dari uveitis yang tidak terdeteksi
yang menyebabkan sinekhia perifer dan menjadi glaukoma sudut tertutup kronik.

2. Glukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis anterior

Gambar 3. Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat uveitis anterior

Gambar menunjukkan keadaan sudut tertutup (A) dengan presentase lebih dari
50%. Pada uveitis tahap lanjut ini glaukoma sudut tertutup dapat berasal dari sinekhia
perifer atau efek sekunder blok pupil dari produk inflamasi yang ada dipupil (P).
Anatomi dari sudut iridokornealis tidak dapat dilihat dengan jelas pada pemeriksaan
gonioskopi disebabkan adanya sinekhia perifer dari iris dan adanya iris bombe
sehingga iris terdorong kedepan oleh cairan humor akuos pada kamera okuli posterior
sehingga menutupi sudut iridokornealis tersebut. Jika sudut sudah terbuka maka kita
dapat mengontrol glaukoma sekunder dan uveitis sehingga dapat menurunkan tekanan
intraokular, pengontrolan ini sulit dilakukan jika kondisi sudah berlangsung dalam
jangka waktu yang cukup lama dan telah ada jaringan fibrotik permanen pada
trabekulum, pada keadaan ini glaukoma sekunder yang terjadi dapat berlangsung
permanen selamanya. Pada kasus yang lain, setelah periode panjang pada uveitis yang
15
tidak diterapi atau dikontrol, sudut perlahan-lahan akan tertutup oleh sinekhia perifer,
pada keadaan ini, tentu saja glaukoma juga dapat berlangsung permanen pula.10

J. Glaukoma sekunder akibat trauma


Pada cedera mata dapt terjadi pendarahan ke dalam bilik mata depan (hifema)
ataupun hal lain yang menutupi cairan mata keluar sehingga tekana intraokuler
biasanya meningkat karena tersumbatnya aliran tersebut sehingga terjadi glaukoma
sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi pad atrauma tumpul mata yang
merusak sudut (resesi sudut).Selain itu limbusa atau kornea yang robek juga bisa
menyebabakan glaukoma sekunder.

K. Glaukoma sekunder akibat operasi


Glaukoma sekunder juga sering terjadi pasca pembedahan mata, hal ini sering
disebabkan oleh pertumbuhan epitel di COA setelah insisi kornea atau sklera sehingga
menutup COA yang dapat menimbulkan glaukoma. Selain itu gagalnya pertumbuhan
COA posca operasi karena adanya kebocoran pada luka operasi juga bisa
menimbulkan terjadinya glaukoma.

L. Glaukoma sekunder akibat tumor intra okuler


Pada retinoblastoma mempunyai gejala mata merah, mata merah ini sering
berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi akibat retinoblastoma. Apabila
sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus.
Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler
atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau endoftalmitis. Inflamasi
ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis. 8 Pada retinoblastoma didapatkan
tiga stadium, yaitu : 9
1. Stadium tenang
Pupil lebar, di pupil tampak refleks kuning yang disebut “amaurotic cat’s eye”.
Hal inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian berobat. Pada
funduskopi, tampak bercak yang berwarna kuning mengkilat dapat menonjol ke
dalam badan kaca. Di permukaannya ada neovaskularisasi dan perdarahan, dapat
disertai dengan ablation retina.

2. Stadium glaukoma

16
Tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler meningkat (glaukoma
sekunder) yang disertai rasa sakit yang sangat. Media refrakta keruh, pada
funduskopi sukar menentukan besarnya tumor.

3. Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar menyebabkan eksoftalmus
kemudian dapat pecah ke depan sampai ke luar dari rongga orbita disertai
nekrosis di atasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi ke belakang sepanjang N.
II dan masuk ke ruang tengkorak. Penyebaran ke kelenjar getah bening, dapat
masuk ke pembuluh darah untuk kemudian menyebar ke seluruh tubuh.

M. Glaukoma sekunder akibat penggunaan steroid jangka panjang


Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama diketahui dapat meningkatkan
terjadinya glaukoma, Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk menggunakan steroid
dalam jangka waktu lama pada pengobatan mata.

N. Diagnosis

1. Anamnesis

Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya berupa


gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah.5

Kehilangan penglihatan yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang
pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di daerah
Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru
dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan makula.5

Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering disebabkan oleh
edema kornea akibat peninggian TIO yang cepat.Gangguan penglihatan yang lain adalah
haloglaukomatosa yaitu penderita melihat lingkaran-lingkaran pelangi disekitar bola lampu.
Keadaan ini umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus lensa.
Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada waktu membaca dekat
17
dan kehilangan penglihatan untuk beberapa saat (transient blackout) dapat disebabkan
keadaan glaukoma.5

Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang berbeda-beda. Sakit ini terdapat
disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata dengan atau tanpa sakit kepala. Mata
merah terutama akibat injeksi siliar yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering
disertai mual muntah.8

Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti trauma, operasi-operasi


mata, penyakit retina, pemakaian obat-obatan, steroid, penyakit-penyakit sistemik seperti
kelainan kardiovaskular, penyakit endokrin seperti DM, kelainan tekanan darah.5

2.5.2. Pemeriksaan Fisik

Dengan cara palpasi, Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan. Mata penderita
disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat. Kedua jari telunjuk
pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima orbita. Kedua
telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa. Keadaan tekanan bola mata
dapat dinilai.

2. 5.3. Pemeriksaan Penunjang

a. Biomikroskopi

Dalam pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan segmen anterior,


baik kelainan yang diakibatkan glaukoma maupun keadaan yang mungkin menyebabkan
glaukoma. Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan terlebih dahulu, seperti posisi,
kedudukan dan gerakan bola mata.5

Pada kasus glaukoma berbagai perubahan dapat dijumpai misalnya injeksi siliar,
pelebaran pembuluh darah konjungtiva dan epislera, edema kornea, keratik presipitat, sinekia
iris, atropi iris, neovaskularisasi iris, pelebaran pupil, ekstropion uvea, dan katarak
glaucomatous.1

b. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang
pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di daerah

18
Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru
dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan macula. Kehilangan proyeksi
penglihatan ini umumnya dimulai dibagian nasal, kemudian disebelah atas atau bawah,
bagian temporal biasanya bertahan cukup lama sampai menghilang sama sekali. Dalam
keadaan ini tajam penglihatan sudah ditingkat menghitung jari, bahkan bisa lebih buruk lagi.5

c. Tonometri

1) Pengukuran tanpa alat

Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini
memberikan hasil yang kasar, dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun tidak teliti,
cara palpasi ini masih bermanfaat pada keadaan di mana pengukurn tekanan dengan alat tidak
dapat dilakukan, misalnya menghindari penularan konjungtivitis dan infeksi kornea.5

Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 5

- Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan.


- Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat.
- Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima
orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa.
- Keadaan tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :
o TIO ( palpasi) : N ( Normal )
o Bila tinggi : N +
o Bila rendah : N –
2) Pengukuran dengan alat

Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan kanulasi ke bilik mata
depan yang dihubungkan dengan manometer, atau secara tak langsung, melalui kornea
dengan alat tonometer. Banyak alat dirancang untuk cara tak langsung seperti tonometer
Schiotz, tonometer Maklakof, tonometer anaplasi Goldmann, tonometer anaplasi Hand Held,
tonometer Mackay Marg, dan lail-lain.5

Menurut Symposium on Glaucoma di New Orleans tahun 1976, maka tonometer


indentasi Schiotz dan aplanasi Goldmann yang paling banyak dipakai. Yang pertama oleh

19
karena praktis dan relatif murah dan yang kedua karena lebih tepat dan tidak banyak
dipengaruhi kekakuan dinding bola mata.5

d. Funduskopi

Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaukoma bertujuan untuk: 5

- Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas normal.


- Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf optik.
- Mencatat perubahan dan perkembangan papil dan retina.

e. Perimetri

Pemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan terpenting pada


glaukoma, karena hasil pemeriksaannya dapat menunjukkan adanya gangguan fungsional
pada penderita. Khas pada glaukoma adalah penyempitan lapang pandang.

f. Genioskopi

Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata depan, tempat dilalui
cairan intraokular sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan gonioskopi dapat ditentukan
apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka.5

g. Tonografi

Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan intraokuler yang
diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan pencatatan TIO dengan tonometer
indentasi elektronik dalam jangka waktu tertentu digabung dengan tabel Fridenwald dapat
memperkirakan daya pengeluaran dan pembentukan cairan intraokular.5

h. Tes Provokasi

Tes ini digunakan pada penderita yang mempunyai bakat glaukoma.5

O. Penatalaksanaan
1. Midriatika
Penggunaan midriatika pada pupil untuk mencegah blok pupil dan untuk
melepaskan sinekhia yang ada..
2. Topikal kortikosteroid

20
Bentuk kedua dari terapi adalah penggunaan topikal kortikosteroid.
Penggunaan ini juga mempunyai resiko karena dapat meningkatkan tekanan
intraokuler pada 20%-30% individu. Jika hal ini terjadi dapat diganti dengan
fluoromethylone atau steroid yang mirip yang mempunyai resiko lebih rendah
menaikkan tekanan intraokuler tapi efek anti inflamasinya kuat.
3. Injeksi steroid subkonjungtiva
Pada pasien yang tidak berespon pada midriatika dan topikal kortikosteroid
dapat digunakan injeksi steroid subkonjungtiva
4. Steroid sistemik dengan terus memonitor uvea anterior
Pada pasien yang tetap tidak berespon adekuat terhadap antiinflamasi topikal
steroid digunakan steroid sistemik. Luntz memilih menggunakan prednisolone
oral dengan dosis awal 120 mg sehari dan memonitor reaksi uvea anterior.
Dimaksudkan jika dengan dosis 120 mg per hari dan sekresi dari uvea anterior
menurun, maka dosis akan diturunkan perlahan-lahan, dengan tetap
memperhatikan reaksi uvea anterior (untuk menaikkan dan menurunkan dosis).
5. Cytotoxic
Pada pasien dengan glaukoma sekunder yang menjadi uveitis kronis dimana
pengobatan dengan midriatika dan steroid tidak membaik, penggunaan
cytotoxic misalnya cylosporin atau methotrexate dapat memberikan hasil yang
baik dengan terkontrolnya glaukoma dan proses peradangan pada uvea anterior
.
6. Hipotensif agen
a. Simpatomimetik

- Mengurangi produksi humor akuos


- Epinefrin 0,5 – 2 %, 2 dd 1 tetes sehari b.
Beta – blocker
- Menghambat produksi humor akuos
- Timolol maleat 0,25 – 0,05 %, 1 – 2 dd 1 tetes sehari c.
Carbonic anhidrase inhibitor
- Menghambat produksi humor akuos
- Asetolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet
7. Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser melibatkan penempatan serangkaian pembakarn laser
(lebar 50 mikrometer) pada jalinan trabekula, untuk memperbaiki aliran keluar
akueous. Pada awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular secara

21
perlahan kembali meningkat. Di Inggris, terdapat peningkatan kecenderungan
untuk melakukan pembedahan drainase dini. 10,11

8. Pembedahan
Menurut Luntz jika tekanan berkisar antara 35-40 mmHg dengan nervus
optikus normal, maka diikuti 1-2 bulan untuk memantau keadaan papil
nervus optikus, lapang pandang, peningkatan rasio cupdisc, jika semua ini
masih dalam batas normal sementara uveitis masih aktif dan ophtalmologis
yakin masih ada kemungkinan terapi berhasil maka terapi medikamentosa
dapat diteruskan. Tetapi jika papil nervus optikus sudah menunjukkan tanda-
tanda kerusakan dan defek lapang pandang sudah sangat spesifik glaukoma,
maka harus segera dioperasi. Jika sudah terjadi sinekhia anterior perifer dan
kerusakan sudut iridokornealis sudah muncul, diperlukan trabekulektomi,
seklusio pupil dapat diatasi dengan iridektomi perifer (dengan laser).
Iridektomi perifer dan pembebasan pupil juga perlu dilakukan jika terjadi

22
sinekhia posterior yang ektensif antara iris dan lensa. dilakukan secara dini
sebagai terapi glaukoma. 10

Komplikasi pembedahan antara lain:


Penyempitan bilik anterior pada masa pascaoperasi dini yang beresiko
merusak lensa dan kornea.
Infeksi intraokular
Kemungkinan percepatan perkembangan katarak
Kegagalan mengurangi tekanan intraokular yang adekuat.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa beberapa pengobatan topikal, terutama


obat simpatomimetik, dapat meningkatkan pembentukkan parut konjungtiva
dan menurunkan kemungkinan keberhasilan pembedahan bila saluran
drainase yang baru mengalami parut dan menjadi nonfungsional. Pada pasien
yang sangat rentan terhadap pembentukkan parut, obat antimetabolik (5-
fluorourasil dan mitomisin) dapat digunakan pada saat pembedahan untuk
mencegah fibrosis.

P. Komplikasi
Jika pengobatan terlambat akan cepat berlanjut pada tahap akhir glukoma
yaitu gloukoma absolut.

Q. Prognosis
Diagnosis yang lebih awal dan penanganan dini pada glaukoma dapat
memberikan hasil yang memuaskan.

23
BAB III

KESIMPULAN

1. Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama tekanan


intraokuler yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu, penggaungan dan atrofi
papil saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. Di dalam bola mata
(intraokular) terdapat humor akuos bila dalam pengalirannya mengalami
hambatan, maka akan terjadi peningkatan tekanan bola mata sehingga
menganggu saraf penglihatan dan terjadi kerusakan lapang pandang
2. Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata yang
lain atau penyakit sistemik yang menyertainya
3. Glaukoma sekunder juga bisa di sebabkan oleh tindakan pasca operasi dengan
disertai infeksi maupun pertumbuhan epitel di COA setelah insisi kornea atau
sklera sehingga menutup COA yang dapat menimbulkan glaucoma, Trauma yang
menyebabkan cedera mata dapt terjadi pendarahan ke dalam bilik mata depan
(hifema) ataupun hal lain yang menutupi cairan mata keluar sehingga tekana
intraokuler biasanya meningkat karena tersumbatnya aliran tersebut sehingga
terjadi glaukoma sekunder serta pemakaian kortikosteroid jangka panjang
4. Penataklasanaan glukoma sekunder dapat dengan medikamentosa seperti
midriatik, topical steroid, injeksi steroid subkonjungtiva, Cytotoxic, Hipotensif
agen , trabekuloplasti laser dan pembedahan seperti idrikdetomi perifer maupun
trabekulektomi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam et al. Glaucoma. Last update July 2005. Available from:


http://www.urac.org/adams/glaucoma.html
2. Anonyma. Glaucoma : Introduction to Glaucoma & Medical Management of
Glaucoma. Section 10. USA. American Academy of Ophtalmology. 2002.
3. Anonyma. Drug Treatment for Glaucoma. Last update July 2005. Available from:
http:// www.agingeye.com/glaukoma/drug.html
4. Friedman, NJ. Review of Ophthalmology : Pharmacology. 1st Edition.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 2003.
5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.
6. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
2008.
7. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 5th Edition. USA.
McGraw-Hill. 2003.
8. Vaughan, GD. & Riordan-Eva, P. Glaukoma dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Alih Bahasa : Jan Tambajong & Brahm U. Pendit. Jakarta. Widya Medika. 2001.
9. Wijana, N., 1993 Ilmu Penyakit Mata, cetakan 6, halaman 135-137 & 219-225, Abadi
Tegal, Jakarta.
10. Gordon, S., 2004 Mechanism of Secondary Glaukoma from uveitis,
http/www.thehighligts.com.
11. James,Bruce dkk. 2005. Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Erlangga

25
26
27

Anda mungkin juga menyukai