Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

DERMATITIS KONTAK ALERGI KRONIK


AKIBAT SANDAL JEPIT KARET DENGAN KONFIRMASI UJI TEMPEL
Galih Sari Damayanti
Bagian /SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang

PENDAHULUAN
Dermatitis kontak alergi (DKA) ialah kelainan kulit yang timbul akibat
adanya kontak berulang dengan bahan eksogen pada seseorang yang sebelumnya
telah tersensitisasi dengan bahan yang sama.1 Agar dapat menghasilkan reaksi
imun terhadap suatu alergen, seseorang harus mempunyai kecenderungan genetik,
mempunyai kontak yang cukup dengan bahan kimiawi yang mengalami
sensitisasi

tersebut,

dan

kemudian

mengalami

kontak

berulang. 1

Merkaptobenzothiazol (MBT) merupakan salah satu bahan campuran pada banyak


alat rumah tangga sehari-hari yang berupa karet, antara lain sandal jepit, sarung
tangan karet, dan karet elastis.2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
kelompok dermatitis kontak Amerika Utara, MBT merupakan alergen yang
mencetuskan alergi sebesar 0,9% dari seluruh populasi yang diteliti.1
Pada penelitian retrospektif di poliklinik RSUP. Dr. Sardjito sejak tahun
2008 sampai dengan 2010 didapatkan 64 pasien DKA alas kaki dari 858 pasien
dermatosis pada kaki. Sebagian besar adalah wanita (68,8%) dengan 29,7%
memiliki riwayat atopi, lesi tersering pada punggung kaki (43,8%) dan jenis alas
kaki yang paling sering menyebabkan DKA alas kaki adalah sandal jepit karet
(48,7%).

Individu dengan usia di atas 65 tahun memiliki berbagai defek pada

proses induksi dan atau elisitasi dari DKA, sehingga tingkat kejadian DKA lebih
rendah pada individu dengan usia diatas 70 tahun.1
Patofisiologi DKA berdasarkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (IV)
yang diperantarai oleh limfosit T. Terdapat dua fase yang mendasari patofisiologik
dermatitis kontak alergi ini, yaitu fase sensitisasi dan elisitasi.1,4,5 Bahan kimia
eksogen yang memiliki berat molekul rendah merupakan alergen kontak yang

dapat menimbulkan fase sensitisasi. Fase sensitisasi yang dikenal juga sebagai
fase aferen berlangsung sekitar 10-15 hari, sedangkan fase elisitasi biasanya
berlangsung antara 48-96 jam.1,6,7
Gambaran klinik DKA dapat bervariasi tergantung dari lokasi dan durasi. 1
Bentuk dan lokasi lesi merupakan petunjuk yang penting untuk mengetahui
alergen penyebab.8 Pada fase akut ditandai dengan makula eritema, papul
eritematosa, edema, yang dapat disertai vesikel atau bula kemudian menjadi
krusta. Sedangkan pada fase kronik kulit menjadi kering, berskuama, likenifikasi
terkadang terdapat fisura dan berwarna kehitaman.1,9,10
Uji tempel merupakan satu-satunya alat bantu yang sesuai untuk
pemeriksaan diagnostik rutin yang digunakan untuk membuktikan sensitisasi
terhadap suatu bahan yang menyebabkan dermatitis kontak alergi.

11

Pemeriksaan

histopatologik hanya sedikit membantu, karena sebagian besar tipe dermatitis


memberikan gambaran histopatologik yang mirip dan tidak dapat membedakan
antara dermatitis kontak alergi dengan iritan. 9 Kesesuaian hasil pemeriksaan
berkisar antara 60 sampai dengan 90%, tergantung dari metode tes dan
alergennya.11
Prinsip penatalaksanaan DKA adalah menyembuhkan lesi kulit dan
mengeliminasi alergen penyebab. Penanganan farmakologik dapat berupa
pemberian kortikosteroid topikal maupun oral, emolien, dan antihistamin oral.1,12
Pada dekade terakhir inhibitor kalsineurin, siklosporin oral, takrolimus dan
pimekrolimus juga digunakan sebagai pilihan terapi lini kedua untuk mengobati
DKA.12
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk lebih memahami
diagnosis dan penatalaksanaan penderita dermatitis kontak alergi akibat sandal
jepit yang dilakukan konfirmasi dengan uji tempel.
KASUS
Seorang laki-laki, 76 tahun, suku Jawa, bangsa Indonesia, CM C289043, tinggal
di Jl. Cumi cumi Semarang Utara dikonsulkan ke bagian Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin pada tanggal 20 Februari 2012 dengan keluhan utama gatal pada

kedua punggung kaki. Pasien sudah dirawat di bangsal penyakit dalam RSUP. Dr.
Kariadi Semarang selama 2 hari dengan diabetes mellitus.
ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 20 Februari 2012)
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 4 bulan sebelum dikonsulkan oleh bagian penyakit dalam, penderita
mengeluh timbul gatal pada punggung kaki kanan dan kiri, tidak bertambah gatal
bila berkeringat. Awalnya timbul bintil-bintil merah yang terasa gatal, kemudian
bertambah banyak menjadi bercak dan menyebar di sekitarnya. Penderita pernah
dibelikan obat oles anti jamur oleh cucunya namun dirasakan tidak ada perbaikan.
Makin lama bercak merah tersebut menebal dan melebar, dan kaki terasa kaku.
Penderita mengaku sudah sejak 2 tahun yang lalu mempunyai kebiasaan memakai
sandal jepit yang terbuat dari karet bila sedang di rumah dan saat keluar rumah.
Penderita tidak mempunyai kebiasaan mencuci baju dan tidak bekerja di tempat
yang basah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit kencing manis baru diketahui sejak 3 tahun yang lalu,
penderita tidak minum obat teratur. Riwayat asma disangkal. Terdapat riwayat
bersin-bersin pagi hari. Riwayat mengoles-oles sesuatu sebelum timbul lesi
disangkal. Riwayat merendam kaki dengan cairan tertentu sebelum timbul lesi
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga menderita asma, dan bersin-bersin pagi hari disangkal.
Riwayat biduran disangkal. Tidak ada keluarga penderita yang sakit seperti ini.
Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita sudah tidak bekerja, istri penderita sudah meninggal, tinggal
sendiri.

Biaya pengobatan ditanggung JAMKESDA. Kesan sosial ekonomi

kurang.

PEMERIKSAAN FISIK (20 Februari 2012)


Status Generalis:
Keadaan umum : baik, kesadaran kompos mentis, TB 160 cm, BB 48 kg
Tanda vital

: TD: 130/70 mmHg, N: 88 x/menit, RR: 20 x/menit, S: 36,5 C

Kepala

: bentuk mesosefal

Mata

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Mulut

: tidak ada kelainan

Leher

: kelenjar limfe tidak membesar

Toraks

: jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen

: supel, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas

: lihat status dermatologik

Status Dermatologik:
Lokasi

: Punggung kaki kiri dan kanan

UKK

:Plakat eritem, skuama, ekskoriasi, erosi, likenifikasi simetris, lokalisata,


berbentuk huruf V terbalik

SANDAL YANG DIGUNAKAN PENDERITA

Pemeriksaan penunjang dari bagian penyakit dalam :


Darah : Hb: 14,7 g%, Eritrosit 5,21 juta/mmk, Ht 43,8 %, MCH 28,30 pg, MCV
84 fl, MCHC 33,7 g/dl, leukosit 13.300/mmk () , Trombosit 340.000/mmk,
RDW 13,2 %, MPV 6,3 fl.
Hitung jenis Eosinofil 0/Basofil 0/Stab 0/Segmen 88/ Limfosit 10/Monosit 2.
Gambaran eritrosit : Normositik, poikilositosis ringan, Gambaran trombosit :
Jumlah dan bentuk normal, Gambaran leukosit : Jumlah tampak meningkat
Kimia Klinik : GDS 74 mg/dl, Natrium 135 mmol/l (), Kalium 4,2 mmol/l,
Klorida 106 mmol/l, Kalsium 2,28 mmol/l, Ureum 38 mg/dl, Kreatinin 0,80
mg/dl.
GD I 111,3 mg/dl, GD II 170 mg/dl HbA1C 6%
Urin Lengkap : Warna kuning jernih, berat jenis 1,01, pH 7, protein (-), reduksi
(-), urobilinogen (-), bilirubin (-), aseton (-), nitrit (-), sedimen epitel 3,4/l,
leukosit 3,1/l, eritrosit 4//l, kristal 0,2/l, silinder hialin 0,12/l, silinder
patologis (-), yeast cell (-), epitel tubulus 0,9/l, bakteri 359,4 /l, sperma (-),
kepekatan 13,,4 mS/cm
DIAGNOSIS (Bagian Penyakit Dalam) : Hipoglikemia diabetes mellitus tipe
II dengan infeksi saluran kemih

DIAGNOSIS BANDING (Bagian Kulit dan Kelamin) :


1. Dermatitis Kontak Alergik Kronik suspek e.c. sandal jepit berbahan karet
2. Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif
3. Tinea Pedis
DIAGNOSIS SEMENTARA
Dermatitis kontak alergik kronik suspek e.c sandal jepit berbahan karet

PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan darah rutin, urin rutin, gula darah sewaktu
2. Pemeriksaan kerokan KOH 10%
3. Pemeriksaan uji tempel
4. Rencana dilakukan uji tempel / patch test setelah fase inflamasi mereda
5. Terapi :
Topikal:
- salep desoksimethason 0,25% 2 x sehari
Sistemik:
- tablet mebhydrolin napadisylate 2 x 50 mg (bila gatal)
6. Saran : - Tidak memakai sandal jepit dari karet
- Kontrol ulang 7 hari lagi
- Minum obat secara teratur
Hasil kerokan kulit pada punggung kaki kanan dan kiri dengan KOH 10 % :
Spora : (-) / negatif
Hifa

: (-) / negatif

Yeast : (-) / negatif


Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Hb: 10,6 g% () , Eritrosit 4,43 juta/mmk (), Ht 37,4 % (), MCH
24,0 pg (), MCV 84,4 fl, MCHC 28,4 g/dl (), leukosit 6.300/mmk , Trombosit
276.000/mmk, RDW 14,4 %, MPV 7,18 fl.

Hitung jenis Eosinofil 10/Basofil 0/Stab 4/Segmen 60/ Limfosit 24/Monosit 2.


Gambaran eritrosit : Anisositosis ringan, poikilositosis ringan, Gambaran
trombosit : Jumlah dan bentuk normal, Gambaran leukosit : Jumlah tampak
normal, eosinofilia (+)
Kimia Klinik : GDS 92 mg/dl
Urin Lengkap : Warna kuning jernih, pH 6, protein (-), reduksi (-), urobilinogen
(-), bilirubin (-), aseton (-), nitrit (-), sedimen epitel 21,4/l, leukosit 7,9/l,
eritrosit 4,2//l, kristal 0,1/l, silinder hialin 0,36/l, silinder patologis 0,36/l,
yeast cell (-), epitel tubulus 3/l, bakteri 59,1 /l, sperma (-), kepekatan 15,3
mS/cm
PENGAMATAN SELANJUTNYA
Tanggal 27 Februari 2012 (Hari ke-7)
Keluhan : Sedikit gatal
Status dermatologik
Lokasi : punggung kaki kiri dan kanan, sela jari pertama kaki kanan dan kiri
UKK

: plakat hiperpigmentasi berkurang, skuama menipis

Diagnosis :
Dermatitis kontak alergi kronik perbaikan suspek akibat sandal jepit
Terapi : salep desoksimethason 0,25% dioleskan 2 x sehari
Saran : - Bila lesi kulit sudah menghilang, salep dihentikan pemakaiannya.
- Kontrol 7 hari setelah menghentikan penggunaan salep untuk dilakukan
pemeriksaan uji tempel
Tanggal 12 Maret 2012 (hari ke-21)
Keluhan: Status Dermatologik
Lokasi : punggung kaki kiri dan kanan
UKK

: makula hiperpigmentasi

Diagnosis :
Hiperpigmentasi paska inflamasi e.c. dermatitis kontak alergi kronik suspek
sandal jepit disertai xerosis kutis
Terapi : Vaselin album dioleskan 2 x sehari

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN TES TEMPEL (Tanggal 12 Maret 2012)


I. Melakukan informed consent kepada penderita dan keluarganya.
II. Uji tempel pada penderita ini dilakukan di punggung atas.
III. Punggung penderita dibersihkan dengan air kemudian dikeringkan.
IV. Bahan alergen dalam bentuk salep yang sudah ditaruh ke dalam spuit
diurutkan sesuai nomor dan diletakan ke dalam -chamber UGM sebanyak
0,5 cm. Alergen yang digunakan pada penderita ini adalah :
1. Neomycin sulphate 20% dalam white petroleum
2. 5-chloro-7-iodo-8-hydroxyquinolone 5% dalam white petroleum
3. Bahan karet sendal jepit merek swallow milik pasien yang
dihancurkan dan dilarutkan dalam vaselin album
4. Potassium Dichromate 0,5% dalam white petroleum
5. Benzophenone 3% dalam white petroleum
6. PABA 10% dalam white petroleum
7. Cobalt Chloride 1% dalam white petroleum
8. Methylparaben 5% dalam white petroleum
9. p-phenylendiamine 0,1% dalam white petroleum
10. Benzocaine 5% dalam white petroleum
11. Vaselin Album
V. Kemudian -chamber UGM ditempelkan pada kulit dari bawah ke atas.
VI. Pada batas atas dan bawah strip diberikan marker berupa spidol.
VII. Strip ditutup dengan plester.

Saran : -

Kontrol 2 hari lagi

Tidak boleh mandi, menggaruk, membuka plester

Tidak melakukan kegiatan yang banyak mengeluarkan keringat

Uji tempel jangan terpapar sinar matahari

Tidak minum obat

Diberikan edukasi bahwa mungkin pasien akan merasa gatal, panas,


atau rasa terbakar, yang muncul akibat penempelan alergen tersebut.

Tanggal 14 Maret 2012 (Hari ke-23)


Status Dermatologik : Tetap
Pembacaan uji tempel hari ke-2 (48 jam) :
Plester dan -chamber UGM dibuka kemudian ditunggu 15-30 menit untuk
menghilangkan efek penekanan, kemudian dilakukan pembacaan.
Hasil uji tempel : No. 3

Bahan karet sandal jepit merek swallow milik

pasien yang dihancurkan dan dilarutkan dalam vaselin album : +1


Saran

- Kontrol besok
- Tidak boleh mandi
- Tidak boleh minum obat
- Kontrol ke dokter jika terdapat keluhan nyeri dan tersengat pada
punggung

10

Tanggal 15 Maret 2012 (Hari ke-24)


Status Dermatologik : Tetap
Pembacaan uji tempel hari ke-3 (72 jam) :
Hasil uji tempel : No. 3

Bahan karet sandal jepit merek swallow milik

pasien yang dihancurkan dan dilarutkan dalam vaselin album : +1

Diagnosis:
Dermatitis kontak alergik kronik akibat sandal jepit
Terapi : Vaselin album dioleskan 2 x sehari
Saran :
- Menjelaskan bahwa penderita mempunyai alergi terhadap bahan karet yang
terdapat pada sandal jepit serta menghindari pemakaian barang yang
mengandung MBT di mana bahan-bahan ini biasanya terdapat pada benda yang
terbuat dari karet.
- Menggunakan sandal yang berasal dari bahan lain seperti kulit, plastik atau kain.
- Memperhatikan label dari barang-barang yang akan digunakan apakah
mengandung MBT , antara lain seperti sarung tangan karet, karet gelang, balon
karet, penghapus karet.
- Apabila penderita kembali menggunakan sandal jepit berbahan karet maka ruam
pada kaki akan berulang, dan segera kontrol pada dokter.

11

SANDAL YANG DIGUNAKAN PENDERITA SEKARANG

PEMBAHASAN
Diagnosis DKA kronik dikarenakan sandal jepit ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan dikonfirmasi dengan baku emas uji tempel.
Dari anamnesis didapatkan seorang laki-laki berumur 76 tahun, dengan keluhan
gatal pada punggung kaki kiri dan kanan sejak 4 bulan. Awalnya timbul bintilbintil merah yang terasa gatal, kemudian bertambah banyak menjadi bercak dan
menyebar di sekitarnya, tidak bertambah gatal saat berkeringat. Makin lama
bercak merah tersebut menebal dan melebar, dan kaki terasa kaku. Penderita
mempunyai kebiasaan memakai sandal jepit setiap hari, tidak terdapat kebiasaan
mencuci baju sendiri dan tidak bekerja di tempat yang basah. Penderita memiliki
riwayat rhinitis alergi. Riwayat mengoles-oles kaki dengan bahan tertentu
sebelum timbul lesi disangkal. Riwayat merendam kaki dengan cairan tertentu
sebelum timbul lesi disangkal.
Dari kepustakaan dikatakan bahwa lokasi awal timbulnya lesi menjadi
petunjuk yang penting kemungkinan terjadi dermatitis kontak, kemudian perlu
ditanyakan penyebarannya, dan apakah sering kambuh atau tidak. Kejadian yang
berulang biasanya menunjukan DKA. Untuk mencari sumber alergen pada
masing-masing individu perlu ditanyakan tentang hobi, pekerjaan, benda-benda
yang digunakan serta lingkungan sekitar.14

12

Pada penderita ini pada punggung kaki kiri dan kanan didapatkan
gambaran klinik berupa plakat eritem dengan skuama, ekskoriasi, erosi, dan juga
terdapat likenifikasi simetris berbentuk huruf V terbalik menyerupai karet sandal
jepit pada lokasi kontak dengan karet sandal jepit. Menurut kepustakaan dikatakan
bahwa pola anatomi yang ditemukan pada reaksi kulit ini menunjukkan adanya
kontak dengan alergen penyebab.

1,14

Pada keadaan yang kronik biasa didapatkan

likenifikasi dan skuama.1,10,12,13 Dermatitis kontak alergika pada kaki akibat alas
kaki paling sering mengenai daerah punggung kaki.

DKA di kaki dapat

disebabkan oleh sepatu, lapisan dalam sepatu, kulit sepatu, stocking atau bahanbahan lain.15 Pada penderita ini alergen penyebab dicurigai berasal dari karet
sandal jepit.
Diagnosis pasti DKA et causa sandal jepit ditegakkan dengan melakukan
uji tempel yang merupakan baku emas untuk menegakkan diagnosis DKA. Uji
tempel sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan bila terdapat dermatitis yang
tidak membaik dengan pengobatan, hanya kulit yang terpapar terhadap
kemungkinan alergen yang terkena, dermatitis yang timbul mendadak tanpa
riwayat sebelumnya, dermatitis yang mempunyai pola atau distribusi yang tidak
biasa, terdapat kontak dengan alergen yang telah diketahui, dermatitis pada kaki
dan tangan yang bersifat kronik, eksema persisten atau intermiten pada tangan,
kaki, wajah, telinga atau lengan, dan reaksi dermatitis atau urtikaria sesudah
memakan alergen yang dicurigai.

11,16

Pada saat pasien pertama kali dikonsulkan

pada bagian kulit dan kelamin, lesi pada punggung kaki masih didapatkan
sehingga sebelum dapat dilakukan uji tempel, dermatitis pada kaki penderita
diobati terlebih dahulu, karena merupakan kontra indikasi dilakukan tes
tempel.11,16 Tes tempel ini merupakan miniatur proses elisitasi yang memacu
terjadinya reaksi inflamasi (reaksi eksematosa) pada kulit intak penderita yang
telah tersensitisasi.7,8
Tes tempel untuk keperluan penapisan dapat menggunakan produk alergen
penapisan serial standar seperti TROLAB test atau TRUE test.

7,8,17

Apabila

diagnosis kerja yang ditentukan klinisi sudah mengarah ke suatu produk yang
diketahui mengandung suatu alergen tertentu, maka pelaksanaan uji tempel dapat

13

menggunakan alergen pilihan secara selektif atau menggunakan alergen serial


tertentu untuk produk tertentu.

Pada pasien ini alergen yang dicurigai

menyebabkan DKA adalah karet sandal jepit. Menurut International Contact


Dermatitis Research Group (ICDRG) terdapat 23 alergen standar pada seri
pemeriksaan uji tempel, dan diantaranya yang dapat digunakan untuk alergen uji
tempel pada karet sendal jepit antara lain : merkaptobenzotiazol (MBT) 2%,
campuran thiuram 1%, campuran merkapto, black rubber mix 0,6%, dan
potassium dikromat 0,5%.

15

Apabila alergen yang berhubungan tidak tersedia di

dalam pilihan seri alergen yang dimiliki, maka sebagai tambahan mungkin perlu
dilakukan uji tempel menggunakan bahan atau produk yang dibawa oleh pasien
sendiri (bahan milik pasien sendiri).

11

Pada kasus ini pelaksanaan uji tempel

menggunakan seluruh alergen yang dimiliki ditambah dengan bahan karet sendal
milik penderita yang dihancurkan sampai halus dan dilarutkan dalam vaselin
album.
Sebelum dilakukan uji tempel penderita diberikan penjelasan untuk tidak
mandi, tidak menggaruk dan membuka plester uji tempel, tidak melakukan kerja
berat atau olahraga, dan tidak minum obat-obatan. Kepustakaan menyebutkan
bahwa sebelum melakukan uji tempel penderita diinstruksikan tidak mandi selama
dilakukan uji tempel, menghindari kegiatan yang dapat membuat uji tempel
menjadi lepas, uji tempel tidak boleh terpapar matahari, steroid dan obat-obat
imunosupresif lain harus dihentikan paling sedikit 1 minggu sebelum dilakukan
uji tempel, serta diberikan edukasi bahwa mungkin pasien akan merasa gatal,
panas, atau rasa terbakar, yang muncul akibat penempelan alergen tersebut.18
Pada penderita ini dilakukan pembacaan uji tempel dibaca setelah 48 dan
72 jam. Hasil pembacaan setelah 48 jam dan 72 jam masing-masing adalah +1
terhadap alergen no.3 yaitu bahan karet sandal jepit merek swallow milik pasien
yang dihancurkan dan dilarutkan dalam vaselin album. Kepustakaan menyebutkan
pembacaan uji tempel dilakukan setelah 48 jam dan 72 jam, selain itu, pembacaan
hasil yang lebih lambat direkomendasikan, terutama apabila hasil reaksi uji
tersebut sulit dikelompokkan sebagai suatu bentuk alergi atau iritan, atau apabila
diduga terdapat sensitisasi terhadap alergen yang baru akan memberikan reaksi

14

setelah 72 jam (seperti antibiotik aminoglikosida, glukokortikoid).

11

Pada

kecurigaan alergi terhadap turunan karet terutama MBT biasanya reaksi kulit
dapat dievaluasi antara 24 jam sampai dengan 72 jam.

Penilaian uji tempel

dilakukan berdasarkan ICDRG (International Contact Dermatitis Research


Group) yaitu : +? Reaksi yang meragukan, + reaksi positif lemah (eritema,
infiltrasi, mungkin adanya papul), ++ reaksi positif kuat (eritema, infiltrasi, papul
dan vesikel), +++

reaksi positif yang sangat kuat (sangat eritema, infiltrasi,

vesikel yang menyatu), IR reaksi iritan, NT tidak diujikan. 10,11 Pada uji tempel
dapat terjadi reaksi positif palsu yaitu terdapat reaksi uji tempel positif namun
tidak terdapat kontak alergik sedangkan reaksi negatif palsu adalah terdapatnya
reaksi uji tempel yang negatif pada keadaan kontak alergik.18
Pada penderita ini alergen penyebab DKA adalah karet sandal jepit.
Kandungan yang dapat ditemukan pada karet sandal jepit antara lain adalah :
merkaptobenzotiazol (MBT) 2%, campuran thiuram 1%, campuran merkapto,
black rubber mix 0,6%. Berdasarkan hasil penelitian Rohmawati E dkk pada
tahun 2010 MBT merupakan alergen terbanyak yang menyebabkan dermatosis
pada kaki yang berasal dari bahan akselerator karet (12,9%). Bahan MBT
merupakan rubber accelerators yaitu bahan kimia yang digunakan dalam
mempercepat proses pembuatan karet (vulkanisasi).12,13 Selain terdapat pada
sepatu, sandal, karet gelang, ikat pinggang, MBT ini juga dapat terdapat pada alat
rumah tangga seperti dot bayi, mainan bayi, sarung tangan karet, balon mainan
anak, dan penghapus karet.2 MBT dan turunannya merupakan sensitizer yang
paling sering pada dermatitis kontak akibat sepatu.19
Diagnosis suatu kasus DKA, termasuk DKA karena karet sendal jepit,
harus selalu menggunakan data relevansi klinis disamping data hasil uji
tempelnya.

17,18,20

kategori, yaitu :

Relevansi klinis hasil uji tempel dibagi menjadi beberapa

17,18,21

1. Pasti (definitif) ; apabila a) penderita dapat dipastikan kontak dengan


bahan yang dicurigai sebagai penyebab DKA, b) bahan yang dicurigai
dapat dibuktikan mengandung alergen sesuai dengan alergen hasil uji
tempel yang positif.

15

2. Sangat mungkin (probable) ; apabila a) penderita dapat dipastikan kontak


dengan bahan yang dicurigai sebagai penyebab DKA, b) bahan tersebut
diketahui atau dilaporkan mengandung alergen sesuai dengan alergen
uji tempel yang positif, tetapi belum dapat dibuktikan.
3. Mungkin (possible) ; apabila a) penderita dapat dipastikan kontak dengan
bahan yang dicurigai sebagai penyebab DKA, b) bahan tersebut
dicurigai mengandung alergen sesuai dengan alergen uji tempel yang
positif.
4. Riwayat masa lalu (past) ; apabila di masa lalu, penderita mengalami
gejala dan tanda yang sesuai untuk DKA pada saat kontak dengan bahan
yang dicurigai mengandung alergen yang sesuai dengan alergen hasil uji
tempel yang positif.
5. Tidak diketahui (unknown) ; apabila tidak ditemukan kesesuaian antara
alergen yang positif pada hasil uji tempel, dengan gejala, tanda, maupun
riwayat kontak pada penderita.
Berdasarkan bukti adanya riwayat yang jelas penggunaan sendal jepit karet
yang sesuai dengan lokasi, serta didapatkan hasil uji tempel positif terhadap bahan
karet sandal jepit milik penderita sendiri yang dijadikan bahan alergen uji tempel
maka pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa gambaran DKA karena sendal jepit
berbahan karet memiliki kategori diagnosis pasti atau definitif.
Pada pemeriksaan laboratorium gambaran hitung jenis leukosit didapatkan
hasil eosinofilia, hasil ini sesuai dengan kepustakaan bahwa DKA lebih sering
mengenai seseorang yang memiliki riwayat atopi atau mempunyai kecenderungan
genetik. 1
Diagnosis banding dengan DKI kumulatif dapat disingkirkan dari
anamnesis dengan keluhan yang menonjol adalah gatal, tidak terdapat adanya
keluhan nyeri, terdapat riwayat kontak penggunaan sandal jepit karet. Pada
pemeriksaan fisik lesi kulit pada penderita terbatas pada tempat kontak terhadap
sendal jepit karet dan tidak meluas, serta setelah dilakukan uji tempel didapatkan
hasil positif terhadap bahan karet sandal jepit tersebut. Pada kepustakaan
dinyatakan bahwa DKI dan DKA terutama yang bentuknya kronik dapat
memberikan penampilan klinik yang mirip, yaitu dapat didapatkan kulit kering,

16

likenifikasi, erosi, skuama, dan fisura.

22

Aspek klinik yang dapat membantu

membedakannya dengan DKI adalah keluhan utama terasa terbakar dan tersengat
sedangkan pada DKA yang lebih menonjol adalah rasa gatal.5
Diagnosis banding dengan tinea pedis dapat disingkirkan dimana pada
tinea pedis tipe interdigitalis tersering ditemukan kelainan berupa maserasi di sela
jari ke-4 dan 5 dan sering tercium bau tidak enak. Diagnosis dermatofitosis
ditegakkan dengan pemeriksaan klinik, sediaan langsung KOH 10-20% dan
dilakukan kultur jamur.23 Sedangkan pada kasus ini kelainan hanya mengenai
punggung kaki, tidak terdapat adanya maserasi dan bau tidak enak pada kaki, serta
dari pemeriksaan KOH didapatkan hifa dan spora negatif.
Menurut kepustakaan penatalaksanaan yang paling utama untuk DKA
adalah mengidentifikasi, menghindari alergen penyebab, dan menghilangkan
gejala. Selain itu penderita dianjurkan supaya meneliti label yang terdapat pada
produk-produk yang akan digunakan. Pada kasus ini penderita dianjurkan supaya
penderita tidak menggunakan sandal jepit dari karet ataupun barang-barang lain
yang mengandung MBT seperti pada sepatu, sandal, karet gelang, ikat pinggang,
dan pada alat rumah tangga seperti dot bayi, mainan bayi, sarung tangan karet,
balon mainan anak, serta penghapus karet. Penderita disarankan untuk
menggunakan bahan lain untuk alas kaki seperti sandal dari kulit, plastik ataupun
kain.8
Terapi medikamentosa yang diberikan adalah pemberian kortikosteroid,
serta pemberian antihistamin oral untuk mengurangi gatal. Pada kepustakaan
disebutkan bahwa steroid topikal tetap menjadi terapi pilihan, penggunaan
kortikosteroid sistemik hanya diperuntukkan pada kasus-kasus berat dan DKA
akut berulang.1,12 Ketika memilih kortikosteroid topikal harus disesuaikan antara
potensi kortikosteroid dengan lokasi dan vehikulum dengan lesi kulit (salep
digunakan untuk lesi yang kering dan berskuama). Pada kasus DKA yang kronik
dapat diberikan emolien.1,12 Pada dekade terakhir inhibitor kalsineurin, siklosporin
oral, takrolimus dan pimekrolimus juga digunakan sebagai pilihan terapi lini
kedua untuk mengobati DKA. 1 Fototerapi dapat dilakukan pada DKA refrakter
yang tidak berespon terhadap pemberian kortikosteroid dan untuk pasien-pasien

17

yang sulit untuk menghindari faktor pencetus atau alergen penyebab DKA
tersebut. 1
Pada kasus ini penderita diberikan pengobatan berupa pemberian salep
desoksimethason 0,25% dioleskan 2 x sehari, tablet mebhydrolin napadisylate 2 x
50 mg dan vaselin album sebagai pelembab. Prognosis pada penderita ini quo ad
vitam ad bonam, quo ad sanam dubia ad bonam, quo ad kosmetikam dubia ad
bonam.

RINGKASAN

18

Telah dilaporkan kasus dermatitis kontak alergi kronik akibat sandal jepit
karet pada seorang laki-laki 76 tahun dengan keluhan utama gatal pada kedua
punggung kaki.
Diagnosis DKA kronik pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan dikonfirmasi dengan uji tempel.
Dari anamnesis didapatkan sejak 4 bulan sebelum dikonsulkan penderita
mengeluh timbul gatal pada di punggung kaki kanan dan kiri, tidak nyeri, tidak
bertambah gatal bila berkeringat. Penderita mempunyai kebiasaan memakai
sandal jepit dari karet. Pada punggung kaki kiri dan kanan didapatkan gambaran
klinik berupa plakat eritem dengan skuama, ekskoriasi, erosi, dan juga terdapat
likenifikasi simetris berbentuk huruf V terbalik menyerupai karet sandal jepit pada
lokasi kontak dengan karet sandal jepit. Dari uji tempel didapatkan hasil yang
positif (+1) terhadap bahan karet sandal jepit milik penderita.
Penatalaksanaan dengan menghindari alergen penyebab serta diberikan
salep desoksimethason 0,025% 2 x sehari, tablet mebhydrolin napadisylate 2 x 50
mg bila gatal, dan vaselin album.
Prognosis pada penderita ini quo ad vitam ad bonam, quo ad sanam dubia
ad bonam, quo ad kosmetikam dubia ad bonam.

Telah dibacakan pada tanggal 17 September 2012


Moderator,

Prof. DR. Dr. Prasetyowati Subchan, Sp.KK(K)

DAFTAR PUSTAKA

19

1.

2.

3.

4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.

12.
13.

14.

Cohen DE, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. Dalam : Wolf K,


Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds.
Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York :
The Mcgraw-Hill Companies, Inc., 2008: h135-46.
Chambers C, Degen G, Galli C.L, Krutmann J, Marty JP, Platzek T.
Dalam : Opinion on 2-Mercaptobenzothiazole. European Commision
Health and consumer protection directorate general. Scientific
Committee on Consumer Products. 2005 : h1-14.
Rohmawati E, Astuti NF, Winarni DR, Febriana SA, Indrastuti N.
Profil Dermatitis kontak Alas Kaki di poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta, Indonesia. Dalam :
KONAS XIII PERDOSKI Manado, 22-25 Juni 2011.
Belsito DV. Occupational Contact Dermatitis : etiology, prevalence,
and resultant impairment/disability. J Am Acad Dermatol 2005 ; 53 :
h303-13
Nosbaum A, Vocanson M, Rozieres A, Hennino A, Nicolas JF. Allergic
and irritant contact dermatitis. Pathophysiology and immunological
diagnosis. Eur J Dermatol 2009 ; 19 (4) : h325-32
Saint-Mezard P, Rosieres A, Krasteva M, Berard F, et al. Allergic
Contact Dermatitis. Eur J Dermatol 2004 ; 14 : h284-95
Lachapelle JM. The Spectrum of diseases for which patch testing is
recommended, patient who should be investigated. Dalam : Lachapelle
JM, Maibach HI, eds. Patch testing-prick testing, a practical guide.
Berlin : Springer-Verlag. 2003. h7-26
Habif TP. Contact Dermatitis. Dalam : Clinical Dermatology. Edisi ke4. Philadelphia: Mosby, 2004: h81-104.
Mowad MC, Marks JG. Allergic Contact Dermatitis. Dalam : Bolognia
JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd edition. Spain :
Mosby, 2008: h209-22.
Spiewak R. Patch testing for contact allergy and allergic contact
dermatitis.The open allergy journal. 2008. h42-51
Axel Schnuch, Werner Aberer, Monika Agathos, Detlef Becker,et all.
Patch Testing with Contact Allergens. Journal of Deutsche
Dermatologische Gesselschaft fr Allergie und klinische
Immunologie ,2008, h770-775
Bourke J, Coulson I, English J.Guidelines for the management of
contact dermatitis : an update. British Journal of Dermatology 2009
160, h946-954
Kariosentono H, Risadini MW. New development in contact
dermatitis. Bag/SMF Ilmu Kesehatan kulit dan kelamin FK UNS
Surakarta. Seminar Dermatology Update Nusantara 2010, Semarang
tanggal 27-28 Februari 2010.
Beck MH, Wilkinson SM. Contact Dermatitis: Allergic. Dalam : Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of
Dermatology. 7th ed. Turin : Blackwell Science, 2004: 20.1-20.3

20

15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Strorrs FJ. Foot Dermatitis. Oregon Health and Science University.


January 2004. h1-6.
Clinical indication and contraindication. Tersedia online pada :
www.truetest.com/HealthCare Prof/Patchtestpanel.html. Diunduh 10
April 2012.
Davos SA, van der Walk PGM. Epicutaneus Patch testing. Eur J.
Dermatol 2002 ; 12 : 506-14.
Lachapelle JM. Maibach HI. Methodology of Patch testing. Dalam :
Lachapelle JM, Maibach HI, eds. Patch testing-prick testing, a
practical guide. Berlin : Springer-Verlag. 2003. H27-68
American Contact Dermatitis Society. Shoe Allergy caused by
Mercapto
Compounds.
Available
in
URL:
http://adv.webmd.com/event.ng.2006
Goosens A. Art and Science of patch Testing. Indian J Dermatol
Venereol Leprol 2007 ; 73 : h289-91.
Davis MDP, Scalf LA, Yiannias JA, Cheng JF, el-Azhary RA,
Rohlinger AL,dkk. Changing Trends and allergens in the patch test
standard series. Arch Dermatol 2008 ; 144 : h67-72
Partogi D. Dermatitis Kontak iritan. Departemen FK USU/RSUP. H.
Adam Malik. 2009. h1-13
Sri Redjeki TM, Subakir, Buditjahjono S. Tinea Pedis et Manum.
Dalam : Budimulja U, et al. Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2004: 40-45.

21

Anda mungkin juga menyukai